Anda di halaman 1dari 2

KASUS RUU HIP

RUU HIP adalah Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila yang pada Rapat
Paripurna 12 Mei 2020 disepakati untuk dibahas menjadi RUU inisiatif DPR. Pembahasan
Rancangan Undang-Undang (RUU) tak henti-hentinya mendapat sorotan publik. Setelah RUU
Omnibus Law yang sebelumnya menuai kontroversi, RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) kini
muncul sebagai polemik baru. Meski pembahasan RUU HIP telah ditunda, kontroversi tentang
RUU ini masih terus terjadi.
Dalam Catatan Rapat Badan Legislasi Pengambilan Keputusan atas Penyusunan
Rancanangan Undang-Undang Tentang Haluan Ideologi Pancasila, 22 April 2020, RUU HIP
merupakan usulan DPR RI dan ditetapkan dalam Prolegnas RUU Prioritas 2020. Usulan RUU
tersebut dilatarbelakangi oleh belum adanya landasan hukum yang mengatur Haluan Ideologi
Pancasila sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara
Dalam Ketentuan Umum, Haluan Ideologi Pancasila dijelaskan sebagai pedoman bagi
cipta, rasa, karsa, dan karya seluruh bangsa Indonesia dalam mencapai keadilan dan
kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan dan gotong royong untuk mewujudkan suatu
tata masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan ketuhanan, kemanusiaan,
kesatuan, kerakyatan/demokrasi yang berkeadilan sosial.
Selain dianggap tak memiliki urgensi, banyak pihak menilai RUU HIP berpotensi
menimbulkan konflik ideologi. Tiga organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, yakni Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan Majelis Ulama Indonesia
menilai Rancangan Undang-Undang atau RUU Haluan Ideologi Pancasila tidak diperlukan.

API terpanggil untuk melakukan Webinar sebagai bentuk kepedulian dan keinginan ikut
berkontribusi dalam memberikan pencerahan dan pemahaman yang komprehensif terhadap
esensi RUU HIP dari perspektif akademik. Dalam hal ini API mendukung pemerintah yang
mengambil kebijakan untuk menunda dan mengembalikan RUU HIP kepada lembaga legislatif.
Tujuan webinar adalah memberikan pandangan akademik dan profesional terhadap suatu produk
rancangan undang-undang, agar semua pihak mendapatkan pemahaman dan pengetahuan yang
memadai tentang berbagai pendekatan dan kaidah akademik yang perlu dipertimbangkan dalam
suatu proses perumusan hukum (law making process).
Perumus RUU HIP kurang mencermati bahwa Pancasila yang kita anut hari ini adalah
Pancasila yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Pancasila yang disahakan sebagai dasar
negara lahir dari perdebatan pemikiran Pancasila versi Pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945
dan Pancasila versi Piagam Jakarta 22 Juni 1945. RUU HIP akan menggiring perdebatan baru
bangsa Indonesia tentang ideologi negara dan dasar negara. RUU HIP telah membawa
kemunduran bangsa Indonesia 75 tahun yang lalu tentang perdebatan ideologi dan dasar negara.
2. RUU HIP dengan rumusannya yang demikian dikhawatirkan dapat dianggap mendistorsi
substansi dan makna nilai-nilai Pancasila, dan menempatkan Pancasila sebagai Philosophy
Grondslag di bawah UUD 1945, padahal Pancasila letaknya di atas UUD 1945 sebagai
Staatfundamentalnorm atau dasar dari hukum negara.
Perumus RUU HIP nampak kurang memperhatikan bahwa Pancasila yang stature nya
tinggi sebagai Staatfundamentalnorm, sebagian nilai-nilainya sudah diwujudkan dalam
Konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan lain, dan sebagiannya tetap tinggal
sebagai nilai dan norma yang hidup dalam kebudayaan masyarakat. Oleh karena itu Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum, memiliki kedudukan sebagai Etika Moral berbangsa
dan bernegara.
Tidak semua nilai-nilai etika moral harus dijadikan hukum, supaya ada ruang bagi hukum
dan etika moral untuk saling mengoreksi satu sama lain. Apabila dipaksakan semua nilai dan
norma untuk dijadikan hukum tertulis, maka justru akan terjadi pembusukan terhadap Pancasila
itu sendiri.
KESIMPULAN
Tujuan penyusunan RUU HIP yang termaktub dalam Naskah Akademik tidak sejalan
bahkan nampak bertentangan atau tidak linear dengan sebagian substansi pada batang tubuh
RUU nya. Hal ini menunjukkan ketidak hati-hatian para perumus hukum, dan sangat berbahaya
karena dapat dibaca sebagai upaya untuk mengecoh dan mengaburkan makna dan esensi dari 45
butir nilai-nilai kebaikan yang tersebar dalam lima sila dalam Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai