OLEH:
DOSEN PENGAMPU:
Ramalis Hakim, M.Pd Asra Ilal
Khairi, S.Pd, M.Pd
Dengan segala kerendahan hati, kita panjatkan puji dan syukur atas kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa
menyelesaikan Makalah “Estetika Aksiologis”. Dan tentunya sebagai salah satu
cermin pemahaman kami terhadap apa yang telah kami presentasikan.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Estetika oleh Bapak Ramalis Hakim, M.Pd dan Bapak Asra Ilal Khairi, S.Pd,
M.Pd pada program studi Pendidikan Seni Rupa. Makalah ini bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Estetika Aksiologis bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................3
2.1 Nilai Dalam Estetika...................................................................................4
2.2 Nilai Objektif Dalam Estetika....................................................................5
2.4 Nilai Subjektif Dalam Estetika...................................................................8
2.5 Perumusan Nilai Estetika ........................................................................
BAB III PENUTUP....................................................................................................10
3.1 Kesimpulan.................................................................................................10
3.2 Saran...........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................11
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
estetika merupakan konsep yang bersifat subjektif meski manusia, pada taraf yang
paling mendasar dan secara universal, memiliki perasaan yang sama terhadap apa
yang membuat mereka nyaman dan senang ataupun menyakitkan dan tidak
nyaman.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Senada tambah itu, Ferdinand de Saussure berasumsi bahwa suruhan atau
gawai menyimpan pandangan hidup jika bisa dipertukarkan kepada ayat lain yang
berbeda, atau dibandingkan tambah ayat lain yang serupa. Ini arah-arah tambah
seimbang cakap yang bisa dipertukarkan tambah imaji tertentu, atau dibandingkan
tambah cakap yang lain.
4
Keindahan objektif antara lain dijumpai pada pendapat Plato, Thomas
Aquinas, dan Muhammad Iqbal. Plato, dalam Republic, menyatakan bahwa
kecantikan sebuah bejana dibuat berdasarken aturan- aturan yang tepat. Thomas
Aquinas, pada Summa Teological, mengemukakan bahwa keindahan dihasilkan dari
proporsi, kecemerlangan, kejelasan, dan kesatuan; sedangkan kejelekan adalah
pengingkaran proporsi. Menurut Iqbal, keindahan merupakan kualitas benda yang
muncul dari ekspresi benda itu sendiri; untuk memperoleh keindahannya, benda tidak
berhutang pada jiwa penanggap, melainkan pada tenaga hidupnya sendiri. Gagasan-
gagasan tersebut berkesesuaian dengan pendapat Minke, tokoh imajinatif dalam novel
Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer; menurutnya, kecantikan terdapat pada
letak dan bentuk tulang yang tepat yang diikat oleh lapisan daging yang tepat juga,
kulit yang halus lembut, mata yang bersinar, dan bibir yang pandai berbisik.
Objektifisme, mengatakan bahwa nilai itu terletak pada objek itu sendiri, sama
sekali lepas atau tidak tergantung dari keinginan subjek atau kesukaan manusia. Nilai
itu sudah ada sebelum orang itu menilai. Jadi nilai itu adanya absolut. (Parmono,
1991:9). Salah seorang tokoh dari aliran ini adalah Plato, yang mengatakan bahwa
nilai merupakan dunia yang tetap dan ternyata, nilai berada di dalam dunia konsep,
dunia ide. Sedangkan Prof. E.C Spoulding mengatakan bahwa: nilai-nilai adalah
"subsistens" yang berexistensi dalam ruang dan waktu, karena subsisten nilai-nilai itu
bebas dari keinginan dan kesukaan manusia (Parmono, 1991:10).
Nilai estetis objektif akan melihat keindahan suatu karya seni rupa tersusun
dari komposisi baik, perpaduan warna yang pas, penempatan objek yang membentuk
kesatuan dan keseimbangan, dan lain-lain.
Keindahan adalah keserasian suatu obyek dengan tujuan yang dikandungnya,
sejauh objek tersebut tidak ditinjau dari segi fungsi. Pengalaman akan keindahan
semacam ini kebalikan dari keindahan subjektif tadi. Pada tahap ini, pengalaman
akan keindahan sudah dapat diantisipasi dan dirasakan oleh manusia bahkan sebelum
dia mengalami pengalaman tersebut. Misalnya pengalaman mendapatkan nilai ujian
yang baik, pengalaman mendapatkan undian berhadiah, dan seterusnya.
5
2.3 Nilai Subjektif Dalam Estetika
Keindahan subjektif menyatakan bahwa ciri-ciri keindahan pada suatu objek
sesungguhnya tidak ada; keindahan hanyalah tanggapan perasaan dalam diri subjek
yang mengamati objek tersebut; keindahan semata-mata tergantung pada percerapan
pengamat, dengan demikian bersifat relatif. Singkat kata, keindahan terdapat pada
pemahaman spektator. Sebuah film menjadi indah, contchnya, karena seseorang
mengalami perasaan keindahan ketika menonton film tersebut; jika ia tidak
mengalaminya maka film itu tidak akan dikatakan indah.
Keindahan subjektif, contohnya, disampaikan oleh John Locke, Jonathan
Edwards, Immanuel Kant, dan Benedetto Croce. Locke dan Edwards melihat
keindahan bukan sebagai kualitas objektif suatu benda tetapi kualitas yang diterima
dalam suatu penginderaan oleh seorang individu. Menurut Kant, keindahan tidak
bersifat objektif, tidak berada pada objek yang dialami, tetapi berwatak subjektif,
berada pada subjek yang mengalami. Dalam doktrin Croce, keindahan, sepenuhnya,
adalah ekspresi dari emosi penanggap.
Dengan berseloroh Voltaire dalam Philosophical Dictionary menggambarkan
keindahan subjektif, "Tanyakan pada katak tentang kecantikan yang sebenarnya. Dia
akan menjawab bahwa keindahan adalah mata bulat yang menonjol dari kepala,
kerongkongan lebar, dan tubuh hijau berbintik-bintik. Tanyakan juga pada seorang
Negro dari Guinea, bagi mereka mereka keindahan atau kecantikan adalah kulit hitam
berminyak, mata cekung, dan hidung datar. Lalu tanyakan pada hantu, dia akan
menjawab bahwa kecantikan adalah sepasang tanduk, empat cakar, dan ekor yang
tajam."
Subjektifisme, mengatakan bahwa nilai sama sekali tergantung atau
ditentukan oleh subjek. Edmund Burke mengatakan bahwa keindahan ditentukan oleh
selera. Suatu objek baru bernilai apabila diinginkan atau didambakan oleh subjek.
Subjeklah yang memasukkan nilai ke dalam objek, sehingga objek itu bernilai
(Parmono, 1991:10).
6
Nilai subjektif adalah nilai keindahan yang dimiliki suatu karya seni, yang
tidak hanya fokus pada unsur-unsur fisik yang diserap oleh mata secara visual, tetapi
juga ditentukan oleh selera penikmatnya atau orang yang melihatnya.
Keindahan adalah sesuatu yang tanpa direnungkan dan tanpa disangkut
pautkan dengan kegunaan praktis yang dapat mendatangkan rasa senang terhadap
subjek. Pengalaman akan keindahan semacam ini tidak pernah bisa diantisipasi atau
dipikirkan terlebih dahulu. Ia datang secara spontan dan tidak bergantung pada situasi
di luar yang turut mempengaruhi lahirnya pengalaman keindahan tersebut, misalnya
kita melihat suatu hal itu indah karena berguna bagi kita, dan seterusnya.
7
Gambar 2.1: Ornamen Di Madrasah Ulugh Beg, Samarkand
Sumber: https://www.istockphoto.com/id/foto/mosaik-di-ulugh-beg-
madrasah-di-samarkand- uzbekistan-gm640352932-115960467
Kedua, intesitas adalah penekeanan efek estetis atau artistic pada suatu objek.
Intesitas karya seni dapat terjadi pada tataran bentuk maupun ekspresi.
Intensitas pada bentuk merupakan penekanan pada bentuk tertentu di anatara
seluruh bentuk yang ada dalam suatu kmpisis. Penekanan seperti ini menimbulkan
pusat perhatian (center of interest). Pusat perhatian, dalam seni rupa, dapat dibentuk
dengan cara: membuat sesuatu yang berbeda, seperti warna dingin atau bentuk
lingkaran diantara segitiga; kontras antara warna gelap dengan warna terang; bentuk
yang jelas diantara bentuk yang kabur; puncak suatu ritme; maupun penempatan
posisi di tengah.
Intensitas ekspresi merupakan penekanan emosi yang inign ditampilkan karya
seni, seperti kesdiaan atau kelucuan. Suatu karya seni dapat, menimbulkan keriangan,
kesuraman atau kekerasan dalam tingkatan yang berbeda; intensitas keriangan,
contohnya, tampak pada lukisan Sudjana Kertn, Leisure Time. Ini adalah dimensi
kualitataif yang ditawarkan karya seni. Apabila kualitas seperti itu tampak dalam
derajat intensitas yang berbeda – tinggi, tengah, atau rendah maka kualitas
pengalaman estetis terhadapa karya seni akan dialami dalam intensitas yang berbeda
pula.
8
Gambar 2.2 : Sudjana Kertn, Leisure Time
Sumber: https://artsandculture.google.com/asset/kgFb3TdgKcYN9Q?hl=th
9
Gambar 2.3: Krisna Murti, De-collection
No 5 Sumber: Buku Estetika Jalinan Subjek,
Objek dan Nilai
11
Keenam, asas tata jenjang adalah pembedaan peran antara tiap unsur, unsur
satu dibuat lebih penting ketimbang unsur lain. Dalam sinetron, contohnya, terdapat
peran utama, peran pembantu, maupun figuran; dalam lukisan, misalnya, terdapat
objek pokok, objek pendukung, dan latar belakang. Jika semua unsur dibuat sama
persis, suatu karya seni akan terasa datar.
3. Golden Section
Golden section adalah perbandingan (ratio) dalam sebuah garis dengan rumus:
a ditambah b dibagi a sebanding dengan a dibagi b (gb. 2.5). Jumlah pembagian
tersebut adalah phi atau 1.618. Jika diteruskan angkanya adalah
1.6180359887498948482…, dan ini belumlah selesai.
Formula itu dikenal sejak Yunani Kuno dalam dalil Euclides? Golden section
dalam bahasa Latin disebut sectio aurea. Nama lainnya adalah golden ratio, golden
mean, divire proportion, divine section, golden proportion, golden cut, extreme and
mean ratio, golden number; perbandingan keemasan, perbandingan agung, atau
proporsi agung.
Perbandingan garis tersebut muncul dalam persegi panjang keemasan (golden
rectangle) (gb. 2.6). Cara membuatnya adalah sebagai berikut: pertama, membuat
persegi (a-b-c-d); kedua, membagi sisi bawah persegi (a-b) pada bagian tengah (g);
ketiga, menarik garis g-c lalu memindahkannya menjadi garis g-e (g-c dan g-e sama
panjang); keempat, membentuk persegi panjang keemasan (a-e-f-d). Pada persegi
13
panjang itu, garis a-b dibagi garis b-e akan menghasilkan angka phi. Dengan
demikian, garis a-b-e adalah golden section.
Gambar 2.7 : Golden selection pada daun Gambar 2.8 : Golden selection pada
kupu-kupu Sumber: Buku Estetika Jalinan Subjek, Objek dan
Nilai
14
Gambar 2.9: Golden section pada Parthenon
Sumber: https://www.keeindonesia.com/blogs/keelesson/komposisi-
golden-ratio-part-1
15
Gambar 2.11: Golden section pada Taj
Mahal Sumber:
https://www.flickr.com/photos/jgury/1059617584
5
4. Deret Fibonacci
Golden section dikembangkan oleh Leonardo Pisano yang lebih dikenal dengan
Fibonacci. Rumusannya disebut Deret Fibonacci. Pria kelahiran Pisa Italia 1175 itu
membuat deret angka yang jika angka yang ada di depan dibagi dengan angka yang
16
ada di belakangnya akan menghasilkan angka phi 1.618. Deret angka tersebut adalah
1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89, 144, 233, 377, 610, dan seterusnya.
Semakin besar pembagian dua angka yang berdekatan akan semakin mendekati angka
phi. Berikut ini perhitungannya: 2 / 1 = 2.0; 3 / 2 = 1.5;5/ 3 = 1.67;8 / 5 = 1.6; 13 / 8 =
1.625; 21 / 13 = 1.615; 34 / 21 = 1.619; 55 / 34 = 1.618;89 / 55 =
1.618.
Rumus itu terinspirasi dari perkembangbiakan kelinci. Awalnya terdapat satu
pasangan kelinci. Kemudian pasangan itu melahirkan sebuah pasangan generasi
kedua. Lalu pasangan kedua melahirkan dua pasangan. Dari kedua pasangan terakhir
ini memberikan tiga pasang, selanjutnya berkembang menjadi lima pasang, dan
seterusnya.
Deret Fibonacci banyak terjadi di alam. Misalnya tampak pada pola yang ada
di tengah bunga dandelion. Jika pola itu dilihat searah jarum jam akan berjumlah 13,
sedangkan pola yang berlawan dengan arah jarum jam berjumlah 21 (gb. 2.13).
Model yang sama juga dapat ditemui pada bunga matahari atau kulit nanas.
17
Gambar 2.13: Deret Fibonacci pada Bunga
Dandelion Sumber: Buku Estetika Jalinan
18
Deret Fibonacci dapat dikembangkan menjadi golden spiral (gb. 2.14). Spiral
ini dibuat dengan mendampingkan persegi pertama clan persegi kedua yang
berukuran sama, misalnya, persegi pertama 1 x 1 cm dan persegi kedua juga 1 x 1 cm.
Lalu keduanya ditambah dengan persegi ketiga dengan sisi 2 x 2 cm, dilanjutkan
dengan persegi keempat dengan sisi 3 x 3 cm, diteruskan persegi kelima dengan sisi 5
x 5 cm, diimbuhkan persegi keenam dengan sisi 8 x & cm, dan diteruskan
sebagaimana rumus deret Fibonacci. Kemudian, sudut persegi-persegi tadi digunakan
sebagai patokan pembuatan spiral keemasan.
Pola golden spiral terdapat pada kerang nautilus (gb. 2.15), lidah buaya (gb. 2.16),
dan galaksi (gb. 10.17).
19
gm669044168-122249175
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nilai estetis merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur
kemenarikan atau ketidakmenarikan objek estetis. Karena nilai bersifat komparatif,
maka objek estetis satu dapat dibandingkan dengan objek estetis lain.
Nilai estetis bersifat subjektif dan objektif sekaligus. Pada diri subjek, nilai
estetis berupa emosi estetis, yaitu perasaan senang atau tertarik pada komposisi
bentuk suatu objek. Pada objek, nilai estetis mewujud pada properti estetis, yaitu
komposisi bentuk.
Monroe Beardsley dan De Witt Henry Parker mengajukan rumusan nilai
estetis. Menurut Beardsley, tiga unsur yang menjadi sifat keindahan karya seni adalah
kesatuan, keragaman, dan intensitas. Sementara itu, Parker merumuskan enam asas
bentuk estetis. Perhitungan golden section maupun Deret Fibonacci juga merupakan
upaya perumusan nilai estetis. Golden section adalah perbandingan untuk
memperoleh angka phi, 1.618.
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan dalam hasil makalah yang telah dibuat. Dan masih terdapat
kekurangan dalam materi serta sumber rujukan pada makalah. Sehingga kami sangat
mengharapkan kritik dan juga saran yang membangun demi kesempurnaan makalah
dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca,
terutama bagi pemakalah sendiri
20
DAFTAR PUSTAKA
Ani Rachman. 2022. Kompas.com : Seni Ukir: Pengertian, Jenis Motif, dan
Fungsinya.
21
22
23
24