Anda di halaman 1dari 13

PENGANTAR FILSAFAT ILMU

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu : Layla Mardliyah M.Pd

Kelompok 1

Akhmad Umam Khanani 224110402195

Azizatuz Zulfa 224110402198

Faizal Bakhri 224110402207

Mau’idhotul Khasanah 224110402220

Muhammad Bayu Wijayanto 224110402223

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. KH. SAIFUDDIN ZUHRI

PURWOKERTO 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr wb

Alhamdulillaahirabbil’aalamiin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat
waktu. Shalawat serta salam selalu kita curahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW yang
selalu kita nantikan syafa’atnya Aamiin.

Makalah dengan judul “Dasar-Dasar Ontologi” ini kami susun guna memenuhi tugas dari
Layla Mardliyah M.Pd pada mata kuliah Filsafat Ilmu. Kami ucapkan terima kasih kepada yang
telah membimbing dan memberikan arahan dalam penyusunan makalah ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya
penyusunan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, pemakalah menyadari bahwa masih ada kekurangan dan
kekeliruan. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka pemakalah menerima segala saran dan kritik
yang membangun dari pembaca agar pemakalah dapat memperbaiki makalah ini.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Purwokerto, 23 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
C. Tujuan Masalah ................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 4
A. Pemahaman tentang Objek sebagai Sumber Ilmu ........................................... 2
B. “Yang Ada” sebagai Objek .............................................................................. 4
C. Klasifikasi mengenai “Yang Ada” ................................................................... 6
D. Implikasi Klasifikasi terhadap Sifat dan Bentuk Ilmu ..................................... 6
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 9

Kesimpulan ........................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat ilmu adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu secara mendalam
mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia setelah mencapai pengetahuan
itu. Cabang-cabang filsafat yaitu ontologi (teori hakikat), epistemologi (teori
pengetahuan), dan aksiologis (teori nilai). Peran manusia di bumi yaitu untuk
mengetahui suatu hal atau kejadian dan mengapa kejadian tersebut terjadi.
Namun pada masa dulu manusia tidak berpikir atas semua kejadian yang
terjadi, mereka berkeyakinan bahwa segala sesuatu terjadi karena perbuatan
dari dewa, seperti adanya suatu bencana alam, berarti hal tersebut dibuat oleh
dewa yang bernama Dewa Siwa. Lambat lain, prinsip tersebut terganti dengan
munculnya paham bahwa segala sesuatu yang terjadi di bumi dapat diterangkan
sebab dan akibatnya.

Perkiraan yang tidak berdasar dan tidak sistematis berkembang menjadi suatu
kondisi observasi yang sistematis serta kritis. Dalam hal ini, filsafat ilmu
memiliki hubungan atau kaitannya terhadap dasar-dasar ontologi. Seperti
halnya, objek sebagai sumber ilmu, “Yang Ada” sebagai objek, klasifikasi
mengenai “Yang Ada”, dan implikasi klasifikasi terhadap sifat dan bentuk.”

Ontologi adalah suatu cabang filsafat yang membahas tentang hakikat yang
ada, berbentuk jasmani atau konkret maupun rohani atau abstrak. Pembahasan
mengenai ontologi memliki arti yaitu membahas kebenaran suatu fakta. Untuk
mendapatkan kebenaran suatu fakta tersebut, dibutuhkan beberapa metode
filsafat seperti metode kritis, metode intuitif, metode skolastik atau metode
sintetis, metode empiris, dan metode dialektis. Selain menggunakan metode
filsafat, dibutuhkan juga suatu cara atau proses untuk mencapai kebenaran suatu
fakta yaitu cara berpikir filsafat, antara lain radikal, sistematis, universal, dan
spekulatif. Maka dari pendahuluan ini, pemakalah akan merumuskan masalah
apa saja yang ada dalam penjelasan makalah ini.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa itu pemahaman tentang Objek sebagai Sumber Ilmu ?


2. Apa itu “Yang Ada” sebagai Objek ?
3. Apa itu klasifikasi mengenai “Yang Ada” ?

4. Bagaimana implikasi klasifikasi terhadap sifat dan bentuk ilmu ?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pemahaman tentang Objek sebagai Sumber Ilmu


2. Untuk mengetahui “Yang Ada” sebagai Objek
3. Untuk mengetahui klasifikasi mengenai “Yang Ada”

4. Untuk mengetahui implikasi klasifikasi terhadap sifat dan bentuk ilmu

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemahaman tentang Objek sebagai Sumber Ilmu

Objek telaah dalam bidang ontologi adalah “yang ada”. Ontologi membahas
tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu dan
menyajikan pemikiran yang bersifat universal. Menurut rumusan dari Lorens
Bagus, ontologi ialah menjelaskan yang ada, meliputi semua realitas dalam
semua bentuknya.

Dalam bidang ontologi terdapat tiga persepsi atau pandangan yang berbeda
dari masing-masing sehingga menimbulkan suatu aliran yang berbeda-beda,
diantaranya:

1. Persepsi dari segi kuantitas (jumlah) sehingga memunculkan beberapa


aliran seperti monisme, dualisme, dan pluralisme
2. Persepsi dari segi kualitas (sifat) melahirkan beberapa aliran seperti
spiritualisme dan materialisme
3. Persepsi dari segi proses, kejadian atau perubahan sehingga menimbulkan
aliran mekanisme, teologi dan vatalisme

Louis O Kattsof mempunyai pendapat bahwasanya Ontologi dibagi menjadi


tiga bagian, yaitu:

1. Ontologi bersahaja, dimana segala sesuatu dipandang dalam suatu


keadaan yang sewajarnya serta apa adanya.
2. Ontologi kuantitatif, mempertanyakan mengenai tinggal atau jamaknya
dan timbul pertanyaan apakah yang merupakan dari jenis dari kenyataan
itu.
3. Ontologi monistik, ialah apabila suatu kenyataan itu tunggal adanya,
ontologi ini yang menjadi awal dasar dari aliran monisme, idealisme dan
materialisme. 1

1
Sumarna C. Filsafat ilmu dari hakikat menuju nilai. Bandung: Pustaka Bani Quraisy,
2006: 47

3
Selain pendapat dari Louis O Kattsof, ada juga yang berpendapat bahwa
ontologi terbagi atas jenis pertanyaan yang diajukan seperti:

4. What’s being ? (apakah yang ada itu) dijawab dengan persepsi dari segi
kuantitas (jumlah).
5. Where is being ? (dimana yang ada itu) aliran ini berpendapat bahwa yang
ada itu berada di alam ide, universal, tetap abadi serta abstrak. Aliran ini
melahirkan paham idealisme.
6. How is being ? (bagaimanakah yang itu) Apakah yang ada itu sebagai
sesuatu yang kekal dan abadi atau terjadi perubahan ? Dalam hal ini, Zeno
(490 SM) berpendapat bahwa sesuatu yang dimaksud “yang ada” hanya
khayalan belaka, namun pendapat tersebut langsung dibantah oleh
Bregson dan Russel, mereka mengatakan bahwa alam ini dinamis,
maksudnya adalah alam ini terus mengalami perubahan atau pergerakan
dan mengalir terus secara sendirinya. Menimbulkan aliran materialisme. 2

B. “ Yang Ada” sebagai Objek

Dilihat dari segi ontologi, ilmu membatasi diri pada kajian yang bersifat
empiris.3 Objek penelaah ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat
diuji oleh panca indera manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa hal-
hal yang sudah berada diluar jangkauan manusia tidak dibahas oleh ilmu karena
tidak dapat dibuktikan secara metodologis dan empiris, sedangkan ilmu itu
mempunyai ciri tersendiri yakni berorientasi pada dunia empiris.

Berdasarkan objek yang ditelaah dalam ilmu pengetahuan dua macam:

1. Objek material (obiectum materiale, material object) ialah seluruh


lapangan atau bahan yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu.

2. Objek Formal (obiectum formale, formal object) ialah penentuan titik


pandang terhadap obyek material. 4

2
Zainuddin M. Filsafat ilmu perspektif pemikiran Islam. Malang: Bayu Media. 2003:
30-2
3
Jujun Suariasumantri, Ilmu dalam Perspektif Sebuah Kumpulan Karangan tentang
Hakekat Ilmu. (Cet.IX; Jakarta: Gramedia,199), h., 5
4
AM. Saefuddin et. al. op.cit,. h. 50,-51.

4
Untuk mengkaji lebih mendalam hakekat obyek empiris, maka ilmu
membuat beberapa asumsi (andaian) mengenai objek itu. Asumsi yang sudah
dianggap benar dan tidak diragukan lagi adalah asumsi yang merupakan dasar
dan titik tolak segala pandang kegiatan. 5 Asumsi itu perlu sebab pernyataan
asumtif itulah yang memberikan arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan.

Ada beberapa asumsi mengenai objek empiris yang dibuat oleh ilmu, yaitu:

1. menganggap objek-objek tertentu mempunyai kesamaan antara yang satu


dengan yang lainnya, misalnya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan
sebagainya.
2. Kedua, menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan
dalam jangka waktu tertentu.
3. Ketiga, determinasi yakni menganggap segala gejala bukan merupakan
suatu kejadian yang bersifat kebetulan. 6 Asumsi yang dibuat oleh ilmu
bertujuan agar mendapatkan pengetahuan yang bersifat analitis dan
mampu menjelaskan berbagai kaitan dalam gejala yang tertangguk dalam
pengalaman manusia.

Asumsi itupun dapat dikembangkan jika pengalaman manusia dianalisis


dengan berbagian disiplin keilmuan dengan memperhatikan beberapa hal;
Pertama, asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin
keilmuan. Asumsi ini harus operasional dan merupakan dasar dari pengkajian
teoritis. Kedua, asumsi harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya”
bukan “bagaimana keadaan yang seharusnya”. 7

Asumsi pertama adalah asumsi yang mendasari telaah ilmiah, sedangkan


asumsi kedua adalah asumsi yang mendasari moral. Oleh karena itu seorang
ilmuan harus benar-benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis
keilmuannya, sebab mempergunakan asumsi yang berbeda maka berbeda pula
konsep pemikiran yang dipergunakan.

5
Ibid.,66-67.
6
Jujun Suaria, Ilmu dalam Perspektif, op.cit.. 7-8
7
Jujun Suariasumantri, Filsafat, op.cit.,h. 89

5
C. Klasifikasi mengenai “Yang Ada”

Ontologi berbicara tentang segala sesuatu yang ada nyata pada umumnya
misalnya pembahasan semua perbedaan antara benda dan makhluk hidup.
Semua benda, tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia. Ada tiga teori
ontologi, antara lain:

Idealisme, mengatakan bahwa “ada” yang sungguh-sungguh berada di dunia.


Segala sesuatu yang tampak dan mewujud nyata dalam alam. Materialisme,
mengatakan bahwa “ada” yang sesungguhnya yang keberadaannya semata-
mata bersifat material. Realitas yang sesungguhnya adalah alam kebendaan dan
segala sesuatu yang mengatasi alam kebendaan itu harus dikesampingkan

Materialisme, mengatakan bahwa “ada” yang sesungguhnya yang


keberadaannya semata-mata bersifat material. Realitas yang sesungguhnya
adalah alam kebendaan dan segalas sesuatu yang mengatasi alam kebendaan itu
harus dikesampingkan

Dualisme, mengatakan bahwa substansi individual terdiri dari dua tipe


fundamental yang berbeda dan tidak dapat direduksikan pada yang lainnya.
Kedua tipe fundamental dari substansi itu ialah material dan mental. Dengan
demikian dualisme mengakui bahwa realitas terdiri dari materi atau yang ada
secara fisis dan realitas terdiri dari materi atau yang ada secara fisik dan mental
atau yang beradanya tidak kelihatan secara fisik.

D. Implikasi Klasifikasi terhadap Sifat dan Bentuk Ilmu


Pada abad kelima sampai keenam para sarjana helanisme melakukan
pengkajian tentang pembagian ilmu dan pengelompkan ilmu sesuai dengan
bidangnya. Pengelompokan ini berdasarkan karya Aristoteles yang pertujuan
untuk pedagogis yang efeknya mempengaruhi budaya Yunani. Aslinya yang

6
dibagikan oleh para sarjana bukan sesuatu yang baru karena Aristoteles dalam
karya-karyanya sudah ada penjelasanya. Missal, Aristoteles telah membedakan
antara sains dengan seni masyarakat dalam dalam menyelesaikan masalah
sehari-hari lebih bersifat spekulatif rasional namun belakangan matematika
digunakan untuk mengungkapkan kebenaran.

Abu yusuf ya’qub bin Ishaq as-sabah al-kindi dikenal sebagai Bapak filsafat
Helenisme pada dunia Islam. Al-Kindi mengelompokan ilmu Aristoteles
kedalam empat kelompok yaitu, Logika, Fisiki, Psikologi, dan Matematika. Al-
Kindi juga menulis karangan ringkas mengenai suatu masalah dalam ilmu
pengetahuan, antara lain metafisika, etika, logika, psokologi hingga kedokteran,
farmakologi, matematika, astronomi, astrologi optik dll.

Al-Kindi membuat klasifkasi ilmu demi kepentingan didaktik untuk


diterapkan sebagai kurikulum pada Pendidikan Islam bahwa ilmu-ilmu diatas
ilmu yang harus ditempuh dan dipelajari oleh pelajar muslim.

Ibnu Sina yang dikenal dengan sebutan Avicenna oleh orang eropa,
memberikan sesuatu yang baru dalam penegelompokan dalam bukunya yang
berjudul pembagian sains intelektual, ia mengelaborasi ilmu tafsir dengan ilmu
kedokteran.

Paradigma diatas menyatakan bahwa ilmu didasarkan pada hukum-hukum


dan prosedur-prosedur baku. Paradigma ini memandangan bahwa secara
mendasar ilmu bersifat deduktif, dimulai dari yang bersifat umum dan abstrak
menuju hal yang konkret dan spesifik. Ilmi bersifat nometik yang berarti
bedasarkan pada hukum-hukum kausal yang universal dalam menjelaskan
peristiwa sosial serta dalam menggambarkan hubungan berbagai variabel di
dalamnya. Ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh dari indra sehingga sumber
ilmu yang tidak di dapat dari indra di anggap tidak raliable. Ilmuwan positivistic
memiliki keyakinan bahwa ilmu adalah suatu hal yang bebas nilai.

Klasifikasi keilmuwan baik barat maupun islam oleh pakar atau filsuf
sebenarnya memiliki akar yang sama, yaitu bermuara pada filsuf Yunani Plato
dan Aristoteles. Tulisan di atas hanya sekedar memberikan sumbangsih

7
keilmuan dan informasi tentang bagaimana para filsuf pemikir islam sangat
perhatian dengan ilmu pengetahuan. Ilmu telah di bahas sejak abad ke 3 Hijriah
tentang pengelompokan atau klasifikasi baik itu bertujuan didaktik pedagogis
ataupun filosofis. Ilmu pengetahuan di atas merupakan ilmu yang dimiliki oleh
siapapun, begitu dengan kebenaran ilmiah. Mengutip perkataan Al-Kindi “kami
tidak seharusnya malu menghargai kebenaran dan memperoleh dari mana
asalnya, bahkan jika itu berasal dari ras yang jauh dan bangsa yang berbeda
dengan kita”. Secara keseluruhanapa yang dibawa oleh para filsuf dan pemikir
muslim adalah bagaimana mendapatkan pengetahuan dengan cara yang baik
dan benar sehingga apa yang mereka dapatkan diaplikasikan kedalam
kehidupan sehari-hari dengan tepat.

8
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Filsafat ilmu adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu secara mendalam
mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia setelah mencapai pengetahuan
itu. Cabang-cabang filsafat yaitu ontologi (teori hakikat), epistemologi (teori
pengetahuan), dan aksiologis (teori nilai).

Objek telaah dalam bidang ontologi adalah “yang ada”. Ontologi membahas
tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu dan
menyajikan pemikiran yang bersifat universal. Menurut rumusan dari Lorens
Bagus, ontologi ialah menjelaskan yang ada, meliputi semua realitas dalam
semua bentuknya.

Berdasarkan objek yang ditelaah dalam ilmu pengetahuan dua macam:

1. Objek material (obiectum materiale, material object) ialah seluruh


lapangan atau bahan yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu.

2. Objek Formal (obiectum formale, formal object) ialah penentuan titik


pandang terhadap obyek material.

Ada tiga teori ontologi, antara lain: Idealisme, Dualisme, Materialisme

Abu yusuf ya’qub bin Ishaq as-sabah al-kindi dikenal sebagai Bapak filsafat
Helenisme pada dunia Islam. Al-Kindi mengelompokan ilmu Aristoteles
kedalam empat kelompok yaitu, Logika, Fisiki, Psikologi, dan Matematika. Al-
Kindi juga menulis karangan ringkas mengenai suatu masalah dalam ilmu
pengetahuan, antara lain metafisika, etika, logika, psokologi hingga kedokteran,
farmakologi, matematika, astronomi, astrologi optik dll.

9
DAFTAR PUSTAKA

Arditya Prayogi SINDANG Jurnal Pendidikan Sejarah Dan Kajian Sejarah 4 (1),
1-10, 2022

Jurnal filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pendidiikan Vol. 3 No.
1 Year (2022) page 175-182

Van Peursen, Strategi Kebudayaan, terj. Dick Hartoko, (Yogyakarta: Kanisius, &
BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1976), 179-180.

Koento Wibisono, ”Ilmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran


dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat
Ilmu”, dalam Koento Wibisono, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan
Budaya, 13.

Jurnal filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pendidiikan

jurnal manfaat ilmu DOI:10.13140/RG.2.2.20936.96001

Jurnal filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pendidikan Vol. 3 No.

1 Year (2022) page 175-182

Sumarna C. Filsafat ilmu dari hakikat menuju nilai. Bandung: Pustaka Bani
Quraisy, 2006: 47

Zainuddin M. Filsafat ilmu perspektif pemikiran Islam. Malang: Bayu Media.


2003: 30-2

Jujun Suariasumantri, Ilmu dalam Perspektif Sebuah Kumpulan Karangan tentang


Hakekat Ilmu. (Cet.IX; Jakarta: Gramedia,199), h., 5

10

Anda mungkin juga menyukai