Anda di halaman 1dari 18

Kesenian Terbang Gebes sebagai Media Dakwah

Disusun dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah

Pendidikan Agama Islam

Semester 1 (C)

Prodi Karawitan

Oleh :

Alyaa Bilqiis

(18123093)

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN

INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah
ini merupakan salah satu tugas Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Pendidikan Agama
Islam yang berjudul tentang “Kesenian Terbangan Gebes sebagai Media Dakwah”
Berhasilnya penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak, oleh sebab itu ucapan terima kasih saya sampaikan kepada yang terhormat:
1. Ibu Nok Nasibah, M. Ag selaku dosen pengampu yang sangat banyak memberikan
arahan, bimbingan, petunjuk, dan motivasi kepada penulis saat menyusun makalah ini.
2. Dan semua pihak yang telah memberi dukungan pada Penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan oleh sebab itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan guna perbaikan pada masa mendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak berkepentingan.

Bandung, 30 November 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI ………………………………………………………………......... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.Latar Belakang .........................................................................................1
2.Rumusan Masalah ....................................................................................2
3.Tujuan ......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ………………………....................................................3
1. Pengertian Seni……… ………...............................................................3
2.Kedudukan Seni dalam Islam ..................................................................4
3. Hubungan Seni dan Islam........................................................................4
4. Pengertian Dakwah Islam .......................................................................4
5. Pengertian dan Fungsi Terbangan ..........................................................5
6. Pengertian Terbang Gebes ......................................................................5
7. Sejarah Terbang Gebers ……………………………………………….6
8. Alat dan Pemain Terbang Gebes……………………………………….7
9. Tokoh Terbang Gebes…………………………………………………..8
10. Penyajian Kesenian Terbang Gebes sebagai Dakwah……………….9
BAB 3 Penutup ……………..................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................14
Bab I
Pendahuluan

1. Latar Belakang
Agama Islam merupakan agama dakwah, yaitu agama yang mengajak dan
memerintahkan kepada umatnya untuk selalu menyebarkan dan menyiarkan agama Islam
kepada seluruh umat manusia dalam setiap kesempatan. Era informasi dan globalisasi
adalah dua hal yang sering disebut pada zaman sekarang ini. Adanya teknologi yang
canggih dapat berperan penting terhadap penyuksesan atau hambatan dalam berdakwah.
Ajaran Islam melalui Al-Qur’an dan Sunnah telah menetapkan dakwah sebagai bagian
dari perintah-Nya. Sebagai perintah, dakwah merupakan satu kewajiban yang dibebankan
kepada setiap pemeluknya.
Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam
bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan
berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain secara individual maupun secara
kelompok agar supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap
penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai pesan yang disampaikan
kepadanya dengan tanpa adanya unsur-unsur paksaan. Dengan demikian esensi dakwah
adalah terletak pada ajakan, dorongan (motivasi), serta bimbingan terhadap orang lain
untuk menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran.
Media yang digunakan dalam proses dakwah disesuaikan dengan kondisi
masyarakat yang dihadapi. Media dakwah yang digunakan dari waktu ke waktu
senantiasa mengalami perkembangan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Salah satu jenis media dakwah adalah seni terbangan yang merupakan warisan
budaya yang sudah mentradisi sebagai kesenian rakyat.
Media dakwah ini sangat mudah dimasuki pesan-pesan dakwah, sehingga mudah
pula diterima pendengarnya atau peminat seni itu sendiri. Sebagaimana seni terbangan
yang merupakan bentuk kesenian tradisional dengan menggunakan alat terbang dan
genderang yang dimainkan sejumlah orang, ada yang menyanyikan lagu-lagu dengan
menggunakanbahasa Arab, memuji Allah dan Nabi serta diiringi tari-tarian.
Makalah ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana cara berdakwah melalui
karya seni.
Adapun judul yang diangkat untuk Makalah ini adalah “Kesenian Terbang Gebes
sebagai Media Dakwah”.

2. Rumusan Masalah
1. Apa itu Seni?
2. Bagaimana Kedudukan Seni dalam Islam?
3. Bagaimana Hubungan seni dan Agama?
4. Apa itu Dakwah Islam?
5. Apa itu Seni Terbangan?
6. Apa itu Kesenian Terbang Gebes?
a. Bagaimana Sejarah Kasenian Terbang Gebes?
b. Apa saja alat dan siapa saja Pemain Terbang Gebes?
c. Siapa Tokoh Pencetus Terbang Gebes?
7. Bagaimana cara penyajian kesenian Terbang Gebes dalam dakwah?

3. Tujuan dan Manfaat


1. Untuk mengetahui tentang Dakwah Islam,
2. Untuk mengetahui tentang Kedudukan Seni dalam Islam,
3. Untuk mengetahui tentang Seni Terbang Gebes dalam Dakwah.
BAB II
Pembahasan
1. Pengertian Seni
Secara umum banyak orang yang mengemukakan pengertian seni sebagai keindahan.
Seni diartikan produk manusia yang mengandung nilai keindahan bukan pengertian yang
keliru, namun tidak sepenuhnya benar. Jika menelusuri arti seni melalui sejarahnya, baik di
Barat maupun di Indonesia, nilai keindahan menjadi satu kriteria yang utama. Sebelum
memasuki tentang pengertian seni, ada baiknya dibicarakan lebih dahulu tentang keindahan.
Keindahan memiliki arti bagus, permai, cantik, elok, molek dan sebagainya. Benda yang
memiliki sifat indah ialah hasil seni, (meskipun tidak semua hasil seni itu indah), seperti
pemandangan alam (pantai, pegunungan,danau, bunga-bunga dan lereng gunung), manusia
(wajah, mata, bibir, hidung, rambut, kaki, tubuh), rumah (halaman, tatanan, perabot rumah
tangga, dan sebagainya) suara, warna dan sebagainya.
Menurut asal katanya, “keindahan” dalam bahasa Inggris: beautiful, dalam bahasa
Perancis beau, sedang Italia dan Spanyol bello yang berasal dari kata Latin bellum. Akar
katanya adalah bonum yang berarti kebaikan, kemudian mempunyai bentuk pengecilan
menjadi bonellum dan terakhir dipendekkan sehingga ditulis bellum. Menurut cakupannya
orang harus membedakan antara keindahan sebagai suatu kualitas abstrak dan sebagai sebuah
benda tertentu yang indah (the beautiful).
Seni dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) memiliki tiga arti yaitu: Pertama.
Keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusanya, keindahanya dan
sebagainya). Kedua. Karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa seperti tari,
lukisan, ukiran, dan sebagainya. Ketiga. Kesangupan akal untuk menciptakan sesuatu yang
bernilai tinggi (luar biasa).
Sedangkan dalam buku Ensiklopedi Nasional Indonesia, pengertian seni adalah
berasal dari kata latin ars yang artinya keahlian mengekpresikan ide-ide dan pemikiran
estetika, termasuk mewujudkan kemampuan serta imajinasi penciptaan benda, suasana atau
karya yang mampu menimbulkan rasa indah.
2. Kedudukan Seni dalam Islam
Sering kita dengar bahwa kesenian itu haram, ataupun makruh hukumnya. Oleh
karena itu orang merasa, jika ingin dekat dengan agama, maka ia harus menjauh dari
kesenian.
Untuk menyelesaikan masalah tentang hubungan agama dengan kesenian, kita perlu
memahami tentang “Dien Islam”. Dien Islam adalah perpaduan antara agama dan
kebudayaan. Sasaran utama agama ialah keselamatan di akhirat dan kesejahteraan di dunia,
sedangkan sasaran utama kebudayaan adalah keselamatan di dunia, yang lainnya
diperhitungkan di akhirat.
Dengan demikian, kesenian termasuk ke dalam kebudayaan, dan bukan ke dalam
agama. Dan kebudayaan adalah aspek Dien Islam.
3. Hubungan Seni dan Islam
Telah dijelaskan bahwa seni itu bukan bagian dari agama, melainkan dari
kebudayaan. Agama adalah system hubungan manusia dengan Allah. Dalam hubungan ini,
Allah tidak membutuhkan kesenian, tetapi kekhuyukan dan keikhlasan. Oleh karena itu,
misalnya saat melakukan shalat, tidak memakai tarian atau musik.
Tentang Hubungan Seni dan Islam dapat disimpulkan, bahwa seni itu bukan unsur
agama, namun demikian secara nisbi ada hubungan antara seni dan agama. Seni yang secara
nisbi berhubungan dengan agama itu kita temukan dalam seni asli Islam. Diantaranya yaitu,
Dakwah (khotbah dan tabligh) melalui mimbar meningkat menjadi seni, untuk menarik orang
kepada ajaran amalan islam.
4. Pengertian Dakwah Islam
Kata “Dakwah” berasal dari bahasa Arab, dari segi bahasa berarti “menyeru” atau
“mengajak”. Dakwah Islam berarti menyeru kepada Islam. Islam itu terdiri daripada
ajaran dan amalan. Maka dakwah Islam ialah menyeru kepada ajaran dan amalan islam.
Ajaran dan amalan itu adalah jalan yang digariskan Allah kepada manusia, maka dakwah
Islam ialah menyeru manusia kepada jalan Allah. Islam itu adalah “dien”, yang meliputi
perpaduan agama dan kebudayaan. Dakwah Islam menyeru kepada agama dan
kebudayaan. Pola kebudayaan sejagat Islam ialah : sosial, ekonomi, politik, ilmu
pengetahuan dan teknik, seni dan falsafah. (Gazalba, Sidi, Islam dan Kesenian, (Jakarta :
Pustaka Al-Husna, 1988) hlm. 184).
Dalam berdakwah biasanya orang menggunakan sebuah media, media yang
digunakan dalam proses berdakwah bermacam-macam disesuaikan dengan kondisi
masyarakat yang dihadapi. Media dakwah yang digunakan dari waktu ke waktu
senantiasa mengalami perkembangan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Salah satu jenis media dakwah adalah Kesenian Terbang Gebes yang
merupakan warisan budaya yang sudah mentradisi sebagai kesenian rakyat.
5. Pengertian dan Fungsi Kesenian Terbangan
Susanti (2006: 17) mengungkapkan bahwa istilah terbangan berasal dari
kata“Terbang”, Istilah ini tidak cukup mewakili karena ada pengertian lain yang sering
diartikan dengan benda yang dapat melayang di udara seperti pesawat terbang, burung
dan layang-layang yang diterbangkan. Secara jelas rebana/terbang dalam batasannya
diartikan sebagai instrumen yang berbentuk cincin besar yang pada sebagian
permukaannya direntangkan kulit binatang sehingga dapat dibunyikan di salah satu sisi
bagian membran / kulit, terbang sendiri merupakan instrumen musik yang mudah
dipelajari dan mempunyai satu nada sehingga para pemula maupun anak muda dapat
dengan mudah memainkannya.
Fungsi Terbangan dalam buku ensiklopedia umum Indonesia dijelaskan bahwa
saat ini fungsi terbangan adalah untuk menyanyikan lagu-lagu keagaman berupa
pujipujian. Oleh karena itu, terbangan telah menjadi bagian kesenian Islam atau
pernyataan mengenai hukum ajaran Islam dan mengiringi tarian yang biasanyadipakai
dalam upacara-upacara keagamaan yang ada hubungan dengan kepercayaan. Akan tetapi
seiring perkembangan jaman kesenian terbangan mempunyai sifat sebagai untuk adanya
kegiatan sosial keagamaan, dan mempersatukan masyarakat, maka hal itu membuktikan
bahwa kesenian terbangan dapat berfungsi yaitu sebagai hiburan namun tetap
menonjolkan nilai religiusitas dan nilai sosial di masyarakat.
Terbang merupakan salah satu jenis kesenian yang terbilang cukup kuno,
kesenian tersebut hingga kini masih tetap eksis dan dapat dijumpai dibeberapa daerah di
Jawa Barat (Pringan) seperti ; daerah Kabupaten Bandung, Sumedang, Subang, Garut,
Tasikmalaya, Ciamis, dan diberbagai wilayah pesantren-pesantren, dengan beragam
macam sebutan seperti Terebang Buhun, Terebang Gede, Terebang Gebes, Terebang
Gesek, Terebang Ageung dan lain sebagainya.
6. Pengertian Terbang Gebes
Terebang Gebes merupakan salah satu seni pertunjukan buhun (tradisional) yang
bernafaskan Islam. Awal keberadaannya sendiri diperkirakan sejak zaman perkembangan
Hindu di Pulau Jawa (sekitar tahun 1800-an). Seperti halnya Terebang Gede yang ada di
wilayah Banten, proses perkembangan Terebang Gebes di Tasikmalaya sejalan dengan
penyebaran agama Islam di daerah tersebut. Seni buhun yang masih hidup dan bertahan
di Kampung Cirangkong Desa Cikeusal Kec. Tanjungjaya (pemekaran dari Kec.
Sukaraja) Kabupaten Tasikmalaya ini, diperkirakan sudah berkembang sejak berdirinya
Kabupaten Sukapura di bawah kepemimpinan Raden Wirawangsa yang berkedudukan
sebagai Wiradadaha I.
1. Sejarah Kesenian Terbang Gebes
Kesenian Terebang Gebes berkembang pesat di masa pemerintahan
Raden Anggadipura I sebagai bentuk hiburan yang disukai masyarakat. Beliau
merupakan pemimpin yang tidak hanya memperhatikan kebutuhan sandang
pangan masyarakat, tetapi juga sangat memperhatikan perkembangan seni
budaya yang ada di wilayah Kabupaten Sukapura, termasuk Terebang Gebes.
Hal ini pula yang kemudian menyebabkan bermunculannya rombongan
kesenian Terebang di wilayah Sukapura. Hingga saat ini, kelompok seni
Terebang yang masih bertahan di Tasikmalaya hanya Terebang Rudat di Desa
Cibalanarik, Kec. Tanjungjaya; Terebang Sejak di Kec. Salawu, serta
Terebang Gebes juga Terebang Sejak yang ada di Desa Cikeusal, Kec.
Tanjungjaya.
Di masa awal pertumbuhannya, Terebang Gebes dimainkan secara
kelompok sebagai ajang adu kesaktian. Setiap daerah, khususnya di wilayah
selatan dan barat Tasikmalaya memiliki 1 rombongan pemain terebang. Setiap
kelompok biasanya diundang oleh kelompok lain untuk bertanding di suatu
tempat yang sudah dijanjikan.Biasanya, panggung atau arena yang digunakan
berupa tanah lapang atau halaman rumah yang cukup luas. Pertunjukannya
pun dilaksanakan pada tengah malam hingga menjelang akhir malam (sekitar
pukul 01.00 – 04.00). Fungsinya saat itu lebih ditekankan kepada ajang adu
kasakten.
Sebagai ajang adu kasaktian, para pemain terebang gebes dari tiap
kelompok seringkali memasang penghalang di bagian punggung mereka.
Penghalang tersebut terbuat dari bambu gombong atau sebatang pohon
pinang. Formasi dan posisi pemain dengan pemain lawan duduk saling
membelakangi, dan diantara punggung mereka dipasang penghalang tadi.
Mereka bertanding menabuh terebang selama mungkin dan sekeras mungkin
bunyinya, hingga tak jarang telapak tangan mereka bersimbah darah.
Pengaruh magis dari adu kesaktian ini seringkali membuat terebang yang
ditabuh lawan tidak berbunyi sama sekali. Gesekan antara penghalang dengan
punggung para pemain tadi membuat penghalang tersebut pecah-pecah (tetapi
tidak hancur), seperti bentuk palupuh. Pihak yang bisa menabuh terebang
paling lama dinyatakan sebagai pemenang. Perlu dipahami bahwa adu
kesaktian di sini bukan berarti pertarungan hidup mati, melainkan saling
menguji kemampuan saja.
Seiring dengan proses penyebaran dan perkembangan ajaran Islam
di Tatar Sunda, terjadi pergeseran dalam bentuk, fungsi pertunjukan, dan
tujuan pementasan seni Terebang Gebes ini. Formasi duduk pun tidak
diharuskan saling membelakangi, tetapi menghadap kepada para penonton.
Unsur-unsur yang bersifat magis mulai dihilangkan. Ritual khusus yang masih
sering dilakukan ialah menziarahi makam para leluhur/tokoh seni terebang ini.
Itu pun jika memungkinkan dan jika pertunjukan seni terebang gebes
dilakukan di daerah asalnya. Tujuannya, lebih kepada mendo’akan dan
menghormati jasa para tokoh tersebut dalam mengembangkan seni terebang
gebes ini.
Pertunjukan seni terebang gebes saat ini lebih diutamakan untuk
mengiringi shalawat atau puji-pujian terhadap Allah SWT dan Rasulullah
SAW. Penggunaannya pun lebih diutamakan untuk hiburan sehari-hari
sebagai pelepas lelah setelah seharian bekerja di sawah atau ladang, ritual
keagamaan seperti peringatan hari-hari besar Islam, peringatan hari-hari besar
Nasional, perayaan seperti hajatan pernikahan, khitanan, pindah rumah,
kelahiran bayi, serta acara-acara resmi pemerintahan. Pertunjukan seni
terebang ini selalu dipadukan dengan seni suara Beluk, dan jika
memungkinkan dipadukan pula dengan seni musik Rengkong dan
Tutunggulan.
2. Alat dan pemain Terbang Gebes

Alat atau waditra Terebang Gebes bentuknya hampir mirip dengan


rebana. Akan tetapi, bentuknya lebih besar dan cukup berat karena terbuat dari
kayu yang sangat keras, seperti kayu pohon nangka. Bagian muka terebang
dipasangi kulit kerbau jantan. Berat rata-rata 1 buah terebang antara 15–30 kg.
Berbeda dengan rebana, bagian muka terebang yang dipasangi kulit
tadi manggunakan pasak/slag (ganjal) di sekelilingnya seperti bedug. Setiap
pasak diikat dengan rotan dan sekeliling pasak tersebut diikat kembali dengan
tali yang terbuat dari kulit kayu teureup atau kayu benda sehingga kulit yang
menempel pada kuluwung (waditra dari kayu yang sudah dibolongi) menjadi
kencang. Tali tersebut juga mengikat bagian dalam kuluwung supaya awet
hingga belasan tahun. Karena kulit kayu teureup sudah sulit didapat, saat ini
tali pengikat dibuat dari tali tambang biasa.
Setiap kelompok/rombongan terdiri dari 3-5 pemain. Tiga orang
pemain disebut pemain inti dan 2 orang merupakan pemain cadangan yang
akan menggantikan pemain inti ketika sudah lelah. Setiap kelompok memiliki
3-4 waditra terebang dengan bentuk yang sama.
Perbedaannya terletak pada besar kecilnya kuluwung dan tinggi
rendahnya bunyi yang dihasilkan ketika ditabuh. Tinggi rendah bunyi yang
dihasilkan tergantung kepada kencang atau kendurnya kulit yang dipasang
pada kuluwung, serta kuat atau tidaknya pemasangan pasak/slag tadi. Untuk
menguatkan pasak/slag ini ada sebuah alat pemukul terbuat dari besi
berbentuk bulat seperti buah alpukat memakai gagang dari kayu. Beratnya
kurang lebih 3 kg, dinamakan gegendir. Semakin kuat memasang slagnya,
akan semakin kencang pula kulitnya, sehingga bunyi terebang ketika ditabuh
semakin nyaring.
Proses mengatur tinggi rendah bunyi terebang ketika ditabuh disebut
nyetem. Setelah pertunjukan selesai, pasak dan tali rotan tadi dikendurkan
kembali untuk menjaga keawetan kulit terebang.

3. Tokoh Terbang Gebes


Berbicara tentang Terebang Gebes sebagai karya seni tradisi, tidak
lepas dari orang yang menciptakan karya seni tersebut atau orang yang
mewarisi dan mengembangkannya. Pencipta awalnya sendiri tidak diketahui
dalam catatan sejarah karena seni terebang ini sudah berlangsung sejak zaman
perkembangan Hindu di Tatar Sunda ratusan tahun silam. Namun, Terebang
Gebes yang masih hidup dan mencoba tetap lestari di Kampung Cirangkong,
Desa Cikeusal, Kabupaten Tasikmalaya ini merupakan jasa dan peninggalan
para pupuhu lembur (tetua kampung) Cirangkong sendiri.
Sejak tahun 1870, Terebang Gebes dikembangkan oleh Embah Irja,
seorang pupuhu lembur yang disegani karena kesaktiannya dan kecintaannya
terhadap seni terebang ini. Selanjutnya perkembangan seni ini diwariskan
kepada anak cucunya yang bernama Embah Candrali.
Dalam pengelolaan Embah Candrali inilah Terebang Gebes
mengalami kemajuan pesat bersamaan dengan perkembangan seni Beluk,
Rengkong dan Tutunggulan di kampung ini, sehingga disukai oleh rakyat dan
pemerintah Sukapura. Nama Candrali kemudian diabadikan menjadi nama
kelompok seni “Candrali” dan nama Lapangan Sepakbola di Kampung
Cirangkong “Candrajaya” atas inisiatif Bapak Ipin Saripin selaku Ketua
kelompok seni tersebut.
Di masa hidupnya, Embah Candrali mewariskan seni terebang ini
kepada anak cucunya diantaranya Eyang Madhuri, Eyang Ubaeni dan Eyang
Edoh. Sepeninggal Eyang Edoh, istrinya Ene Eja bersama Eyang Madnuki,
Aki Maskan, Aki Ihin, Pak Samsu Natamihardja, serta Pak Ipin Saripin yang
saat itu menjadi guru muda di SD Negeri 1 Cirangkong yang melanjutkan
kepengurusan seni-seni buhun tersebut. Tentunya dalam kapasitas yang sangat
sederhana dan terbatas.
Kecintaan pribadi dan semangat kolektivitas masyarakat Cirangkong
terhadap keberadaan kesenian tradisonalah yang membantu kesenian ini tetap
lestari. Dalam pengasuhan Ene Eja jualah penulis di masa SD sering
mengikuti latihan seni Tutunggulan setiap sore, selepas sakola agama
(mengaji dan belajar ilmu agama).
Di masa-masa itu, kesenian buhun tersebut cukup diminati oleh
generasi muda dan cukup regeneratif karena anak-anak SD pun diajarkan,
dilatih dan diberi kesempatan berekspresi untuk mempertunjukkan kesenian
tersebut pada acara kenaikan kelas atau menyambut tamu pada acara-acara
penting.
Untuk saat ini, yang masih aktif menjadi pemain hanya segelintir
orang yang sudah berusia paruh baya dan masih keturunan Eyang Edoh
sendiri, diantaranya Mang Asep, Mang Endang, Mang Ejen, Kang Entus,
Mang Empud dan Mang Basar. Para pemain inilah yang secara bergantian
mementaskan kesenian Terebang Gebes setiap kali ada undangan acara
tertentu. Atas kesepakatan bersama pula, setiap kali Terebang Gebes
manggung, Beluk pun harus diikutsertakan. Tujuannya agar seni pertunjukan
lebih menarik dan tidak cepat bosan, serta agar intensitas pertunjukan kedua
seni buhun ini sama, sehingga semangat kolektivitas dan solidaritas antar
anggota kelompok seni yang sudah terjalin sejak lama tetap terjaga.
7. Cara penyajian Kesenian Terbang Gebes dalam Dakwah
Dalam pertunjukkannya, Terebang Gebes sering disebut juga Terebang Sered atau
Terebang Ubrug. Disebut Terebang Sered karena dalam pagelarannya terjadi posisi sili
sered (saling dorong) antara pemain yang bertujuan menghibur atau mengadu kekuatan.
Sedangkan dikatakan Terebang Ubrug karena tak jarang pertunjukkannya dilakukan di
ubrug dengan posisi duduk ngariung (berkumpul/melingkar) atau ngajajar (berjejer).
Pertunjukan terbang buhun di Jawa barat pada umumnya tak jauh berbeda, baik
dalam upacara Ngaruwat maupun pertunjukan dalam hajatan biasa. Sebagai contoh
struktur pertunjukan terbang buhun, misalnya pada saat pertunjukan Ngaruwat Rumah,
adalah sebagai berikut: Pertama, diadakan Ijab Kabul oleh saehu; Tatalu dengan lagu-
lagu pupujian yang dilantunkan oleh Reuahan, sambil saehu mempersilahkan penari maju
ke depan arena pertunjukan dengan diiringi lagu Engko, dilanjutkan dengan lagu Bangun,
Kembang Kacang, Lailahaillah, Malong, Siuh, dan Benjang; kedua acara ruwatannya
yang dipimpin oleh Saehu dengan membacakan mantra-mantra sambil membakar
kemenyan serta menyiramkan Cai Hurip ke seluruh penjuru rumah; musik terbang buhun
ditabuh dengan irama naik, dengan lagu Eling Allah, Riring-riring, Kikis Kelir, Nyai Lais
Koncrang, Meungpeung Hurip, Keupat Eundang; Ketiga, pertunjukan ditutup dengan
pembacaan doa, sementara para pemain meletakkan alat musik terbangnya dan duduk
khidmat membentuk setengah lingkaran sambil menengadahkan kedua tangannya.
Pada pertunjukan terebang gebes ini memiliki beberapa tahapan. Tahapan
tersebut meliputi bagian pembuka, bagian isi, bagian penutup atau bagian akhir. Semua
tahapan tersebut terlebih dahulu telah tersusun dan terkonsep sedemikian rupa melalui
proses dan hasil garapan proses penyajian pertunjukan serta penataan secara menarik.
Pada bagian pertama, pola tabuh perkusif satu suara yang sederhana namun
berkhas dan memiliki aksen pada ketukan pertama sebagai tanda telah dimulainya
pertunjukan. Pada bagian ini bisa dikatakan sebagai pemanasan para penabuh terebang.
Setelah tahap bagian pertama dianggap cukup, selanjutnya mulai bagian kedua
dengan dua pola tabuhan yaitu dogdog dan dan balaganjur dengan disusul masuknya
beluk. Pada bagian ini penabuh terebang mulai menaikan adrenalinnya agar menarik
perhatian penonton didukung oleh suara beluk yang sangat memukau sehingga penonton
dengan mudahnya dapat terbawa suasana pertunjukan.
Setelah bagian kedua selesai, masuklah ke tahapan selanjutnya yaitu bagian
ketiga. Bagian ini bisa dikatakan bagian penutup, yang mana kembali memainkan pola
tabuh pertama yaitu jeungjleung dan pola tabuh dogdog saja. Pada bagian ini juga beluk
lebih dulu berhenti dari waditra terebang.
Pada sebuah pertunjukan kesenian tradisional, masing-masing akan berbeda
struktur pertunjukannya. Perbedaan pertunjukan itu dilihat dari budaya masyarakat dan
perbedaan adat istiadat yang akan memunculkan keanekaragaman kesenian tradisional.
Pertunjukan ini pula merupakan sebuah ungkapan nilai-nilai budaya yang mengajarkan
sifat kesederhanaan yang harus selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
tidak hanya dilihat dari struktur pertunjukannya saja, tetapi bisa juga dilihat dari busana
yang biasa mereka kenakan.
Pertunjukan terebang gebes yang berada disajikan dengan berkolaborasi dengan
kesenian beluk yang merupakan kesenian tarik suara (vokal). Beluk yang dimaksud disini
berbeda dengan pengertian beluk secara teori yang meyebutkan bahwa beluk merupakan
sebuah pergelaran wawacan (cerita yang dinyanyikan) sedangkan beluk dalam hal
penelitian hanya menyanyikan nada-nada tinggi tanpa adanya syair maupun cerita. Hal
ini merupakan bukti bahwa kesenian di Indonesia sangat beragam atas budayanya..
Struktur pertunjukan seni terebang gebes diawali dengan monofonik (satu suara).
Sebelum semua instrument mulai, ada satu terebang yang bermain sendiri selama empat
ketuk sebagai pembuka atau kode. Pola ritmik ini merupakan tabuhan sederhana yang
bernama Jeungjleung. Meskipun peneliti hanya menulis pola jeungjleung 10 bar saja,
akan tetapi pada kenyataannya bagian ini lebih banyak dan fleksibel karena memang
tidak bisa dintentukan sesuai kebutuhan saat pertunjukan.
Setelah beberapa menit kemudian, terebang 2 memainkan pola ritmik yang
berbeda dengan memainkan arsis dari terebang 1 dan terebang 3. Pola ini dinamakan
pola ritmik dogdog. Dengan munculnya pola tabuh dogdog menunjukan bahwa para
penabuh terebang akan memasuki bagian dua dimana pada bagian dua ini merupakan
puncak pertunjukan seni terebang selain pola tabuh yang bervariasi, lantunan beluk juga
dimulai pada bagian ini.
Hal ini membuktikan bahwa isi atau inti dari pertunjukan seni terebang gebes
terdapat pada bagian dua. Isi dari pertunjukan seni terebang gebes ditandai dengan
mulainya perubahan pola ritmik dari jeungjleung ke pola ritmik dogdog. Setelah itu,
pelantun beluk berkolaborasi antara penabuh terebang dan pelantun beluk. Pada bagian
ini masih menggunakan pola ritmik dogdog yang berfungsi sebagai penanda menuju
bagian inti. Akan tetapi, beberapa waktu kemudian terdapat beluk yang berbunyi Au
dengan iringan pola ritmik dogdog.
Setelah itu terdapat frase beluk yang baru aeo selama beberapa waktu dengan
iringan pola ritmik dogdog, setelahnya terdapat satu bar ala dan satu bar e dengan iringan
pola ritmik jeungjleung. Fungsi dari pola ritmik jeungjleung disini merupakan sebuah
jembatan dimana pada bar sebelumnya menggunakan pola ritmik dogdog, selanjutnya
menggunakan iringan pola ritmik balaganjur dengan frase yang baru pula. Pada bagian
ini terdapat frase baru lagi lantunan eee dengan pola ritmik yang berbeda dari
sebelumnya, yaitu pola ritmik balaganjur. Hal ini menunjukan bahwa setiap frase yang
dilantunkan oleh pemain beluk, selalu berubah-ubah sesuai kebutuhan dan keinginan
pelantun beluk itu sendiri. Dan dengan adanya perubahan pola ritmik, hal ini menunjukan
memasuki puncak sebuah pertunjukan terebang gebes. Bagian ini berlangsung sangat
lama karena pada bagian ini terlibat interaksi antara pemain dan penonton.
Hal ini menunjukan bahwa seni terebang gebes bukan hanya sebuah pertunjukan
untuk ditonton saja. Akan tetapi, pertunjukan ini memiliki daya tarik yang kuat sehingga
penonton dapat menikmati dan mengekspresikan dirinya seakan-akan penonton juga
memiliki peran yang sama penting dalam proses pertunjukan ini.
Selanjutnya, bagian ketiga merupakan bagian penutup. Bagian ini merupakan
proses dimana pertunjukan akan berakhir.
BAB III
Penutup
Jadi, Kesenian Terbang Gebes sebagai Media Dakwah terdapat pada penyajian
pertunjukannya, yang biasanya melafalkan barzanzi, pupujian, dan sholawat sebagai memuji
kepada Nabi Muhammad SAW untuk memuji dan meng-Agung-kan Allah dengan menggunakan
instrumen Terbangan.
Daftar Pustaka

M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengaturan Studi, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004),
Sidi Gozalba, Islam dan Kesenian, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1988)
Hartono, dkk, Ilmu Budaya Dasar, (PT Bina Ilmu)
Surajiyo Ilmu Filsafat Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007)
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta:PT. Gramedia Pustaka,2008)
Van Hoeve, Ensiklopedi Nasional Indonesia
Susanti, Fajar. 2006 . Bentuk Penyajian Kesenian Rebana Grup Asyifa Di Dusun
Gobean Desa Kaliwuluh Kecamatan Kepil Kabupaten Wonosobo. UNS
https://www.niahidayati.net/seni-pertunjukan-terebang-gebes-yang-buhun-yang-bertahan.html

Anda mungkin juga menyukai