A. Latar Belakang
diinterpretasikan sehingga menghasilkan suatu kebenaran objektif serta sudah diuji kebenarannya
secara ilmiah. Mudahnya, ilmu adalah kegiatan berpikir untuk mendapatkan pengetahuan yang
benar atau secara sederhana ilmu bertujuan mendapatkan kebenaran. Ilmu bukan sekadar
yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam
Pemahaman terhadap objek melalui proses ‘knower’, dalam hal ini manusia yang
mempunyai kemampuan untuk mengetahui, dimana kemampuan tersebut dapat diketahui dengan
adanya kemampuan kognitif, yaitu kemampuan untuk mengetahui (mengerti, memahami, dan
menghayati) dan mengingat apa yang diketahui berlandaskan akal rasio dan bersifat netral. Dan
adanya kemampuan afektif, yakni kemampuan merasakan dan bersifat tidak netral. Rasaa tersebut
menyangkut cinta, keindahan, menghubungkan dengan sesuatu yang ghaib, serta sebagai sumber
kreativitas/seni, dan menjadikan manusia bermoral. Serta adanya kemampuan konatif, yaitu
kemampuan untuk mencapai apa yang dirasakan, daya dorong (karsa, kemauan, keinginan, hasrat)
untuk mencapai atau mendekati atau menjauhi yang didiktekan oleh rasa. Knower merujuk pada
kesadaran yang lebih dalam bagi berfungsinya ketiga kemampuan yang telah diungkapkan.
Pemahaman terhadap objek melalui proses ‘knowing’, merupakan suatu proses nalar atau
proses berpikir yang dilakukan sebagai kesadaran sebagai landasan berfikir atau nalar. Yang
dipikirkan manusia adalah segala sesuatu yang dapat diindera maupun yang tidak dapat diindera.
Dalam hal ini, bahwa kemampuan manusia dalam berpikir atau bernalar dengan menggunakan
1
indera adalah pengalaman (experience) yang epirikal (nyata). Sedangkan kemampuan manusia
dalam berpikir dan bernalar dengan tidak menggunakan indera atau melihat secara langsung adalah
dunia metafisik (dunia ghaib) yang transendental. Media nalar dalam hal ini adalah dengan
menggunakan logika dan matematika yang melahirkan pemikiran ‘deduksi’ dan statistic yang
dapat melahirkan pemikiran ‘induksi’. Namun yang perlu diingat bahwa bagi logika dan
matematika, kebenaran itu adalah kebearan form bukan content, sebab itu disebut kebenaran
kosong. Sedangkan media penalaran terhadap dunia metafisik adalah kitab suci yang
menggambarkan tentang masa lalu, masa datang, dan masa di alam ghaib serta para makhluk
ghaib.
yang berhubungan dengan kepercayaan yang dimiliki, baik berdasarkan atas animisme dan
dinamisme, maupun kepercayaan terhadap agama/ajaran, ataupun kepercayaan yang timbuk dari
hasil penelitian yang berdasarkan atas metode berfikir. Selain itu, proses knowledge adalah
realibilitas dan solidaritas dari dunia eksternal yang kita ketahui melalui presepsi pengertian,
pertaliannya dengan ingatan dan pengenalan dengan objek-objek yang sama. Knowledge juga juga
menyangkut dunia eksternal, persepsi, memori analisa bahasa dan masalah komunikasi.
Ilmu hanya Tuhan yang memiliki dan menciptakannya. Manusia hanya memohon kepada
Tuhan untuk diberikan ilmu, mencari dan menemukan ilmu melalui suatu proses penelitian atau
suatu kajian ilmiah. Ilmu sebagai dasar peradaban manusia yang meliputi: ontologis, berkaitan
dengan segala sesuatu yang bertalian dengan terbentuknya ilmu; epistimologis merupakan bagian
yang menyangkut seluk beluk atau proses dari lahirnya suatu ilmu; ataupun secara aksiologis,
menyangkut kegunaan dari ilmu tersebut. Dengan demikian, ilmu itu perlu pembenaran melalui
penelitian dan kajian ilmuah yang dilakukan manusia. Dan proses pembenaran ilmu tersebut dapat
2
dilakukan melalui Knower, Knowing dan Knowledge. Maka dari itu penulis, memilih judul
“Knower, Knowing dan Knowledge dalam Proses Pembenaran Ilmu Pengetahuan Melalui
Aktivitas Manusia”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
3
LANDASAN TEORI
Dalam pencarian (epistimologi) suatu pengetahuan, terdapat elemet filsafat ilmu yang
1. Knower adalah orang yang bertindak atau melakukan kegiatan knowing guna memperoleh
knowledge.
2. Knowing adalah kegiatan nalar atau berpikir dari knower untuk memperoleh knowledge.
3. Knowledge adalah realibilitas dan soliditas dari dunia eksternal yang kita ketahui melalui
sense perception pertaliannya dengan ingatan dan pengenalan objek-objek yang sama
Berdasarkan kemampuan logisnya dalam kegiatan nalar atau berpikir, knower mampu
berpikir lebih tinggu dari (meta cognition). Dengan demikian, dalam ilmu akan tersimpulkan suatu
pengertian, satu konsep, satu generalisasi, satu hukum dan satu teori. Sementara itu, proses
pengetahuan yang mempunyai nilai ilmiah, yang dalam hal ini merupakan knowing-nya (proses
knowing) memilih jalan, cara dan metode yang lebih cermat, teliti, dan dengan menggunakan
segala daya yang memiliki knowe. Jadi boleh dikatakan bahwa the knower berusaha untuk
menggunakan segala potensi yang ada pada dirinya. Tidak hanya menggunkan potensi sensoris,
tetapi lebih dari itu, yang di dalamnya terdapat sense, reason dan mind.
Dalam proses knowing, motive need of archievment sangat penting. Adapun yang tidak
4
d. Materi yang dipelajari.
Kaitan antara knower, knowing, knowledge dengan intelektual activity bahwa intelektual
activity meliputi kegiatan manusia untuk memperoleh pengetahuan dimulai dari proses
ilmu pengetahuan berdasarkan kemampuannya selaku mahluk yang berfikir (rasio), merasa dan
mengindra, melalui pengalaman, disamping itu manusia juga mendapatkan pengetahuannya lewat
intuisi yaitu kemampuan yang ada pada diri manusia yang berupa proses kejiwaan tanpa
rangsangan dan mampu membuat pernyataan berupa pengetahuan, di samping itu untuk
mendapatkan pengetahuan melalui wahyu atau firman Allah yang disampaikan Allah melalui
RasulNya.”
Menurut Maslow, “Intuisi sebagai pengalaman puncak ( peak experience )”, sementara
Nietzsche mengatakan, “ intuisi merupakan sumber ilmu yang paling tinggi”. Intuisi ini bersifat
5
ANALISIS
Secara analitik, kemampuan untuk mengetahui itu dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kemampuan kognitif, ialah kemampuan untuk mengetahui (dalam arti kata yang lebih dalam
berupa mengerti, memahami, menghayati) dan mengingat apa yang diketahui itu. Landasan
kognitif adalah rasio atau akal yang sifat atau kemampuannya telah kita kupas di muka.
Kognisi an sich bersifat netral, namun dalam kenyataannya kognisi “didikte” oleh “cognitive
syndrome”.
2. Kemampuan afektif ialah kemampuan untuk merasakan tentang yang diketahuinya itu, ialah
rasa cinta (love)dan rasa indah (beauty). Afeksi sudah tidak netral lagi. Baik rasa cinta
maupun rasa indah kedua-duanya merupakan kontinum dengan ujung-ujungnya yang bersifat
kegaiban, dan rasa inilah yang merupakan sumber kreativitas manusia. Dengan rasa inilah
manusia menjadi manusiawi, atau dengan perkataan lain bermoral. Tak berlebih bila kita
katakana bahwa rasalah yang menjadi tiang kemanusiann. Namun rasa tidak memiliki
patokan seperti halnya rasio. Rasa adalah sekaligus keagungan dan kelemahan manusia
(poler). Dan disinilah pula letaknya sasaran godaan syeitan. Disinilah letaknya bahaya utama
penegasan daripada-Nya bahwa celakalah mereka yang tidak mendangar. Rasa yang terkena
rasio, menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah, Rasio menjadi tumpul.
3. Kemampuan konatif, ialah kemampuan mencapai apa yang dirasakan itu, konasi adalah will
atau karsa (kemauan, keinginan, hasratI, ialah daya dorong untuk mencapai (atau menjauh)
6
segala apa yang didiktekan oleh rasa. Rasalah yang memutuskan apakah sesuatu itu dicintai
atau dibencinya dan dikatakan buruk. Adapun kekuatan manusia untuk bergerak
Satu lagi sifat manusia sebagai The Knower ialah kesadaran manusia, yang merupakan
dasar yang lebih dalam dan dapat berfungsinya ketiga kemampuan diatas. Kesadaran atau
consciousness merupakan bukti dari kepriadaan. Sepertu diucapakan oleh Descartes, cogito ergo
sum (saya berfikir maka saya ada), kita dapat menambahkan bahwa berfikir itu hanya dapat
dilakukan dalam keadaan sadar, maka kesadaranlah yang merupakan dasar yang lebih dalam.
Berbagai pakar mempunyai pandangan yang berbeda-beda tentang kesadaran manusia ini. Akan
dikupas pandangan-pandangan dari Freud, Marx, James, Al-Ghazali dan Fazlur Rahman.
Schopenhauer dan Nietzsche, yang berpandangan bahwa lebih besar dari pada rasionalitas mausia
adalah emosinya dan naluri kehidupannya (atau will nya). Psikologi dari individu di dalam
pandangannya itu terbagi menjadi dua bagian, ialah kesadaran dan ketidaksadaran, diman yang
disebut terakhir berisi faktor-faktor emosional yang lebih dalam, yang bersifat sangan seksual
ketidaksadaran, ego adalah kesadaran dan super ego adalah mekanisme sensor tersebut. Maka pada
dasarnya Frued beranggapan bahwa dorongan seksual itulah yang merupakan nature dari manusia,
sehingga dapat dikatakan bahwa kesadaran Freud adalah kesadaran seksual yang telah disensor.
Marx: menyatakan bahwa kelaslah yang memberi bentuk kesadaran manusia. Individu
akan menampakkan keprilakuan sebagaimana didiktekan oleh kelasnya, dan dalam pandangan
Marx hanya ada du akelas, yang satu memeras dan yang satu dperas (sebagai tesa dan antitesa),
7
maka demikian pulalah kesadaran individu-individu di dalam masing-masing kelasnya. Jelas
bahwa pandangan Marx ini adalah pandangan materialistic, dimana menguasai spiritual.
James: menentang pandangan bahwa kesadaran merupakan suatu kesatuan (entity). Pikiran
(thoughts) timbul atau dibuat dari obyek-obyek material (berupa material, esensi atau suatu mind
lain) yang benar-benar ada, tapi tidak ada satu original being yang smaa seperti obyek-obyek itu
yang menimbulkan pikiran tersebut. Bagi James yang ada hanya pengalaman *experience) dimana
bagian dari pengalaman itu dalam suatu konteks tertentu bersifat The Knower (subyek), dan dalam
konteks lain the known (obyek). Dikatakanya bahwa pengalaman murni adalah aliran (flux) dari
bertingkat-tingkat, dari tingkatan terendah sampai ketingkatan tertunggi. Yang terendah adalah
kesadarn indrawi, yang sering menipu dan bertalian dengan nafsu amarah, tingkat kedua berupa
kesadaran akali yang mengkoreksi kesadaran indrawi (misalnya tongkat menjadi bengkok bila
dicelupkan kedalam air), dan bertalian dengan nasfu lawwamah kesadaran akali masih menipu,
misalnya bila kita dihadapkan pada masalah moral. Kesadaeab tertunggu adalah kesadran rohani,
sampai pada kesimpuan yang lain. Bagi Fazlur Rahman, ucapan-ucapan seperti al-nafs al-
mutmainah dan al-nafs al-lawwaman (yang biasnyan diterjemahkan menjadi jiwa yang merasa
puas dan jiwa yang mengutuk) sebaiknya kita pahami sebagai keadaan-keadaan, aspek-aspek,
karena itu menurut hemat saya yang disebut ammmaran, lawwamah dan mutmainah oleh Al-
8
Ghazali itu bukan tingkatan-tingkatan yang baku, akan tetapi kecenderungan-kecenderungan yang
bias terjadi pada setiap manusia, pada setia saat. Maka pandangan Fazlur Rahman ini: lebih
dinamis, dan berbeda dengan Al-Ghazali, saya sendiri cenderung mengikuti interpretasi Fazlur
Rahman daripada interpretasi Al-Ghazali yang disebut terakhir ini sejalan dengan teori Maslow
tentang kebutuhan manusia (needs) yang bersifat hirarkis. Namun interpretasi Fazlur Rahman
sangat sesuai dengan konsepsi tentang fitrah manusia (The Human Nature) yang tak lain adalah
rasa atau kemampuan afektif yang bersifat bersih dari segala kotoran, gangguan dan godaan yang
merupakan media hubungan yang dicipta dengan Ssang Pencipta, yang merupakan dasar bagi yang
dicipta untuk mendengar petunjuk yang Mencipta: maka dari itu kesadaranpun bersifat terbuka
(bias ammarah, lawwamah dan mutmainah) dimana ketiga bentuk nafsu itu bias berganti-ganti dari
saat kesaat kepada ketiga bentuk itu sulit kita berikan rangking berdasarkan tinggi-rendahnya yang
merupakan makhluk material dan makhluk spiritual sekaligus. Sedangkan yang terpenting bagi
manusia adalah pilihan dengan kesadaran apa yang manusia harus bersandar pada kehidupannya
berdasarkan pada petunjuk-petunjuk itulah yang menjadikan manusia sesat dan jatuh ke dalam
lembah kenistaan.
Kesadaran adalah landasan untuk nalar atau berpikir. Apa yang dipikirkan oleh manusia?
Ialah tentang segala sesuatu, baik yang dapai diindera maupun yang tidak dapat diindera. Segala
sesuatu yang dapat diindera oleh manusia disebut pengalaman atau experience. Sedangkan segala
sesuatu yang tak dapat diindera oleh manusia disebut dunia metafisika (meta = beyond. Metafisika
= beyond experience). Berfikir tentang experience disebut berpikir empirikal dan berpikir tentang
dunia gaib disebut berpikir tranendental. Hal-hal yang manusia peroleh melalui pemberitaan
9
(wahyu) disebut divine, revelation, yang menyangkut dua-duanya, ialah empirikal dan
transcendental.
Knowledge
Berhubungan dengan kepercayaan: reliabilitas dan solidaritas dari dunia external yang
kitaa ketahui melaui sense perception, pertaliannya dengan ingatan (memory) dan pengenalan
obyek-obyek yang sama seperti lihat sebelumnya. Pencarian/penemuan knowledge adalah fungsi
dari sains, sedangkan fungsi filsafat adalah clarification dari penemuan-penemuan itu (aspek
etimologisnya). Begitu pula dengan pengetahuan, pengetahuan tidak dapat dilepaskan dari
kebenaran. Semua pengetahuan baik ilmu, filsafat maupun agama bertujuan mendapatkan,
mencari, atau membuktikan kebenaran suatu pengetahuan. Pengetahuan tidak menyelidiki, atau
tidak berdasarkan hasil penelitian, tidak bermetode, tidak bersistem. Dengan kata lain pengetahuan
Lain halnya dengan wahyu ia merupakan penegtahuan yang diperoleh manusia melalui
pemberian tuhan kepadanya. Agamalah yang menjadi kunci dari wahyu dengan demikian ia
merupakan sumber pengetahuan sekaligus sumber keyakinan. proses kegiatan manusia sejak
manusia ada walaupun hidup secara nomaden manusia telah mengamati lingkungannya serta
kebutuhan hidup.
Proses perkembangan ilmu itu sendiri dilakukan oleh manusia, karena manusia memiliki
akal dan memiliki rasa, yang dilengkapi oleh indra yang lainnya. Manusia diberi kemampuan
untuk mengetahui, merasakan, berdasarkan kesadarannya. Dengan kemampuan itu manusia dapat
milah. Dengan proses pengamatan dan pemilahan itu manusia memilih gejala mana yang cocok
10
dijadikan percobaan dalam upaya menguji kecocokan gejala-gejala itu dengan pengetahuan yang
belum diketahui sebelumnya. Untuk dapat memperoleh pengetahuan dimulai dari proses
Setelah pengetahuan diperoleh, diikuti kearah yang lebih baik, dan lebih maju.
11
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pencarian (epistimologi) suatu pengetahuan, terdapat elemet filsafat ilmu yang
berperan penting yakni knower, knowing, dan Knowledge. Knower adalah orang yang bertindak
atau melakukan kegiatan knowing guna memperoleh knowledge. Dan Knowing adalah kegiatan
nalar atau berpikir dari knower untuk memperoleh knowledge. Sedangkan, Knowledge adalah
realibilitas dan soliditas dari dunia eksternal yang kita ketahui melalui sense perception
pertaliannya dengan ingatan dan pengenalan objek-objek yang sama sebagaiman pernah kita lihat
sebelumnya.
Kaitan antara knower, knowing, knowledge dengan intelektual activity bahwa intelektual
activity meliputi kegiatan manusia untuk memperoleh pengetahuan dimulai dari proses
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan paper di kemudian
hari.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://syamnrr.blogspot.com/2013/10/epistemology.html?m=1
4. Soewardi, Herman, 2009, “Roda Berputar Dunia Bergulir”, Bakti Mandiri, Bandung
http://miftimu.blogspot.com/2015/06/filsafat-ilmu.html
6. Zakky. “Pengertian Ilmu Pengetahuan Menurut Berbagai Ahli dan Secara Umum”. 7
13