Anda di halaman 1dari 7

ISI RUU-HIP YANG KONTROVERSIAL

KOMPAS.com - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tak


henti-hentinya mendapat sorotan publik. Setelah RUU Omnibus Law
yang sebelumnya menuai kontroversi, RUU Haluan Ideologi Pancasila
(HIP) kini muncul sebagai polemik baru. Meski pembahasan RUU
HIP telah ditunda, kontroversi tentang RUU ini masih terus terjadi.
Bahkan, pada Rabu (24/6/2020), ribuan orang mengikuti aksi
penolakan RUU HIP di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Dalam Catatan Rapat Badan Legislasi Pengambilan Keputusan atas
Penyusunan Rancanangan Undang-Undang Tentang Haluan Ideologi
Pancasila, 22 April 2020, RUU HIP merupakan usulan DPR RI dan
ditetapkan dalam Prolegnas RUU Prioritas 2020. Usulan RUU
tersebut dilatarbelakangi oleh belum adanya landasan hukum yang
mengatur Haluan Ideologi Pancasila sebagai pedoman kehidupan
berbangsa dan bernegara. Selain dianggap tak memiliki urgensi,
banyak pihak menilai RUU HIP berpotensi menimbulkan konflik
ideologi. Baca juga: Demo Tolak RUU HIP di Tengah Pandemi,
Banyak Peserta Aksi Tak Pakai Masker Lantas, apa isi RUU HIP
sehingga menuai polemik dan kritikan dari berbagai pihak itu? Isi
RUU HIP Dalam RUU tersebut, ada 10 bab yang terdiri dari 60 pasal.
Berikut rinciannya: Ketentuan Umum, memuat 1 pasal Haluan
Ideologi Pancasila, memuat 5 bagian dan 17 pasal Haluan Ideologi
Pancasila Sebagai Pedoman Pembangunan Nasional, memuat 15 pasal
Haluan Ideologi Pancasila Sebagai Pedoman Sistem Nasional Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, memuat 3 pasal Haluan Ideologi
Pancasila Sebagai Pedoman Sistem Nasional Kependudukan dan
Keluarga, memuat 3 pasal. Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila,
memuat 3 bagian dan 15 pasal Partisipasi Masyarakat, memuat 1 pasal
Pendanaan, memuat 1 pasal Ketentuan Peralihan, memuat 1 pasal
Ketentuan Penutup, memuat 3 pasal Apa yang jadi polemik? Trisila
dan Ekasila Banyak pihak menyoroti adanya konsep Trisila dan
Ekasila dalam salah satu pasal pada RUU HIP. Kedua konsep tersebut
termaktub dalam Bab II Pasal 7 yang berbunyi: (1) Ciri pokok
Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat
kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan,
kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi
dalam satu kesatuan. (2) Ciri pokok pancasila berupa trisila, yaitu:
sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang
berkebudayaan. (3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong. Di antara pihak
yang menyoroti dua konsep tersebut adalah Sekretaris Jenderal
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas. Menurut Anwar,
memeras Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila merupakan bentuk
pengkhianatan terhadap bangsa dan negara. Sebab, Pancasila sebagai
norma fundamental harus dilihat dalam satu kesatuan utuh dan tak
bisa dipisahkan. Urutannya pun tak boleh diubah. Baca juga: Demo di
Depan DPR, Massa Sebut RUU HIP Akan Ganggu Pancasila Tak Ada
TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Menteri Koordinator Bidang
Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD
mempertanyakan tak adanya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1996
dalam RUU HIP itu. Menurut Mahfud, TAP MPRS yang mengatur
tentang larangan ajaran komunisme/marxisme itu merupakan produk
hukum mengenai peraturan perundang-perundangan yang mengikat.
Oleh sebab itu, TAP MPRS tersebut tidak bisa dicabut oleh lembaga
negara maupun rancangan aturan yang digulirkan DPR. Sikap serupa
juga disampaikan oleh NU, Muhammadiyah, dan sejumlah fraksi
partai. Penundaan pembahasan Dengan beragam polemik itu,
pemerintah akhirnya memutuskan untuk menunda pembahasan RUU
HIP. "Terkait RUU HIP, pemerintah menunda untuk membahasnya,"
kata Mahfud melalui akun Twitter-nya, Selasa (16/6/2020). Mahfud
juga meminta agar DPR, selaku pengusul RUU HIP, lebih banyak
mendengar aspirasi masyarakat. Selain itu, pemerintah saat ini juga
tengah berfokus dalam penanganan pandemi Covid-19 yang telah
menginfeksi Indonesia sejak awal Maret 2020 lalu. Baca juga: Massa
Demo Tolak RUU HIP di Tengah Pandemi Covid-19, Ini Alasannya
(Sumber: Kompas.com/Penulis: Achmad Nasrudin Yahya, Dani
Prabowo, Nur Rohmi Aida | Editor: Kristian Erdianto, Dani Prabowo,
Icha Rastika, Virdita Rizki Ratriani)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Apa Isi RUU
HIP yang Masih Tuai Kontroversi?",
https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/25/055000265/apa-isi-
ruu-hip-yang-masih-tuai-kontroversi?page=all.
Penulis : Ahmad Naufal Dzulfaroh
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary
RUU HIP: Mengapa ormas Islam cemas Indonesia jadi negara
sekuler?

25 Juni 2020

Penolakan terhadap rancangan undang-undang Haluan Ideologi


Pancasila (RUU HIP) dari kelompok Islam terus muncul, walau
mayoritas fraksi di DPR mengklaim sudah menarik diri dari
pembahasannya.

Ormas yang melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta,


menentang RUU pada Rabu (24/06) adalah Front Pembela Islam.

Protes ini dilakukan menyusul pendapat kontra ormas Islam seperti


Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, salah satunya tentang
Indonesia yang berpotensi menjadi negara sekuler.

Salah satu kekhawatiran ormas Islam adalah hilangnya makna sila


pertama Pancasila tentang 'Ketuhanan Yang Maha Esa'.

Kecemasan itu merujuk pasal 7 RUU HIP yang menyebut bahwa


seluruh nilai dalam Pancasila dapat dikristalisasi menjadi nilai gotong
royong.

Jika penyederhanaan itu disahkan, menurut Ketua Pengurus Pusat


Muhammadiyah, Dadang Kahmad, Indonesia akan bertransformasi
menjadi negara sekuler.

"Pasal Ketuhanan Yang Maha Esa akan hilang. Kami khawatir ada
celah negara ini tidak mengenal atau tidak mementingkan Tuhan,"
ujarnya kepada wartawan BBC News Indonesia, Abraham Utama.

"Padahal, semua negara yang baik, keyakinan pada Tuhan itu yang
paling utama, untuk Amerika Serikat sekalipun," kata Dadang.

Pendapat Dadang itu mengacu pada konstitusi sejumlah negara bagian


di AS, antara lain California, Florida, dan Washington, yang
menyebut istilah 'Tuhan Yang Maha Esa'.

Dadang menilai, seluruh sila dan makna yang terkandung dalam


Pancasila tak perlu lagi diutak-atik. Karena pada pendiri bangsa sudah
menyepakati Pancasila, kata dia, masyarakat Indonesia kini tinggal
mengimplementasikannya.

"Dulu tahun 1945 sudah ada konsensus, kalau sekarang dibuka, akan
terjadi lagi silang pendapat. Masyarakat tidak akan fokus
memperbaiki dan membesarkan bangsa. itu akan membuka luka
lama," ucap Dadang.

Penyederhanaan Pancasila menjadi trisila maupun ekasila seperti yang


tercantum dalam draf RUU HIP juga mengesampingkan Undang-
Undang Dasar 1945, kata Hamdan Zoelva, Ketua Pimpinan Pusat
Syarikat Islam.

Menurut Hamdan, jika para anggota DPR penyusun draf itu


memahami logika hukum ketatanegaraan, sila Ketuhanan Yang Maha
Esa akan tetap menjadi dasar Indonesia.

"Prinsip dasar negara sekuler didasarkan pada materialisme dan


humanisme semata. Sila pertama adalah causa prima dari sila yang
lain," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

"Apa buktinya? Ada di Pasal 29 ayat (1) UUD 1945, bahwa negara
Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa."

"Kenapa tidak kelima sila dicantumkan? Karena sila pertama itu


dianggap sudah mewakili sila lainnya," kata Hamdan.

Keterangan gambar,

Dadang Kahmad menyebut simplifikasi Pancasila berpotensi


memunculkan generasi muda yang mengabaikan religiusitas.

Terlepas dari kecemasan RUU HIP akan menjadikan Indonesia


sebagai negara sekuler, guru besar ilmu politik Universitas Indonesia,
Maswadi Rauf, menilai Pancasila sepatutnya perlu dibahas.

Tujuannya, menurut dia, agar lebih rinci dan mudah diaplikasikan


dalam kehidupan sehari-hari.
Namun Rauf menyebut pembuatan pedoman pelaksanaan Pancasila
itu harus melibatkan seluruh kelompok warga dalam forum yang
terbuka.

"Ideologi harus dikembangkan menjadi nilai yang membimbing


masyarakat Indonesia dalam bidang apapun. Misalnya sila keempat,
apa konkretnya? Apa yang kita inginkan dari sila itu?" ujarnya.

"Tapi harus hati-hati dalam merumuskannya. RUU HIP hanya


mengacu pada pendapat sekelompok orang. Ini penyakit DPR kita."

"Kita harus membicarakan Pancasila secara terbuka. Tidak hanya


anggota DPR, tapi semua warga, tidak hanya Jawa, tapi Sumatera dan
Indonesia bagian timur. Ini yang berat," kata Rauf.

Keterangan gambar,

Mayoritas fraksi di DPR mengklaim menarik dukungan terhadap


pembahasan RUU HIP.

Selain soal kekhawatiran munculnya sekularisme, RUU HIP juga


dikritik karena tak mencantumkan larangan komunisme.

Adapun pegiat hak asasi manusia khawatir tafsiran Pancasila dalam


draf beleid itu bakal digunakan untuk memukul kelompok yang
berseberangan dengan pemerintah.

Setelah penolakan bermunculan, mayoritas fraksi di DPR menarik


persetujuan mereka atas pembahasan RUU HIP ke rapat paripurna.

Hanya PDIP, sebagai pengusul RUU HIP, yang tak mengubah sikap.
Mereka berharap draf beleid itu dapat didiskusikan dengan lebih
banyak kelompok, termasuk ormas Islam.

Wakil Ketua DPR, Aziz Syamsuddin, menyebut lembaganya akan


menerima masukan dari berbagai pihak.

Aziz dan Wakil Ketua DPR lainnya, Sufmi Dasco Ahmad, menemui
FPI dan ormas lain yang berdemo di DPR, Rabu kemarin.
"Kami berkomitmen melakukan penyetopan (pembahaan RUU HIP)
ini," kata Aziz seperti dilansir kantor berita Antara.

"Berkaitan dengan pasal 5, kemudian pasal 7, itu akan kami jadikan


catatan. Kami berkomitmen, ini akan kami hentikan," ujarnya.

RUU HIP masuk dalam daftar legislasi prioritas DPR tahun 2020.

Anda mungkin juga menyukai