Anda di halaman 1dari 11

ISTILAH ISTILAH HADIST

GURU PEMBIMBING : SABARIAH GULTOM, S.Pd

OLEH :

KELOMPOK 1

1. AGUNG PRATAMA (KETUA)


2. AHMAD RIFAI
3. CITRA AYU LESTARI (SEKRETARIS)
4. HANA ALYA AZELI (BENDAHARA)
5. KAYLA TRI MUTHIA
6. KHADYRA PUTRI PANE
7. SITI KHUMAIRAH

MAN SIMALUNGUN
TP. 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Istilah-istilah Hadist ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari guru pada mata
Pelajaran Quran hadits. Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Sabariah Gultom S.Ag,
selaku guru mata pelajaran Quran hadits yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Bah Jambi, 26 Februari 2024

KELOMPOK 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................1

1.3 Tujuan.........................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................2

2.1 Pengertian Hadis ........................................................................................................2

2.2 Istilah – istilah Hadis dan pengertiannya ...................................................................2

2.3 Perbandingan dari Pengertian Hadis, Sunnah, Khabar, Asar, dan hadis qudsi...........4

2.4 Sejarah Perkembangan Hadis ....................................................................................5

BAB III PENUTUP..........................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hadis adalah salah satu aspek ajaran Islam yang menempati posisi penting dalam pandangan
Islam. Al-Qur’an dan nabi dengan sunnahnya (haditstnya) merupakan dua hal pokok dalam
ajaran Islam. Keduanya merupakan hal sentral yang menjadi “jantung” umat Islam. Karena
seluruh bangunan doktrin dan sumber keilmuanya Islam terinspirasi dari dua hal pokok tersebut.
Oleh karena itu wajar dan logis jika bila perhatian dan aspirasi terhadap keduanya melebihi
perhatian terhadap bidang yang lain .Haditst adalah sumber ajaran Islam kedua, setelah Al-
Qur’an. Dan haditst nabi sebagai salah satu sumber ajaran Islam, cukup banyak ayat Al-Qur’an
yang memerintahkan orang-orang yang beriman untuk patuh dan mengikuti petunjuk-petunjuk
Nabi Muhammad, utusan Allah. Sebagian dari ayat-ayat Al-Qur’an itu adalah surat al-Hasr 59:7.

Dalam mempelajari haditst Nabi SAW, kita tidak akan pernah terpisah dengan istilah – istilah
yang berhubungan dengan ulumul hadits. Pengetahuan tentang istilah-istilah ini akan membantu
kita dalam memahami dan mempelajari ulumul haditst.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Ilmu Hadis ?


2. Perbandingan dari Pengertian Hadis
3. Apa Saja Istilah-Istilah Dalam Ilmu Hadit ?
4. Sejarah Pengertian Hadis

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian Ilmu Hadis
2. Mengetahui Perbandingan dari pengertian Hadis
3. Untuk mengetahui Istilah-istilah hadit
4. Mengetahui Sejarah Hadis

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hadis

Pada dasarnya, Ilmu Hadist dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Ilmu Hadist Riwayah dan
Ilmu Hadist Dirayah. Setiap kelompok dari Ilmu Hadist ini memiliki cakupan kajian yang secara
materi berbeda satu sama lain.

a. Ilmu Hadist Riwayah

‘Ajjaj al-Khatib memberikan definisi Ilmu Hadist adalah ilmu yang membahas segala hal yang
disandarkan pada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, serta sifat-sifat
jasmaniah maupun akhlaqiah.

b. Ilmu Hadist Dirayah

Ilmu Hadist Dirayah atau sering pula disebut dengan Ulum Al-Hadist, Ushul Al-Hadist,
Mustalah Al-Hadist dan Ilmu Ushul Riwayah Al-Hadist adalah jenis Ilmu Hadist yang ke dua.
Ada beberapa tawaran definisi berkenaan dengan ilmu ini. Ibnu Al-Akfani sebagaimana dikutip
oleh Ajjaj Al-Khatib mendefinikan sebagai berikut. Ilmu Hadist adalah ilmu untuk mengetahui
hakekat periwayatan, syarat-syarat, jenis-jenis dan hukum-hukumnya serta untuk menegetahui
keadaan para perawi dan syarat-syaratnya, macam-macam hadist yang diriwayatkan serta segala
hal yang berhubungan dengannnya.

Ada pula yang mendefinisikan sebagai Ilmu yang berisi aturan-aturan yang digunakan untuk
mengetahui keadaan Sanad dan Matan. Obyek ilmu ini adalah Sanad dan Matan.

2.2 Istilah-istilah Hadist dan Pengertiannya

a. Hadis

Hadits menurut istilah (terminologi) para ahli memberikan definisi (ta’rif) yang berbeda-beda,
hal ini antara lain disebabkan karena perbedaan cara pandang yang digunakan oleh masing-
masing dalam melihat suatu masalah.

Para ahli hadits misalnya berpendapat bahwa hadits adalah segala perkataan Nabi, perbuatan, dan
ihwalnya. Adapun yang dimaksud dengan hal ihwal adalah segala yang diriwayatkan dari Nabi
saw. yang berkaitan dengan hikmah, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya.

Sebagian ahli hadits (muhadditsin) berpendapat bahwa pengertian hadits di atas merupakan
pengertian yang sempit. Menurut mereka, hadits mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas
tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi saw. (hadits marfu’) saja, melainkan
termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat (hadits mauquf) dan tabi’in (hadits
maqtu’).

Ulama ushul fiqh berpendapat bahwa hadits adalah segala perkataan, perbuatan dan ketetapan
Rasulullah saw. yang berkaitan dengan hukum. Sementara. itu ulama ahli fiqih
mengidentifikasikan hadits dengan sunah, yaitu sebagai salah satu hukum taklifi, suatu perbutan
apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak akan disiksa. Dalam
kaitan ini ulama ahli fikih berpendapat bahwa hadits adalah sifat syari’iyah untuk perbuatan yang
dituntut untuk mengerjakannya, akan tetapi tuntutan melaksanakannya tidak secara pasti,
sehingga diberi pahala orang yang mengerjakannya dan tidak disiksa orang yang
meninggalkannya.

2
b. Sunnah

Secara etimologis sunnah dapat diartikan sebagai jalan (al-tariqah), yaitu jalan religious yang
ditempuh oleh nabi SAW dalam perjalanan hidupnya yang suci. Adapun arti sunnah menurut
istilah, para ulama’ berbeda pendapat.

1.Menurut Ahli Hadist

Sunnah ialah : Segala yang dilakukan dari Nabi SAW. Baik berupa perkataan, taqrir, pengajaran,
sifat, keadaan, maupun perjalanan hidup beliau, baik dengan demikian itu terjadi sebelum dan
sesudah dibangkit menjadi Rasul.

2. Menurut Ahli Ushul

Sunnah ialah : Segala yang dilakukan dari Nabi SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan,
maupun taqrir (pengakuan), yang mempunyai hubungan dengan hukum.

3. Menurut Ahli Fiqih

Sunnah ialah : Suatu amalan yang diberi pahala apabila dikerjakan dan tidak diberi siksa apabila
ditinggalkan.

c. Khabar

Menurut bahasa, Khabar berarti berita.

Adapun menurit istilah, ada dua pendapat :

1. Sebagian Ulama’ menyatakan, bahwa khabar itu sama dengan hadist. Oleh karena itu
mereka menyatakan, bahwa khabar adalah apa yang datang dari nabi, baik yang Marfu’
(yang disandarkan kepada Nabi), yang Mauquf (yang disandarkan kepada sahabat),
maupun yang maqthu’ (yang disandarkan pada tabi’in). Dengan kata lain, bahwa Khabar
itu mencakup apa yang datang dari Rasul, dari sahabat, dan dari tabi’in
2. Sebagian Ulama’ Hadist membedakan pengertian Khabar dengan Hadist. Dr. Muhammad
Ajjaj Al-Khatib dalam kitabnya Ushulul Hadist menjelaskan :
3. Sebagian pendapat menyatakan, bahwa Hadist adalah apa yag yang berasal dari Nabi,
sedang Khabar adalah apa yang berasal dari selainnya. Oleh karena itu dikatakan, orang
yang tekun (menyibukkan diri) pada Hadist disebut dengan “Muhaddist”, sedang orang
yang teku pada sejarah atau semacamnya disebut dengan “Akhbary”.
4. Sebagian pendapat menyatakan, bahwa Hadist bersifat khusus, sedang khabar bersifat
umum. Oleh karena itu tiap-tiap hadist adalah Khabar dan tidak setiap Khabar adalah
Hadist.

d. Atsar

Menurut bahasa, Atsar berarti : bekas atau sisa sesuatu, dapat juga berarti nukilan atau yang
dinukilkan. Karena itu, doa yang dinukilkan dari Nabi dinamai “Doa Ma’tsur” adapun menurut
istilah, dapat disimpulkan pada dua pendapat :

1. Atsar sama atau sinonim dengan Hadist.

Karena itu ahli Hadist disebut dengan Atsary.

At-Thabary, memakai kata-kata Atsar untuk apa yang datang dari Nabi.

At-Thahawi, memasukkan juga yang dari sahabat

3
1. Atsar, tidak sama artinya dengan istilah Hadist.
2. Menurut fuqaha, atsar adalah perkataan-perkataan Ulama’ Salaf, Sahabat, Tabi’in dan
lain-lain.
3. Menurut fuqaha Khurasan, Atsar adalah perkataan sahabat. Khabar, adalah Hadist Nabi
4. Az-Zarkasyi, memakai istilah Atsar untuk Hadist Mauquf, tetapi membolehkan juga
untuk memakai istilah Atsar untuk memakai istilah Atsar untuk Hadist Marfu’.

e. Hadis Qudsi

Istilah hadis qudsi terdiri dari dua kata, hadis dan qudsi. Hadis (arab): segala yang dinisbahkan
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik berupa ucapan, perbuatan, persetujuan, atau
karakter beliau.

Qudsi secara bahasa diambil dari kata qudus, yang artinya suci. Disebut hadis qudsi, karena
perkataan ini dinisbahkan kepada Allah, al-Quddus, Dzat Yang Maha Suci.

Hadis Qudsi secara Istilah Ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadis qudsi

Al-Jurjani mengatakan,

Hadis qudsi adalah hadis yang secara makna datang dari Allah, sementara redaksinya dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga hadis Qudsi adalah berita dari Allah kepada
Nabi-Nya melalui ilham atau mimpi, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyampaikan hal itu dengan ungkapan beliau sendiri. Untuk itu, al-Quran lebih utama
dibanding hadis qudsi, karena Allah juga menurunkan redaksinya. (at-Ta’rifat, hlm. 133)

Sementara al-Munawi memberikan pengertian,

Hadis qudsi adalah berita yang Allah sampaikan kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam
secara makna dalam bentuk ilham atau mimpi. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyampaikan berita ‘makna’ itu dengan redaksi beliau. (Faidhul Qodir, 4/468).

Demikian pendapat mayoritas ulama mengenai hadis qudsi, yang jika kita simpulkan bahwa
hadis qudsi adalah : Hadis yang maknanyadiriwayatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari
Allah, sementara redaksinya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. ( Dan inilah yang
membedakan antara hadis qudsi dengan al-Quran. Dimana al-Quran adalah kalam Allah, yang
redaksi berikut maknanya dari Allah ta’ala. )

Kemudian, ada ulama yang menyampaikan pendapat berbeda dalam mendefinisikan hadis qudsi.
Diantaranya az-Zarqani. Menurut az-Zarqani, hadis qudsi redaksi dan maknanya keduanya dari
Allah. Sementara hadis nabawi (hadis biasa), maknanya berdasarkan wahyu dalam kasus di luar
ijtihad Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sementara redaksi hadis dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.

2.3 Perbandingan dari Pengertian Hadis , Sunnah, Khabar, Asar, dan hadis qudsi

Dari kelima istilah, yaitu hadits, sunnah, khabar, atsar dan hadist Qudsi, menurut jumhur ulama
hadits dapat dipergunakan untuk maksud yang sama, yaitu bahwa hadits disebut juga dengan
sunnah, khabar dan atsar. Begitu pula halnya sunnah, dapat disebut dengan hadits, khabar dan
atsar. Maka hadits mutawatir dapat juga disebut dengan sunnah mutawatir atau khabar
mutawatir. Begitu juga hadits shahih dapat disebut dengan sunnah shahih, khabar shahih dan
astar shahih. Dari keempat tema tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tema tersebut sangat
berguna sebagai ilmu tambahan bagi masyarakat Islam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dan menentukan kulitas dan kuwantitas Hadits, sunnah, Khabar dan Atsar.

4
Para ulama juga membedakan antara hadits, sunnah, khabar, atsar dan hadist Qudsi sebagai
berikut:

1. Hadits dan sunnah: hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, takrir yang bersumber pada
Nabi SAW, sedangkan sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, takrir, tabiat, budi pekerti atau perjalanan hidupnya, baik sebelum
di angkat menjadi rasulmaupun sesudahnya.
2. Hadits dan khabar: sebagian ulama hadits berpendapat bahwa khabar sebagai suatu yang
berasal atau disandarkan kepada selain nabi SAW., hadits sebagai sesuatu yang berasal
atau disandarkan pada Nabi SAW.
3. Hadits dan atsar: jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan khabar dan
hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu
yang disandarkan pada Nabi SAW, sahabat dan tabiin.
4. Hadist Qudsi : Hadis Qudsi maknanya bersumber dari Allah swt, sedangkan hadis atau
sunah pada umumnya bersumber dari Nabi sendiri baik lafal maupun maknanya.

2.4 Sejarah Perkembangan Hadis

Sebagai sumber kedua ajaran agama Islam, hadits telah melewati proses sejarah yang sangat
panjang. Alfiah, Fitriadi, dan Suja'I dalam bukunya yang berjudul Studi Ilmu Hadis, menjelaskan
bahwa para ahli menyebut hadits telah melewati sedikitnya tujuh periode perkembangan sebagai
berikut:

1. Periode Pertama, yaitu Ashr al-Wahy Wa al-Tadwin (Masa Turunnya Wahyu dan
Pembentukan Hukum serta Dasar-dasarnya)
Hal ini dimulai semenjak kerasulan dari tahun 13 sebelum Hijriyah hingga 1 Hijriyah.
Pada masa ini, Rasulullah SAW memerintahkan pada sahabat untuk menulis wahyu yang
turun.

2. Periode Kedua, yaitu Al-Tsabbut Wa Al-Iqbal Min Al-Riwayah (Periode Membatasi


Hadits Menyedikit Riwayat)
Yaitu pada masa Khulafa al-Rasyiddin (Abu Bakar Umar Ibnu Al-Khatab, Usman Ibn
Affan, dan Ali bin Abi Thalib). Pada masa ini keadaan masih belum banyak berubah.

3. Periode Ketiga, zaman Intisayar al-Riwayah lla Al-Amsar (Periode Penyebaran Riwayat-
riwayat ke Kota-kota).

Pada periode ini telah belangsung pada sahabat dan tabiin yang besar. Periode ini ditandai
dengan aktifnya tabiin yang mencari dan menyerap hadits-hadits dari generasi sahabat
yang masih hidup. Pada masa ini juga telah popular sahabat-sahabat yang dijuluki
sebagai endaharawan hadits, yaitu mereka yang meriwayatkan lebih dari 1000 hadits.
Salah satunya adalah Abu Hurairah yang telah meriwayatkan 5.374 hadits.

4. Periode Keempat, yaitu Al-Asyr Al-Kitabah Wa Al-Tadwin (Periode Penulisan dan


Kodifikasi Resmi)

Pada periode ini berlangsung dari masa khalifah Umar Ibn Abd Al-'Aziz (99-102 H).
Khalidah Umar mengambil langkah dan kebijaksanaan terhadap hadis yang belum pernah
dilakukan oleh sebuah khalifah sebelumnya. Ciri-ciri hadits yang didewankan pada abad
ini adalah tidak dihriaukannya atau tidak diseleksinya apakah mereka didewankan hadits-
hadits Nabi semata-mata atau di dalamnya termasuk fatwa-fatwa sahabat tabiin.

Bahkan, lebih jauh dari itu, mereka belum membuat pengelompokan kandungan-
kandungan nash atau teks hadits menurut kelompoknya. Oleh sebab itu, karya ulama pada
zaman ini masih bercampur antara hadits-hadits Nabi dan fatwa-fatwa sahabat dan tabiin.

5
5. Periode Kelima, yaitu Al-Asyral Al-Tajrid wa Al-Tashhih Wa Al-Tankih (Periode
Pemurnian, Penyehatan, dan Penyempurnaan)

Periode ini dimulai dari awal abad ketiga Hijriyah sampai akhir abad ketiga Hijriyah.
Periode ini penanggung dan mencarikan pemecahan terhadap masalah-masalah hadits
yang muncul dan belum diselesaikan pada periode sebelumnya.

Di masa ini juga, muncul ulama hadits yang telah menyusun hadits yang berkualitas
berdasarkan pada kriteria penulisannya. Misalnya ialah Imam Al-Bukhari.

6. Periode Keenam, yaitu Asyr al-Tahzib wa al-Tartib al Istidrak wa al-Jami' (Periode


Pemeliharaan, Penertiban, Penambahan, dan Penghimpunan)

Periode ini dimulai pada abad keempat Hijriyah sampai jatuhnya kota Baqdad (656 H).
Para ulama pada periode ini berusaha untuk memperbaiki susunan kitab, mengumpulkan
hadits, dan mengumpulkan hadits yang disusun dalam bagian-bagian yang sistematis.
Dalam periode ini juga telah muncul kitab syarah atau kitab-kitab yang mengomentari
kitab-kitab hadits tertentu.

7. Periode Ketujuh, Ahd Al-Syarh wa al-Jamu' wa Takhrij (Periode Pensyarahan,


Penghimpunan, Pentakhrijan, dan Pembahasan)

Sejak jatuhnya kota Baghdad pada abad keempat Hijriyah hingga sekarang, periode ini
masih meneruskan kegiatan masa sebelumnya. Kegiatan umum pada periode ini ialah
mempelajari kitab-kitab yang telah ada dan mengembangkannya, pembuat
pembahasannya dan membuat ringkasan terhadap kitab hadits yang telah ada.

6
BAB III
PENUTUP

Demikianlah makalah ini kami buat, kami sadar makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini bisa menambah wawasan dan
pengetahuan kita semua.

7
DAFTAR PUSTAKA

Sattar, Abdul. Ilmu Hadist, Semarang : Sagha Gralka Solusindo, 2015

Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadist, Bandung : Angkasa, 1987

Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu Hadist , Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra,
2015

Abdul Fatah Idris, Ulumul Hadist, Semarang : CV. Karya Abadi Jaya, 2015

Anda mungkin juga menyukai