Anda di halaman 1dari 23

ARTIKEL FILSAFAT ILMU

1. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU


2. PENGERTIAN ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI, AKSIOLOGI
3. TOKOH-TOKOH FILSAFAT DAN PENDAPATNYA TENTANG ONTOLOGI:
BEING/REALITY/EKSISTENSI/ESENSI/SUBSTANSI
4. PERBANDINGAN ANTARA PENDAPAT TOKOH FILSAFAT KLASIK DAN
REALITA PENEMUAN SAINS DAN TEKNOLOGI KEKINIAN TENTANG BEING
5. KESIMPULAN DAN ANALISIS KRITIS

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Filsafat ilmu

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : Lalu Bagus Sasaki Rahman


NIM : L1C020046
Fakultas&Prodi : Sosiologi
Semester :1

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis haturkan kepala Allah swt atas selesainya tugas
terstruktur mata kuliah ilmu filsafat ini. Selain itu,penulis juga berharap supaya tugas
ilmu filsafat ini dapat diterima dan menambah wawasan serta manfaat baik penulis
maupun pembaca.

Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW
atas jasa,pengorbanan,dan perjuangan beliau dalam menegakkan agama Allah swt
dan Membawa umat muslim kejalan yang benar yang diridhoi oleh Allah swt
alhamdulillah.

Terima kasih penulis sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I,
M.Sos sebagai dosen pengampuh mata kuliah Filsafat Ilmu telah membimbing para
mahasiswa sehingga terciptanya kondisi pembelajaran yang efektif..

Besar harapan penulis tugas ini akan memberi manfaat di kemudian hari bagi penulis
dan segenap pembaca. Dengan ini, Saya selaku penulis mengucapkan terimakasih
dan memohon maaf apabila terjadi kesalahan dalam penulisan maupun isi
pembahasan dalam tugas ini dan penulis berharap pesan dan kesan serta kritik san
saran dari pembaca sebagai bagian dari pembelajaran.

Penyusun, Mataram, 14 Oktober 2020

Lalu Bagus Sasaki Rahman


L1C020046
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. Pengertian dan Ruang Lingkup Filsafat Ilmu 1
BAB II. Pengertian Ontologi, Epistimologi, Aksiologi 10
BAB III. Tokoh-Tokoh Filsafat dan Pendapatnya tentang Being (Ontologi) 11
BAB IV. Perbandingan Pendapat Tokoh-Tokoh Filsafat Klasik dan Temuan
Sains-Teknologi Kekinian tentang Being 13
BAB V. Kesimpulan dan Analisis Kritis 19
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN
BAB I

FILSAFAT ILMU

Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan
mengenai hakikat ilmu.[1] Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan
implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di
sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu
berusaha menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep
dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan,
bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui
teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan
metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan
kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan
terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.

Ruang Lingkup Filsafat Ilmu

Apa yang merupakan objek dan ruang lingkup ilmu? Ilmu membatasi lingkup pada
batasan pengalaman manusia juga disebabkan metode yang dipergunakan dalam
menyusun kebenaran yang secara empiris. Secara ontologis ilmu membatasi diri pada
pengkajian yang berada dalam lingkup pengalaman manusia.

Objek dari ilmu itu sendiri adalah ilmu merupakan suatu berkah penyelamat bagi umat
manusia. Ilmu itu sendiri bersifat netral, ilmu tidak mengenal baik buruk, dan si pemilik
pengetahuan itulah yang mempunyai sikap. Atau dengan kata lain, netralitas ilmu
terletak pada epistemologinya, jika hitam katakan hitam, jika putih katakan putih; tanpa
berpihak pada siapapun selain kebenaran.

Salah satu sub-bagian dari bagian ini adalah penjelasan tentang pengertian ilmu dan
filsafat ilmu. Dijelaskan bahwa ilmu adalah bagian dari penegtahuan. Ilmu merupakan
pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem dan terukur serta dapat dibuktikan
kebenarannya secara empiris. Sementara pengetahuan adalah informasi yang berupa
common sense yang belum tersusun secara sistematis baik mengenai metafisik
maupun fisik. Penulisan ini juga menyimpulkan bahwa filsafat ilmu merupakan kajian
secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu sehingga filsafat ilmu perlu menjawab
persoalan ontologis (esensi, hakikat, obyek telaah), epistemologis (cara, proses,
prosedure, mekanisme) dan aksiologis (manfaat, guna, untuk apa).

Pada makalah ini juga dijelaskan bahwa pengetahuan secara empiris yaitu
pengetahuan yang didapat melalui pengalaman dan terbukti kebenarannya. John
Locke adalah bapak empirisme dengan teori tabula rasanya. Kelemahan dari teori ini
terletak pada kelemahan/keterbatasan indera sebagai pengumpul pengalaman. Teori
yang kedua adalah rasionalisme yang lebih mengutamakan pada kemampuan akal
sebagai dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur
dengan akal melalui kegiatan menangkap obyek. Intuisi adalah salah satu sumber
pengetahuan yang merupakan hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi, demikian
yang dikatakan oleh Henry Bergson. Sumber pengetahuan tertinggi adalah wahyu
yang merupakan penyampaian pengetahuan langsung dari Allah SWT melalui nabi
dan rasul-Nya tanpa upaya, tanpa bersusah payah dan tanpa memerlukan waktu untuk
mendapatkannya. Pengetahuan para nabi dan rasul terjadi atas kehendak Allah SWT
dengan mensucikan jiwa mereka dan diterangkan-Nya jiwa mereka untuk memperoleh
kebenaran melalui wahyu.

Ruang lingkup filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang


menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan
aksiologi.

1. Ontologi ilmu

Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang
koheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang
apa dan bagaimana sebuah kebenaran itu. Paham monisme yang terpecah menjadi
idealisme atau spiritualisme, paham dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya,
merupakan paham ontologik yang pada akhirya menentukan pendapat bahkan
keyakinan kita masing-masing mengenai apa dan bagaimana kebenaran itu ada
sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.

2. Epistemologi ilmu

Epistemologi ilmu meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut
untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik
akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang
akan kita pilih. Akal (verstand), akal budi (vernunft) pengalaman, atau komunikasi
antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam
epistemologik, sehingga dikenal adanya model model epistemologik seperti:
rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi
dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan
sesuatu model epistemologik beserta tolak ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu
sepadan teori koherensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.

3. Aksiologi llmu

Aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai (values) yang bersifat normatif dalam pemberian
makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan
kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik
ataupun fisik material. Lebih dari itu nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini
sebagai suatu kondisi (condition) yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam
melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Ruang Lingkup Filsafat Ilmu Menurut Sejumlah Ahli

Filsafat ilmu sampai tahun sembilan puluhan telah berkembang pesat sehingga
menjadi bidang pengetahuan yang amat luas dan sangat mendalam. Ruang lingkup
sebagaimana yang dibahas para filsuf dapat dikemukakkan secara ringkas oleh
sejumlah ahli antara lain Peter Angeles, A. Cornelius Benjamin, Israel Scheffer dan
J.J.C. Smart.

Pertama, menurut Peter Angeles, ilmu mempunyai empat bidang konsentrasi yang
utma: (i) Telaah mengenai berbagai konsep, pranggapan dan metode ilmu berikut
analisis, perluasan dan penyusunannya dalam memperoleh yang lebih baik dan
cermat.(ii) Telaah dan pembenaran mengenai proses penalaran dalam ilmu berikut
strukturnya. (iii) Telaah mengenai saling kaitan di antara berbagai ilmu. (iv) Telaah
mengenai akibat pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang berkaitan dengan penerapan
dan pemahaman manusia.

Kedua, A. Cornelius Benjamin. Filsuf ini membagi pokok soal filsafat ilmu dalam empat
bidang: (i) Logika ilmu yang berlawanan dengan epistemologi ilmu. (ii) Filsafat ilmu
kealaman yang berlawanan dengan filsafat ilmu kemanusian. (iii) Filsafat ilmu yang
berlawanan dengan telaah masalah filsafati dari sesuatu ilmu khusus. (iv) Filsafat ilmu
yang berlawanan dengan sejarah ilmu.

Ketiga, Israel Scheffter. Lingkupannya dibagi menjadi tiga bidang yaitu: (i) Peranan
ilmu dalam masyarakat. (ii) Dunia sebagaimana digambarkan oleh ilmu. (iii) Landasan-
Landasan ilmu.

Keempat, J.J.C. Smart. Filsuf ini menganggap filsafat ilmu yang mempunyai dua
komponen utama yaitu: (i) bahasan analitis dan metodologis tentang ilmu. (ii)
penggunaan ilmu untuk membantu pemecahan problem.
BAB II

1. Pengertian
Kata Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi menurut bahasa berasal dari bahasa
Yunani. Kata Ontologi berasal dari kata “Ontos” yang berarti “berada (yang ada)”. Kata
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani artinya knowledge yaitu pengetahuan.3Kata
tersebut terdiri dari dua suku kata yaitu logia artinya pengetahuan dan epistemeartinya
tentang pengetahuan.4 Jadi pengertian etimologi tersebut, maka dapatlah dikatakan
bahwa epistemologi merupakan pengetahuan tentang pengetahuan. Dan kata
Aksiologi berasal dari kata “Axios” yang berarti “bermanfaat”. Ketiga kata tersebut
ditambah dengan kata “logos” berarti”ilmu pengetahuan, ajaran dan teori”.5Menurut
istilah, Ontologi adalah ilmu hakekat yang menyelidiki alam nyata ini dan bagaimana
keadaan yang sebenarnya. 6 Epistemologi adalah ilmu yang membahas secara
mendalam segenap proses penyusunan pengetahuan yang benar.7Sedangkan
Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari
sudut kefilsafatan.8Dengan demikian Ontologi adalah ilmu pengetahuan yang meneliti
segala sesuatu yang ada. Epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang teori,
sedangkan Aksiologi adalah kajian tentang nilai ilmu pengetahuan.

A. Ontologi
Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau merupakan bagian dari
metafisika, dan metafisika merupakan salah satu bab dari filsafat. Obyek telaah
ontologi adalah yang ada tidak terikat pada satu perwujudantertentu, ontologi
membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimu
atsetiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. 9Setelah
menjelajahi segala bidang utama dalam ilmu filsafat, seperti filsafat manusia, alam
dunia, pengetahuan, kehutanan, moral dan sosial, kemudian disusunlah uraian
ontologi. Maka ontologi sangat sulit dipahami jika terlepas dari bagian-bagian dan
bidang filsafat lainnya. Dan ontologi adalah bidang filsafat yang paling
sukar.10Metafisika membicarakan segala sesuatu yang dianggap ada, mempersoalkan
hakekat. Hakekat ini tidak dapat dijangkau oleh panca indera karena tak terbentuk,
berupa, berwaktu dan bertempat. Dengan mempelajari hakikat kita dapat memperoleh
pengetahuan dan dapat menjawab pertanyaan tentang apa hakekat ilmu itu.Ditinjau
dari segi ontologi, ilmu membatasi diri pada kajian yang bersifat empiris.11 Objek
penelaah ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera
manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa hal-hal yang sudah berada diluar
jangkauan manusia tidak dibahas oleh ilmu karena tidak dapat dibuktikan secara
metodologis dan empiris, sedangkan ilmu itu mempunyai ciri tersendiri yakni
berorientasi pada dunia empiris.Berdasarkan objek yang ditelaah dalam ilmu
pengetahuan dua macam:
1. Obyek material (obiectum materiale, material object) ialah seluruh lapangan atau
bahan yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu.
2. Obyek Formal (obiectum formale, formal object) ialah penentuan titik pandang
terhadap obyek material.12 Untuk mengkaji lebih mendalam hakekat obyek empiris,
maka ilmu membuat beberapa asumsi (andaian) mengenai objek itu. Asumsi yang
sudah dianggap benar dan tidak diragukan lagi adalah asumsi yang merupakan dasar
dan titik tolak segala pandang kegiatan. 13Asumsi itu perlu sebab pernyataan asumtif
itulah yang memberikan arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan.Ada beberapa
asumsi mengenai objek empiris yang dibuat oleh ilmu, yaitu:

Pertama, menganggap objek-objek tertentu mempunyai kesamaan antara yang satu


dengan yang lainnya, misalnya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya.

Kedua, menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka
waktu tertentu.

Ketiga, determinisme yakni menganggap segala gejala bukan merupakan suatu


kejadian yang bersifat kebetulan. 14Asumsi yang dibuat oleh ilmu bertujuan agar
mendapatkan pengetahuan yang bersifat analitis dan mampu menjelaskan berbagai
kaitan dalam gejala yang tertangguk dalam pengalaman manusia. Asumsi itupun dapat
dikembangkan jika pengalaman manusia dianalisis dengan berbagia disiplin keilmuan
dengan memperhatikan beberapa hal; Pertama,asumsi harus relevan dengan bidang
dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan. Asumsi ini harus operasional dan merupakan
dasar dari pengkajian teoritis. Kedua, asumsi harus disimpulkan dari “keadaan
sebagaimana adanya” bukan “bagaimana keadaan yang seharusnya”.15Asumsi
pertama adalah asumsi yang mendasari telaah ilmiah, sedangkan asumsi kedua
adalah asumsi yang mendasari moral. Oleh karena itu seorang ilmuan harus benar-
benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab
mempergunakan asumsi yang berbeda maka berbeda pula konsep pemikiran yang
dipergunakan. Suatu pengkajian ilmiah hendaklah dilandasi dengan asumsi yangtegas,
yaitu tersurat karena yang belum tersurat dianggap belum diketahui atau belum
mendapat kesamaan pendapat.Pertanyaaan mendasar yang muncul dalam tataran
ontologi adalah untuk apa penggunaan pengetahuan itu? Artinya untuk apa orang
mempunyai ilmu apabila kecerdasannya digunakan untuk menghancurkan orang lain,
misalnya seorang ahli ekonomi yang memakmurkan saudaranya tetapi
menyengsarakan orang lain, seorangilmuan politik yang memiliki strategi perebutan
kekuasaan secara licik.

B. Epistemologi
Terjadi perdebatan filosofis yang sengit di sekitar pengetahuan manusia, yang
menduduki pusat permasalahan di dalam filsafat, terutama filsafat modern.
Pengetahuan manusia adalah titik tolak kemajuan filsafat, untuk membina filsafat yang
kukuh tentang semesta (universe) dan dunia. Maka sumber-sumber pemikiran
manusia, kriteria-kriteria, dan nilai-nilainya tidak ditetapkan, tidaklah mungkin
melakukan studi apa pun, bagaimanapun bentuknya.1Salah satu perdebatan besar itu
adalah diskusi yang mempersoalkan sumbersumber dan asal-usul pengetahuan
dengan meneliti, mempelajari dan mencoba mengungkapkan prinsip-prinsip primer
kekuatan struktur pikiran yang dianugerahkan kepada manusia. Maka dengan
demikian ia dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini: Bagaimana
pengetahuan itu muncul dalam diri manusia? Bagaimana kehidupan intelektualnya
tercipta, termasuk setiap pemikiran dan kinsep-konsep (nations) yang muncul sejak
dini ? dan apa sumber yang memberikan kepada manusia arus pemikiran dan
pengetahuan ini ?Sebelum menjawab semua pertanyaan-petanyaan di atas, maka kita
harus tahu bahwa pengetahuan (persepsi) itu terbagi, secara garis besar, menjadi dua.
Pertama,konsepsi atau pengetahuan sederhana. Kedua tashdiq (assent atau
pembenaran), yaitu pengetahuan yang mengandung suatu penilaian. Konsepsi dapat
dicontohkan dengan penangkapan kita terhadap pengertian panas, cahaya atau suara.
Tashdiq dapat dicontohkan dengan penilaian bahwa panas adalah energi yang datang
dari matahari dan bahwa matahari lebih bercahaya daripada bulan dan bahwa atom itu
dapat meledak.17 Jadi antar konsepsi dan tashdiq sangat erat kaitannya, karena
konsepsi merupakan penangkapan suatu objek tanpa menilai objek itu, sedangkan
tashdiq, adalah memberikan pembenaran terhadap objek.Pengetahuan yang telah
didapatkan dari aspek ontologi selanjutnya digiring ke aspek epistemologi untuk diuji
kebenarannya dalam kegiatan ilmiah. Menurut Ritchie Calder proses kegiatan ilmiah
dimulai ketika manusia mengamati sesuatu. 18Dengan demikian dapat dipahami
bahwa adanya kontak manusia dengan dunia empiris menjadikannya ia berpikir
tentang kenyataan-kenyataan alam.Setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri yang
spesifik mengenai apa, bagaimana dan untuk apa, yang tersusun secara rapi dalam
ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Epistemologi itu sendiri selalu dikaitkan dengan
ontologi dan aksiologi ilmu. Persoalan utama yang dihadapi oleh setiap epistemologi
pengetahuan pada dasarnya adalah bagaimana cara mendapatkan pengetahuan yang
benar dengan mempertimbangkan aspek ontologi dan aksiologi masing-masing
ilmu.19 Kajian epistemologi membahas tentang bagaimana proses mendapatkan ilmu
pengetahuan, hal-hal apakah yang harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan
yang benar, apa yang disebut kebenaran dan apa kriterianya.Objek telaah
epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang, bagaimana kita
mengetahuinya, bagaimana kita membedakan dengan lainnya, jadi berkenaan dengan
situasi dan kondisi ruang serta waktu mengenai sesuatu hal.20 Jadi yang menjadi
landasan dalam tataran epistemologi ini adalah proses apa yang memungkinkan
mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur
memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, apa yang disebut
dengan kebenaran ilmiah, keindahan seni dan kebaikan moral. Dalam memperoleh
ilmu pengetahuan yang dapat diandalkan tidak cukup dengan berpikir secara rasional
ataupun sebaliknya berpikir secara empirik saja karena keduanya mempunyai
keterbatasan dalam mencapai kebenaran ilmu pengetahuan. Jadi pencapaian
kebenaran menurut ilmu pengetahuan didapatkan melalui metode ilmiah yang
merupakan gabungan atau kombinasi antara rasionalisme dengan empirisme sebagai
satu kesatuan yang saling melengkapi.Banyak pendapat para pakar tentang metode
ilmu pengetahuan, namun penulis hanya memaparkan beberapa metode keilmuan
yang tidak jauh beda dengan proses yang ditempuh dalam metode ilmiahMetode
ilmiah adalah suatu rangkaian prosedur tertentu yang diikuti untuk mendapatkan
jawaban tertentu dari pernyataan yang tertentu pula. Epistemologi dari metode
keilmuan akan lebih mudah dibahas apabila mengarahkan perhatian kita kepada
sebuah rumus yang mengatur langkah-langkah proses berfikir yang diatur dalam suatu
urutan tertentuKerangka dasar prosedur ilmu pengetahuan dapat diuraikan dalam
enam langkah sebagai berikut:

a. Sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah


b. Pengamatan dan pengumpulan data yang relevan
c. Penyusunan atau klarifikasi data
d. Perumusan hipotesis
e. Deduksi dari hipotesis
f. Tes pengujian kebenaran (Verifikasi)21

Keenam langkah yang terdapat dalam metode keilmuan tersebut masingmasing


terdapat unsur-unsur empiris dan rasional.Menurut AM. Saefuddin bahwa untuk
menjadikan pengetahuan sebagai ilmu (teori) maka hendaklah melalui metode ilmiah
yang terdiri atas dua pendekatan: Pendekatan deduktif dan Pendekatan induktif.
Kedua pendekatan ini tidak dapat dipisahkan dengan menggunakan salah satunya
saja, sebab deduksi tanpa diperkuat induksi dapat dimisalkan sport otak tanpa mutu
kebenaran, sebaliknya induksi tanpa deduksi menghasilkan buah pikiran yang
mandul.22Proses metode keilmuan pada akhirnya berhenti sejenak ketika sampai
pada titik “pengujian kebenaran” untuk mendiskusikan benar atau tidaknya suatu ilmu.
Ada tiga ukuran kebenaran yang tampil dalam gelanggang diskusi mengenai teori
kebenaran, yaitu teori korespondensi, koherensi dan pragmatis.23 Penilaian ini sangat
menentukan untuk menerima, menolak, menambah atau merubah hipotesa,
selanjutnya diadakanlah teori ilmu pengetahuan.24

C. Aksiologi

Sampailah pembahasan kita kepada sebuah pertanyaan: Apakah kegunaan ilmu itu
bagi kita? Tak dapat dipungkiri bahwa ilmu telah banyak mengubah dunia dalam
memberantas berbagai termasuk penyakit kelaparan, kemiskinan dan berbagai wajah
kehidupan yang duka. Namun apakah hal itu selalu demikian: ilmu selalu merupakan
berkat dan penyelamat bagi manusia. Seperti mempelajari atom kita bisa
memanfaatkan wujud tersebut sebagai sumber energy bagi keselamatan manusia,
tetapi dipihak lain hal ini bisa juga berakibat sebaliknya, yakni membawa manusia
kepada penciptaan bom atom yang menimbulkan malapetaka.Jadi yang menjadi
landasan dalam tataran aksiologi adalah untuk apa pengetahuan itu digunakan?
Bagaimana hubungan penggunaan ilmiah dengan moral etika? Bagaimana penentuan
obyek yang diteliti secara moral? Bagimana kaitan prosedur ilmiah dan metode ilmiah
dengan kaidah moral?25 Demikian pula aksiologi pengembangan seni dengan kaidah
moral, sehingga ketika seni tari dangdut Inul Dartista memperlihatkan goyangnya di
atas panggungyang ditonton khalayak ramai, sejumlah ulama dan seniman menjadi
berang.Dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penemuan nuklir
dapat menimbulkan bencana perang, penemuan detektor dapat mengembangkan alat
pengintai kenyamanan orang lain, penemuan cara-cara licik ilmuan politik dapat
menimbulkan bencana bagi suatu bangsa, dan penemuan bayi tabung dapat
menimbulkan bancana bagi terancamnya perdaban perkawinan.Berkaitan dengan
etika, moral, dan estetika maka ilmu itu dapat dibagi menjadi dua kelompok:

1. Ilmu Bebas Nilai

Berbicara tentang ilmu akan membicarakan pula tentang etika, karena sesungguhnya
etika erat hubungannya dengan ilmu. Bebas nilai atau tidaknya ilmu merupakan
masalah rumit, jawabannya bukan sekadar ya atau tidak.Sebenarnya sejak saat
pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan masalahmasalah moral namun dalam
perspektif yang berbeda. Ketika Copernicus (1473-1543 M) mengajukan teorinya
tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa “bumi yang berputar mengelilingi
matahari” dan bukan sebaliknya seperti yang diajarkan oleh agama (gereja) maka
timbullah reaksi antara ilmu dan moral (yang bersumber pada ajaran agama) yang
berkonotasi metafisik. Secara metafisik ilmu ingin mempelajari alam sedangkan dipihak
lain terdapat keinginan agar ilmu mendasarkan pada pernyataan-pernyataan nilai
berasal dari agama sehingga timbullah konflik yang bersumber pada penafsiran
metafisik yang berakumulasi pada pengadilan inkuisisi Galileo pada tahun 1633 M.

Vonis inkuisisi Galileo memengaruhi perkembangan berpikir di Eropa, yang pada


dasarnya mencerminkan pertentangan antara ilmu yang ingin bebas dari nilainilai di
luar bidang keilmuan dan ajaran-ajaran (agama). Pada kurun waktu itu para ilmuan
berjuang untuk menegakkan ilmu yang berdasarkan penafsiran alam dengan
semboyan “ilmu yang bebas nilai”. Latar belakang otonomi ilmu bebas dari ajaran
agama (gereja) dan leluasa ilmu dapat mengembangkan dirinya. Pengembangan
konsepsional yang bersifat kontemplatif kemudian disusul dengan penerapan
konsepkonsep ilmiah kepada masalah-masalah praktis. Sehingga Berthand Russell
menyebut perkembangan ini sebagai peralihan ilmu dari tahap kontemplasi ke
manipulasi.27Dengan tahap perkembangan ilmu ini berada pada ambang kemajuan
karena pikiran manusia tak tertundukkan pada akhirnya ilmu menjadi suatu kekuatan
sehingga terjadilah dehumanisasi terhadap seluruh tatanan hidup
manusia.Menghadapi fakta seperti ini ilmu pada hakekatnya mempelajari alam dengan
mempertanyakan yang bersifat seharusnya, untuk apa sebenarnya ilmu itu
dipergunakan, dimana batas wewenang penjelajahan keilmuan dan ke arah mana
perkembangan keilmuan ini diarahkan. Pertanyaan ini jelas bukan urgensi bagi ilmuan
seperti Copernicus, Galileo dan ilmuan seangkatannya, namun ilmuan yang hidup
dalam abad kedua puluh yang telah dua kali mengalami perang dunia dan bayangan
perang dunia ketiga. Pertanyaan ini tidak dapat dielakkan dan untuk menjawab
pertanyaan ini maka ilmu berpaling kepada hakekat moral.28Masalah moral dalam
menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersifat destruktif para ilmuan terbagi
dalam dua pendapat. Golongan pertama menginginkan ilmu netral dari nilai-nilai baik
secara ontologis, epistemologis, maupun aksiologis. Golongan kedua berpendapat
bahwa netralitas ilmu hanya terbatas pada metafisik keilmuan, namun dalam
penggunaannya harus berlandaskan pada moral.Einstein pada akhir hayatnya tak
dapat menemukan agama mana yang sanggup menyembuhkan ilmu dari
kelumpuhannya dan begitu pula moral universal manakah yang dapat mengendalikan
ilmu, namun Einstein ketika sampai pada puncak pemikirannya dan penelaahannya
terhadap alam semesta ia berkesimpulan bahwa keutuhan ilmu merupakan integrasi
rasionalisme, empirisme dan mistis intuitif. 29Perlunya penyatuan ideology tentang
ketidak netralan ilmu ada beberapa alasan, namun yang penting dicamkan adalah
pesan Einstein pada masa akhir hayatnya “Mengapa ilmu yang begitu indah, yang
menghemat kerja, membikin hidup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang
sedikit sekali pada kita”. Adapun permasalahan dari keluhan Einstein adalah
pemahaman dari pemikiran Francis Bacon yang telah berabad-abad telah mengekang
dan mereduksi nilai kemanusiaan dengam ide “pengetahuan adalah kekuasaan”.

Dari pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa, ilmu yang dibangun atas dasar
ontologi, epistemologi dan aksiologi haruslah berlandaskan etika sehingga ilmu itu
tidak bebas nilai2. Teori tentang nilaiPembahasan tentang nilai akan dibicarakan
tentang nilai sesuatu, nilai perbuatan, nilai situasi, dan nilai kondisi. Segala sesuatu
kita beri nilai. Pemandangan yang indah, akhlak anak terhadap orang tuanya dengan
sopan santun, suasana lingkungan dengan menyenangkan dan kondisi badan dengan
nilai sehat.Ada perbedaan antara pertimbangan nilai dengan pertimbangan fakta.
Fakta berbentuk kenyataan, ia dapat ditangkap dengan pancaindra, sedang nilai hanya
dapat dihayati.30 Walaupun para filosof berbeda pandangan tentang defenisi nilai,
namun pada umumnya menganggap bahwa nilai adalah pertimbangan tentang
penghargaan.Pertimbangan fakta dan pertimbangan nilai tidak dapat dipisahkan,
antara keduanya karena saling memengaruhi. Sifat-sifat benda yang dapat diamati
juga termasuk dalam penilaian. Jika fakta berubah maka penilaian kita berubah ini
berarti pertimbangan nilai dipengaruhi oleh fakta.Fakta itu sebenarnya netral, tetapi
manusialah yang memberikan nilai kedalamannya sehingga ia mengandung nilai.
Karena nilai itu maka benda itu mempunyai nilai. Namun bagaimanakah criteria benda
atau fakta itu mempunyai nilai.Teori tentang nilai dapat dibagi menjadi dua yaitu nilai
etika dan nilai estetika, 31Etika termasuk cabang filsafat yang membicarakan
perbuatan manusia dan memandangnya dari sudut baik dan buruk. Adapun cakupan
dari nilai etika adalah: Adakah ukuran perbuatan yang baik yang berlaku secara
universal bagi seluruh manusia, apakah dasar yang dipakai untuk menentukan adanya
norma-norma universal tersebut, apakah yang dimaksud dengan pengertian baik dan
buruk dalam perbuatan manusia, apakah yang dimaksud dengan kewajiban dan
apakah implikasi suatu perbuatan baik dan buruk.Nilai etika diperuntukkan pada
manusia saja, selain manusia (binatang, benda, alam) tidak mengandung nilai etika,
karena itu tidak mungkin dihukum baik atau buruk, salah atau benar. Contohnya
dikatakania mencuri, mencuri itu nilai etikanya jahat. Dan orang yang melakukan itu
dihukum bersalah. Tetapi kalau kucing mengambil ikan dalam lemari, tanpa izin tidak
dihukum bersalah. Yang bersalah adalah kita yang tidak hati-hati, tidak menutup atau
mengunci pintu lemari. 32Adapun estetika merupakan nilai-nilai yang berhubungan
dengan kreasi seni, dan pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan seni
atau kesenian. Kadang estetika diartikan sebagai filsafat seni dan kadang-kadang
prinsip yang berhubungan dengan estetika dinyatakan dengan keindahan. Syarat
estetika terbatas pada lingkungannya, disamping juga terikat dengan ukuran-ukuran
etika. Etika menuntut supaya yang bagus itu baik. Lukisan porno dapat mengandung
nilai estetika, tetapi akal sehat menolaknya, karena tidak etika. Sehingga kadang orang
memetingkan nilai panca-indra dan mengabaikan nilai ruhani. 33 Orang hanya mencari
nilai nikmat tanpa mempersoalkan apakah ia baik atau buruk. Nilai estetika tanpa diikat
oleh ukuran etika dapat berakibat mudarat kepada estetika, dan dapat merusak.

Menurut Randal, ada tiga interpretasi tentang hakikat seni, yaitu:

1. Seni sebagai penembusan (penetrasi) tehadap realisasi disamping pengalaman.


2. Seni sebagai alat untuk kesenangan, seni tidak berhubungan dengan
pengetahuan tentang alam dan memprediksinya , tetapi manipulasi alam untuk
kepentingan kesenangan.
3. Seni sebagai ekspresi sungguh-sungguh tentang pengalaman.34
BAB III

A.Yunani Kuno

1.Thales

Apakah kalian pernah tau atau mendengar tentang Bapak filsafat ? Nah disini akan
dijelaskan bahwa tokoh yang disebut Bapak filsafat adalah Thales. Pertanyaannya
sekarang mengapa sih Thales disebut Bapak filsafat? Mengapa tidak tokoh lain saja
yang disebut Bapak Filsafat ?

Karena Thales merupakan seorang filsuf yang mengawali sejarah filsafat. Simple kan
alasannya Selanjutnya yaitu tentang cara pemikiran thales dalam berfilsat , pemikiran
thales dalam berfilsafat yaitu mengembangkan filsafat dengan menanyakan asal mula
sifat dasar dasar dan komposisi alam semesta, Jadi Thales akan mengemukakan
pendapat dengan mencari tahu dulu asal mula sifat dasar tersebut atau tergesa gesa
dalam hal apapun.

2.Anaximandros

Kalian tahu adanya peta bumi di sini ? peta bumi itu pertama kali ada karena dibuat
oleh Anaximandros. Anaximandros juga memiliki pemikiran tentang bumi yaitu bumi
yang berbentuk silinder, dalam pemikiran anaximandros menunjuk pada suatu unsur
yang tidak bisa diamati dengan indra

3.Phytagoras

Phytagoras adalah seorang filsuf yang lahir di samos, Ionia. Dalam pemikirannya
berisikan tentang semua benda adalah bilangan dan segala gejala alam merupakan
indrawi dari perbandingan perbandingan matematis.

4.Xenophanes

Selain sebagai seorang filsuf Xenophanes adalah seorang penyair.Ia memiliki dua
peran yaitu sebagai penyair dan juga sebagai tokoh filsuf. Dia beranggapan dalam
pemikirannya bahwa di dalam pemikiran filsafat rasio dan pemikiran mitos itu terdapat
konflik. Ia memiliki penalaran sangat cepat tanggap atau kritis untuk mengkritik
keduanya.

5.Heraclitos

Pemikiran Heraclitos yaitu tentang api. Api adalah sumber kehidupan bagi manusia.
Karena menurutnya api dapat memusnahkan yang ada dan mengubahnya menjadi
abu atau asap. Meskipun sudah menjadi asap namun pada kenyataannya apinya tetap
ada bukan? Jadi dari api lah berasal dan kepada api lah akan kembali.
6.Democritos

Merupakan filsuf yunani daerah utara yaitu di kota Andera. Pemikirannya adalah
tentang atom. Dari pengertian atom sendiri kita pasti tahu kan? Atom adalah unsur
terkecil yang bisa membentuk realitas maksudnya yaitu di dalam atom jika masih
terdapat kekosongan maka ruang kosong itu akan membuat atom bergerak.

B.Yunani Klasik

1. Sacrotes

Merupakan filsuf yang memiliki peran yang sangat penting dalam filosofis. Sacrotes
adalah gurunya plato. Sacrotes merupakan sosok orang yang sangat bijaksana selama
menghadapi berbagai persoalan, ia mampu menyelesaikan Masalah dengan baik dan
bijak. Ia sangat banyak disukai masyarakat. Bagaimana mungkin ia tidak disukai
masyarakat jika sifat kebijaksanaan sudah tertanam pada dirinya. Tentulah masyarakat
sangat menyukainya bukan? Nah dengan kebijaksanaan yang dimiliki itu Sacrotes
membantu terciptanya pengetahuan yang baru dengan cara berdiskusi bersama sama.

2. Plato

Nah sekarang kita akan membahas tentang Plato, Plato adalah murid dari Sacrotes.
Pemikiran yang dikemukakan oleh plato banyak dipengaruhi dengan pemikiran
Sacrotes. Sangat wajar jika pemikiran plato di dipengaruhi oleh pemikiran Sacrotes
karena memang di antara mereka ada keterkaitan yaitu sebagai guru dan murid jadi
pasti nya pengajarannya masih berhubungan. Plato berpendapat bahwa dunia
hanyalah sebuah bayangan dan dunia sifatnya hanya fana atau dapat rusak.

3. Aristoteles

kalau tadi di penjelasan diatas plato merupakan murid sacrotes sedangkan sekarang
aristoteles merupakan murid dari Plato, jadi diantara ketiga tokoh ini masih
berkesinambungan atau berkaitan. Aistoteles adalah orang yang pertama kali
mengklasifikasi kan spesies biologi dan membuktikan bahwa bumi itu bentuknya bulat.
Pemikiran aristoteles menggunakan aliran empirisme yang didasarakan dengan bukti
dan pengalaman yang mereka miliki
BAB IV

PEMIKIRAN FILOSOF YUNANI KLASIK


(Pokok Pikiran Sokrates, Plato, dan Aristoteles)

SOKRATES

1. Sokrates lahir di Athena pada tahun 470 SM dan meninggal pada

tahun 399 SM.

2. Ajaran filosofisnya tidak pernah dituliskannya, melainkan dilakukannya dengan


perbuatan, praktik dalam kehidupan. Dikatakan bahwa Sokrates demikian adinya,
sehingga ia tidak pernah berbuat zalim. Ia begitu pandai menguasai dirinya, sehingga
ia tidak pernah memuaskan hawa nafsu dengan merugikan kepentingan orang lain. Ia
demikian cerdiknya, sehingga tak pernah khilaf dalam menimbang baik dan buruk.

3. Kebiasaan sehari-harinya berjalan keliling kota untuk mempelajari tingkah laku


manusia dari berbagai segi hidupnya. Ia berbicara dengan semua orang dan
menanyakan apa yang diperbuatnya. Pertanyaan itu pada mulanya mudah dan
sederhana. Setiap jawaban disusul dengan pertanyaan baru yang lebih mendalam.
Tujuan Sokrates, melalui pertanyaan-pertanyaan tersebut, adalah untuk mengajar
orang mencari kebenaran.

4. Cara yang dilakukan Sokrates adalah untuk membantah ajaran kaum Sofis yang
mengatakan bahwa ‘kebenaran yang sebenarnya tidak akan tercapai’. Oleh karena itu,
tiap-tiap pendirian dapat dibenarkan dengan jalan ‘retorika’. Apabila orang banyak
sudah setuju, maka dianggap sudah benar. Dengan cara begitu pengetahuan menjadi
dangkal. Cara inilah yang ditentang Sokrates. Tanya jawab adalah jalan untuk
memperoleh pengatahuan. Itulah permulaan dialektik. Dialekti asal katanya dialog,
artinya bersoal jawab antara dua orang. Ia selalu berkata, yang ia ketahui Cuma satu,
yaitu bahwa ia tidak tahu.

5. Sokrates diajukan ke pengadilan dengan dua tuduhan:

(1) ia dianggap telah menolak dewa-dewa yang diakui negara dan telah
memunculkan dewa-dewa baru.

(2) ia telah menyesatkan dan merusak pikiran kaum muda. Ia pun meninggal di
penjara sebagai tahanan.

6. Dalam mencari kebenaran selalu dilakukan dengan berdialog, dengan cara tanya
jawab. Kebenaran harus lahir dari jiwa kawan yang merupakan lawan bicaranya. Ia
tidak mengajarkan, melainkan menolong seseeorang mengeluarkan apa yang
tersimpan dalam hatinya. Sebab itu, metodenya disebut maieutik, menguraikan.

7. Karena Sokrates mencari kebenaran dengan cara Tanya jawab, yang kemudian
dibulatkan dengan pengertian, maka jalan yang ditempuhnya adalah metode induktif
dan definisi. Induksi yang dimaksudkan Sokrates adalah memperbandingkan secara
kritis. Ia tidak berusaha mencapai yang umumnya dari jumlah satu-satunya; ia mencari
persamaan dan diuji pula dengan saksi dan lawan saksi. Begitulah Sokrates mencapai
pengertian. Dengan melalui induksi sampai pada definisi. Definisi yaitu pembentukan
pengertian yang bersifat dan berlaku umum. Induksi dan definisi menuju pengetahuan
yang berdasarkan pengertian.

8. Model mencari kebenaran dengan cara berdialog atau Tanya jawab tersebut,
tercapai pula tujuan yang lain, yaitu membentuk karakter. Oleh karena itu Sokrates
mengatakan bahwa budi adalah tahu, maksudnya budi-baik timbul dengan
pengetahuan.

9. Budi ialah tahu, adalah inti sari dari ajaran etika Sokrates. Orang yang
berpengetahuan dengan sendirinya berbuat baik. Paham etikanya ini merupakan
kelanjutan dari metodenya. Induksi dan definisi menuju kepada pengetahuan yang
berdasarkan pengertian. Dari mengetahuibeserta keinsafan moril tidak boleh tidak
mesti timbul budi. Siapa yang mengetahui hukum, mestilah bertindak sesuai dengan
pengetahuannya. Tidak mungkin ada pertentangan antara keyakinan dan perbuatan.
Oleh karena budi berdasar atas pengetahuan, maka budi dapat dipelajari.

10. Penjelasan di atas memberikan penegasan bahwa ajaran etika Sokrates bersifat
intelektual dan rasional. Oleh karena budi adalah tahu, maka siapa yang tahu akan
kebaikan dengan sendirinya mesti dan harus berbuat yang baik. Apa yang pada
hakekatnya baik, adalah juga baik untuk siapa pun. Oleh karena itu, menuju kebaikan
adalah yang sebaik-baiknya untuk mencapai kesenangan hidup.

11. Menurut Sokrates, manusia itu pada dasarnya baik. Seperti dengan segala benda
yang ada itu ada tujuannya, begitu juga dengan hidup manusia. Keadaan dan tujuan
manusia adalah kebaikan sifatnya da kebaikan budinya.

12. Sokrates percaya akan adanya Tuhan. Ala mini teratur susunannya menurut ujud
yang tertentu.

PLATO

1. Plato dilahirkan di Athena pada tahun 427 SM., dan meninggal pada tahun 347 SM
pada usia 80 tahun. Ia berasal dari keluarga aristokrasi yang secara turun temurun
memegang peranan penting dalam politik Athena.
2. Sejak usia 20 tahun, Plato mengikuti pelajaran Sokrates dan pengaruhnya demikian
kuat, sehingga menjadi muridnya yang setia. Sampai akhir hidupnya, Sokrates tetap
menjadi pujaannya. Tidak lama setelah Sokrates meninggal, Plato pergi dari Athena.
Mula-mula ia pergi ke Megara, tempat Euklides mengajarkan filsafatnya. Dari Megara
pergi ke Kyrena, di sana ia memperdalam pengetahuannya tentang matematika
kepada Theodoros. Kemudian, ia pergi ke Italia Selatan dan terus ke Sirakusa.

3. Karena tuduhan bahwa Plato berbahaya bagi kerajaan, Plato akhirnya ditangkap
dan dijual sebagai budak. Tetapi kemudian, Plato diselamatkan oleh muridnya yang
bernama Annikeris dengan cara dibelinya. Murid-murid Plato yang ada di Athena
mengumpulkan uang untuk menggantinya, tetapi Annikeris tidak mau menerimanya.
Akhirnya uang itu dibelikan sebidang tanah yang selajutnya diserahkan kepada Plato.

4. Di tanah itulah, dibangun rumah dan pondok-pondok. Tempat itu kemudian diberi
nama ‘Akademia’, yang di bawahnya tertulis “Orang yang tidak tahu matematika
jangan masuk ke sini’. Di tempat itulah, sejak usia 40 tahun, pada tahun 387 SM
sampai meninggalnya dalam usia 80 tahun. Ia mengajarkan filsafatnya dan mengarang
tulisan yang terkenal sampai sekarang.

5. Intisari pemikiran filsafat Plato adalah pendapatnya tentang Idea Konsep


‘pengertian’ yang dikemukakan Sokrates diperdalam oleh Plato menjadi idea. Idea itu
berbeda sekali dengan ‘pendapat orangorang’. Berlakunya idea itu tidak bergantung
kepada pandangan dan pendapat orang banyak. Idea timbul semata-mata dari
kecerdasan berpikir.’Pengertian’ yang dicari dengan pikiran adalah idea. Idea pada
hakekatnya sudah ada.

6. Apabila seseorang melihat seekor kuda yang gagah atau perempuanyang cantik,
penglihatan itu sekedar mengingatkan tentan ‘pengertian gagah dan cantik’ yang ada
dalam dunia idea, yang tidak seluruhnya tergambar dalam gambaran kuda yang gagah
dan perempuan cantik. Pengertian ‘gagah’ yang sebenarnya bukanlah pula kumpulan
segala yang gagah yang kelihatan pada binatang. Kuda yang tampak gagah dan
perempuan yang tampak cantik tidak lain dari pada tiruan akan gambaran yang tidak
sempurna dari pada gambaran yang ada dalam pengertian.

7. Berpikir dan mengalami menurut Plato adalah dua macam jalan yang berbeda untuk
memperoleh pengetahuan. Pengetahuan yang dicapai dengan berpikir lebih tinggi
nilainya dari pengetahuan yang diperoleh dengan pengalaman.

8. Untuk menggambarkan hubungan antara pikiran dan pengalaman, Plato


menjelaskannya dengan menyatakan adanya dua macam dunia, yaitu dunia yang
kelihatan dan bertubuh dan dunia yang tidak kelihatan dan tidak bertubuh. Dunia yang
tidak kelihatan dan tidak bertubuh adalah dunia idea, dunia imateril, tetap dan tidak
berubahubah.

9. Idea dalam paham Plato tidak saja pengertian jenis, tetapi juga bentuk dari keadaan
yang sebenarnya. Idea bukanlah suatu pikiran, melainkan suatu realita.
10. Hubungan antara dunia yang nyata dan dunia yang tidak bertubuh menurut Plato
serupa dengan hubungan konsep ‘menjadi’ dalam pemikiran Herakleitos dengan
konsep ‘ada’ dalam pemikiran Parmenides. Idea menjadi dasar bagi yang ada; dunia
atas idea menguasai kenyataan-kenyataan dalam dunia yang lahir, yang timbul, dan
yang lenyap.

11. Semua pengetahuan adalah tiruan dari yang sebenarnya, yang timbul dalam jiwa
sebagai ingatan kepada dunia yang asal. Di sini jiwa sebagai ‘penghubung’ antara
dunia idea dan dunia yang bertubuh. Segala pengetahuan adalah bentuk daripada
ingatan, demikian kata Plato.

12. Dalam pekerjaan untuk memperoleh pengetahuan dengan pengertian, jiwa


bergerak selangkah demi selangkah ke atas, ke dunia idea, dunia asalnya. Kerinduan
jiwa untuk naik ke atas, ke tempat asalnya, adalah suatu gerak filosofis, gerak Eros,
gerak cinta. Cinta pada pengetahuan,filosophia,menimbulkan tujuan untuk mengetahui.

13. Idea merupakan suatu kesatuan yang di dalamnya terdapat peringkatan derajat.
Idea yang tertinggi adalah idea kebaikan, disusul kemudian dengan idea keindahan.

14. Pemikiran etika Plato, sama dengan Sokrates, juga bersifat intelektual dan
rasional. Dasar ajarannya adalah mencapai budi baik. Budi adalah tahu, oleh karena
itu, orang yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Sebab itu,
sempurnakanlah pengetahuan dengan pengertian.

15. Tujuan hidup adalah untuk mencapai kesenangan, tetapi kesenangan hidup di sini
bukanlah memuaskan hawa nafsu. Kesenangan hidup diperoleh dengan pengetahuan
yang tepat tentang nilai barang-barang yang dituju. Di bawah cahaya idea kebaikan
dan keindahan orang harus mencapai terlaksananya keadilan dalam pergaulan hidup.
Antara kepentingan orang-orang dan kepentingan masyarakat tidak boleh ada
pertentangan.

16. Manusia yang disinari oleh idea kebaikan, tidak dapat tidak akan mencintai
kebaikan. Keinginannya tidak lain kecuali naik ke atas. Syarat untuk itu adalah dengan
mengasah ‘budi’. Budi adalah tahu, siapa yang tahu akan yang baik, tidak akan dan
tidakdapat menyimpang dari itu. Siapa yang cinta akan idea, pasti menuju kepada
yang baik. Siapa yang hidup dalam dunia idea, tidak dapat berbuat jahat. Maka, untuk
mencapai budi baik berarti menanam keinsafan untuk memiliki idea dengan pikiran.

17. Negara Ideal. Peraturan yang menjadi dasar untuk mengurus kepentingan umum,
menurut Plato, tidak boleh diputus oleh kemauan atau pendapat orang seorang atau
oleh rakyat seluruhnya, melainkan ditentukan oleh suatu ajaran yang berdasarkan
pengetahuan dengan pengertian. Pemerintahan harus dipimpin oleh idea yang
tertinggi, yaitu idea kebaikan.

18. Tujuan pemerintahan yang benar adalah mendidik warga negara mempunyai budi.
Manusia memperoleh budi yang benar hanya daripengetahuan, oleh karena itu ilmu
harus berkuasa di dalam negara.Plato mengatakan bahwa ‘kesengsaraan dunia tidak
akan berakhir, sebelumfilosof menjadi raja atau raja-raja yang filosof’.
19. Negara yang ideal harus berdasar pada keadilan. Keadilan adalah hubungan
antara orang-orang yang bergantung pada suatu organisasi sosial’. Sebab itu masalah
keadilan dapat dipelajari dari struktur masyarakat. Oleh karena struktur masyarakat
bergantung kepada kelakuan manusia, maka kelakuan manusia itulah yang harus
dibangun dan dibentuk melalui pendidikan. Negara, menurut Plato adalah manusia
dalam ukuran besar. Kita tidak dapat mengharapkan negara menjadi baik, apabila
kelakuan warga negara tidak bertambah baik.

20. Pembagian pekerjaan merupakan dasar untuk mencapai perbaikan hidup dan jalan
bagi tercapainya keadilan. Plato, membagi warga negara ke dalam tiga golongan:

(1) Golongan rakyat jelata, yang meliputi petani, pekerja, tukang, dan saudagar.
Mereka merupakan dasar ekoomi bagi masyarakat dan memiliki hak milik dan
berumah tangga.

(2) Golongan penjaga atau pembantu dalam urusan negara. Golongan ini bertugas
untuk mempertahankan negara dari serangan musuh, dan menjamin peraturan dapat
berlaku dalam kehidupan masyarakat. Mereka tidak boleh memiliki harta perorangan
dan keluarga. Mereka tinggal dalam asrama, hidup dalam system komunisme yang
seluas-luasnya, meliputi perempuan dan anak-anak. ‘Milik’ bersama atas perempuan
tidak berarti bahwa mereka dapat memuaskan hawa nafsunya. Hubungan mereka
dengan perempuan diatur oleh negara.

(3) Golongan pemerintah atau filosof. Mereka terpilih dari yang paling cakap an terbaik
dari kelas penjaga, setelah menempuh pendidikan dan latihan special untuk tugas
tertentu. Tugas mereka adalah membuat undang-undang dan mengawasi
pelaksanaannya. Merek harus menyempurnakan budi yang tepat sesuai dengan
golongannnya, yaitu budi kebijaksanaan.

21. Semua golongan dari semua kelas adalah alat semata-mata untuk kesejahteraan
semuanya. Kesejahteraan semua orang itulah yang menjadi tujuan sebenarnya.
Golongan pengusaha menghasilkan, tetapi tidak memerintah; golongan penjaga
melindungi, tetapi tidak memerintah; dan golongan cerdik pandai diberi makan dan
dilindungi, dan meereka memerintah.

22. Pendidikan menjadi urusan yang terpenting bagi negara. Pendidikan anak-anak
dari umur 10 tahun ke atas menjadi urusan negara, supaya mereka terlepas dari
pengaruh orang tuanya. Dasar yang utama bagi anak-anak adalah olah raga dan
musik. Dari usia 16 smpai 18 tahun diberi pelajaran matematik untuk mendidik jalan
pikirannya. Pada usia 18-20 diberi pendidikan kemiliteran. Setelah mereka bekerja
selama 15 tahun dan memasuki usia 50, mereka diterima dalam lingkungan
pemerintahan dan filosof.

ARISTOTELES

1. Aristoteles lahir di Stageria di Semenanjung Kalkidike, Trasia (Balkan) pada tahun


384 SM., dan meninggal di Kalkis pada tahun 322 SM., di usianya ke-63. Bapaknya
adalah seorang dokter dari raja Macedonia, Amyntas II. Sampai usia 18 tahun ia
mendapatkan pendidikan langsung dari ayahnya tersebut.

2. Setelah sang ayah meninggal, Aristoteles pergi ke Athena dan bergurukepada Plato
di Akademia. 20 tahun lamanya ia menjadi murid Plato.Ia rajin membaca dan
mengumpulkan buku sehingga Platomemberinya penghargaan dan menamai
rumahnya dengan ‘rumah pembaca’.

3. Aristoteles sependapat dengan gurunya (Plato), bahwa tujuan yang terakhir dari
filsafat adalah pengatahuan tentang ‘adanya’ (realitas) dan ‘yang umum’. Ia memiliki
keyakinan bahwa kebenaran yang sebenarnya hanya dapat dicapai dengan jalan
pengertian. Bagaimana memikirkan ‘adanya’ itu? Menurut Aristoteles ‘adanya’ itu tidak
dapat diketahui dari materi atau benda belaka; dan tidak pula dari pikiran semata-mata
tentang yang umum, seperti pendapat Plato. ‘Adanya’ itu terletak dalam barang-barang
satu-satunya, selama barang itu ditentukan oleh yang umum.

4. Aristoteles memiliki pandangan yang lebih realis daripada Plato. Pandangannya ini
merupakan akibat dari pendidikan orang tuanya yang menghadapkannya kepada bukti
dan kenyataan. Aristoteles terlebih dahulu memandang kepada yang kongkrit, yang
nyata. Ia mengawalinya dengan fakta-fakta, dan fakta-fakta tersebut disusunnya
menurut ragam dan jenis atau sifatnya dalam suatu sistem, kemudian dikaitkannya
satu sama lain.

5. Logika. Aristoteles terkenal sebagai ‘bapak’ logika. Logika tidak lain dari berpikir
secara teratur menurut urutan yang tepat atau berdasarkan hubungan sebab dan
akibat. Ia sendiri memberi nama model berpikirnya tersebut dengan nama ‘analytica’,
tetapi kemudian lebih populer dengan dengan sebutan ‘logika’.
BAB V

KESIMPULAN

Dari artikel yang telah dirangkai, penulis dapat menyuguhkan kepada pembaca
bahwa setiap materi, yang terdapat dalam setiap BAB yang kita tau terdiri dari
definisi dan ruang lingkup ilmu filsafat, ontologi, epistomologi, aksiologi memiliki
banyak tafsiran dari banyak sudut pandang dan referensi/sumber, dan
pandangan para ahli/filsuf yang tentunya dapat menjadi perbandingan serta
menambah wawasan pembaca. Dalam artikel yang telah dirangkai pula
terdapat contoh temuan sains dan teknologi yang dapat menambah
pengetahuan pembaca.

Saya selaku penulis mengucapkan terimakasih dan memohon maaf apabila


dalam merangkai artikel ini,terdapat kesalahan baik berupa kesalahah isi materi
maupun kesalahan dalam bentuk penulisan. Penulis juga menyertakan sumber
referensi sebagai acuan dalam merangkai artikel ini.

Sekian artikel ini penulis berharap agar menjadi manfaat kepada pembaca.

Assalamualaikum warohmatullah wabarokaatuh..


DAFTAR PUSTAKA

1.https://id.m.wikipedia.org/wiki/Filsafat_ilmu

2.https://serupa.id/filsafat-ilmu/

3.http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/sls/article/download/1276/1243

4.https://www.kompasiana.com/ulvizakiyah6937/5e875ea871d6960c1f125e62/pengerti
an-ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-beserta-contohnya

5.https://www.kompasiana.com/khofidlaturrofiah/5db4e5e5097f366b2a07ae82/tokoh-
tokoh-filsafat

6.https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/05/21/pengertian-dan-ruang-lingkup-
filsafat-ilmu-2/

Anda mungkin juga menyukai