Anda di halaman 1dari 13

PENGERTIAN HADIST

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Al-Qur’an & Hadits
Dosen Pengampu :
Wedi Pratanto Rahayu, M.EI

Disusun Oleh :
1. Abdul Ghofur (2395114037)
2. Bintang Hanasa Raharjo (2395114068)
3. Muhammad Hasda Putra Dimyati (2395114003)
4. Said Reza Pahlevi (2395114047)

PRODI TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI
2023

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan
makalah yang berjudul “Pengertian Hadis”.

Terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman yang telah bekerja


sama dan mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu.

Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari
segi penyusunan, bahasa maupun penulisannya. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menjadi acuan agar
penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan dapat
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Jombang, 21 November 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I........................................................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Tujuan............................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................3
A. Pengertian Hadits...........................................................................................3
B. Kedudukan Hadits.........................................................................................5
C. Stuktur Hadist................................................................................................6
D. Fungsi Hadits.................................................................................................7
BAB IV......................................................................................................................9
A. Kesimpulan....................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits merupakan salah satu sumber utama dalam Islam
yang digunakan sebagai pedoman hidup umat Muslim. Seiring
dengan Al-Qur'an, hadits menjadi fondasi hukum dan ajaran agama
Islam. Kehidupan Rasulullah Muhammad SAW, sebagai utusan
Allah, menjadi contoh yang diikuti oleh umat Islam, dan hadits
merupakan penjelasan, tafsir, serta catatan peristiwa yang terkait
dengan ajaran dan praktik-praktik Rasulullah.

Sebagai tambahan, Al-Qur'an memberikan panduan secara


umum, sementara hadits memberikan contoh konkret dan penjelasan
lebih lanjut mengenai aplikasi ajaran tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam terhadap
hadits menjadi krusial bagi umat Islam untuk mengimplementasikan
ajaran Islam dengan benar.

Selain sebagai sumber hukum dan ajaran, hadits juga


berperan sebagai jembatan penghubung antara masa hidup
Rasulullah dan umat Islam pada masa sekarang. Melalui proses
transmisi sanad (rantai perawi) yang terpelihara dengan baik, hadits
menjadi saksi sejarah dan warisan spiritual yang berharga.
Menelusuri dan memahami hadits membuka pintu wawasan terhadap
norma-norma moral, etika, serta prinsip-prinsip kehidupan yang
ditetapkan oleh Islam.

Namun, dalam pengembangan dan pemahaman hadits,


muncul berbagai perbedaan pendapat di antara ulama, yang
mengarah pada perbedaan faham dan mazhab dalam Islam. Oleh
karena itu, pemahaman yang tepat terhadap konteks, metode ilmiah,
dan prinsip-prinsip kritik hadits menjadi penting untuk memastikan
akurasi dan keabsahan hadits sebagai sumber ajaran Islam.

Melalui makalah ini, kita akan menjelajahi lebih dalam


tentang pengertian hadits, peran signifikan hadits dalam Islam,
metode pengumpulan dan verifikasi hadits, serta tantangan dan kritik
yang muncul terhadapnya. Dengan demikian, kita dapat memperoleh
pemahaman yang lebih komprehensif tentang nilai dan kepentingan
hadits dalam membimbing kehidupan umat Islam.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hadits?
2. Apa macam-macam hadits?
3. Struktur hadist?
4. Apa fungsi dari hadits?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari hadits.
2. Mengetahua macam-macam hadist.
3. Mengetahui stuktur hadist.
4. Mengetahui fungsi dari hadits.

2
BAB II
PEMBAHASAAN
A. Pengertian Hadits
Hadis mempunyai beberapa sinonim/murâdif menurut para
pakar ilmu hadis, yaitu sunnah, khabar, dan atsar. Masing-masing
istilah ini akan dibicarakan pada pembahasan berikut. Pada bab ini
terlebih dahulu akan dibahas pengertian hadis, karena yang banyak
disebut di tengah-tengah masyarakat Islam adalah hadis. Sunnah
juga sering disebut oleh sebagian masyarakat, tetapi terkadang
dimaksudkan makna berganda. Sebelum berbicara pengertian hadis
secara terminologi, terlebih dahulu akan dibicarakan dari segi
etimologi. Kata "Hadis" (Hadits) berasal dari akar kata:
‫ َو َح َداَثًة‬- ‫حَد َث َيْح ُد ُث ُح ُد ْو َنا‬

Hadis dari akar kata di atas memiliki beberapa makna, antara lain
sebagai berikut.
1. (al-jiddah = baru), dalam arti sesuatu yang ada setelah tidak ada
atau sesuatu yang wujud setelah tidak ada, lawan dari kata al-qadîm
= terdahulu. Alam maksudnya segala sesuatu selain Allah, baru
berarti diciptakan setelah tidak ada. Makna etimologi ini mempunyai
konteks teologis bahwa segala kalam selain kalam Allah bersifat
hadits (baru), sedangkan kalam Allah bersifat qadim (terdahulu).
2. (ath-thari = lunak, lembut, dan baru). Misalnya Ibnu Faris
mengatakan bahwa hadis dari kata ini karena berita atau kalam itu
datang secara silih berganti bagaikan perkembangan usia yang silih
berganti dari masa ke masa.
3. (al-khabar = berita, pembicaraan dan al-kalâm = perkataan). Oleh
karena itu, ungkapan pemberitaan hadis yang diungkapkan oleh para
perawi yang menyampaikan periwayatan jika bersambung sanad-nya
selalu menggunakan ungkapan: memberitakan kepada kami, atau
sesamanya seperti mengkhabarkan kepada kami, dan menceritakan
kepada kami. Hadis di sini diartikan sama dengan al-khabar dan an-
naba'. Dalam Alquran banyak sekali kata hadis disebutkan, lebih
kurang mencapai 27 tempat termasuk dalam bentuk jamak, seperti
Surah An-Nisa' (4): 78:
‫َفَم اِل َهُؤاَل ِء اْلَقْو ِم اَل َيَكاُد وَن َيْفَقُهوَن َحِد يًثا‬
Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-
hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?

3
Ketiga makna etimologis di atas lebih tepat dalam konteks
istilah Ulumul Hadis, karena yang dimaksud hadis di sini adalah
berita yang datang dariNabi, sedangkan makna pertama dalam
konteks teologis bukan konteksIlmu Hadis. Menurut Abû Al-Baqâ',
hadis (hadîts) adalah kata benda (isim) dari kata at-tahdits yang
diartikan al-ikhbar = pemberitaan, kemudian menjaditermin nama
suatu perkataan, perbuatan, dan persetujuan yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad. Pemberitaan, yang merupakan makna dari
kata hadis sudah dikenal orang Arab sejak jahiliyah, yaitu untuk
menunjuk "hari-hari yang populer" dengan nama al-ahâdîts. Menurut
Al-Farra al-ahâdîts adalah bentuk jamak (plural) dari kata uhdûtsah
kemudian dijadikan plural bagi kata hadis.

A. Pengertian Sunnah, Khabar dan Atsar


Di samping itu, ada beberapa kata yang bersinonim dengan
kata Hadits seperti Sunnah, Khabar dan Atsar, kebanyakan ulama
mengartikan sama kepada tiga istilah ini. Namun sebagian yang lain
membedakannya (M. Azami, 1990:23).

a. Sunnah
Menurut bahasa, Sunnah bermakna jalan yang dijalani, baik
terpuji atau tidak. Sesuatu yang sudah tradisi atau menjadi kebiasaan
dinamai sunnah, walaupun tidak baik. Sunnah menurut Muhaditsin
ialah: segala sesuatu yang dinukilkan dari Nabi Saw, baik berupa
perkataan, perbuatan, maupun berupa taqrir, pengajaran, sifat,
kelakuan, perjalanan hidup baik yang demikian itu sebelum Nabi
Saw, maupun sesudahnya.

b. Khabar
Khabar menurut etimologis ialah berita yang disampaikan
dari seseorang. Jamaknya adalah akhbar orang banyak
menyampaikan khabar dinamai khabir. Khabar digunakan buat
segala sesuatu yang diterima dari yang selain Nabi Saw. Mengingat
hal inilah orang yang meriwayatkan hadits dinamai muhaddits, dan
orang yang meriwayatkan sejarah dinamai akhbary. Oleh karenanya,
menurut mereka khabar berbeda dengan hadits.

c. Atsar

4
1. Atsar menurut etimologis, ialah bekasan sesuatu atau sisa
dari sesuatu. Dan nukilan (yang dinukilkan), sesuatu do'a
umpamanya yang dinukilkan dari nabi dinamai doa ma'tsur;
2. Menurut terminologis jumhur ulama menyatakan bahwa
atsar sama artinya dengan khabar dan hadits.
Sebagaimana ulama mengatakan atsar lebih umum daripada
khabar, yaitu atsar berlaku bagi segala sesuatu dari Nabi Saw.
Maupun dari selain Nabi Saw. Sedangkan khabar khusus bagi segala
sesuatu dari nabi saja. Dengan memperhatikan definisi-definisi
tersebut terdapat perbedaan, namun kita dapat memahami bahwa
hadits, khabar, sunnah maupun atsar pada prinsipnya sama-sama
bersumber dari Rasulullah SAW.

B. Kedudukan Hadits
Kedudukan hadits dari segi statusnya sebagai dalil dan
sumber ajaran Islam, menurut jumhur ulama adalah menempati
posisi kedua setelah al-Quran 45 (Ajjaj al Khathib, Ushul a Hadits.
h. 45). Hal tersebut terutama ditinjau dari segi wurud atau tsubutnya
adalah bersifat qath'i, sedangkan hadits kecuali yang berstatus
mutawatir sifatnya adalah zhanni al-wurud. Oleh karenanya yang
bersifat qath'i (pasti) didahulukan daripada yang zhanni (relatif).
Hadits Nabi Saw merupakan penafsiran dalam praktik- praktik
penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal, dan umat Islam
diwajibkan mengikuti hadits sebagaimana diwajibkan mengikuti al-
Quran. Untuk mengetahui sejauhmana kedudukan hadits sebagai
sumber hukum Islam dapat dilihat dari dalil naqli maupun dalil aqli.
1. Dalil al-Quran
Banyak ayat al-Quran yang menerangkan tentang kewajiban
mempercayai dan menerima segala yang disampaikan oleh Rasul
kepada umatnya untuk dijadikan pedoman hidup.

2. Dalil al-Hadits
Dalam salah satu pesan Rasulullah Saw berkenaan dengan
keharusan menjadikan hadits sebagai pedoman hidup, di samping al-
Quran sebagai pedoman utamanya beliau, bersabda:

‫َتَر ْكُت ِفيُك ْم َأْمَر ْيِن َلْن َتِص ُلوا َأَبَدا َم ا ِإَّن َتَم َّسُك ْم َك اَب ِهَّللا‬
"Aku tinggalkan 2 pusaka untukmu sekalian yang kalian tidak akan
tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya yaitu berupa
kitab Allah dan sunnah rasulnya"

5
Dalam hadits lain Rasul bersabda:
‫َع َلْيُك ْم ِبُس َّنِة الَخ َلَقاِء الَّراِشِد ْيَن الَم ْهِد يَن َتسُك م ِبَها‬
"Wajib bagi sekalian berpegang teguh dengan sunahku dan sunah
Khulafa Ar Rasyidin yang mendapat petunjuk berpegang teguhlah
kamu sekalian dengannya."
Hadits-hadits di atas menunjukan kepada kita bahwa berpegang
teguh kepada hadits menjadikan hadits sebagai pegangan dan
pedoman hidup itu adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang
teguh kepada al-Quran.

3.Kesepakatan Ulama (Ijma)


Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima
dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam hadits
ternyata sejak Rasulullah masih hidup sampai meninggal. Banyak
diantara mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi
kandungannya akan tetapi bahkan mereka menghafal, memelihara
dan menyebarluaskan kepada generasi-generasi berikutnya.
5. Sesuai dengan Petunjuk Akal
Kerasulan Muhammad Saw telah diakui dan dibenarkan maka sudah
selayaknya segala peraturan dan perundangan ditempatkan sebagai
sumber hukum dan pedoman hidup. Di samping itu secara logika
kepercayaan kepada Muhammad sebagai Rasul mengharuskan
umatnya menaati dan mengamalkan segala ketentuan yang beliau
sampaikan.

C. Stuktur Hadist
Hadits memiliki struktur yang terdiri dari empat unsur, yaitu:
1. Sanad
Sanad adalah rangkaian para perawi yang menyampaikan hadits
dari Nabi Muhammad SAW hingga kepada kita. Sanad berfungsi
untuk memastikan keabsahan hadits.
2. Matan
Matan adalah isi dari hadits yang berisi perkataan, perbuatan,
ketetapan, atau persetujuan Nabi Muhammad SAW.
3. Takhrij
Takhrij adalah proses untuk menentukan sumber hadits dan
perawinya.
4. Dirayah

6
Dirayah adalah ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah
untuk menilai kualitas hadits.
D. Fungsi Hadits
1. Bayan at-Taqrir
Bayan at-Taqrir disebut juga dengan bayan at-Ta'kid dan bayan
at-Isbat. Maksudnya ialah menetapkan dan memperkuat apa
yang telah diterangkan di dalam al-Quran.
Hadits riwayat Bukhari dari Abu Hurairah menerangkan :

‫ﷺ اَل َتْقَبُل َص اَل ُة َأْح َد َث َح َّتى َيَتَو َض ا َقاَل َر ُسوُل ِهللا‬


Rasulullah Saw bersabda: "Tidak diterima shalat seseorang yang
berhadas sebelum ia berwudhu."
Hadits ini mentaqrir ayat al-Quran Surat al-Maidah ayat 6
mengenai keharusan berwudhu ketika seseorang akan
mendirikan shalat, yang dimaksud berbunyi:
"Hai orang-orang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku
dan sapulah kepalamu kakiku: kedua mata kaki."

2. Bayan At-Tafsir
Bayan at-Tafsir adalah memberikan rincian dan tafsiran terhadap
ayat-ayat al-Quran yang masih mujmal, memberikan persyaratan
ayat-ayat al-Quran yang masih mutlak, dan memberikan
penentuan khusus ayat-ayat al-Quran yang masih umum.
Misalnya, hadits Rasulullah saw tentang bagaimana shalat yang
benar seperti shalat Rasulullah yang harus diikuti. Hadits ini
menjelaskan/ menafsirkan ayat al-Quran, surat al-Baqarah : 43.
3. Bayan At-Tasyri
Bayan at-Tasyri adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-
ajaran yang tidak didapati dalam al-Quran. Bayan ini disebut
juga dengan bayan za'id ala al kitab al-karim. Diantara
contohnya adalah haramnya mengumpulkan dua orang wanita
bersaudara (antara istri dengan bibinya), hukum syufah, hukum
merajam perempuan yang bukan perawan, termasuk tentang
jumlah zakat fitrah satu sha' terhadap ummat Islam pada bulan
suci Ramadlan, dan sebagainya.
4. Bayan An-Nasakh

7
Kata an-nasakh secara bahasa bermacam-macam arti, bisa berarti
al-ibtal (membatalkan), al ijalah (menghilangkan) atau at tahwil
(memindahkan) atau at-taqyir (mengubah) menurut pendapat
yang dapat dipegang, dari Ulama Mutaqaddimin bahwa yang
disebut bayan an-nasakh ialah adanya dalil syara' (yang dapat
menghapuskan ketentuan yang telah ada), karena datangnya dalil
berikutnya. Diantara contoh hadits yang diajukan oleh para
ulama adalah hadits tentang tidak adanya wasiat bagi ahli waris.
Menurut mereka, hadits tersebut menasakh firman Allah surat al-
Baqarah ayat 180.

8
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam konteks pengertian hadis, penting untuk memahami akar
kata "hadis" secara etimologis, yang memiliki beberapa makna
seperti sesuatu yang baru, lunak, lembut, berita, dan perkataan.
Secara terminologi, hadis merujuk pada perkataan, perbuatan,
atau persetujuan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Selain itu, hadis juga dapat ditemukan dalam Al-Qur'an, di
mana kata "hadis" digunakan untuk menyampaikan berita atau
keterangan. Dengan demikian, pemahaman hadis tidak hanya
bersifat linguistik, tetapi juga memiliki konteks teologis yang
berkaitan dengan ajaran Islam.
Selanjutnya, sinonim atau muradif dari hadis, yaitu sunnah,
khabar, dan atsar, juga perlu dipahami. Sunnah mencakup segala
sesuatu yang dinukilkan dari Nabi, baik berupa perkataan,
perbuatan, pengajaran, sifat, atau kelakuan. Khabar merujuk
pada berita yang disampaikan dari seseorang, sementara atsar
merupakan sisa atau bekas dari sesuatu. Meskipun ada perbedaan
pandangan di antara ulama terkait perbedaan antara hadis,
sunnah, khabar, dan atsar, namun pada dasarnya, keempatnya
merupakan sumber ajaran Islam yang bersumber dari Rasulullah.
Dalam Islam, hadis memiliki kedudukan yang tinggi sebagai
sumber hukum dan pedoman hidup setelah Al-Qur'an. Dukungan
dari al-Qur'an, ijma (kesepakatan umat Islam), dan akal
menegaskan pentingnya hadis sebagai penjelas dan penafsir
ajaran Islam yang diperintahkan oleh Rasulullah. Fungsi hadis
mencakup bayan at-taqrir (memperkuat), bayan at-tafsir
(menafsirkan), bayan at-tasyri (mewujudkan hukum), dan bayan
an-nasakh (membatalkan atau menggantikan). Keseluruhan,
hadis menjadi pijakan penting dalam memahami dan
mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

9
DAFTAR PUSTAKA

Khon, Abdul Majid. 2012. Ulumul Hadis. Jakarta. AMZAH.


Herdi, Asep. 2014. Memahami Ilmu Hadis. Bandung.
Tafakur.

10

Anda mungkin juga menyukai