Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI DASAR NILAI PENGEMBANGAN ILMU

DOSEN PEMBIMBING

Fadli Yasser Arafat, S.H, M.H.

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 2

Resky Harsuni H021181001 Milad Ramdan H021181006

Vika Sri Anti H021181002 Firdayanti Firman H021181007

Nur Indah Sari H021181003 Riska Dama Yanti H021181008

Rahmayanti H021181004 Angela Citra M. H021181009

Yulia Fajriani H021181005

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FISIKA
2018/2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, penulis panjatkan puja dan
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Pancasila yaitu
pembuatan makalah mengenai Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu.
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sebagai referensi tambahan sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Ucapan terima kasih khususnya kepada dosen pengampu mata kuliah
Pancasila, yaitu Kakanda Fadli Yasser Arafat, S.H, M.H., yang telah membagikan
ilmunya kepada kami semua.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat, tata bahasa ataupun isi dari makalah kami ini. Oleh karena itu, penulis
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah ini
ke depannya.
Akhir kata semoga makalah yang telah dibuat ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan pembaca terkait dengan tema yang kami bahas.

Makassar, 4 November 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................................... 1

Daftar Isi ..................................................................................................................... 2

Bab I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 4

1.3 Tujuan .................................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ilmu ...................................................................................................... 5

2.2 Pilar-pilar penyangga bagi eksistensi ilmu pengetahuan ....................................... 5

2.3 Prinsip-prinsip dalam berpikir ilmiah .................................................................... 7

2.4 Nilai Pokok Dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan ........................................ 8

2.5 Pancasila sebagai dasar nilai dalam strategi pengembangan ilmu pengetahuan. ... 9

2.6 Hubungan antara Pancasila dan perkembangan ilmu pengetahuan ..................... 11

2.7 Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu untuk
Masa Depan ............................................................................................................... 14

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 17

3.2 Saran ..................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 18

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada awalnya ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia relatif masih
sederhana dan belum berkembang. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, ilmu
pengetahuan mengalami perkembangan yang pesat karena ditemukannya banyak teori
dan teknologi.
Pengembangan iptek tidak dapat terlepas dari situasi yang melingkupinya,
artinya iptek selalu berkembang dalam suatu ruang budaya. Perkembangan iptek pada
gilirannya bersentuhan dengan nilai-nilai budaya dan agama sehingga di satu pihak
dibutuhkan semangat objektivitas, di pihak lain iptek perlu mempertimbangkan nilai-
nilai budaya dan agama dalam pengembangannya agar tidak merugikan umat manusia.
Melalui teori relativitas Einstein paradigma kebenaran ilmu sekarang sudah
berubah dari paradigma lama yang dibangun oleh fisika Newton yang ingin selalu
membangun teori absolut dalam kebenaran ilmiah. Paradigma sekarang ilmu bukan
sesuatu entitas yang abadi, bahkan ilmu tidak pernah selesai meskipun ilmu itu
didasarkan pada kerangka objektif, rasional, metodologis, sistematis, logis dan
empiris. Dalam perkembangannya ilmu tidak mungkin lepas dari mekanisme
keterbukaan terhadap koreksi. Itulah sebabnya ilmuwan dituntut mencari alternatif-
alternatif pengembangannya melalui kajian, penelitian eksperimen, baik mengenai
aspek ontologis epistemologis, maupun ontologis. Karena setiap pengembangan ilmu
paling tidak validitas (validity) dan reliabilitas (reliability) dapat
dipertanggungjawabkan, baik berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan (context of
justification) maupun berdasarkan sistem nilai masyarakat di mana ilmu itu
ditemukan/dikembangkan (context of discovery).
Bukti-bukti empiris menunjukkan hampir semua inovasi teknologi merupakan
hasil dari suatu kolaborasi, apakah itu kolaborasi antar-pemerintah, antar-universitas,
antar-perusahaan, antar-ilmuwan, atau kombinasi dari semuanya. Oleh karena itu,
dibutuhkan Pancasila yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi rakyat Indonesia dalam

3
mengembangkan ilmu pengetahuan, dan untuk lebih luasnya lagi untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana pengertian ilmu?
1.2.2 Bagaimana pilar-pilar penyangga bagi eksistensi ilmu pengetahuan?
1.2.3 Bagaimana prinsip-prinsip dalam berpikir ilmiah?
1.2.4 Bagaimana nilai pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan?
1.2.5 Bagaimana strategi Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi?
1.2.6 Bagaimana hubungan antara Pancasila dan perkembangan ilmu pengetahuan?
1.2.7 Bagaimana esensi dan urgensi pancasila sebagai dasar nilai pengembangan
ilmu untuk masa depan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian ilmu.
1.3.2 Untuk mengetahui pilar-pilar penyangga bagi eksistensi ilmu pengetahuan.
1.3.3 Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam berpikir ilmiah.
1.3.4 Untuk mengetahui nilai pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
1.3.5 Untuk mengetahui Pancasila sebagai dasar nilai dalam strategi
pengembangan ilmu pengetahuan.
1.3.6 Untuk mengetahui hubungan antara Pancasila dan perkembangan illmu
pengetahuan.
1.3.7 Untuk mengetahui esensi dan urgensi pancasila sebagai dasar nilai
pengembangan ilmu untuk masa depan.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ilmu


2.1.1 Pengertian Ilmu secara Etimologi
Ilmu berasal dari bahasa Arab, “‘ilm” (Ensiklopedi Islam, 1997), dan bahasa
Yunani, “logos”, yang memiliki arti “Pengetahuan”. Kata Ilmu biasa dipadankan
dengan kata Arab “ma’rifah” yang bermakna pengetahuan dan “syu’ur” yang
bermakna perasaan.

2.1.2 Pengertian Ilmu secara Terminologi


a. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu diartikan sebagai pengetahuan tentang
suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu dan dapat
digunakan untuk menerangkan suatu gejala pada sebuah bidang.
b. Menurut Afanasyef, seorang pemikir Marxist dari Rusia, ilmu merupakan
pengetahuan manusia tentang alam, pikiran dan masyarakat. Beliau mencerminkan
alam dan berbagai konsep, kategori dan hukum-hukum, yang mana ketetapan dan
kebenarannya diuji oleh pengalaman praktis.
c. Menurut Moh. Hatta, ilmu adalah sebuah pengetahuan yang teratur mengenai
pekerjaan hukum secara kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya,
maupun menurut kedudukannya yang tampak dari luar, maupun dari dalam.

2.1.3 Pengertian Ilmu secara Umum


Pada dasarnya, ilmu adalah pengetahuan tentang suatu hal atau fenomena, baik
yang menyangkut alam ataupun sosial (kehidupan masyarakat), yang diperoleh
manusia melalui proses berpikir. Setiap ilmu merupakan pengetahuan tentang sesuatu
yang menjadi objek kajian dari suatu penemuan.

2.2 Pilar-Pilar Penyangga Bagi Eksistensi Ilmu Pengetahuan


Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlah pilar-pilarnya, yaitu pilar
ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar-pilar
filosofis keilmuan. Berfungsi sebagai penyangga, penguat, dan bersifat integratif

5
serta prerequisite/saling mempersyaratkan. Pengembangan ilmu selalu dihadapkan
pada persoalan ontologi, epistemologi dan aksiologi.

2.2.1 Pilar Ontologi (ontology)

Selalu menyangkut problematika tentang keberadaan (eksistensi).


a) Aspek kuantitas: Apakah yang ada itu tunggal, dual atau plural (monisme, dualisme,
pluralisme).
b) Aspek kualitas (mutu, sifat): bagaimana batasan, sifat, mutu dari sesuatu
(mekanisme, teleologisme, vitalisme dan organisme).
Pengalaman ontologis dapat memberikan landasan bagi penyusunan asumsi,
dasar-dasar teoritis, dan membantu terciptanya komunikasi interdisipliner dan
multidisipliner. Membantu pemetaan masalah, kenyataan, batas-batas ilmu dan
kemungkinan kombinasi antar ilmu. Misal masalah krisis moneter, tidak dapat hanya
ditangani oleh ilmu ekonomi saja. Ontologi menyadarkan bahwa ada kenyataan lain
yang tidak mampu dijangkau oleh ilmu ekonomi, maka perlu bantuan ilmu lain seperti
politik, sosiologi.

2.2.2 Pilar Epistemologi (epistemology)


Selalu menyangkut problematika teentang sumber pengetahuan, sumber
kebenaran, cara memperoleh kebenaran, kriteria kebenaran, proses, sarana, dasar-
dasar kebenaran, sistem, prosedur, strategi. Pengalaman epistemologis dapat
memberikan sumbangan bagi kita: (a) sarana legitimasi bagi ilmu/menentukan
keabsahan disiplin ilmu tertentu; (b) memberi kerangka acuan metodologis
pengembangan ilmu; (c) mengembangkan ketrampilan proses; (d) mengembangkan
daya kreatif dan inovatif.

2.2.3 Pilar Aksiologi (axiology)


Selalu berkaitan dengan problematika pertimbangan nilai (etis, moral, religius)
dalam setiap penemuan, penerapan atau pengembangan ilmu. Pengalaman aksiologis
dapat memberikan dasar dan arah pengembangan ilmu, mengembangkan etos
keilmuan seorang profesional dan ilmuwan (Iriyanto Widisuseno, 2009). Landasan
pengembangan ilmu secara imperative mengacu ketiga pilar filosofis keilmuan
tersebut yang bersifat integratif dan prerequisite.

6
Gambar 2.1 Landasan Pengembangan Ilmu Pengetahuan

2.3 Prinsip-Prinsip Dalam Berpikir Ilmiah


2.3.1 Objektif
Cara memandang masalah apa adanya terlepas dari faktor-faktor subyektif
(misalnya: perasaan, keinginan, emosi, sistem keyakinan, otorita).

2.3.2 Rasional
Menggunakan akal sehatyang dapat dipahami dan diterima oleh orang lain.
Mencoba melepaskan unsur perasaan, emosi, sistem keyakinan dan otorita.

2.3.3 Logis
Berpikir dengan menggunakan asas logika, runtut, konsisten, implikatif. Tidak
mengandung unsur pemikiran yang kontradiktif. Setiap pemikiran logis selalu
rasional, begitu sebaliknya yang rasional pasti logis.

2.3.4 Metodologis
Selalu menggunakan cara dan metode keilmuan yang khas dalam setiap
berpikir dan bertindak (misalnya: induktif, dekutif, sintesis, hermeneutik, intuitif).

2.3.5 Sistematis
Setiap cara berpikir dan bertindak menggunakan tahapan langkah prioritas
yang jelas dan saling terkait satu sama lain. Memiliki target dan arah tujuan yang jelas.

7
2.4 Nilai Pokok Dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Ada empat hal pokok agar ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan
secara konkrit, unsur-unsur mana yang tidak boleh dilanggar dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat agar masyarakat itu tetap
manusiawi.

2.4.1 Rumusan Hak Asasi


Rumusan hak asasi merupakan sarana hukum untuk menjamin penghormatan
terhadap manusia. Individu-individu perlu dilindungi dari pengaruh penindasan ilmu
pengetahuan.

2.4.2 Keadilan Dalam Bidang Sosial, Politik dan Ekonomi


Keadilan ini merupakan hal yang mutlak. Perkembangan teknologi sudah
membawa akibat konsentrasi kekuatan ekonomi maupun politik. Jika kita ingin
memanusiawikan pengembangan ilmu dan teknologi berarti bersedia
mendesentralisasikan monopoli pengambilan keputusan dalam bidang politik,
ekonomi. Pelaksanaan keadilan harus memberi pada setiap individu kesempatan yang
sama menggunakan hak-haknya.

2.4.3 Lingkungan Hidup


Tidak ada seorang pun berhak menguras/mengeksploitasi sumber-sumber alam
dan manusiawi tanpa memperhatikan akibat-akibatnya pada seluruh masyarakat.
Ekologi mengajar kita bahwa ada kaitan erat antara benda yang satu dengan benda
yang lain di alam ini.

2.4.4 Nilai Manusia Sebagai Pribadi


Dalam dunia yang dikuasai teknik, harga manusia dinilai dari tempatnya
sebagai salah satu instrumen sistem administrasi kantor tertentu. Akibatnya manusia
dinilai bukan sebagai pribadi tapi lebih dari sudut kegunaannya atau hanya dilihat
sejauh ada manfaat praktisnya bagi suatu sistem. Nilai sebagai pribadi berdasar
hubungan sosialnya, dasar kerohanian dan penghayatan hidup sebagai manusia
dikesampingkan. Bila pengembangan ilmu dan teknologi mau manusiawi, perhatian
pada nilai manusia sebagai pribadi tidak boleh kalah oleh mesin. Hal ini penting karena
sistem teknokrasi cenderung dehumanisasi.

8
2.5 Pancasila Sebagai Dasar Nilai Dalam Strategi Pengembangan Ilmu
Pengetahuan
Karena pengembangan ilmu dan teknologi hasilnya selalu bermuara pada
kehidupan manusia maka perlu mempertimbangan strategi atau cara-cara, taktik yang
tepat, baik dan benar agar pengembangan ilmu dan teknologi memberi manfaat
mensejahterakan dan memartabatkan manusia.
Dalam mempertimbangkan sebuah strategi secara imperatif kita meletakkan
Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
Indonesia.
Pengertian pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dapat mengacu
pada beberapa jenis pemahaman.
a. Pertama, bahwa setiap ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang
dikembangkan di Indonesia haruslah tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila. Artinya, iptek itu sendiri berkembang secara otonom,
kemudian dalam perjalanannya dilakukan adaptasi dengan nilai-nilai pancasila.
b. Kedua, bahwa setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia harus menyertakan
nilai-nilai pancasila sebagai faktor internal pengembangan iptek itu sendiri.
Artinya, sejak awal pengembangan iptek sudah harus melibatkan nilai-nilai
pancasila. Namun, keterlibatan nilai-nilai pancasila ada dalam posisi tarik ulur,
artinya ilmuwan dapat mempertimbangkan sebatas yang mereka anggap layak
untuk dilibatkan.
c. Ketiga, bahwa nilai-nilai pancasila berperan sebagai rambu normatif bagi
pengembangan iptek di Indonesia, artinya mampu mengendalikan iptek agar tidak
keluar dari cara berpikir dan cara bertindak bangsa Indonesia. Maksudnya adalah
ada aturan main yang harus disepakati oleh para ilmuwan sebelum ilmu itu
dikembangkan. Namun, tidak ada jaminan bahwa aturan main itu akan terus
ditaati dalam perjalanan pengembangan iptek itu sendiri. Sebab ketika iptek terus
berkembang, aturan main seharusnya terus mengawal dan membayangi agar tidak
terjadi kesenjangan antara pengembangan iptek dan aturan main.
d. Keempat, bahwa setiap pengembangan iptek harus berakar dari budaya dan
ideologi bangsa Indonesia sendiri atau yang lebih dikenal dengan istilah
indegenisasi ilmu (mempribumian ilmu). Artinya, pancasila bukan hanya sebagai

9
dasar nilai pengembangan ilmu, tetapi sudah menjadi paradigma ilmu yang
berkembang di Indonesia. Untuk itu, diperlukan penjabaran yang lebih rinci dan
pembicaraan di kalangan intelektual Indonesia, sejauh mana nilai-nilai pancasila
selalu menjadi bahan pertimbangan bagi keputusan-keputusan ilmiah yang
diambil
Pengertian dasar nilai menggambarkan Pancasila suatu sumber orientasi dan
arah pengembangan ilmu. Dalam konteks Pancasila sebagai dasar nilai mengandung
dimensi ontologis, epistemologis dan aksiologis. Dimensi ontologis berarti ilmu
pengetahuan sebagai upaya manusia untuk mencari kebenaran yang tidak mengenal
titik henti, atau “an unfinished journey”.
Ilmu tampil dalam fenomenanya sebagai masyarakat, proses dan produk.
Dimensi epistemologis, nilai-nilai Pancasila dijadikan pisau analisis/metode berfikir
dan tolok ukur kebenaran. Dimensi aksiologis, mengandung nilai-nilai imperatif dalam
mengembangkan ilmu adalah sila-sila Pancasila sebagai satu keutuhan. Untuk itu
ilmuwan dituntut memahami Pancasila secara utuh, mendasar, dan kritis, maka
diperlukan suatu situasi kondusif baik struktural maupun kultural.
Peran nilai-nilai dalam setiap sila dalam Pancasila adalah sebagai berikut.
2.5.1 Sila Pertama
Melengkapi ilmu pengetahuan menciptakan perimbangan antara yang rasional
dan irasional, antara rasa dan akal. Sila ini menempatkan manusia dalam alam sebagai
bagiannya dan bukan pusatnya.

2.5.2 Sila Kedua


Memberi arah dan mengendalikan ilmu pengetahuan. Ilmu dikembalikan pada
fungsinya semula, yaitu untuk kemanusiaan, tidak hanya untuk kelompok, lapisan
tertentu.

2.5.3 Sila Ketiga


Mengkomplementasikan universalisme dalam sila-sila yang lain, sehingga
supra sistem tidak mengabaikan sistem dan sub-sistem. Solidaritas dalam sub-sistem
sangat penting untuk kelangsungan keseluruhan individualitas, tetapi tidak
mengganggu integrasi.

10
2.5.4 Sila Keempat
Mengimbangi otodinamika ilmu pengetahuan dan teknologi berevolusi sendiri
dengan leluasa. Eksperimentasi penerapan dan penyebaran ilmu pengetahuan harus
demokratis dapat dimusyawarahkan secara perwakilan, sejak dari kebijakan,
penelitian sampai penerapan massal.

2.5.5 Sila Kelima


Menekankan ketiga keadilan Aristoteles: keadilan distributif, keadilan
kontributif, dan keadilan komutatif. Keadilan sosial juga menjaga keseimbangan
antara kepentingan individu dan masyarakat, karena kepentingan individu tidak boleh
terinjak oleh kepentingan semu. Individualitas merupakan landasan yang
memungkinkan timbulnya kreativitas dan inovasi.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus senantiasa berorientasi
pada nilai-nilai Pancasila. Sebaliknya Pancasila dituntut terbuka dari kritik, bahkan ia
merupakan kesatuan dari perkembangan ilmu yang menjadi tuntutan peradaban
manusia. Peran Pancasila sebagai paradigma pengembangan ilmu harus sampai pada
penyadaran, bahwa fanatisme kaidah kenetralan keilmuan atau kemandirian ilmu
hanyalah akan menjebak diri seseorang pada masalah-masalah yang tidak dapat diatasi
dengan semata-mata berpegang pada kaidah ilmu sendiri, khususnya mencakup
pertimbangan etis, religius, dan nilai budaya yang bersifat mutlak bagi kehidupan
manusia yang berbudaya.

2.6 Hubungan Antara Pancasila dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan


Tidak ada satu pun bangsa di dunia ini yang terlepas dari pengaruh
pengembangan iptek, meskipun kadarnya tentu saja berbeda-beda. Kalaupun ada
segelintir masyarakat di daerah-daerah pedalaman di Indonesia yang masih bertahan
dengan cara hidup primitif, asli, belum terkontaminasi oleh kemajuan iptek, maka hal
itu sangat terbatas dan tinggal menunggu waktunya saja. Hal ini berarti bahwa
ancaman yang ditimbulkan oleh pengembangan iptek yang terlepas dari nilai-nilai
spiritualitas, kemanusiaan, kebangsaan, musyawarah, dan keadilan merupakan gejala
yang merambah ke seluruh sendi kehidupan masyarakat Indonesia.

11
Oleh karena itu, beberapa alasan pancasila diperlukan sebagai dasar nilai
pengembangan iptek dalam kehidupan bangsa Indonesia meliputi hal-hal sebagai
berikut.
a. Pertama, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh iptek, baik dengan dalih
percepatan pembangunan daerah tertinggal maupun upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat perlu mendapat perhatian yang serius. Penggalian
tambang batubara, minyak, biji besi, emas, dan lainnya di Kalimantan, Sumatera,
Papua, dan lain-lain dengan menggunakan teknologi canggih mempercepat
kerusakan lingkungan. Apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut, maka generasi
yang akan datang, menerima resiko kehidupan yang rawan bencana lantaran
kerusakan lingkungan dapat memicu terjadinya bencana, seperti longsor, banjir,
pencemaran akibat limbah, dan seterusnya.
b. Kedua, penjabaran sila-sila pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek
dapat menjadi sarana untuk mengontrol dan mengendalikan kemajuan iptek yang
berpengaruh pada cara berpikir dan bertindak masyarakat yang cenderung
pragmatis. Artinya, penggunaan benda-benda teknologi dalam kehidupan
masyarakat Indonesia dewasa ini telah menggantikan peran nilai-nilai luhur yang
diyakini dapat menciptakan kepribadian manusia Indonesia yang memiliki sifat
sosial, humanis, dan religius. Selain itu, sifat tersebut kini sudah mulai tergerus
dan digantikan sifat individualistis, dehumanis, pragmatis, bahkan cenderung
sekuler.
c. Ketiga, nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi simbol kehidupan di berbagai
daerah mulai digantikan dengan gaya hidup global, seperti: sikap bersahaja
digantikan dengan gaya hidup bermewah-mewah, konsumerisme; solidaritas
sosial digantikan dengan semangat individualistis; musyawarah untuk mufakat
digantikan dengan voting, dan seterusnya.
Negara Indonesia adalah negara kepulauan. Jumlah pulau di Indonesia menurut
data Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia tahun 2004 sebanyak 17.504 buah.
7.870 diantaranya telah memunyai nama, sedangkan 9.634 belum memiliki nama.
Indonesia memiliki perbandingan luas daratan dengan lautan sebesar 2:3. Letaknya
sangat strategis, diantara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia. Selain itu,
negara Indonesia dilintasi oleh garis katulistiwa yang menyebabkan Indonesia

12
beriklim tropis. Hal ini menyebabkan Indonesia kaya akan fauna dan floura. Indonesia
memiliki 10 % hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hutan Indonesia memiliki 12 %
dari jumlah spesies mamalia dunia dan 16 % spesies binatang reptil dan amphibi, serta
1.519 spesies burung dan 25 % dari spesies ikan dunia. Sebagian diantaranya adalah
endemik atau hanya dapat ditemui pada habitat aslinya.
Selain memiliki kekayaan alam yang menakjubkan, Indonesia juga sangat kaya
akan suku bangsa, budaya, agama, bahasa, ras dan etnis golongan. Sebagai akibat
keanekaragaman tersebut Indonesia mengandung potensi kerawanan yang tinggi, hal
tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap potensi timbulnya konflik
sosial. Kemajemukan bangsa Indonesia memiliki tingkat kepekaan yang tinggi dan
dapat menimbulkan konflik etnis kultural. Arus globalisasi yang mengandung
berbagai nilai dan budaya dapat melahirkan sikap pro dan kontra warga masyarakat
yang menyebabkan konflik tata nilai.
Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negera yang terjadi saat ini menjadi
bersifat multi-dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, hal ini
seiring dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, informasi
dan komunikasi. Serta sarana dan prasarana pendukung di dalam pengamanan bentuk
ancaman yang bersifat multi-dimensional yang bersumber dari permasalahan ideologi,
politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Oleh karena itu, kemajuan dan perkembangan IPTEK sangat diperlukan dalam
upaya mempertahankan segala kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia serta menjawab
segala tantangan zaman. Dengan penguasaan IPTEK kita dapat tetap menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sesuai denagn sila ketiga Pancasila. Maka
dari itu, IPTEK dan Pancasila antara satu dengan yang lain memiliki hubungan
kohesif. IPTEK diperlukan dalam pengamalan Pancasila. Di sisi lain, kita harus tetap
menggunakan dasar-dasar nilai Pancasila sebagai pedoman dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan agar tidak terjebak dalam arus globalisasi dan tepat sasaran dalam
mencapai tujuan bangsa Indonesia.

13
2.7 Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu untuk
Masa Depan
2.7.1 Esensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Hakikat pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dikemukakan
Prof. Wahyudi Sediawan dalam Simposium dan sarasehan Pancasila sebagai
Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Bangsa sebagai berikut.
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan kesadaran bahwa
manusia hidup di dunia ibarat sedang menempuh ujian dan hasil ujian akan
menentukan kehidupannya yang abadi di akhirat nanti. Salah satu ujiannya adalah
manusia diperintahkan melakukan perbuatan untuk kebaikan, bukan untuk membuat
kerusakan di bumi. Tuntunan sikap pada kode etik ilmiah dan keinsinyuran. seperti
menjunjung tinggi keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat; berperilaku
terhormat, bertanggung jawab, etis dan taat aturan untuk meningkatkan kehormatan,
reputasi dan kemanfaatan professional, dan lain-lain, adalah suatu manifestasi
perbuatan untuk kebaikan tersebut. Ilmuwan yang mengamalkan kompetensi teknik
yang dimiliki dengan baik sesuai dengan tuntunan sikap tersebut berarti menyukuri
anugrah Tuhan.
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab memberikan arahan, baik
bersifat universal maupun khas terhadap ilmuwan dan ahli teknik di Indonesia. Asas
kemanusiaan atau humanisme menghendaki agar perlakuan terhadap manusia harus
sesuai dengan kodratnya sebagai manusia, yaitu memiliki keinginan, seperti
kecukupan materi, bersosialisasi, eksistensinya dihargai, mengeluarkan pendapat,
berperan nyata dalam lingkungannya, bekerja sesuai kemampuannya yang tertinggi.
Hakikat kodrat manusia yang bersifat mono-pluralis, sebagaimana dikemukakan
Notonagoro, yaitu terdiri atas jiwa dan raga (susunan kodrat), mahluk individu dan
sosial (sifat kodrat), dan mahluk Tuhan dan otonom (kedudukan kodrat) memerlukan
keseimbangan agar dapat menyempurnakan kualitas kemanusiaannya.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia memberikan landasan esensial bagi
kelangsungan Negara Kesatauan Republik Indonesia (NKRI). Untuk itu, ilmuwan dan
ahli teknik Indonesia perlu menjunjung tinggi asas Persatuan Indonesia ini dalam
tugas-tugas profesionalnya. Kerja sama yang sinergis antarindividu dengan kelebihan
dan kekurangannya masing-masing akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi

14
daripada penjumlahan produktivitas individunya. Suatu pekerjaan atau tugas yang
dikerjakan bersama dengan semangat nasionalisme yang tinggi dapat menghasilkan
produktivitas yang lebih optimal.
Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan memberikan arahan asa kerakyatan, yang mengandung
arti bahwa pembentukan negara republik Indonesia ini adalah oleh dan untuk semua
rakyat Indonesia. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama
terhadap negara. Demikian pula halnya dengan ilmuwan dan ahli teknik wajib
memberikan kontribusi sebasar-besarnya sesuai kemampuan untuk kemajuan negara.
Sila keempat ini juga memberi arahan dalam manajemen keputusan, baik pada tingkat
nasional, regional maupun lingkup yang lebih sempit. Manajemen keputusan yang
dilandasi semangat musyawarah akan mendatangkan hasil yang lebih baik karena
dapat melibatkan semua pihak dengan penuh kerelaan.
Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia memberikan
arahan agar selalu diusahakan tidak terjadinya jurang (gap) kesejahteraan di antara
bangsa Indonesia. Ilmuwan dan ahli teknik yang mengelola industri perlu selalu
mengembangkan sistem yang memajukan perusahaan, sekaligus menjamin
kesejahteraan karyawan. Selama ini, pengelolaan industri lebih berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi, dalam arti keuntungan perusahaan sehingga cenderung
mengabaikan kesejahteraan karyawan dan kelestarian lingkungan. Situasi timpang ini
disebabkan oleh pola kerja yang hanya mementingkan kemajuan perusahaan. Pada
akhirnya, pola tersebut dapat menjadi pemicu aksi protes yang justru merugikan pihak
perusahaan itu sendiri.
2.7.2 Urgensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Pentingnya pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu, meliputi halhal
sebagai berikut.
a. Perkembangan ilmu dan teknologi di Indonesia dewasa ini tidak berakar pada
nilai-nilai budaya bangsa Indonesia sendiri sehingga ilmu pengetahuan yang
dikembangkan di Indonesia sepenuhnya berorientasi pada Barat (Western
oriented).

15
b. Perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia lebih berorientasi pada kebutuhan
pasar sehingga prodi-prodi yang “laku keras” di perguruan tinggi Indonesia adalah
prodi-prodi yang terserap oleh pasar (dunia industri).
c. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia belum melibatkan
masyarakat luas sehingga hanya menyejahterakan kelompok elite yang
mengembangkan ilmu (scientist oriented).

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu, artinya kelima sila pancasila
merupakan pegangan dan pedoman dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Beberapa terminologi yang dikemukakan para pakar untuk menggambarkan
peran pancasila sebagai rujukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
antara lain pancasila sebagai intellectual bastion, pancasila sebagai common
denominator values, pancasila sebagai paradigma ilmu.
Pentingnya pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu bagi mahasiswa
adalah untuk memperlihatkan peran pancasila sebagai rambu-rambu normatif bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Selain itu, pengembangan ilmu dan
teknologi di Indonesia harus berakar pada budaya bangsa Indonesia itu sendiri dan
melibatkan partisipasi masyarakat luas.

3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyarankan kepada pembaca agar
lebih memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,
terutama sebagai dasar nilai pengembangan ilmu serta lebih mengkaji ilmu-ilmu
dengan maksud untuk membangun kehidupan tanah air.

17
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Siti., 2012, Arti Defenisi Pengertian Ilmu dan Filsafat Ilmu, (online),
(http://edu.dzihni.com/2012/06/arti-defenisi-pengertian-ilmu-dalam.html,
diakses tanggal 4 November 2018).

Ayu, Makalah Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu, (online),


(https://www.academia.edu/27322056/MAKALAH_PANCASILA_SEBAG
AI_DASAR_NILAI_PENGEMBANGAN_ILMU, diakses tanggal 4
November 2018).

Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,


2013, Materi Ajar Mata Kuliah Pendidikan Pancasila, Departeman Pendidikan
Nasional Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,
Jakarta.

Hasim, A. L., 2014, Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu, (online),


(http://anislestarihasim.blogspot.com/2014/01/pancasila-sebagai-dasar-
pengembangan.html, diakses tanggal 4 November 2018).

Purwanto, H., 2017, Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu, (online),


(https://hadibesc.blogspot.com/2017/04/pancasila-sebagai-dasar-nilai.html,
diakses tanggal 4 November 2018).

18

Anda mungkin juga menyukai