Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

FILSAFAT ILMU
Tentang
RUANG LINGKUP DAN OBJEK BERFIKIR FILSAFAT ILMU SERTA
MANFAAT MEMPELAJARINYA

DOSEN PENGAMPU:
Webrizal, S.Fill., MA.

Disusun oleh:
Kelompok 2
Nur Adila :2014050097
Rahmania :2214050098

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS (C)


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
Universitas Islam Negeri Imam Bonjol
Padang
1444 H/ 2023 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul Ruang Lingkup dan Objek Berfikir
Filsafat Ilmu serta Manfaat Mempelajarinya ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan
kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadianu
grah terbesar bagi seluruh alam semesta.
Kami sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata
kuliah Filsafat Ilmu. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar
kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah yang kami buat ini
masih banyak terdapat kekurangannya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
oleh karena itu penulis sangat menghargai akan saran dan kritik untuk membangun makalah
ini lebih baik lagi. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga melalui makalah ini dapat
memebrtikan manfaat bagi kita semua.

Padang, 3 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................ii
BAB I .............................................................................................................................1
PENDAHULUAN ..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................1
1.3 Tujuan ...................................................................................................................1
BAB II ............................................................................................................................2
PEMBAHASAN ............................................................................................................2
2.1 Ruang lingkup Filsafat Ilmu ...................................................................................2
2.2 Objek Berfikir Filsafat Ilmu ...................................................................................4
2.3 Manfaat Mempelajari Filsafat Ilmu ........................................................................6
BAB III ..........................................................................................................................8
PENUTUPAN ................................................................................................................8
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................8
3.2 Saran ......................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

“Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and
tries to determine the value and significance of the scientific enterprise as a whole”.
Pernyataan diatas merupakan definisi filsafat ilmu yang digulirkan oleh filsuf Lewis White
Beck. Dalam perspektif White Beck, filsafat ilmu bertugas mempertanyakan dan menilai
metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha
ilmiah sebagai suatu keseluruhan. Meskipun definisi filsafat ilmu yang digunakan White Beck
tersebut cukup singkat, namun kita tetap bisa menemukan keistimewaan dalam filsafat ilmu.
Dengan alasan inilah filsafat ilmu menjadi landasan filosofis bagi lahir, tumbuh
kembang, dan kokohnya ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh berbagai ilmuan. Tidak
mengherankan bila dalam perkembangan kontemporer, hampir seluruh cabang ilmu
pengetahuan telah menggunakan analisis kritis filsafat ilmu dengan sangat menggairahkan.
Filsafat ilmu mengajak kita, terutama kaum intelektual, cendikiawan, akademisi, dan ilmuwan
untuk senantiasa melihat segala macam bentuk ilmu pengetahuan dengan perspektif
keterbukaan: terbuka untuk dikritisi, diuji, diteliti, serta dipertanyakan relevansi dan
signifikansinya bagi kehidupan manusia.

1.2 Rumusan Masalah

A. Apa itu Ruang Lingkup Filsafat Ilmu?


B. Bagaimana Objek Berfikir Filsafat Ilmu?
C. Apa saja Manfaat dalam Mempelajari Filsafat Ilmu

1.3 Tujuan
A. Untuk mengetahui Ruang Lingkup Filsafat Ilmu.
B. Untuk mengetahui Objek Berfikir Filsafat Ilmu.
C. Untuk mengetahui Manfaat Mempelajari Filsafat Ilmu.
1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ruang Lingkup Filsafat Ilmu

Ruang lingkup filsafat ilmu adalah suatu ruang yang membatasi lingkup pembahasan
dari filsafat ilmu yang digunakan untuk memberikan batasan pada pengalaman manusia.
Dalam mempelajari filsafat ilmu, penting untuk mengetahui ruang lingkup dari kajian filsafat
tersebut. Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistimologi yang fokus melakukan kajian pada
ruang lingkup berikut ini.

A. Ontologi
Secara etimologis, istilah antologi berasal dari bahasa dari bahasa Yunani, yang terdiri
dari dua kata: ontos yang berarti ada atau keberadaan dan logos yangberarti studi atau ilmu.1
Jadi secara sederhana, ontologi berarti ilmu atau studi tentang keberadaan atau ada. Sementara
itu, secara terminologis dalam kajian filsafat, terdapat sejumlah pengertian umum tentang
kajian ontologi, yakni: Pertama, studi tentang ciri-ciri esensial dari Yang Ada dalam dirinya
sendiri yang berada dari studi tentang hal-hal yang ada secara khusus. Dalam mempelajari
Yang Ada dalam bentuknya yang abstrak studi tersebut melontarkan pertanyaan seperti: “Apa
itu Ada-dalam-dirinya-sendiri?” “Apa hakikat Ada sebagai Ada?”
Kedua, cabang filsafat yang menggeluti tara dan struktur realitas dalam arti seluas
mungkin, yang menggunakan kategori-kategori seperti: ada/menjadi, aktualitas/potensialitas,
nyata/tampak, perubahan, waktu, eksistensi/noneksistensi, esensi, keniscayaan, yang-ada
sebagai yang-ada, ketergantungan pada diri sendiri, hal mencukupi diri sendiri, hal-hal terakhir,
dasar.
Ketiga, cabang filsafat yang mencoba a) melukiskan hakikat Ada yang terkahir (Yang
Satu, Yang Absolut, Bentuk Abadi Sempurna), b) menunjukkan bahwa segala hal tergantung
padanya bagi eksistensinya, c) menghubungkan pikiran dan tindakan manusia yang bersifat
individual dan hidup dalam sejarah dengan realitas tertentu.

1
Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 2002), hlm. 746
2
3

Keempat, cabang filsafat, a) yang melontarkan pertanyaan “Apa arti Ada, BERADA?”
b) yang menganalisis bermacam-macam makna yang memungkinkan hal-hal dapat dikatakan
Ada, Berada.
Kelima, cabang filsafat yang a) menyelidiki status realitas suatu hal (misalnya,
“Apakah objek pencerapan atau persepsi kita nyata atau bersifat ilusif (menipu)?” “Apakah
bilangan itu nyata?” “Apakah pikiran itu nyata?”, b) menyelidiki jenis realitas yang dimiliki
hal-hal (misalnya, “Apa jenis realitas yang dimiliki bilangan? Persepsi? Pikiran?”) dan c) yang
menyelidiki realitas yang menetukan apa yang kita rebut realitas dan ilusi (misalnya, “Apa
realitas atau ciri ilusif suatu pikiran atau objek tergantung pada pikiran kita, atau pada suatu
sumber eksternal yang independen?”).2
Jadi sebenarnya, ontologi merupakan sebuah studi yang mempelajari hakikat
keberadaan suatu, dari yang berbentuk konkret sampai yang berbentuk abstrak, tentang suatu
yang tampak sampai sesuatu yang tidak tampak, mengenai eksistensi gaib.

B. Aksiologi
Secara etimologis, aksiologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu
axios yang berarti layak atau pantas dan logos yang berarti ilmu atau studi. 3 Secara
terminologis ada beberapa makna arti aksiologis, yaitu:
a. Aksiologis merupakan analisis nilai-nilai. Maksudnya adalah membatasi arti, cirir-ciri,
asal, tipe, kriteria dan status epistomologis dari nilai-nilai itu.
b. Aksiologis merupakan studi yang menyangkut teori umum tentang nilai atau suatu studi
yang menyangkut segala yang bernilai.
c. Aksiologis adalah studi filosofi tentang hakikat-hakikat nilai.
Secara historis, aksiologi atau teori umum tentang nilai bermula dari perdebatan
Alexius Meinong dengan Christian von Ahrenfels pada tahun 1890-an berkaitan dengan
sumber nilai. Meinong memandang bahwa sumber nilai adalah perasaan (feeling), perkiraan,
atau kemungkinan adanya kesenangan terhadap suatu objek. Ahrenfels melihat bahwa sumber

2
Lorens Bagus, Kamus, op.cit., hlm. 476
3
Lorens Bagus, Kamus, op.cit., hlm. 33.
nilai adalah hasrat atau keinginan (desire). Suatu objek menyatu dengan nilai melalui
keinginan aktual atau kemungkinan, artinya suatu objek memiliki nilai karena ia menarik.
Menurut kedua pendapat tersebut, nilai adalah milik objek itu sendiri. 4

C. Epistemologi
Salah satu cabang fundamental filsafat adalah epistermologi. Secara spesifik,
epistemologi berhubungan dengan karakter, sumber, batasan, dan validitas pengetahuan. Dari
sudut pandang epistemologi, segala sesuatu yang kita klaim kita ketahui, apakah dalam bidang
sains, sejarah, maupun fenomena kehidupan sehari-hari akan kecil nilainya jika kita tidak
mampu mendukung pengetahuan kita secara argumentatif. Tidak hanya itu, semua konsep-
konsep tentang kehidupan manusia, teori-teori tentang alam semesta, bahkan penegasan
tentang kejadian sehari-hari, membutuhkan semacam pembenaran rasional (justification).
Sampai di sini, lalu apa sebenarnya epistemologi itu? Istilah epistemologi berasal dari
kata Yunani episteme = pengetahuan dan logos = perkataan, pikiran, ilmu. Kata “episteme”
dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai, artinya menundukkan, menempatkan,
atau meletakkan. Maka, harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk
“menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya”.

2.2 Objek Berfikir Filsafat Ilmu

Filsafat sebagai kegiatan pikir murni manusia (reflective thinking) menyelidiki objek
yang tidak terbatas. Ditinjau dari sudut isi atau substansi dapat dibedakan menjadi berikut ini.
a. Objek material ialah menyelidiki segala sesuatu yang tak terbatas dengan tujuan memahami
hakikat ada (realitas dan wujud). Objek material filsafat kesemestaan, keuniversalan, dan
keumuman bukan partikular secara mendasar atau sedalam-dalamnya.
b. Objek formal ialah metodologi, sudut, atau cara pandang khas filsafat, pendekatan dan
metode untuk meneliti atau mengkaji hakikat yang ada dan mungkin ada —baik yang konkret
fisik dan bukan fisik; abstrak dan spiritual; maupun abstrak logis, konsepsional, rohaniah, dan
nilai-nilai agama bahkan mengenai Tuhan pencipta dan penguasa alam semesta.

4
Milton D. Hunnex, Peta Filsafat.op.cit., hlm.56

4
5

Objek material yaitu suatu penyelidikan, pemikiran dan penelitian seperti adanya
pohon. Objek materi disini ada tiga pembagian yaitu:
-thinkable yaitu mengetahui dan merasakan dengan pancaindera kita tentang banyak hal.
-unthinkable yaitu suatu yang tidak pernah difikirkan kita tetapi difikirkan orang lain.
-unthoughtable yaitu sesuatu yang pernah difikirkan tetapi difikirkan bahwa itu ada.

Objek formal yaitu suatu objek material yang ditinjau dari berbagai sudut pandang
sehingga menghasilkan ilmu yang berbeda-beda seperti .objek formalnya kita atau batang.
Bagaimana kita tau adanya pohon. Bagaimana pohon itu bisa ada batangnya

Para filsuf dikenal telah banyak menyumbangkan metode berfikir filsafati, dalam
proses mencari kebenaran. Mereka mampu menyumbangkan konsepsi pemikiran untuk
mengungkapkan misteri kehidupan manusia. Bahkan tidak hanya manusia yang menjadi objek
pemikiran, tetapi meliputi segala yang ada dan mungkin ada. Pola pemikiran dalam metode
berpikir atau berfilsafat berawal dari titik pangkal dan dasar kepastian, seperti logika
konsepsional dan intuisi, seperti penalaran induktif dan penalaran deduktif.

Manusia diciptakan oleh Allah dengan kemampuan yang lebih dibanding dengan
makhluk ciptaan Allah yang lain. Misalnya perbedaan manusia dengan hewan, manusia diberi
anugerah berupa akal pikiran yang bisa digunakan untuk bernalar, sedangkan hewan tidak
dianugerahi akal pikiran. Hal itulah yang mengakibatkan derajat manusia lebih tinggi
dibanding dengan makhluk yang lain.

Menurut Alkhawaritzmi (2009) dan menurut Jujun S. Suriasumantri ada tiga macam
karakteristik berpikir secara filsafat, antara lain:

1. Menyeluruh, artinya pemikiran yang luas karena tidak membatasi diri dan bukan hanya
ditinjau dari satu sudut pandang tertentu.

2. Mendasar, artinya pemikiran yang dalam sampai pada hasil yang fundamentalis atau
esensial objek yang dipelajarinya sehingga dapat dijadikan dasar berpijak bagi segenap
nilai dan keilmuan. Jadi, tidak hanya berhenti pada periferis (kulitnya) saja, tetapi
tembus sampai kedalamnya.
3. Spekulatif, artinya hasil pemikiran yang dapat dijadikan dasar bagi pemikiran
selanjutnya. Hasil pemikiran selalu dimaksudkan sebagai dasar untuk menjelajah
wilayah pengetahuan yang baru.

Berfilsafat itu berpikir, tapi tidak semuanya itu berpikir dikatakan berfilsafat. Berpikir non
filsafati dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Berpikir Tradisional
Berpikir tradisional, yaitu berpikir tanpa mendasarkana pada aturan-aturan berpikir
ilmiah. Artinya berpikir yang hanya mendasarkan pada tradisi atau kebiasaan yang
sudah berlaku sejak nenek moyang, sehingga merupakan warisan lama.

2. Berpikir Ilmiah
Berpikir ilmiah yaitu berpikir yang memakai dasar-dasar atau aturan-aturan pemikiran
ilmiah, yang di antaranya: a) Metodis, b) Sistematis, c) Objektif, dan d) Umum.

2.3 Manfaat Mempelajari Filsafat Ilmu

Sekurang-kurangnya ada empat macam manfaat dalam mempelajari filsafat: agar


terlatih berpikir serius, agar mampu memahami filsafat, agar mungkin menjadi filosof, dan
agar menjadi warga negara yang baik. Filsafat membantu kita memahami bahwa sesuatu tidak
selalu tampak seperti adanya. Filsafat membantu kita mengerti tentang diri kita sendiri dan
dunia kita, karena filsafat mengajarkan bagaimana kita bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan
mendasar dan membuat kita menjadi lebih kritis.

Berfilsafat ialah berusaha menemukan kebenaran tentang segala sesuatu dengan


menggunakan pemikiran secara serius. Kemampuan berpikir serius diperlukan oleh orang
biasa, penting bagi orang-orang penting yang memegang posisi penting dalam membangun
dunia. Plato menghendaki kepala negara seharusnya filosof. Kemampuan berpikir serius itu,
mendalam adalah salah satu cirinya, tidak akan dimiliki tanpa melalui latihan. Belajar filsafat
merupakan salah satu bentuk latihan untuk memperoleh kemampuan berpikir serius.
Kemampuan ini akan memberikan kemampuan memecahkan masalah secara serius, menemu-
kan akar persoalan yang terdalam, menemukan sebab terakhir suatu penampakan.
6
7

Mengetahui isi filsafat tidak perlu bagi setiap orang. Akan tetapi, orang-orang yang
ingin berpartisipasi dalam membangun dunia perlu mengetahui ajaran-ajaran filsafat. Mengapa?
Sudah disebut sebelum ini, dunia dibentuk oleh dua kekuatan: agama dan atau filsafat. Jika
kita tahu filsafatnya, kita akan tahu tentang manusianya (Beerling, 1966:7). Yang dimiliki oleh
manusia adalah kebudayaan. Yang berdiri di belakang kebudayaan itu adalah agama dan
filsafat. Filsafat itu sendiri adalah bagian penting atau inti kebudayaan. Agama dalam arti
tertentu juga merupakan inti kebudayaan.

Dengan dimilikinya kemampuan berpikir serius, seseorang mungkin saja mampu


menemukan rumusan baru dalam penyelesaian masalah dunia. Mungkin itu berupa kritik,
mungkin berbentuk usul. Jika argumentasinya kuat, usul atau kritik itu menjadi suatu sistem
pemikiran; Anda menjadi filosof.

Orang yang telah mempelajari filsafat, apalagi bila telah mampu berpikir serius, akan
mudah menjadi warga negara yang baik. Mengapa? Karena rahasia negara terletak pada
filsafat negara itu; filsafat negara ditaksonomi ke dalam undang-undang negara; undang-
undang itulah yang mengatur warga negara. Memahami isi filsafat negara dapat dilakukan
dengan mudah oleh orang yang telah biasa belajar filsafat.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Filsafat ilmu artinya studi yang mempelajari semua kejadian kehidupan dan pemikiran
manusia secara kritis serta dijabarkan dalam bentuk fundamental, filsafat juga sangat
diharapkan untuk menandakan kenyataan serta substansi, dengan adanya filsafat lah bisa
adanya suatu hal, filsafat ilmu menjadi wahana pengujian analisis ilmiah, sebagai akibatnya,
orang lebih kritis terhadap aktivitas ilmiah, filsafat ilmu juga merupakan perjuangan
menggambarkan, mengukur, menilai, asumsi serta cara keilmuan karena kesamaan dari kita
sering menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan susunan ilmu itu sendiri.
Ilmu filsafat memberi evaluasi wacana untuk ilmu di perkembangan pengetahuan
manusia guna memperoleh kebenaran, namun filsafat tidak bisa ikut campur pada ilmu tadi,
karena filsafat selalu menunjuk pada pencairan suatu kebenaran yang dilakukan dengan cara
menilai ilmu secara kritis sambil berusaha memperoleh jawaban yang benar, tentu saja
penilaian itu harus dilakukan dengan menggunakan langkah yang benar dan bisa
dipertanggung jawabkan secara rasional, evaluasi serta jawaban yang sudah diberikan oleh
filsafat itu sendiri, senantiasa harus terbuka terhadap aneka macam kritikan dan masukan
menjadi pedoman penilaian demi bisa mencapai kebenaran yang dicari.

3.2 SARAN
Kami menyadari bahwa tentu masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan baik
dari penulisan serta penyajian dalam Makalah ini, oleh sebab itu kami mengharapkan
masukan-masukan dari Dosen Pembimbing serta teman-teman guna kesempurnaan yang akan
datang. Dari penulis sampaikan dalam makalah ini tidak dapat di pungkiri terdapat kesalahan
penulisan serta susunan makalah ini, maka dari itu kami berharap saran atas tulisan ini agar
dapat kami perbaiki di lain waktu.

8
DAFTAR PUSTAKA

Khan, Zaprul. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada 2016.

Albani Syukri, dkk. Filsafat Ilmu. Depok: PT Rajagrafindo 2017.

Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Chapra. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya 2012.

Ginting. 2008. Filsafat Ilmu dan Metode Riset. USU Press: Medan

Umar. 2018. Filsafat Ilmu : Suatu Tinjauan Pengertian dan Objek Dalam Filsafat Pengetahuan.
Jurnal Pemikirandan Penelitian Pendidikan Dasar. Volume 2 Nomor 2, Desember
2018.

Anda mungkin juga menyukai