Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ESTETIKA DAN FUNGSI PEMBELAJARAN SENI

Oleh:

Desti Amelia

NPM : 5020129

DosenPengampu Mata Kuliah:


R. Angga Bagus, K, M.Pd.

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS PGRI SILAMPARI
TAHUN 2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena berkat rahmat,
taufik, dan hidayahnya lah, saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat
waktu. Terimakasih saya ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu saya
dalam menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ESTETIKA DAN FUNGSI
PEMBELAJARAN SENI” ini dapat selesai, sebagaimana yang telah ditugaskan oleh
bapak R, Angga Bagus K, M.Pd

Selaku dosen pengampu dimata kuliah Penelitian Pendidikan. Yang dimana


makalah ini dijadikan sebagai tugas untuk melatih para mahasiswa dalam memahami
lebih dalam tentang ESTETIKA DAN FUNGSI PEMBELAJARAN SENI. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat untuk banyak orang, meskipun di dalam
makalah ini masih banyak kekurangan dan ketidak sempurnaan.

Saya berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi yang
membacanya. Namun sebelumnya saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi terciptanya makalah selanjutnya yang jauh lebih baik lagi. Baiklah, cukup sekian
dari saya, lebih dan kurangnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kamis, 1 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Manfaat Penulisan..........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................2
A. Estetika.............................................................................................................2
1. Pengertian Estetika....................................................................................3
2. Sejarah Estetika..........................................................................................3
3. Fungsi Estetika...........................................................................................7

B. Fungsi Pembelajaran Seni..............................................................................9


1. Belajar dengan Seni..................................................................................9
2. Belajar Melalui Seni...............................................................................10
3. Belajar tentang Seni................................................................................10

BAB III PENUTUP...................................................................................................11


A. Kesimpulan....................................................................................................11
B. Saran..............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah Estetika baru muncul pada tahun 1750 oleh seorang filsuf minor yang
bernama Alexander G. Baumgarten (1714-1762). Istilah itu dipungut dari bahasa Yunani
kuno, aisthetika, yang berarti kemampuan melihat lewat penginderaan. Baumgarten
menamakan seni itu sebagai pengetahuan sensoris, yang dibedakan dengan logika yang
dinamakannya pengetahuan intelektual. Tujuan estetika adalah keindahan, sedangkan
tujuan logika adalah kebenaran (Sumardjo, 2000: 25), Estetika digunakan oleh
Alexander Baumgarten dalam arti cabang filsafat sistematis yang menempatkan
keindahan dan seni sebagai objek telaahnya. Sejak itu istilah estetika dipakai dalam
bahasan filsafat mengenai benda-benda seni.

Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni. Meskipun
awalnya sesuatu yang indah dinilai dari aspek teknis dalam membentuk suatu karya,
namun perubahan pola pikir dalam masyarakat akan turut mempengaruhi penilaian
terhadap keindahan. Misalnya pada masa romantisme di Perancis, keindahan berarti
kemampuan menyajikan sebuah keagungan. Pada masa realisme, keindahan berarti
kemampuan menyajikan sesuatu dalam keadaan apa adanya. Pada masa maraknya de
Stijl di Belanda. keindahan berarti kemampuan mengkomposisikan warna dan ruang dan
kemampuan mengabstraksi benda. Perkembangan lebih lanjut menyadarkan bahwa
keindahan tidak selalu memiliki rumusan tertentu.

Berkembang sesuai penerimaan masyarakat terhadap ide yang dimunculkan oleh


pembuat karya. Karena itulah selalu dikenal dua hal dalam penilaian keindahan, yaitu
the beauty, suatu karya yang memang diakui banyak pihak memenuhi standar keindahan
dan the ugly, suatu karya yang sama sekali tidak memenuhi standar keindahan dan oleh
masyarakat banyak biasanya dinilai buruk, namun jika dipandang dari banyak hal
ternyata memperlihatkan keindahan, Keindahan seharusnya sudah dinilai begitu karya

1
seni pertama kali dibuat. Filsuf Plato menentukan keindahan dari proporsi,
keharmonisan, dan kesatuan. Sementara Aristoteles menilai keindahan datang dari
aturan-aturan, kesimetrisan, dan keberadaan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari estetika?
2. Bagaimana sejarah dan fingsi dari estetika?
3. Apa itu fungsi pembelajaran seni?

C. Manfaat Masalah
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar-Dasar Filsafat.
2. Untuk membahas materi kuliah "Estetika".
3. Untuk menambah pengetahuan tentang estetik
4. Untuk mengetahui fungsi pembelajaran seni?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Estetika
1. Pengertian Estetika

Berdasarkan pendapat umum, estetika diartikan sebagai suatu cabang filsafat yang
memperhatikan atau berhubungan dengan gejala yang indah pada alam dan seni.
Estetika yang berasal dari bahasa Yunani “aisthetika” berarti hal-hal yang dapat
diserap oleh pancaindera. Oleh karena itu, estetika sering diartikan sebagai persepsi
indera (sense of perception) (Dharsono, 2004: 5).

Menurut Louis Kattsof dalam Dharsono (2004: 6) mengemukakan bahwa “estetika


adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan batasan rakitan (structure) dan peranan
(role) dari keindahan, khususnya dalam seni”. Jadi estetika diartikan secara sempit
sebagai filsafat yang memperhatikan atau berhubungan dengan segala yang indah pada
alam dan seni.

Estetika adalah suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan
keindahan, mempelajari semua aspek yang disebut keindahan (AAM Djelantik,
1999:7).

Estetika mempersoalkan hakikat keindahan alam dan karya seni, sedangkan filsafat
seni mempersoalkan hanya karya seni atau benda seni, atau artifak yang disebut seni
(Jakob sumardjo, 2000: 25).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Estetika adalah ilmu yang
mempelajari tentang keindahan. Namun pada perkembangan saat ini, akibat pergeseran
waktu, pandangan dan pendapat tentang estetika semakin meluas dengan munculnya
karya-karya seni baru yang tidak melulu tentang keindahan. Namun lebih kepada
simbol-simbol maupun makna yang ingin disampaikan melalui gambaran karya seni
tersebut

2
2. Sejarah Estetika

Pengertian estetika dari suatu masa ke masa yang lain selalu mengalami
perubahan. Beberapa pemikir estetika yang terkenal antara lain adalah Aristoteles dan
Immanuel Kant. Aristoteles dalam Poetics menyatakan bahwa sesuatu dinyatakan
indah karena mengikuti aturan-aturan (order), dan memiliki magnitude atau memiliki
daya tarik.

Immanuel Kant dalam The Critique of Judgement (1790) yang dikutip oleh
Porphyrios (1991) menyatakan bahwa suatu ide estetik adalah representasi dari
imajinasi yang digabungkan dengan konsep-konsep tertentu. Kant menyatakan adanya
dua jenis keindahan yaitu keindahan natural dan keindahan dependen.

Keindahan natural adalah keindahan alam, yang indah dalam dirinya sendiri,
sementara keindahan dependen merupakan keindahan dari objek-objek ciptaan
manusia yang dinilai berdasarkan konsep atau kegunaan tertentu. Kedua pendapat
tersebut di atas menunjukkan perhatian yang besar pada objek, di mana keindahan
didapatkan karena suatu objek memiliki karakter tertentu sehingga layak untuk
dinyatakan sebagai indah.

Perhatian yang besar terhadap objek dalam pemikiran tentang estetika tersebut
memberikan pengaruh pada arsitektur. Pengaruh tersebut mengakibatkan munculnya
aturan-aturan sebagai patokan untuk menyatakan keindahan suatu bangunan.

Alberti yang hidup pada masa Renaissance, dalam Ten Books on Architecture
menyatakan bahwa keindahan suatu bangunan ditentukan oleh beberapa faktor
(Porphyrios, 1991) seperti jumlah komponen (number) misalnya jumlah kolom,
pelubangan dan sebagainya yang dinyatakan harus meniru alam, congruity, yaitu
bagaimana menempatkan suatu komponen untuk membentuk keindahan secara
keseluruhan, finishing dan collocation.

Pada intinya Alberti menyatakan sesuatu disebut indah karena meniru alam, dalam
hal ini bukan hanya alam secara fisik, tetapi juga hukum-hukum alam. Hal ini dapat

3
dilihat pada kolom-kolom Yunani yang berbentuk mengecil ke atas, yang dianggap
sesuai dengan hukum alam. Alberti bukanlah satu-satunya orang yang mencetuskan
standar dalam estetika arsitektur.

Andrea Palladio dan Brunelleschi juga banyak memberikan kontribusi bagi standar
estetika dalam arsitektur masa Renaissance. Kebanyakan aturan-aturan yang berlaku
pada masa tersebut menyebutkan aturan proporsi dalam angka-angka. Golden section
merupakan salah satu aturan proporsi dalam angka yang banyak digunakan dan
dianggap sebagai representasi dari alam pada sekitar abad ke-18.

Aturan-aturan yang populer pada masa setelah Renaissance dijiwai oleh semangat
akan perkembangan sains. Perez-Gomez dalam Architecture and The Crisis of Modern
Science (1990) menyatakan bahwa terdapat dua transformasi yang menjadi penyebab
hal tersebut di atas, yaitu revolusi Galileo yang menggantikan kosmologi Renaissance
dengan sains yang bersifat universal, serta transformasi kedua yang berlangsung pada
tahun 1800 yang semakin memantapkan sains sebagai satu-satunya cara melakukan
interpretasi terhadap realitas. Karena itu estetika yang digunakan dalam arsitektur
menjadi estetika yang bersifat matematis. Proporsi yang matematis dan geometri
mendominasi konsep estetika pada masa tersebut.

Penggunaan geometri dan angka dalam arsitektur terus berlangsung hingga awal
abad ke-20 saat berkembangnya Arsitektur Modern. Pada masa Arsitektur Modern,
proporsi golden section diadaptasi oleh Le Corbusier dalam teori Modulornya.
Perbedaannya dengan penggunaan geometri dan angka pada masa sebelumnya adalah
bahwa dalam Arsitektur Modern, pengaruh geometri dan angka berakibat pada tujuan
penataan ruang yang semata-mata untuk alasan efisiensi dan ekonomi. Perez-Gomez
(1990) menyatakan bahwa paradigma efisiensi dan ekonomi dalam Arsitektur Modern
merupakan akibat dari pendekatan rasional absolut sehingga arsitektur direduksi hanya
sebagai teori yang rasional dengan menolak keterhubungannya dengan filosofi dan
kosmologi.identitas pemilik ataupun identitas si arsitek. Akibat dari kecenderungan ini,
terjadilah fenomena berlomba-lomba untuk membuat monumen-monumen yang

4
dipergunakan untuk menunjukkan jati diri. Pada titik ini terjadi tumpang- tindih antara
estetika dengan simbolisme, karena estetika dipergunakan sebagai sarana untuk
menunjukkan identitas. Ide ini bukanlah ide baru, karena arsitektur pada masa sebelum
masa Arsitektur Modern juga telah banyak menggunakannya, akan tetapi yang terjadi
pada postmodernisme adalah pluralisme yang berlebihan karena setiap individu
berusaha untuk memiliki jati diri sendiri (Piliang, 1998).

Adanya kesadaran akan kontekstualitas membuka pikiran akan tidak adanya


universalitas dan objektivitas. Hal ini menuju pada pengakuan akan adanya
(pengetahuan) konsep estetika arsitektur lain di luar arsitektur barat. Akibatnya terjadi
perkembangan ilmu estetika arsitektur yang merambah ke arsitektur selain Barat yang
sebelumnya dianggap sebagai oriental, termasuk juga arsitektur di Indonesia.

a. Sejarah Estetika di Indonesia

Yuswadi Saliya (1999) menyatakan adanya empat ciri arsitektur tradisional di

Indonesia, yaitu pertama, semuanya sarat dengan makna simbolik, kedua, rumah

menjadi simpul generasi masa lalu dengan generasi masa datang, ketiga pemenuhan

kebutuhan spiritual lebih diutamakan dari pada kebutuhan badani, keempat, dikenalnya

konsep teritorialitas dan kemudian mengejawantah menjadi batas.

Ciri pertama dan kedua menunjukkan adanya kosmologi dan orientasi non

badaniah, dan karena spiritual-lah yang diutamakan, maka kebutuhan badaniah

cenderung akan dikorbankan demi kepentingan spiritual. Dalam hal ini manusia

merupakan pihak yang harus melakukan penyesuaian diri terhadap bentukan arsitektur

(Soemardjan, 1983). Orientasi terhadap kosmologi ini masih banyak dijumpai di

Indonesia hingga masa kini, terutama pada arsitektur tradisional.

Hal ini bukan berarti bahwa semua arsitektur di Indonesia berorientasi pada

kosmologi. Indonesia tidak terlepas dari pengaruh globalisasi. Pemikiran akan

5
universalitas dan objektivitas Arsitektur Modern juga melanda arsitektur Indonesia.

Seperti juga di Barat, fenomena arsitektur yang polos, tanpa omamen dan tanpa

konteks juga terjadi di Indonesia.

Seperti juga arus modernisme, arus Postmodernisme juga melanda Indonesia.

Sebagai akibatnya, terjadi kesadaran akan konteks dan perlunya identitas. Hadimya

Arsitektur Modern dan Postmodern secara bersamaan dengan (masih) hadirnya

arsitektur tradisional menunjukkan adanya dualisme dalam arsitektur Indonesia.

Arsitektur Modern dan Postmodern menunjukkan arsitektur yang berorientas pada

kebutuhan badaniah manusia, sementara arsitektur tradisional Indonesia berorientasi

kepada kosmologi dan spiritual.

b. Estetika dalam Arsitektur

Dalam arsitektur, estetika adalah sebuah bahasa visual, yang tidak sama dengan

beberapa bahasa estetika yang tidak visual, seperti bahasa itu sendiri. Estetika dalam

arsitektur memiliki banyak sangkut paut dengan segala yang visual seperti permukaan,

volume, massa, elemen garis,dan sebagainya, termasuk berbagai order harmoni, seperti

komposisi. Teori Estetika Subyektif Menurut Herbert Read teori subyektif menyatakan

bahwa sesungguhnya yang menyatakan ciri-ciri yang menimbulkan keindahan adalah

tidak ada. Yang ada hanyalah tanggapan persaaan dalam diri seseorang dalam

mengamati sesuatu benda. Keindahan memang subyektif, dalam diri setiap orang

pendapat tentang nilai estetika sebuah bangunan dipengaruhi oleh berbagai hal, antara

lain subyektifitas diri sendiri. Sensasi hanya dimungkinkan bila fungsi biologis tubuh

yang berkaitan dengan fungsi sensasi dan persepsi dalam keadaan normal; misalnya

mata bisa melihat, hidung bisa mencium, pikiran dalam keadaan normal/perseptif.

6
Mampukah suatu obyek menggairahkan limbic dalam otak sehingga merasa adanya

kenikmatan saat berkontak dengan sebuah obyck arsitektural. Kenikmatan yang

didapatkan itu menjadikan otak mengatakan sesuatu itu 'indah".

3. Fungsi Estetika

Di zaman modem, perkembangan seni semakin tidak dapat di pisahkan dari

kehidupan manusia. Pada seni yang berdaya guna dalam kehidupan mereka, bahkan seni

menduduki fungsi-fungsi tertentu dalam kehidupan manusia. Nilai dapat di bedakan atas

dua macam yaitu nilai ekstrinsik dan nilai intrinsik. Nilai ekstrinsik ialah nilai yang di

kejar manusia demi sesuatu tujuan yang ada di luar kegiatananya, sedangakan nilai

instrinsik yaitu nilai yang di kejar manusia dari nilai itu sendiri karena keberhargaan,

keunggulan atau kebaikan yang terdapat pada seni itu sendiri.

a) Fungsi Kerohanian (Spiritual)

Seni di pandang memiliki fungsi kerohanian (spiritual) karena banyak dimanfaatkan

sebagai media bagi manusia untuk mendekatkan diri denagn sang pencipta. Fungsi ini

tampaknya yang tertua dan pokok dari seni yang bercorak spiritual. Misalnya seperti

membaca Al-Quran, kaligrafi, nyanyian rohani, arsitektur Masjid dll. Karl Barth

berpendapat bahwa sumber keindahan adalah Tuhan. Agama sering dijadikan juga

sebagai salah satu sumber inspirasi seni yang berfungsi untuk kepentingan keagamaan.

Pengalaman-pengalaman religi tersebut tergambarkan dalam bentuk nilai estetika.

Banyak media yang mereka pergunakan. Ada yang memakai suara, gerak, visual dsb.

Contoh: Kaligrafi arab, makam, relief candi, gereja dsb.

7
b) Fungsi Kesenangan

Seni di pandang memiliki fungsi kesenangan hanya untuk kesenangan yaitu hiburan

(peluapan emosi yang menyenangkan). Seorang senaman akan akan terhibur ketika

berkarya dan akan lebih merasa terhibur jika karyanya dinyatakan berhasil. Demikian

seseorang akan merasa terhibur jika mendengarkan musik, film yang bagus, lukisan

yang menyentuh perasaan. Dan semuanya kembali kepada sejaauh mana apresiasi

seseorang terhadap karya seni.

c) Funsi Pendidikan

Seni di pandang memiliki fungsi pendidikan karena dapat meningkat potensialitas

manusia seperti keterampilan, kreatifitas, emosionalitas dan sensibilitas (kepekaan).

Beberapa seni lukis misalnya dapat meningkatkan keterampilan tangan ketajaman

penglihatan, daya khayal sehingga menjadi lebih kreatif. Peningkatan karya seni dapat

mengasah perasaan seseorang sehingga menjadi lebih sensitif. sensibilitasnya

meningkat, serta penyerapan panca inderanya lebih lengkap, upaya pendidikan yang

sudah umum di lakukan agar menyenangkan dalam seni contohnya seperti drama yang

di aplikasikan dalam pelajaran sejarah, menyanyi dan bermain musik. Sedangakan

pendidikan nonformal dapat dilakukan oleh pemerintah melalui film, lagu, atau

wayang.

Pendidikan dalam arti luas dimengerti sebagai suatu kondisi tertentu yang

memungkinkan terjadinya transformasi dan kegiatan sehingga mengakibatkan

seseorang mengalami suatu kondisi tertentu yang lebih maju. Dalam sebuah

8
pertunjukan seni orang sering mendapatkan pendidikan secara tidak langsung karena di

dalam setiap karya seni pasti ada pesan/makna yang sampaikan. Disadari atau tidak

rangsangan- rangsangan yang ditimbulkan oleh seni merupakan alat pendidikan bagi

seseorang. Seni bermanfaat untuk membimbing dan mendidik mental dan tingkah laku

seseorang supaya berubah kepada kondisi yang lebih baik- maju dari sebelumnya.

Disinilah seni harus disadari menumbukan pengalaman estetika dan etika.

d) Fungsi Komunikatif

Seni di pandang memiliki fungsi komunikatif karena dapat menghubungkan pikiran

seseorang dengan orang lain. Orang usia lanjut dan orang muda dapat bertemu melalui

seni. Pria dan wanita dapat berhubungan pada landasan yang sama berupa karya seni

bahkan orang- orang (seniman) yang hidup berabad-abad yang lampau dan di tempat

yang ribuan kilometer jauhnya dapat berkomunikasi dengan orang-orang sekarang

melalui karya seni yang di tinggalkan.

B. Fungsi Pembelajaran Seni

Pendidikan seni musik lebih menekankan pada pemberian pengalaman seni musik,
yang nantinya akan melahirkan kemampuan untuk memanfaatkan seni musik pada
kehidupan sehari-hari.

Pendidikan Seni musik diberikan di sekolah karena keunikan, kebermaknaan, dan


kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan siswa, yang terletak pada pemberian
pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi
melalui pendekatan: “belajar dengan seni,” “belajar melalui seni” dan “belajar tentang
seni.”

1. Pendekatan Belajar dengan Seni

9
Pendekatan ini menekankan pada proses pemerolehan dan pemahaman
pengetahuan yang didapatkan dengan kegiatan seni musik misalnya siswa belajar
menyanyikan lagu Indonesia Raya, maka dengan mempelajari lagu tersebut siswa dapat
mengetahui dan memahami sikap apa yang terdapat pada lagu. Siswa seharusnya tahu
tentang apa yang diceritakan lagu, dan dari pengetahuan tersebut mereka bisa
mengambil suatu kesimpulan bahwa lagu Indonesia Raya mengingikan terwujudnya
sikap cinta tanah air, kebanggaa terhadap tanah air, dan sikap mempertahankan tanah air,
serta menanamkan jiwa patriotis.

2. Pendekatan Belajar Melalui Seni

Pendekatan ini menekankan pada pemahaman emosional yang tercermin ke dalam


penanaman nilai-nilai atau sikap yang terbentuk melalui kegiatan berkesenian. Seperti
dalam menyanyikan sebuah lagu, dituntut untuk membuat keteraturan tempo/ketukan.
Apabila kita tidak bisa mengikuti tempo tersebut, maka lagu yang dibawakan menjadi
kacau atau tidak teratur. Jadi melalui bernyanyi akan tertanam sikap disiplin yang tinggi
untuk membuat keteraturan.

3. Pendekatan Belajar tentang Seni

Penekanan ini lebih menekankan pada pembelajaran tentang penguasaan materi seni
musik yang tergambar pada unsur-unsurnya seperti irama, birama, notasi, melodi, tangga
nada, bentuk/struktur lagu, ekspresi (tempo, dinamik, dan warna).

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah memperhatikan isi dari pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan


bahwa Estetika adalah ilmu yang membahas tentang keindahan, estetika disebut juga
dengan filsafat keindahan (philosophy of beauty), yang berasal dari kata aisthetika atau
aesthesis (Yunani) yang artinya hal-hal yang dapat dicerap dengan indera atau cerapan
indera.

Estetika membahas hal yang berkaitan dengan refleksi kritis terhadap nilai-nilai atas
sesuatu yang disebut indah atau tidak indah. Dan keindahan meliputi: keindahan seni,
keindahan alam, keindahan moral, dan keindahan intelektual. Fungsi seni terhadap
kehidupan ada 4 yaitu: fungsi kerohanian (spiritual). kesenagan, pendidikan dan
komunikatif.

Pendekatan Belajar dengan Seni, Pendekatan ini menekankan pada proses


pemerolehan dan pemahaman pengetahuan yang didapatkan dengan kegiatan seni
musik misalnya siswa belajar menyanyikan lagu Indonesia Raya. Pendekatan Belajar
Melalui Seni, Pendekatan ini menekankan pada pemahaman emosional yang tercermin
ke dalam penanaman nilai-nilai atau sikap yang terbentuk melalui kegiatan berkesenian
Pendekatan Belajar tentang Seni. Pendekatan Belajar tentang Seni, Penekanan ini lebih
menekankan pada pembelajaran tentang penguasaan materi seni musik yang tergambar
pada unsur-unsurnya seperti irama dll.

B. Saran

Makalah ini jauh dari taraf sempurna, semoga pembaca dapat memperbaikinya agar
lebih baik lagi. Dan semoga makalah ini dapat menjadi salah satu referensi bagi
pembaca yang sedang mencari referensi tenteng estetika dan fungsi dan pembelajaran
seni

11
DAFTAR PUSTAKA

Abadi Wahyu T. 2016. Antara Etika, Moral dan Estetika. Jurnal Ilmu Komunikasi.4 (2).
187-204.

Diniafiat Dominica. 2021. Konsep Estetika Plato-Aristoteles & Implikasinya Pada


Penilaian Sebuah Karya Seni. Jurnal Mahasiswa Filsafat Hindu. 2 (2). 1-6.

Nurdiansyah Heru T. 2020. Filsafat Pendidikan. Purwokerto: CV. Pena Persada.

https://www.sariksa.com/2021/09/pengertian-estetika-menurut-para-ahli.html

12

Anda mungkin juga menyukai