Anda di halaman 1dari 6

PEMIKIRAN HADIS HASAN

PERSPEKTIF ‘ABDUL MUN’IM SULAIM


(Studi Analisis Metodologi Hasan bi Majmu’ al-T{uruq)

PROPOSAL SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Penulisan Skripsi
Pada Program Studi Ilmu Hadis

Oleh:
MUHAMMAD LUTHFI FATHURRAHMAN
NIM: 202001014

PROGRAM STUDI ILMU HADITS


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PERSATUAN ISLAM GARUT\
2022 M/ 1442
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Allah swt. telah memberikan kemuliaan kepada manusia dengan
menganugerahkan Alquran, Allah berfirman:
ُ ُ ٰ ُ
َ ََࣖ‫لَقدََانزلنآَ ِاليكمََ ِكت ًباَ ِفي َِهَ ِذك ُركمََافلاَتع ِقلون‬
Sungguh, telah Kami turunkan kepadamu sebuah Kitab (Alquran) yang di
dalamnya terdapat peringatan bagimu. Maka apakah kamu tidak mengerti?1

Allah juga memberikan otori toritas kepada Nabi saw. untuk menjelaskan
bahasa Ilahi. Anugerah ini terus terpelihara dari perubahan dan pemalsuan; kata
maupun makna. Karenanya, Allah swt. telah menjamin dan memelihara
kemuliaannya.
Berbeda dengan al-Quran, hadis Nabi saw. dengan segala bentuknya
sekalipun merupakan bagian dari sumber hukum Islam, akan tetapi tidak ada
jaminan tentang keautentikan dan orisinalnya.2 Bahkan menurut Syuhudi Ismail,
Hadis yang ada dan diriwayatkan oleh para perawi yang kuat dan terpercaya itu
bisa saja mengalami kesalahan, karena mereka juga hanya manusia biasa yang
tidak akan terlepas dari khilaf dan kekeliruan.3
Oleh karena itu, perlu adanya kajian-kajian mendalam agar bisa
memverifikasi hadis-hadis yang autentik dan non autentik dari Nabi saw.
Mengkaji hadis sama halnya menjaga wahyu dari Allah swt., karena hadis yang

1
QS. Al-Anbiya ayat 10.
2
Keautentikan hadis bekaitan dengan kajian sanad hadis, sedangkan keorisinalan hadis
berkaitan dengan kajian teks/matn hadis. Dalam faktanya, periwayatan Alquran terjadi secara
mutawatir lafz}i> dan ma‘na>, oleh karena itu tidak ada keraguan atas keautentikan dan
keorisinalannya. Sedangkan periwayatan hadis yang diterima ( maqbu>l) terjadi dalam empat (4) hal:
1) Mutawa>tir lafz}i> dan ma‘na>; 2) mutawa>tir ma‘na> dan tidak pada lafal hadis; 3) diriwayatkan
secara masyhu>r (banyak) akan tetapi tidak sampai pada mutawa>tir, dan 4) diriwayatkan secara ah{a>d
oleh periwayat yang d{a>bit{ kepada periwayat yang setara, hingga kepada Nabi saw. Dari keempat
jenis periwayatan tersebut, periwayatan hadis yang terdokumentasi di dalam kitab-kitab kanonik
dan non-kanonik didominasi oleh hadis ah{a>d (pembagian keempat). Oleh karena itu, penelitian
hadis tidak bisa terhenti hingga fase mukharrij saja.
3
Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), 125.
autentik bagian dari wahyu gai>r al-matlu4 yang melalui pelafalan dari lisan Nabi
Muhammad saw. Allah swt. berfirman:
ٰ َّ ُ ُ
َ َ‫نَاله ٰوىَ ِانََهوََ ِالاَوحيََ ُّيوحى‬
َ ِ ‫قَع‬
َ ‫وماَين ِط‬
Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut keinginannya.
Tidak lain (Alquran itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)5

Oleh karena pelafalan Nabi saw. (hadis) sebagai penjelas dari kitabullah,
maka seharusnya ia terjaga dan terlindungi oleh penjagaan dan perlindungan Allah
swt., sehingga tidak ada sedikit pun yang hilang dari sunnah Nabi saw., dan tidak
ada sesuatu yang masuk ke dalamnya dari selipan transmitter ataupun fabricator
hadis.
Ulama mutaqaddimi>n dan muta’akhkhiri>n mencurahkan segala waktu dan
kesempatannya, untuk mengkaji hadis Nabi saw. sebagai bukti kecintaan
kepadanya. Beragam kajian dari para ulama yang terdokumentasi sampai saat ini.
Dimulai dengan gerakan muwat}a’a>t, masa>nid, tas}h}i>h}at> , dan zawa>’id sampai pada
giliran pembentukan kaedah kesahihan hadis di dalam kitab mus}t}alah} al-h}adi>s.6
Dalam penelitian hadis, sebetulnya ulama hadis terdahulu sudah
memberikan perhatian yang lebih hingga banyak meodologi yang menjadi tolok
ukur bagi validitas hadis baik dari segi periwayatan maupun segi konten hadis.
Namun seiring berkembangnya waktu banyak para peneliti tertarik dalam
mengembangkan metodologi penelitian hadis seperti yang dilakukan oleh Abdul
Mun’im Sulaim, beliau memberikan argumentasi bahwa hadis dhaif itu jika ingin
naik derajat menjadi hadis hasan, maka ‘tidak boleh’ dikuatkan dengan hadis yang
sederajat, harus dikuatkan dengan yang lebih kuat darinya. Gagasan tersebut
menarik untuk dikaji karena ternyata para ulama terdahulu pun banyak
memberikan pendapat tentang konsep hadis hasan.
Berangkat dari temuan yang penulis sebutkan, tulisan ini bertujuan untuk
mengkaji pemikiran Hadis Hasan menurut ‘Abdul Mun’im Sulaim secara

4
Wah{yu gai>r al-matlu adalah wahyu tidak dibaca karenanya tidak tertulis. Istilah ini
disandarkan kepada perkataan Nabi saw. sebagai imbangan terhadap istilah Alquran, yang
disebutknya dengan wah}yu al-matlu> karena ia dibaca dan kerenanya tertulis.
5
QS. Al-Najm ayat 3-4.
6
Abu> Fad}l Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin H}ajar al-’Asqa>lani>, Hady al-Sa>ri>
Muqaddimah Fath} al-Ba>ri (Kairo: Maktabah Kulliyat al-Azhariyah, t.t.), 5.
mendalam. Akan dipaparkan mengenai pandangan Hadis Hasan menurut ulama
Mutaqaddimin hingga ulama Mutaakhirin, pandangan mengenai hadis dhaif yang
naik derajat menurut para ulama hadis, dan lebih spesifik membahas pemikiran
Abdul Mun’im Sulaim.

B. Rumusan Masalah
Dalam latar belakang masalah tersebut, masalah pokok dalam penelitian
ini adalah:
1. Bagaimana sejarah munculnya istilah hadis hasan?
2. Bagaimana pandangan ulama hadis mutaqaddimin dan mutaakhirin
terhadap hadis hasan?
3. Bagaimana pemikiran hadis hasan menurut Abdul Mun’im Sulaim?
4. Bagaimana metodologi Hasan Majmu’ al-T{uruq?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemikiran
hadis hasan dengan perspektif baru dari salah satu ulama yaitu ‘Abdul Mun’im
Sulaim.

D. Manfaat Penelitian
1. Secara Akademik, penelitian ini akan menjadi inovasi baru dalam
wawasan kajian hadis dan penelitiannya serta memperkaya metodologi
dalam penelitian hadis.
2. Secara Praktis, penelitian ini menawarkan metodologi baru dalam
penelitian kualitas hadis yang akan berimplikasi pada penentuan fikih
dalam kajian Islam.

E. Kerangka Pemikiran
Beberapa langkah yang akan penulis tempuh dalam menyusun penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Langkah pertama, penulis menjelaskan dasar ilmu hadis dan sejarah
istilah hadis hasan.
Langkah kedua, penulis menghimpun pandangan ulama hadis
mutaqaddimin dan mutaakhirin mengenai hadis hasan.
Langkah ketiga, mengumpulkan biografi ‘Abdul Mun’im Sulaim dan
pemikirannya terhadap hadis khususnya hadis hasan.
Langkah keempat, menjelaskan konsep Hadis Hasan bi Majmu’ al-T{uruq
yang digagas oleh ‘Abdul Mun’im Sulaim.\

F. Metode Penelitian
Tulisan ini menggunakan metode penelitian studi literatur (library
research) atau disebut juga penelitian kepustakaan. Disebut dengan penelitian
kepustakaan karena data atau bahan-bahan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan
penelitian tersebut bersumber dari perpustakaan baik berupa buku, ensiklopedi,
kamus, jurnal, dokumen, majalah dan lain sebagainya.7
Tujuan utama dalam melakukan studi literatur adalah 1) Menemukan
variabel yang akan diteliti, 2) Membedakan hal-hal yang sudah dilakukan dan
menentukan hal-hal yang perlu dilakukan, 3) Melakukan sintesa dan memperoleh
perspektif baru, dan 4) Menentukan makna dan hubungan antar variabel.8
Bahasa lain untuk metode penelitian ini adalah literature review, yang
berarti tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka membantu penelitian dalam
mengumpulkan ide-ide, pendapat, kritik dan topik yang didiskusikan oleh para
peneliti sebelumnya.9

7
Nursaipa Harahap, “Penelitian Kepustakaan,” Jurnal Iqra’, 01, 08 (Mei 2014): 1.
8
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2006), 47..
9
J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Grasindo, 2010), 105.

Anda mungkin juga menyukai