Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
Komunikasi
Dosen Pengampu : Drs. Alex Sobur, M.Si
Disusun Oleh :
41818079 Rani Yanuarni Ruswana
41818269 Faizal Rafsanzani
Humas 6 / Semester 5
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................7
C. Tujuan Penulisan....................................................................................7
B. Kaligrafi...................................................................................................11
C. Seni Kaligrafi.........................................................................................16
BAB IV PENUTUP...............................................................................................22
A. Kesimpulan............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seni, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pada
tahun 1989, adalah keahlian membuat karya yang bermutu, dilihat
dari segi kehalusannya, keindahannya, dan lain sebagainya.
Sesuatu yang dikatakan atau disebut indah mempunyai tiga faktor
utama, yaitu faktor kesempurnaan, faktor keharmonisan dan sinar
cemerlang. Kesempurnaan yaitu hasil karya manusia yang
mempunyai nilai standar, baik kelengkapan, keutuhan mati pun
bentuk yang dapat menimbulkan rasa indah. Yang diciptakan
sendiri (individu) dengan hasil milik bersama (untuk dinikmati
secara ramai-ramai) yang hidup dan saling berinteraksi di daerah
tertentu. Dan juga memiliki karakteristik tertentu serta masyarakat
tertetu. Lalu keharmonisan adalah hal yang mempunyai unsur
keserasian, keselarasan, dan kesesuaian komposisi
antarorgan/komponen antara satu dengan lainnya. Terakhir dalah
sinar cemerlang, ini berupa nilai-nilai yang indah dari perpaduan
unsur maupun memunculkan sesuatu yang luar biasa berhubungan
dengan nilai seseorang. Jadi, seni adalah wujud dari kesanggupan
akal budi manusia untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi
atau luar biasa dan bermanfaat. Dalam aplikasi dan implikasinya
seni juga sebagai sarana dan prasara kegiatan social yang
membawa dampak menjunjung nilai budaya normative bagi
kehidupan manusia dengan kemanusiannya.
Seni yang biasa disebut dengan “estetika”, menunjukkan
bahwa seni sungguh manusiawi. Descrates yang
mengatakan ,”Cogito Ergo Sum”: Kant, “Kritik Der Urteriskraft:
Langer, “logika simbolik”. Dalam hal ini mengarahkan bahwa
skeptis yang metodis, membangun adanya keseimbangan rasio
dan empiris dalam tingkat kesadaran yang menyertakan kreasi
bentuk-bentuk simbolis dan perasaan manusia guna berkarya seni.
Filsafat dan seni sebagai komunikasi yang kreatif, tetapi cara dan
tujuannya berbeda. Filsafat dapat diartikan sebagai : usaha
mencari kebenaran, sedangkan seni lebih menjelaskan kepada
kreasi dan menikmati nilai. Bahkan bila seni menggunakan bahasa
seperti dalam sastra, penggunaan ini tidak sama dalam filsafat.
Tujuannya dari seni adalah membangkitkan emosi estetik,
sementara dalam filsafat, bahasa adalah alat untuk mengucapkan
kebenaran. Melalui filsafat seni, pemahaman tentang seni akan
lebih kaya. Banyak hal yang dapat dipertanyakan. Namun,
pertanyaan sebagai tantangan, bahwa filsafat seni bukan sekedar
sejarah seni dan atau sejarah musik. Ketika kita bergelut dengan
axiologi seni, pikiran-pikiran kita tertantang dengan pertanyaan
“Bagaimana dengan epistemologi seni ”Mungkinkah?” Melihat
premis-premis seperti telah dikemukakan, dapatlah kita
berkesimpulan, adanya filsafat seni merupakan sesuatu yang sah
pemikiran-pemikiran kefilsafatan tentang seni merupakan tandingan
dan sekaligus agar seni tidak berkembang secara naif.
Salah satu cara yang layak untuk memahami filsafat seni,
yaitu dengan melacak jejak pemikiran para filsuf. Dalam tulisan ini
tidak semua filsuf dapat ditampilkan. Tulisan ini hanya mencoba
mengemukakan beberapa filsuf yang dipandang mewakili
jamannya. Untuk itu masih terbuka kesempatan yang lebih luas
bagi yang berminat meneliti lebih jauh. Filsafat sebagai salah satu
bentuk pemikiran reflekstif membutuhkan pemikiran refleksi.
Pemikiran refleksi yang manual dari kesehariannya dijadikan titik
tolak.
Dalam mengkaji filsafat seni, tentunya ada pertanyaan yang
harus diajukan diantaranya apa itu keindahan dan juga apa itu
seni? Pertanyaan tersebut membuat penulis tergilitik, sehingga
kajian mengenai filsafat seni perlu terus dilakukan lebih lanjut. Oleh
karena itu, kajian filsafat seni, tidak hanya berkutat pada wilayah
filsafat seni klasik, atau yang modern dari Barat. Akan tetapi, juga
filsafat seni dari Timur, yakni dari dunia Islam.
Dengan demikian, mengkaji filsafat seni, dalam seni kaligrafi
Islam merupakan suatu keniscayaan. Dalam pengertian secara
umum, seni, dalam makna di sini dimaksudkan, yaitu istilah umum
yang mencakup lukisan, pahatan, arsitektur, musik, tari, sastra dan
film dapat dibatasi sebagai kegiatan mencip-takan bentuk bentuk
dapat dimengerti yang mengungkapkan perasaan manusia (Mudji
Sutrisno : hlm 52) . Dengan begitu, kaligrafi yang bisa dikategorikan
dalam bentuk pahatan maupun lukisan sesungguhnya
mencerminkan nilai-nilai estetis.
Keindahan yang tampak dalam wujud atau artifisial dalam
seni kaligrafi yang menempel, kadang dibuat di atas kayu, kayu,
dalam bentuk tembok-tembok, maupun dalam hiasan di kaca, itu
mencerminkan bahwa setiap kesenian Islam mengandung banyak
nilai nilai estetis, dan itu semua tergantung pada manusia dalam
menafsirkan dan merasakan keindahan.
Tulisan ini berusaha menjelaskan Kaligrafi dalam Islam
perspektif filsafat seni. Karena itu, dengan mempelajari seni
kaligrafi dalam Islam dapat menum-buhkan spiritual dalam seni
keislaman terhadap karya seni kaligrafi yang dibuat orang lain.
Apalagi menghargai seni kaligrafi yang memiliki kontribusi besar
dalam kebudayaan Arab dan penyebaran dakwah Islam yang
terdapat di dalam masjid-masjid besar di Indonesian dan
Internasional. Dengan adanya hiasan seni kaligrafi akan lebih
menambah suasana kekhusukan dan keindahan dalam ber-ibadah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas maka rumusan masalah
yang bisa diambil yaitu :
- Apa yang dimaksud dengan seni dan keindahan, seni
dalam islam, dan seni kaligrafi?
- Apa aspek yang didapat dalam mempelajari seni
kaligrafi?
- Bagaimana persepsi dan juga kritik terhadap kaligrafi
islam dalam filsafat seni?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
- Untuk mengetahui apa pengertian/definisi dari filsafat
seni dan keindahan, seni dalam islam serta seni kaligrafi
- Untuk mengetahui aspek yang didapat dalam
mempelajari seni kaligrafi.
- Untuk mengatahui bagaimana persepsi dan juga kritik
terhadap kaligrafi islam dalam filsafat seni
- Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat
Ilmu Komunikasi
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Benda seni
Pokok persoalan seni tentunya diawali oleh wujud konkret
yang terindera dan teralami oleh manusia. Tanpa lahirnya benda
seni tidak akan muncul persoalan-persoalan seni diatas. Dalam
pokok bahasan benda seni dibahas material seni dan atau
medium seni. Seni terwujud berdasarkan medium tertentu baik
indera pendengaran, pengelihatan, atau gabungan keduanya
dan lain-lain. Setiap medium memiliki ciri khasnya sendiri dengan
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Penggolongan
tersebut akan melahirkan ilmu-ilmu seni khusus, seperti ilmu
sastra, ilmu seni tari, ilmu seni teater, dan lain-lain.
Dalam persoalan benda seni biasanya akan
dipermasalahkan apakah suatu karya seni merupakan peniruan
kenyataan/alam (mimesis) atau seni merupakan ekspresi jiwa
manusia. Dalam rekaman sejarah, debat tentang pokok
persoalan tersebut telah dimulai sejak Plato dan Aristoteles dan
tak pernah usai hingga sekarang. Persoalan subjektivitas dalam
seni (ekspresi) dan objektivitas (mimesis) berlangsung di
lingkungan penciptaan (seniman) dan pengamatan (evaluasi
kritikus). Benda seni juga mungkin akan mempermasalahkan
analisis bentuk da isi seni. Perdebatan yang terjadi dalam
konteks ini juga tidak kalah sengit.
2. Pencipta seni
Persoalan seni dan seniman menyangkut masalah
kreativitas dan ekspresi. Apa itu kreativitas? Apa yang dimaksud
ekspresi, dan apa bedanya dengan representasi? Gender juga
dapat menjadi pertanyaan, apakah seniman seni berjenis
kelamin wanita berbeda dengan seniman lelaki? Pribadi seniman
juga akan dipermasalahkan, karena biasanya akan menimbulkan
gaya atau style yang berbeda dari setiap individu.
3. Publik seni
Seni adalah bentuk komunikasi antar pencipta dan
apresiatornya. Seni tidak dapat disebut seni tanpa pengakuan
masyarakat seni dan atau dengan masyarakat umumnya.
Seniman disebut seniman oleh masyarakat karena status yang
diperjuangkannya. Seni itu publik, maka persoalan-persoalan
komunikasi, nilai-nilai masyarakat menjadi persoalan seni
juga. Apresiasi, insitusi, jarak estetik, empati tidak selalu
mencakup seluruh masyarakat, terkadang mungkin ada
beberapa pihak yang tidak setuju untuk menerima produk seni.
Maka dipersoalkan juga karakteristik masyarakat melalui kajian
sosiologi, psikologi dan antropologi seni.
4. Nilai-nilai seni
Benedetto Croce berpendapat bahwa karya seni atau benda
seni tidak pernah ada, sebab seni itu terdapat pada jiwa setiap
penanggapnya. Disini dibacarakan nilai-nilai seni yang diciptakan
sendiri oleh penanggap seni terhadap sesuatu yang
diperlakukannya sebagai benda seni. Disitulah persoalan seni
paling rumit dibicarakan dalam pembicaraan mendasar
tentangnya. Persoalan seni sebetulnya adalah persoalan nilai-
nilai tadi sehingga dalam bidang filsafat kajian seni dikategorikan
dalam kelompok kajian tentang nilai, sejajar dengan etika dan
logika.
5. Pengalaman seni
Seni bukan hanya masalah komunikasi belaka, seni tidak
hanya menyampaikan informasi. Komunikasi seni adalah
komunikasi nilai-nilai berkualitas, baik kualitas perasaan maupun
kualitas medium seni itu sendiri. “Singkat kata, komunikasi seni
adalah komunikasi pengalaman yang melibatkan kegiatan nalar,
emosi, dan intuisi.”(Jakob Sumardjo, 2000: 31). Seperti Croce
pada nilai seni ada juga yang berpendapat bahwa hakikat itu ada
pada pengalaman, bukan benda atau nilai. Memasuki
pengalaman seni berarti merasakan pengalaman sejenis dengan
pengalaman saat kita sedang merasa terancam bahaya, puas
saat memakan masakan yang enak atau euphoria saat
memenangkan kontes tertentu.
B. Kaligrafi
Kaligrafi dalam bahasa Arab sering disebut khat yang berarti
garis, tulisan indah dan jamaknya ( bentuk plural ) adalah khututh.
Ahli kitab Arab disebut khatath. Di sisi lain, defenisi khat secara
terminologi sebenarnya terungkap sesuai dengan pengalaman para
kaligrafi itu sendiri sehingga setiap kaligrafi dapat memiliki corak
tersendiri dalam memaknai kaligrafi atau khat Arab. Hal itu antara
lain, seperti yang diterangkan oleh sang Qiblatul Kuttab, Yaqut al-
Musta’shimi ( W 1298 M ), yaitu : “ Kaligrafi sebagai seni arsitektur
rohani yang terujud melalui olahan kebendaan”. ( Nurul Huda :
2003 : 3 )
Banyak lagi ungkapan yang merujuk kepada pengertian
kaligrafi. Ubaidullah ibnu Abbas menyebutnya sebagai lissan al-
yadd atau lidahnya tangan, karena dengan tulisan itulah tangan
berbicara. Dalam pelbagai hal, seni kaligrafi atau khat dilukiskan
sebagai kecantikan ras, duta dan akal penasihat fikiran, senjata
pengetahuan dan lain sebagainya. (Abbas) dalam (Sirojudin :
1992 : 3 )
BAB III
PEMBAHASAN
C. Seni Kaligrafi
Kaligrafi adalah seni menulis indah dengan merangkaikan
dengan huruf-huruf Arab atau ayat suci Al-Qur’an. Sholawat atau
kata-kata hikmah sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Kaligrafi
sebagai motif hiasan dapat dijumpai di masjid-masjid kuno, seperti
ukir ukiran yang ada di Jepara, tapi juga bisa di jumpai tempat
manapun.
Sumber. https://kaligrafi--islam.blogspot.co.id/
Gambar 1.1
Kaligrafi Islam yang berasal dari Al-Qur’an itu menyuarakan
wahyu Islam dan sekaligus menggambarkan tanggapan jiwa orang-
orang Islam terhadap pesan illahi. Titik-titik yang ditulis oleh Pena
Ilahi menciptakan pola dasar surgawi tentang kaligrafi Al-Qur’an
dan juga garis-garis serta kandungan hukum alam yang tidak
hanya membentuk ruang angkasa, namun juga arsitektur Islam. .
(Sayyed Hossein Nasr : 1993, hlm 213)
Titik dan garis-garis kaligrafi Islam, dengan berbagai bentuk
dan iramanya yang tiada habis-habisnya, berhubungan dengan
lawh Tuhan Yang Maha Agung yang pusatnya ada pada titik
pertama yang tidak lain adalah firmannya Yang mulia. Dengan
begitu, seni kaligrafi mencerminkan pada teks atau ayat Al-Qur'an
yang berhubungan dengan Tuhan.
Seni kaligrafi Islam itu juga memasukkan pengalaman
keindahan atau este-tika bersama sama dengan pengalaman
ilmiah, pengalaman moral dan penga-laman dalam sejarah dan
pengalaman keagamaan sebagai salah satu bukti yang kuat
tentang keberadann Tuhan. Artinya, wilayah ontologi manusia bisa
dicapai lewat pengalaman estetis sehingga upaya mencapai
katarsis dalam seni untuk menghayati Tuhan bisa terwujud.
Oleh karena itu, hal yang paling dalam seni kaligrafi adalah,
bahwa kaligrafi sebagai seni Islam tertinggi menunjuk pada banyak
tulisan yang ada pada artefak dan juga pada fakta banyaknya
lukisan yang disertai teks. Pendapat ini menun-jukkan bahwa
tulisan ada di mana mana sehingga seni kaligrafi memiliki nilai-nilai
yang lebih dalam keindahan karena keindahan ini lebih
mengarahkan pada keindahan yang transendental. (Oliver Leaman
& Irfan Abubakar : 2005, hlm 88)
Pada umumnya seni kaligrafi sering digunakan dalam masjid
dan dibuat sangat indah dan makna yang digambarkannya pun
acap sangat indah. Namun, kita seharusnya tidak terjebak dengan
pemikiran bahwa keindahan kaligrafi harus berhubungan dengan
keindahan. Akan tetapi, bagaimana kita dalam mampu memahami
esensi dan makna keindahan secara mendalam, tidak hanya
keindahan secara fisik, tetapi lebih pada kedalaman tulisan itu
secara spiritual. Seni Islam adalah keindahan terletak pada nilai-
nilai spiritual-transendental.
Kaligrafi Islam adalah pengejawantahan visual dari
kristalisasi realitas-real-itas spiritual yang terkandung di dalam
wahyu Islam. Kaligrafi ini memberi pakaian luar untuk firman Ilahi di
alam nyata meskipun seni ini tetap ber-hubungan dengan alam
spirit (ruh) karena menurut ungkapan Islam tradisional. Kaligrafi
adalah geometri spirit. Huruf-huruf, kata-kata, dan ayat-ayat Al-
Qur’an bukanlah sekadar unsur-unsur dari suatu bahasa tulis,
tetapi adalah makhluk-makhluk atau personalitas-personalitas
dengan kaligrafi sebagai bentuk fisikal dan visual. (Sayyed Hossein
Nasr : 1993, hlm 12)
Dalam konteks seni kaligrafi, biasanya seni kaligrafi berasal
dari tulisan tuli-san Arab yang bersumber dari teks Al-Qur’an. Dari
sumber Al-Qur’an inilah, umat Islam banyak mengenal ragam jenis
kaligrafi, seperti Farisi, Kufi, Tsuluts, Diwani, Diwani Jali, Riq’ah,
Naskh, dan sebagainya. Ragam jenis dan corak tulisan kaligrafi ini
dipengaruhi oleh budaya lokal saat penyebaran Islam misalnya
kaligrafi Farisi (Persia), Kufi (Kufah), dan lainnya.
Kita harus bisa memahami bahwa makna kata-kata, atau
huruf huruf dalam seni kaligrafi memiliki objek-objek fisik. Ini kalau
kita memahami secara harfiah pendapat yang mengatakan bahwa
bagian-bagian surah merupakan ayat-ayat Tuhan, tanda-tanda
Tuhan, tidak hanya sebagai kata-kata dan frasa yang ber-makna,
tetapi juga sebagai huruf-huruf yang bermakna. (Oliver Leaman &
Irfan Abubakar : 2005, hlm 76)
Anthony Welch dan Schimmel berkali-kali mengungkapkan
bahwa huruf-huruf Arab memiliki arti penting dan bukan sekadar
menjadi bagian dari suatu bahasa. Diyakini, ada suatu kesamaan
antara bentuk tulisan "Muhammad" dan posisi ruku' dalam shalat.
(Oliver Leaman & Irfan Abubakar : 2005, hlm 75)
Dalam bentuk bentuk tulisan nama Muhammad dan sebuah
ritual ruku'. Terkadang orang memahami akan mencapai pada
upaya pen-dalaman untuk menuju estetik Islam yang transendental.
Dengan adanya tulisan nama Muhammad itu merupakan bagian
dari simbol-simbol agama.
Kaligrafi Islam melalui simbolisme bentuk-bentuknya
merefleksikan jalinan antara kemapanan dan perubahan yang
memberi ciri pada ciptaan itu sendiri. Dunia terdiri dari sesuatu
yang terus-menerus mengalir atau menjadi, sedang-kan yang
belum menjadi hanyalah refleksi wujud dan pola-pola dasar abadi
yang terkandung di dalam firman atau kalam Tuhan. (Sayyed
Hossein Nasr : 1993, hlm 39)
Karena itu, seorang kaligrafer mampu menyadari bahwa
dalam menarik sebuah garis dari kanan ke kiri, yang merupakan
arah penulisan kaligrafi Arab, manusia tengah bergerak dari garis-
garis pinggir menuju ke hati yang juga ter-letak di sebelah kiri tubuh
dan bahwa dengan konsentrasi pada penulisan kata-kata dalam
bentuk yang Indah, manusia juga membawa unsur-unsur jiwanya
yang tercerai-berai kembali ke pusatnya. Hati serta jiwa seluruh
muslim di-segarkan oleh keagungan, keselarasan, irama, dan pola
bentuk bentuk kaligrafi yang mengelilingi kaum muslim yang hidup
dalam masyarakat Islam. (Sayyed Hossein Nasr : 1993, hlm 49)
Kaligrafi adalah tulisan dan terdiri dari kata-kata dan kalimat-
kalimat yang dibaca, bukan berarti bahwa makna kata-kata dan
kalimat-kalimat tersebut adalah semua hal yang terkait dengan
kata-kata dan kalimat kalimat itu. Seba-liknya, makna-makna
tersebut memiliki kaitan yang sedikit atau sama sekali tidak terkait
dengan makna estetik dari gambar-gambar huruf itu sendiri, yang
terkadang tidak dapat dibaca secara harfiah dan acap sulit dibaca.
Beberapa penulisan kufi dan syikasta, susah dibaca, tetapi memiliki
keindahan yang sangat luar biasa. (Oliver Leaman & Irfan
Abubakar : 2005, hlm 77)
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan, bahwa
mempelajari filsafat seni mengenai persepsi “keindahan” dan
“kemenarikan” pada dasarnya adalah persoalan subjektivitas dalam
memahami objek dari karya seni. Dengan nilai-nilai seni tersebut
upaya menghayati dan memaknai akan sebuah karya seni kaligrafi
bisa tercapai. Keberadaan seni kaligrafi dengan ini memberikan
pemahaman mengenai seni terhadap upaya pencapaian ide
tentang hal-hal yang transendental kepada Tuhan.
Seni kaligrafi dalam Islam memunculkan semangat
bagaimana umat-umat Islam khususnya dalam bidang berkarya
yaitu melalui metode ber-dakwah dan menyebarkan kesenian serta
nilai-nilai keindahan melalui teks-teks Al-Qur’an, yang mana
melahirkan penghayatan pada upaya pencapaian katarsis melalui
seni terhadap Tuhan. Dengan demikian, filosofi yang ingin
dibangun dari seni kaligrafi Islam merupakan salah satu upaya
pemahaman, bahwa teks-teks yang terdapat pada Al-Qur’an yang
berada pada tembok yang dipahat, di lukisan, dan juga di masjid
memberikan nuansa seni yang mengandung nilai-nilai religius,
sehingga memunculkan sebuah maha karya seni kaligrafi dengan
nuansa spiritual.
Seni kaligrafi merupakan seni yang paling unik, dan berbeda
dengan seni lainnya. Seni kaligrafi tidak hanya menghadirkan kata-
kata dan kalimat-kalimat suci dari ayat Al-Qur’an, tetapi bagaimana
seni kaligrafi menghadirkan makna yang lebih jauh dan mendalam
dari kesan kata-kata yang sakral. Pada titik ini, tentu penting
mempelajari seni kaligrafi agar setiap manusia terlarut pada aspek
spiritual dan ketaatan pada Tuhan. Di sini, seni tidak hanya bisa
dilihat dalam bentuk keindahan, melainkan juga bagaimana
manusia memaknai filosofis dari hakikat seni kaligrafi yang
diinginkan secara lebih mendalam dengan tujuan mencapai
ketaatan dan keimanan pada Tuhan.
B. Saran
Oleh karena itu penulis menyarankan agar memahami
mengenai makna dan bahasa Arab sebelum mempelajari atau
mengenal tentang seni kaligrafi islam. Karena bahwa sebenarnya
seni Islam kaligrafi ini memiliki pesan dan keindahan dalam wujud
yang transendental. Tetapi harus mempunyai pemahaman tentang
makna dan bahasa Arab terlebih dahulu sehingga mampu
memahaminya/
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih
terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Dengan
demikian, penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber serta kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan sebagai
bahan evaluasi untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Gie, The Liang. Filsafat Seni: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Pusat Ilmu
Belajar Berguna, 1996.
IAIN Syekh Nurjati & Alif Lukmanul Hakim, (2020). “Kaligrafi Islam Dalam
Perspektif Filsafat Seni”. Jurnal Filsafat Dan Pemikiran Islam, Vol.20,
No.1, 2-4.ejournal.uin
suka.ac.id/ushuluddin/ref/article/download/2397/1728.