Anda di halaman 1dari 27

Revisi

FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

“Hakikat dan Karakteristik Ontologi Ilmu”

Disusun Oleh:

CICI AYU CHINTYA (2210246959)

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


Dr. Nahor Murani Hutapea, M.Pd

PROGRAM STUDI PASCASARJANA


PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS RIAU
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Hakikat dan Karakteristik Ontologi Ilmu”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat
Pendidikan Matematika. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Nahor
Murani Hutapea, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah yang telah
memberikan bimbingan dan saran dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah
ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan.
Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Pekanbaru, 9 September 2022

Cici Ayu Chintya

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan.................................................................................. 2
D. Manfaat Penulisan................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Faktor-Faktor Pendorong Timbulnya Ontologi Ilmu............................ 3
B. Hakikat dan Karakteristik Ontologi Ilmu............................................. 4
C. Hakikat Ilmu Ditinjau dari Dimensi Ontologi Ilmu.............................. 6
D. Objek Ilmu............................................................................................ 8
E. Struktur Ilmu......................................................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulanx......................................................................................... 13
B. Saran..................................................................................................... 13
C. Pertanyaan dan Solusi........................................................................... 14
BERITA ACARA............................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 22

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar. 1 Kerangka Ilmu................................................................................. 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan jelas
merumuskan dan menentukan apa yang dikaji, bagaimana cara memperolehnya,
dan bagaimana pula nilai kegunaannya. Tiga elemen tersebut merupakan hal yang
mendasari berkembangnya ilmu pengetahuan (Azwar dkk, 2019). Pada kaitannya
dengan filsafat merupakan ilmu yang mengkaji mengenai segala sesuatu di
seluruh alam sehingga cakupan yang dipelajari sangat luas. Dengan demikian,
filsafat sebagai cara atau metode berpikir tentang sagala sesuatu yang ada dan
memungkinkan ada (Asy’arie, 2016). Objek kajian filsafat meliputi segala
permasalahan namun, yang menjadi masalah utama yaitu tentang kenyataan atau
realitas dari sesuatu.
Filsafat berperan untuk memecahkan permasalahan realitas dengan berbagai
masalah yang dipikirkan manusia. Filsafat memberi penjelasan atau jawaban
substansial dan radikal atas masalah tersebut (Widyawati, 2013). Hakikatnya
segala pengetahuan digerakkan oleh pertanyaan yang didasarkan pada apakah
yang ingin diketahui maka untuk menjawab hal tersebut diperlukan sistem
berpikir secara radikal, sistematis, dan universal sebagai kebenaran ilmu.
Ontologi hadir sebagai langkah awal untuk mengetahui apa yang ingin diketahui.
Ontologi adalah ilmu yang mengkaji tentang ilmu pengetahuan yang ilmiah, apa
hakikat kebenaran rasional atau kebenaran deduktif, dan kenyataan empiris yang
tidak terlepas dari apa dan bagaimana (Azwar dkk, 2019).
Ontologi ilmu membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang dapat
dipikirkan manusia secara rasional dan bisa diamati melalui panca indera
manusia. Pembatasan ini disebabkan karena fungsi ilmu itu sendiri dalam
kehidupan manusia yakni sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi
masalah yang dihadapinya sehari-hari. Oleh karena itu, pada makalah ini dibahas
tentang “Hakikat dan Karakteristik Ontologi Ilmu”.

1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan makalah pada makalah ini adalah:
1. Faktor-faktor pendorong timbulnya ontologi ilmu?
2. Bagaimana hakikat dan karakteristik ontologi ilmu?
3. Bagaimana hakikat ilmu ditinjau dari dimensi ontologi ilmu?
4. Apa objek-objek ontologi ilmu?
5. Bagaimana struktur ilmu?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai
adalah:
1. Mengetahui faktor-faktor pendorong timbulnya ontologi ilmu.
2. Mengetahui hakikat dan karakteristik ontologi ilmu.
3. Mengetahui hakikat ilmu yang ditinjau dari dimensi ontologi ilmu.
4. Mengetahui objek-objek ontologi ilmu.
5. Mengetahui struktur ilmu.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah menambah pengetahuan dan
wawasan penulis ataupun pembaca mengenai hakikat dan karakteristik ontologi
ilmu. Selain itu penulisan makalah ini diharapkan dapat mendorong penulis
ataupun pembaca agar dapat memahami pentingnya ontologi ilmu dalam dunia
pendidikan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor-Faktor Pendorong Timbulnya Ontologi Ilmu


Cabang ilmu filsafat yang mengkaji tentang objek pengetahuan yang menjadi
dasar dari ilmu pengetahuan yaitu ontologi. Ontologi merupakan salah satu kajian
kefilsafatan yang paling kuno. Secara sederhana ontology adalah ilmu yang
mengungkapkan makna dari sesuatu yang berwujud atau yang ada yang
didasarkan pada penalaran yang logis. Bidang pembahasan ontologi mengenai
hakikat wujud suatu objek (Rahmad, 2017). Ada beberapa argumen yang
mendorong timbulnya ontologi ilmu, diantaranya sebagai berikut (Wardhana,
2016):

1. Argumen Plato
Argumen ontologis pertama kali dilontarkan oleh Plato (428-318 SM)
dengan teori idea. Menurut Plato, tiap-tiap yang ada di alam nyata pasti
mempunyai idea. Idea adalah definisi atau konsep universal dari tiap sesuatu.
Plato mencontohkan pada seekor kuda, bahwa kuda mempunyai idea atau
konsep universal yang berlaku untuk tiap-tiap kuda yang ada di alam nyata
baik kuda yang berwana hitam, putih ataupun belang, baik yang hidup
ataupun yang sudah mati. Jadi idea merupakan gambaran atau konsep
universal yang berlaku untuk seluruh kuda yang berada di benua maupun
dunia. Demikian pula manusia punya idea berupa tubuh dan akal yang
berpikir. Setiap sesuatu di alam mempunyai idea yang merupakan hakikat
sesuatu dan dasar wujud sesuatu tersebut.
2. Argumen St.Augustine
Argumen ontologis kedua dilontarkan oleh St. Augustine (354-430 M)
mengungkapkan manusia mengetahui dari pengalaman hidupnya bahwa di
dalam alam pasti ada kebenaran yang mutlak. Akal manusia terkadang merasa
bahwa mengetahui apa yang benar, tetapi terkadang merasa ragu-ragu
terhadap yang diketahuinya adalah kebenaran. Menurutnya akal manusia
mengetahui bahwa di atasnya masih ada suatu kebenaran tetap (kebenaran

3
yang tidak berubah-ubah), dan itulah yang menjadi sumber dan cahaya bagi
akal dalam usahanya mengetahui yang benar. Kebenaran tetap dan kekal
adalah kebenaran yang mutlak disebut tuhan oleh Augustine.
3. ArgumenThales
Berdasarkan perenungannya Thales terhadap air yang terdapat dimana-
mana sampai sehingga beliau mengambil kesimpulan bahwa air merupakan
subtansi terdalam yang merupakan asal mula dari segala sesuatu. Penting
sesungguhnya bukanlah ajaran-ajarannya yang mengatakan bahwa air itulah
asal mula segala sesuatu, melainkan pendiriannya bahwa mungkin sekali
segala sesuatu berasal dari satu subtansi belaka. Thales merupakan orang
pertama yang berpendirian sangat berbeda di tengah-tengah pandangan umum
yang berlaku saat itu. Disinilah letak pentingnya tokoh tersebut. Kecuali
dirinya, semua orang waktu itu memandang segala sesuatu sebagaimana
keadaan yang wajar. Apabila mereka menjumpai kayu, besi, air, danging, dan
sebagainya dipandang sebagai subtansi-subtansi yang terdiri sendiri-sendiri.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, dapat dituliskan bahwa
faktor-faktor pendorong timbulnya ontologi timbul dikarenakan rasa kagum
dan manusia dipandang sebagai animal that reasons yang ditandai dengan
sifat selalu ingin tahu (Susanto, 2016). Dengan demikian, ontologi hadir
sebagai langkah awal untuk mengetahui apa yang ingin diketahui.

B. Hakikat dan Karakteristik Ontologi Ilmu


Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani dari kata ‘on’ yang berarti ada,
dan onto yang artinya keberadaan atau yang ada secara nyata sedangkan logos
berarti pemikiran. Ontologi adalah pemikiran mengenai yang ada dan
keberadaannya. Ontologi dalam kaitannya dengan filsafat yaitu, kemampuan
pemikiran (pola pikir) dan kajian yang membahas hakikat atau kebenaran sesuatu
yang ada. Jadi ontologi merupakan the theory of being qua being (teori tentang
yang ada). Menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat
yang ada, yang merupakan ultimate reality, baik yang berbentuk jasmani/konkret,
maupun rohani atau abstrak (Haryono, 2014).

4
Suriasumantri (Burhanuddin, 2018) mengatakan ontologi membahas tentang
apa yang ingin diketahui, seberapa jauh ingin tahu, atau dengan kata lain suatu
pengkajian mengenai teori tentang ada. Telaah ontologi akan menjawab
pertanyaan tentang; Apakah objek ilmu yang akan ditelaah? Bagaimana wujud
yang hakiki dari objek tersebut? dan Bagaimana hubungan antara objek tadi
dengan daya tangkap manusia?(seperti berpikir, merasa, dan mengindra)
menghasilkan pengetahuan. Ontologi diharapkan dapat terjawab pertanyaan yang
mengenai “apa”. Misalnya Objek apa yang ditelaah ilmu? Apa wujud hakiki dari
objek tersebut? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar memperoleh ilmu? Apa
kriterianya? Teknik apa yang digunakan untuk memperoleh ilmu? dan lainnya
Ontologi ilmu menempatkan telaahannya pada hakikat dasar dengan
pertanyaan kunci dalam hal ini adalah “apa” sebagai jalan untuk masuk kearah
subtansi dan hakikat suatu bidang yang hendak dikaji dan ditelaah (Azwar dkk,
2019). Menurut Loren Bagus mengungkapkan bahwa ontologi meliputi semua
realitas dalam semua bentuknya. Bentuk sederhana ontologi adalah pembedaan
antara sesuatu yang bersifat lahiriah dan rohaniah. Sifat lahiriah adalah sesuatu
yang bersifat fisik dan dapat dirasakan oleh indera. Sementara untuk yang sifat
rohaniah adalah hal-hal yang tidak dapat dirasakan oleh indera (Agustianti dkk,
2022). Berdasarkan hal tersebut, bahwa ontologi terkait tentang hakikat ataupun
kenyataan sesuatu yang ada yakni berupa segala yang ada dan yang mungkin ada
baik jasmani maupun rohani. Jadi hakikat berupa kenyataan sebenarnya, bukan
kenyataaan sementara atau keadaan yang menipu, dan bukan pula kenyataan yang
berubah-ubah.
Hakikat kenyataan atau realitas memang dapat didekati ontologi dengan dua
sudut pandang, yaitu kuantitatif membahas terhadap mempertanyakan apakah
kenyataan itu tunggal atau jamak sedangkan kualitatif membahas terhadap
mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu,
seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang
beraroma harum (Wardhana, 2016).

5
Beberapa karakteristik ontologi menurut Loren Bagus sebagai berikut
(Burhanuddin, 2018):
1. Ontologi merupakan kajian tentang arti ada dan berada tentang ciri-ciri
esensial dari yang ada dalam dirinya sendirinya berdasarkan bentuk yang
paling abstrak.
2. Ontologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur
realitas dalam arti sebanyak mungkin dengan menggunakan kategori-kategori
seperti: ada atau menjadi, aktualitas atau potensialitas, nyata atau
penampakan, esensi atau eksistensi, kesempurnaan, ruang dan waktu,
perubahan, dan sebagainya.
3. Ontologi merupakan cabang filsafat yang melukiskan hakikat terakhir yang
ada, yaitu satu, absolut, bentuk abadi, sempurna, dan keberadaan segala
sesuatu yang mutlak bergantung kepadanya.
4. Ontologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari tentang status realitas
apakah nyata atau semu, apakah pikiran itu nyata, dan sebagainya.
Ontologi ilmu dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara
menyeluruh tentang dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris
(misalnya antropologi, sosiologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu
teknik dan sebagainya).

C. Hakikat Ilmu Ditinjau dari Dimensi Ontologi


Istilah ilmu pengetahuan diambil dari bahasa Arab ‘alima, ya’lamu, ‘ilman’
yang berarti mengerti atau memahami benar-benar sedangkan dalam bahasa
Inggris dari kata science, yang berasal dari bahasa Latin scienta dari bentuk kata
kerja scire yang berarti mempelajari dan mengetahui. Menurut The Liang Gil ilmu
sebagai pengetahuan, aktivitas, atau metode merupakan satu kesatuan yang saling
berkaitan. Ilmu adalah serangkaian aktivitas manusia yang dilaksanakan dengan
metode tertentu, yang akhirnya aktivitas metodis itu menghasilkan pengetahuan
ilmiah (Susanto, 2016). Dengan demikian, ilmu dapat dipandang sebagai
keseluruhan pengetahuan atau sebagai aktivitas penelitian, atau sebagai metode
untuk memperoleh pengetahuan yang tidak dapat lagi dipandang sebagai suatu

6
kumpulan pengetahuan atau suatu metode khusus untuk memperoleh
pengetahuan, ilmu harus dilihat sebagai suatu aktivitas kemasyarakatan pula.
Adapun sifat-sifat ilmu menurut Sudarsono adalah sebagai berikut (Latif, 2014):

1. Berdiri secara satu kesatuan.


2. Tersusun secara systematics.
3. Ada dasar pembenarannya (ada penjelasan yang dapat dipertanggung
jawabkan disertai sebab-sebabnya yang meliputi fakta dan data).
4. Mendapat legalitas bahwa ilmu itu hasil pengkajian atau riset.
5. Communicable, ilmu dapat ditransfer kepada orang lain sehingga dapat
dimengerti dan dipahami maknanya.
6. Universal, ilmu tidak terbatas ruang dan waktu sehingga dapat berlaku
dimana saja dan kapan saja diseluruh alam semesta ini.
7. Berkembang, ilmu sebaiknya mampu mendorong pengetahuan dan penemuan
baru sehingga manusia mampu menciptakan pemikiran yang lebih
berkembang dari sebelumnya.
Samuji (2021) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan (pengetahuan ilmiah)
memiliki lima ciri pokok yang membedakan ilmu dan pengetahuan. Lima ciri
pokok tersebut dijelaskan sebagai berikut.
1. Empiris. Ilmu pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan
percobaan.
2. Sistematis. Berbagai keterangan dan data yang tersususn sebagai kumpulan
pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur.
3. Objektif. Ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan
kesukaan pribadi.
4. Analitis. Pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalannya
ke dalam bagian-bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat,
hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu.
5. Verifikatif. Dapat diperiksa kebenarannya oleh siapa pun juga.
Ditinjau dari dimensi ontologi yaitu untuk mengetahui dasar ontologi ilmu,
sebagai pertanyaan awal adalah apakah yang ingin diketahui ilmu? atau dengan

7
kata lain apakah yang menjadi bidang telaah ilmu?. Konteks pembahasan
tersebut, ilmu membatasi diri pada hal-hal yang dapat dijangkau oleh pengalaman
panca indera manusia atau dengan perkataan lain hal-hal yang bersifat empiris.
Berlainan dengan agama, atau bentuk-bentuk pengetahuan lainnya, maka ilmu
membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris dan rasional. Objek
penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca
indera manusia. Pada batas-batas tersebut, maka ilmu mempelajari objek-objek
empiris seperti batu-batuan, binatang, tumbuhan, hewan atau manusia itu sendiri.
Inilah yang merupakan salah satu ciri ilmu yakni orientasi terhadap dunia
empiris.
Ketika membicarakan tahap-tahap perkembangan pengetahuan dalam satu
napas tercakup pula telaahan filsafat yang menyangkut pertanyaan mengenai
hakikat ilmu. Segi ontologis, yaitu tentang apa dan sampai dimana yang hendak
dicapai ilmu. Dalam hal ini menyangkut dalam dimensi ruang dan waktu dan
terjangkau oleh pengalaman indrawi. Dengan demikian, meliputi fenomena yang
dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi,
diverifikasi dan ditarik kesimpulan. Dengan demikian, tidak menggarap hal-hal
yang gaib seperti soal surga atau neraka yang menjadi garapan ilmu keagamaan.

D. Objek Ilmu
Objek telaah ontologi adalah yang ada tidak terikat pada suatu perwujudan
tertentu. Ontologi membahas mengenai tentang yang ada secara universal, yaitu
berusaha mencari inti yang terdapat disetiap kenyataan yang meliputi seluruh
realitas dalam semua objeknya. Objek penelaah ilmu mencakup seluruh aspek
kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia (Amka, 2019). Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa hal-hal yang sudah berada diluar jangkauan
manusia tidak dibahas di ilmu karena tidak dapat dibuktikan secara metodologi
dan empiris, sedangkan ilmu itu mempunyai ciri tersediri yaitu berorientasi pada
dunia empiris. Berdasarkan objek yang di telaah dalam ilmu pengetahuan ada dua
macam adalah sebagai berikut (Rusdiana, 2018):

8
1. Objek Material (Obiectum Materiale, Material Object)
Objek material ontologi ialah yang ada, yaitu ada individu, ada umum, ada
terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk kosmologi dan
metafisika dan ada sesudah kematian maupun sumber segala yang ada. Objek
materil adalah seluruh lapangan atau bahan yang dijadikan objek penyelidikan
suatu ilmu. Menurut Saifullah Idris dan Fuad Ramly (2016), objek material
adalah seluruh bidang atau bahan yang dijadikan telaahan ilmu, baik konkret
maupun abstrak. Objek material yang bersifat konkret, artinya objek yang secara
fisik dapat terlihat dan terasa oleh alat peraba. Contohnya pohon, batu, tanah, air
dan lainnya. Objek material yang bersifat abstrak misalnya nilai-nilai, paham,
aliran sikap dan sebagainya. Jadi tidak terbatas apakah ada dalam realitas
konkret ataukah di dalam realitas abstrak.
2. Objek Formal (Obiectum Formale, Ormal Object)
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas, bagi pendekatan
kualitif, realitas tranpil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya menjadi telaah
monisme, paralerisme atau plurarisme. Objek formal merupakan sudut pandang
terhadap objek material dan termasuk prinsip-prinsip yang digunakan. Objek
formal dapat menentukan suatu pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan,
menentukan jenis ilmu pengetahuan yang tergolong bidang studi dan sifat ilmu
pengetahuan yang tergolong kuantitatif atau kualitatif. Berarti dengan objek
formal, ruang lingkup (scope) ilmu pengetahuan bisa ditentukan pula misalnya,
Ilmu Ekonomi dan Sosiologi mempunyai objek material yang sama yaitu
manusia, namun objek formalnya jelas berbeda. Ilmu Ekonomi melihat manusia
dalam kaitannya dengan upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan
Sosiologi dalam kaitannya dengan hubungan antar manusia (masyarakat).
Disimpulkan bahwa objek formal mempunyai kedudukan dan peran yang mutlak
dalam menentukan suatu pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan.

E. Struktur Ilmu
Ontologi merupakan studi atau pengkajian mengenai sifat dasar ilmu yang
menentukan arti, struktur, dan prinsip ilmu. Ontologi menempati posisi yang

9
penting karena ontologi menempati posisi landasan terdasar dari segitiga ilmu
dan teletak “undang-undang dasarnya” dunia ilmu. Pembahasan para ahli
sebelumnya mengatakan bahwa fenomena ilmu bagaikan fenomena gunung es di
tengah lautan, sedangkan yang nampak oleh pancaindra kita hanyalah sebuah
kerucut biasa yang tidak begitu besar. Namun jika diselami ke dalamnya, akan
nampak fenomena lain yang luar biasa di mana ternyata kerucut yang terlihat
biasa tersebut merupakan puncak dari sebuah gunung yang dasarnya jauh berada
di dalam lautan sehingga ilmu yang terlihat hanyalah permukaan (terapan) dari
sebuah dunia yang begitu luas, yaitu dunia paradigma atau dunia landasan ilmu
(Suaedi, 2016).
Savage & Armstrong mengatakan struktur ilmu merupakan ilustrasi
hubungan antara fakta, konsep serta generalisasi. Keterkaitan tersebut
membentuk suatu bangun struktur ilmu. Terdapat 2 hal pokok dalam suatu
struktur ilmu (Saifullah dkk, 2016) yaitu; (1) a body of knowledge (kerangka
ilmu) yang terdiri dari fakta, konsep, generalisasi, dan teori yang menjadi ciri
khas bagi ilmu yang bersangkutan sesuai dengan boundary yang dimilikinya. (2)
a mode of inquiry adalah cara pengkajian atau penelitian yang mengandung
pertanyaan dan metode penelitian guna memperoleh jawaban atas permasalahan
yang berkaitan dengan ilmu tersebut. Kerangka ilmu terdiri dari unsur-unsur yang
berhubungan bila digambarkan sebagai berikut:

Gambar. 1 Kerangka Ilmu


Berdasarkan gambar 1 diatas terlihat bagian yang paling dasar adalah fakta-
fakta, fakta-fakta menjadi bahan atau digunakan untuk mengembangkan
konsep-konsep. Apabila konsep-konsep menunjukan ciri keumuman, maka
terbentuklah generalisasi, untuk kemudian dapat diformulasikan menjadi teori.

10
Fakta-fakta sangat dibatasi oleh nilai transfer waktu, tempat dan kejadian.
Konsep dan generalisasi memiliki nilai transfer yang lebih luas dan dalam,
sementara itu teori mempunyai jangkauan yang lebih universal, karena
cenderung dianggap berlaku umum tanpa terikat oleh waktu dan tempat,
sehingga bisa berlaku universal artinya bisa berlaku dimana saja (hal ini
sebenarnya banyak dikritisi para ahli). Demikian keberlakuannya memang
perlu juga memperhatikan jenis ilmunya.
1. Fakta
Fakta merupakan building blocks untuk mengembangkan konsep,
generalisasi dan teori. Menurut Bertrand Russel, fakta adalah segala sesuatu
yang berada di dunia berarti gejala apapun baik gejala alam maupun gejala
human merupakan fakta yang menjadi bahan baku bagi pembentukan konsep-
konsep, maka tiap-tiap ilmu akan menyeleksi fakta-fakta tersebut sesuai
dengan orientasi ilmunya.
2. Konsep
Konsep adalah label atau penamaan yang dapat membantu seseorang
membuat arti informasi dalam pengertian yang lebih luas serta
memungkinkan dilakukan penyederhanaan atas fakta-fakta sehingga proses
berfikir dan pemecahan masalah lebihmudah.
3. Generalisasi
Generalisasi adalah kesimpulan umum yang ditarik berdasarkan hal-hal
khusus (induksi). Generalisasi menggambarkan suatu keterhubungan
beberapa konsep dan merupakan hasil yang sudah teruji secara empiris.
Kebenaran suatu generalisasi ditentukan oleh akurasi konsep dan referensi
pada fakta-fakta. Generalisasi yang diakui kebenarannya bisa dimodifikasi
bila diperoleh fakta baru atau bukti-bukti baru, bahkan ditinggalkan jika lebih
banyak bukti yang mengingkarinya.
4. Teori
Menurut Goetz dan LeComte bahwa teori sebagai komposisi yang
dihasilkan dari pengembangan sejumlah proposisi atau generalisasi dianggap
memiliki keterhubungan secara sistematis. Teori merupakan suatu upaya

11
untuk menjelaskan gejala-gejala serta harus dapat diuji. Jika pernyataan
tersebut tidak dapat menjelaskaan dan memprediksi sesuatu, maka hal
tersebut bukanlah teori. Generalisasi berbeda dengan teori, karena teori
mempunyai tingkat keberlakuan yang lebih universal dan lebih kompleks.
Jadi, apabila suatu generalisasi telah bertahan dari uji verifikasi maka
generalisasi tersebut dapat berkembang menjadi teori.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa
ontologi membahas tentang apa yang ingin diketahui, seberapa jauh ingin tahu,
atau dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Ada
beberapa argumen yang mendorong timbulnya ontologi ilmu yaitu argument
Plato, Augustine, dan Thales. ilmu dapat dipandang sebagai keseluruhan
pengetahuan atau sebagai aktivitas penelitian, atau sebagai metode untuk
memperoleh pengetahuan yang tidak dapat lagi dipandang sebagai suatu
kumpulan pengetahuan atau suatu metode khusus untuk memperoleh
pengetahuan, ilmu harus dilihat sebagai suatu aktivitas kemasyarakatan pula.
Hakikat ontologi ilmu adalah mengkaji apa hakikat ilmu atau pengetahuan
ilmiah yang disebut dengan ilmu pengetahuan, apa hakikat kebenaran rasional
atau kebenaran deduktif dan kenyataan empiris yang tidak terlepas dari persepsi
ilmu tentang apa dan bagaimana yang ada. Objek ilmu ada dua yaitu objek
material dan objek formal. Objek material adalah suatu hal yang menjadi sasaran
penyelidikan atau pemikiran sesuatu yang dipelajari, baik berupa benda konkret
maupun abstrak. Objek formal adalah sudut pandang atau cara memaandang
terhadap objek material, termasuk prinsip-prinsip yang digunakan. Struktur ilmu
terdiri atas fakta, konsep, generalisasi dan teori.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, hendaknya pembaca mencari referensi lainnya juga agar lebih
mendalami tentang hakikat dan karakteristik ontologi ilmu, namun penulis

13
bisa memberi saran bahwa pembelajaran tentang Filsafat ilmu bisa diterapkan
oleh semua kalangan, dengan mempelajari ontologi ilmu ini diharapkan bisa
mengkaji hal-hal yang khusus untuk dikaji secara tuntas sampai pada akar-
akarnya yang akhirnya diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang
objek tersebut.

C. Pertanyaan dan Solusi


1. Jelaskan menurut ahli, factor-faktor apa saja yang menjadi pendorong
timbulnya ontologi ilmu?
Menurut Rinjin (Susanto, 2015) filsafat dan filsafat ilmu timbul karena
akal budi, thauma, dan aporia. Adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut:
a. Manusia merupakan makhluk berakal budi
Akal budi yang kemampuan manusia dalam bersuara bisa berkembang
menjadi kemampuan berbahasa dan berkomunikasi, sehingga manusia
disebut sebagai homo loquens dan animal symbolicum. Dengan akal
budinya, manusia dapat berpikir abstrak dan konseptual sehingga dirinya
disebut sebagai homo sapiens (makhluk pemikir) menurut Aristoteles
manusia dipandang sebagai animal that reasons yang ditandai dengan
sifat selalu ingin tahu (all men by nature desire to know). Pada diri
manusia melekat kehausan intelektual (intellectual curiosity), yang
menjelma dalam wujud aneka ragam pertanyaan. Bertanya adalah
berpikir dan berpikir dimanifestasikan dalam bentuk pertanyaan.
b. Manusia memiliki rasa kagum (thauma) pada alam semesta dan isinya
Manusia merupakan makhluk yang memiliki rasa kagum pada apa yang
diciptakan oleh Sang Pencipta, misalnya saja kekaguman pada matahari,
bumi, dirinya sendiri dan seterusnya. Kekaguman tersebut kemudian
mendorong manusia untuk berusaha mengetahui alam semesta
sebenarnya apa, bagaimana asal usulnya (masalah kosmologis).
Berusaha mengetahui dirinya sendiri, mengenai eksistensi, hakikat, dan
tujuan hidupnya.

14
c. Manusia senantiasa menghadapi masalah (aporia)
Kehidupan manusia selalu diwarnai dengan masalah, baik masalah yang
bersifat teoritis maupun praktis. Masalah mendorong manusia untuk
berbuat dan mencari jalan keluar yang tidak jarang menghasilkan temuan
yang sangat berharga (necessity is the mother of science).
Ketiga faktor pendorong timbulnya ontologis ilmu terscbu merupakan
faktor pendorong timbulnya fisafa ilmu. Akan tetapi menurut Saifullah Idris
dan Fuad Ramly (2016) dijelaskan bahwa ketiga faktor tersebut serantiasa
beraku bagi setiap biding atau cabang fikafat, tidak hanya filsafat ilmu.
Perbedaan fikafat ilmu dengan cabang-cabang filsafat lainnya adalah pada
fokus penelaahannya (objck formal). Sedangkan persamaannya antara
filsafat ilmu dengan cabang filsafat lainnya itu tercermin pada metode dalam
berfilsafat, pendekatan yang digunakan, dan unsur-unsur pemikiran filosofis
lainnya. Sehingga ketiga faktor tersebut membentuk suatu ciri khas
pemikiran filsafat, sebaganana pemikiran-pemikiran yang berkembang
dalam kajan filsafat ilmu dan cabang-cabangnya.

2. Jelaskan objek ilmu menurut pendapat ahli?


Objek ilmu terdiri dua objek yaitu objek material dan objek formal.
a. Objek Material (Obiectum Materiale, Material Object)
Objek material ontologi ialah yang ada, yaitu ada individu, ada
umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak,
termasuk kosmologi dan metafisika dan ada sesudah kematian maupun
sumber segala yang ada. Objek materil adalah seluruh lapangan atau
bahan yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu. Menurut Saifullah
Idris dan Fuad Ramly (2016), objek material adalah seluruh bidang atau
bahan yang dijadikan telaahan ilmu, baik konkret maupun abstrak. Objek
material yang bersifat konkret, artinya objek yang secara fisik dapat
terlihat dan terasa oleh alat peraba. Contohnya pohon, batu, tanah, air dan
lainnya. Objek material yang bersifat abstrak misalnya nilai-nilai, paham,

15
aliran sikap dan sebagainya. Jadi tidak terbatas apakah ada dalam realitas
konkret ataukah di dalam realitas abstrak.
b. Objek Formal (Obiectum Formale, Ormal Object)
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas, bagi
pendekatan kualitif, realitas tranpil dalam kuantitas atau jumlah,
telaahnya menjadi telaah monisme, paralerisme atau plurarisme. Objek
formal merupakan sudut pandang terhadap objek material dan termasuk
prinsip-prinsip yang digunakan. Objek formal dapat menentukan suatu
pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan, menentukan jenis ilmu
pengetahuan yang tergolong bidang studi dan sifat ilmu pengetahuan
yang tergolong kuantitatif atau kualitatif (Rusdiana, 2018). Berarti
dengan objek formal, ruang lingkup (scope) ilmu pengetahuan bisa
ditentukan pula misalnya, Ilmu Ekonomi dan Sosiologi mempunyai objek
material yang sama yaitu manusia, namun objek formalnya jelas berbeda.
Ilmu Ekonomi melihat manusia dalam kaitannya dengan upaya
memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan Sosiologi dalam kaitannya
dengan hubungan antar manusia (masyarakat). Disimpulkan bahwa objek
formal mempunyai kedudukan dan peran yang mutlak dalam menentukan
suatu pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan.

3. Jelaskan karekteristik ontologi yang diungkapkan oleh Lorens Bagus


Menurut Loren Bagus beberapa karakteristik ontologi sebagai berikut
(Burhanuddin, 2018):
a. Ontologi merupakan kajian tentang arti ada dan berada tentang ciri-ciri
esensial dari yang ada dalam dirinya sendirinya berdasarkan bentuk yang
paling abstrak.
b. Ontologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur
realitas dalam arti sebanyak mungkin dengan menggunakan kategori-
kategori seperti: ada atau menjadi, aktualitas atau potensialitas, nyata atau
penampakan, esensi atau eksistensi, kesempurnaan, ruang dan waktu,
perubahan, dan sebagainya.

16
c. Ontologi merupakan cabang filsafat yang melukiskan hakikat terakhir
yang ada, yaitu satu, absolut, bentuk abadi, sempurna, dan keberadaan
segala sesuatu yang mutlak bergantung kepadanya.
d. Ontologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari tentang status
realitas apakah nyata atau semu, apakah pikiran itu nyata, dan sebagainya.

4. Jelaskan apa sajakah yang menjadi sifat-sifat ilmu menurut pendapat ahli?
Sifat-sifat ilmu menurut Sudarsono adalah sebagai berikut (Latif, 2014):
a. Berdiri secara satu kesatuan.
b. Tersusun secara systematics.
c. Ada dasar pembenarannya (ada penjelasan yang dapat dipertanggung
jawabkan disertai sebab-sebabnya yang meliputi fakta dan data).
d. Mendapat legalitas bahwa ilmu itu hasil pengkajian atau riset.
e. Communicable, ilmu dapat ditransfer kepada orang lain sehingga dapat
dimengerti dan dipahami maknanya.
f. Universal, ilmu tidak terbatas ruang dan waktu sehingga dapat berlaku
dimana saja dan kapan saja diseluruh alam semesta ini.
g. Berkembang, ilmu sebaiknya mampu mendorong pengetahuan dan
penemuan baru. Sehingga manusia mampu menciptakan pemikiran yang
lebih berkembang dari sebelumnya.

5. Jelaskan dan sebutkan struktur ilmu?


Savage & Armstrong mengatakan struktur ilmu merupakan ilustrasi
hubungan antara fakta, konsep serta generalisasi. Keterkaitan tersebut
membentuk suatu bangun struktur ilmu. Terdapat 2 hal pokok dalam
suatu struktur ilmu (Saifullah dkk, 2016) yaitu:
a. A body of knowledge (kerangka ilmu) yang terdiri dari fakta, konsep,
generalisasi, dan teori yang menjadi ciri khas bagi ilmu yang
bersangkutan sesuai dengan boundary yang dimilikinya.
b. A mode of inquiry adalah cara pengkajian atau penelitian yang
mengandung pertanyaan dan metode penelitian guna memperoleh

17
jawaban atas permasalahan yang berkaitan dengan ilmu tersebut.

BERITA ACARA
Pada tanggal 9 September 2022 telah dilaksanakan presentasi dan diskusi
pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Matematika, dengan rincian:
Pemakalah : Cici Ayu Chintya
NIM : 2210246959
Judul Makalah : Hakikat dan Karakteristik Ontologi Ilmu
Ilmu Dosen Pengampu : Dr. Nahor Murani Hutapea, M.Pd.
Hasil Diskusi :
1. Bagaimana cara ontologi menjelaskan hubungan antara hakikat dan realitas
dari suatu objek? (Atika Farhana)
Penjelasan: Menurut Dewi Rolhmah (2021) ontologi ketika melihat
hakikat suatu kenyataan atau hakikat sesuatu yang ada melalui dua
macam sudut pandang yaitu: Pertama, kuantitatif yaitu
denganmempertanyakan apakah kenyataan itu berbentuk tunggal atau
jamak. Kedua, kualitatif yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan
mempunyai kualitas tertentu. Sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai
ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.
Ontologis pada dasarnya berbicara tentang hakikat pengetahuan yang “ada”,
hakikat objek pengetahuan, dan hakikat hubungan antara subjek dan objek
pengetahuan. Bagaimana ilmu ditinjau secara ontologis, maka
pembahasannya adalah ontologi melakukan pemeriksaan, melakukan analisis
ilmu berdasarkan apakah ilmu itu benar-benar ada atau tidak. Misalnya
tentang Manajemen Pendidikan Islam, secara ontologis pembahasan
difokuskan pada Manajemen Pendidikan Islam apakah benar-benar ada atau
tidak, bukan hanya program studinya saja. Aspek ontologi dari ilmu
pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan antara lain secara: (a)

18
Metodis; menggunakan cara ilmiah; (b) Sistematis; saling berkaitan satu
sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan; (c) Koheren; unsur-
unsurnya tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan; (d)
Rasional; harus berdasar pada kaidah berpikir yang benar (logis); (e)
Komprehensif; melihat objek tidak hanya dari satu sis atau sudut
pandang,melainkan secara multidimensional atau secara keseluruhan
(holistik); (f) Radikal; diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya;
(g) Universal; muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di
mana saja.

2. Hakikat ditinjau dari ilmu yang menurut Liang Gie? (Evan Dari Kristianto
Simarmata)
Penjelasan:Samuji (2021) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan
(pengetahuan ilmiah) memiliki lima ciri pokok yang membedakan ilmu dan
pengetahuan. Lima ciri pokok tersebut dijelaskan sebagai berikut.
a. Empiris. Ilmu pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan
percobaan. Empiris adalah suatu cara atau metode yang dilakukan yang
bisa diamati oleh indera manusia, sehingga cara atau metode yang
digunakan tersebut bisa diketahui dan diamati juga oleh orang lain.
b. Sistematis.Sistematis adalah segala usaha menguraikan dan merumuskan
sesuatu dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk
suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, mampu
menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut obyeknya. Berbagai
keterangan dan data yang tersususn sebagai kumpulan pengetahuan itu
mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur.
c. Objektif. Objektif adalah kerangka berpikir yang berkonsentrasi pada
hal-hal sebagai objek tanpa perasaan atau emosi. Pengetahuan objektif
adalah pemikiran yang diasumsikan sebagai sesuatu yang lebih dari
sekadar persepsi individu. Ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari
prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi.

19
d. Analitis. Analitis adalah hubungan berkaitan dengan pemeriksaan yang
cermat atau ilmiah terhadap fakta dan informasi. Pengetahuan ilmiah
berusaha membeda-bedakan pokok soalannya ke dalam bagian-bagian
yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan
dari bagian-bagian itu.
e. Verifikatif. Dapat diperiksa kebenarannya oleh siapa pun juga. Tujuan
verifikatif merupakan kegiatan penelitian yang dilakukan dengan tujuan
untuk menguji atau membuktikan kebenaran dari pengetahuan yang telah
ada sebelumnya.

3. Kenapa ontologi menjadi bagian yang harus dipelajari? (Rizatul Hasanah)


Penjelasan: Adapun fungsi dan manfaat mempelajari ontologi sebagai
cabang filsafat ilmu antara lain (Rusdiana, 2018):
a. Berfungsi sebagai refleksi kritis atas objek atau bidang garapan, konsep-
konsep, asumsi-asumsi dan postulatpostulat ilmu. Di antara asumsi dasar
keilmuan antara lain:
1) Dunia ini ada, dan kita dapat mengetahui bahwa dunia ini benar-
benar ada;
2) Dunia empiris itu dapat diketahui oleh manusia dengan pancaindera;
3) Fenomena yang terdapat di di dunia ini berhubungan satu dengan
lainnya secara kausal.
b. Ontologi membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan dunia yang
integral, komphrehensif dan koheren. Ilmu dengan ciri khasnya mengkaji
hal-hal yang khusus untuk dikaji secara tuntas yang pada akhimya
diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang objek telaahannya,
namun pada kenyataannya kadang hasil temuan ilmiah berhenti pada
simpulan-simpulan yang parsial dan terpisah-pisah. Jika terjadi seperti
itu, ilmuwan berarti tidak mampu mengintegrasikan pengetahuan tersebut
dengan pengetahuan lain.
c. Ontologi memberikan masukan informasi untuk mengatasi permasalahan
yang tidak mampu dipecahkan oleh ilmuilmu khusus. Pembagian objek

20
kajian ilmu yang satu dengan lainnya kadang menimbulkan berbagai
permasalahan, di antaranya ada kemungkinan terjadinya konflik
perebutan bidang kajian, misalnya ilmu bioetika itu masuk disiplin etika
atau disiplin biologi. Kemungkinan lain adalah justru terbukanya bidang
kajian yang sama sekali belum dikaji oleh ilmu apa pun. Dalam hal ini
ontologi berfungsi membantu memetakan batas-batas kajian ilmnu.
Dengan demikian berkembanglah ilmu-ilmu yang dapat diketahui
manusia itu dari tahun ke tahun atau dari abad ke abad.

4. Berdasarkan hakikat ilmu, apa yang membedakan antara ilmu dengan non
ilmu ditinjau struktur ilmu tersebut? (Anisa Sonia)
Penjelasan: Amsal Bakhtiar (2012) mengatakan bahwa ilmu memiliki ciri
khusus yang membedakan dengan bidang non-ilmu sebagai berikut:
a. Ilmu bersifat koheren, empiris, sistematis dan dapat diukur dan
dibuktikan.
b. Ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek yang
sama dan saling berkaitan secaralogis.
c. Ilmu termuat didalam dirinya sendiri secara hipotesis dan teori yag belum
sepenuhnyadimantapkan.

5. Apakah fatamorgan merupakan hakikat dari ontologi ilmu? (Yasvialan


Arianta)
Penjelasan: Fatamorgana bukan menjadi hakikat dari ontologi. Peristiwa
Fatamorgana terjadi akibat oleh pembiasan cahaya melalui kepadatan yang
berbeda, sehingga bisa membuat sesuatu yang tidak ada menjadi seolah ada.
Ontologi juga diajarkan untuk memisahkan dengan penampakan dan
kenyataan karena sering terjebak kepenampakannya yang belum tentu
kenampakan itu realita yang sesungguhnya contoh air laut itu kita identikkan
dengan berwarna biru paahal realitanya air laut tidaklah berwarna biru
sehingga realita dan penampakan disini mempunyai jarak, sehingga sering
sekali terkecoh menyamakan penampakan dan realita kajian dalam ontologi

21
inilah yang untuk melihat realita sesungguhnya bagaimana penampakannya
dan bagaimana memisahkan antara keduanya (Nasution, 2017).

DAFTAR PUSTAKA

Agustianti, R., Nuryami., Ainun Fajriah, N., Aloysius Nay, F. Mahmud, R.


(2022). Filsafat Pendidikan Matematika. Padang: PT. Global Eksekutif
Teknologi.

Amka. (2019). Filsafat Pendidikan. Surabaya: Nizamia Learning Center.

Asy’arie, M. (2016). Filsafat Ilmu Integrasi dan Transendensi. Yogyakarta:


Lesfi

Azwar, W. (2019). Fisafat Ilmu. Jakarta: Prenadamedia Group.

Burhanuddin, N. (2018). Filsafat Ilmu. Jakarta: Prenadamedia Group.

Bakhtiar, A. (2012). Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers.

Haryono, D. (2014). Filsafat Matematika. Bandung: Alfabeta.

Idris, S. & Ramly, F. (2016). Dimensi Filsafat Ilmu dalam Diskursus Integrasi
Ilmu. Yogyakarta: Darussalam Publishing.

Latif, M. (2014). Filsafat Ilmu. Jakarta: Prenadamedia Group

Nasution, S. A., & Haris, R. (2019). Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

22
Rahman, M,. T. (2017). Filsafat Ilmu Pengetahuan. Bandung: UIN Sunan
Gunung Djati

Rokhmah, D. (2021). Ilmu dalam Tinjauan Filsafat Ontologi, Epistemologi, dan


Aksiologi. Jurnal Studi Keislaman, 7(2): 242-246

Rusdiana. (2018). Filsafat Ilmu. Bandung: Pusat Penelitian dan Penerbitan.

Samuji. (2021). Pengetahuan, Ilmu Pengetahuan dalam Filsafat dan Islam. Jurnal
Paradigma. 12(1): 66-87.

Suaedi. (2016). Pengatar Filafat Ilmu. Bandung: Press IPB.

Susanto. (2016). Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis,


Epistemologi, dan Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara.

Wardhana, M. (2016). Filsafat Kedoketaran. Bali: VIP Art.

Widyawati, S. (2013). Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu


Pendidikan. Jurnal Seni Budaya, 11(1): 87-96.

23

Anda mungkin juga menyukai