Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH MATA KULIAH TAFSIR MAUDHU’I

SEJARAH DAN FAKTOR-FAKTOR MUNCULNYA TAFSIR MAUDHU’I

KELOMPOK 3

Nama : Akbar Prayuda (1920304037)

Ahmad Redho Sentiko (1930304050)

Dosen Pengampu : Lili Kaina, M.Ag

PROGRAM STUDI ILMU QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN FATAH PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2022


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tafsir adalah suatu cara atau metode untuk memahami ayat-ayat Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW berbagai macam ilmu, baik itu
meliputi tata cara mengucapkan atau ilmu qira’atnya, dari ilmu bahasa dan lain
sebagainya sesuai kemampuan yang dimiliki manusia, sehingga dapat diambil
hukum dan hikmah serta pelajaran.
Arti Maudhu’i yang dimaksud disini adalah tafsir yang menjelaskan
beberapa ayat al-Qur’an yang mengenai suatu judul atau topik atau sektor-
sektor tertentu, dengan memperhatikan urut tertib turunnya masing-masing ayat
sesuai dengan sebab ayat turunnya yang dijelaskan berbagai macam keterangan
berbagai ilmu pengetahuan yang benar membahas topik atau judul yang sama,
sehingga lebih mempermudah dan memperjelas masalah, sebab al-Qur’an
mengandung berbagai macam atau tema pembahasannya lebih sempurna.
Tafsir Maudhu’i merupakan salah satu metode tafsir yang ditawarkan
oleh para ahli untuk memahami makna dalam al-Qur’am, untuk mengetahui
bagaimana cara kerja tafsir Maudhu’i maka terlebih dahulu harus diketahui
makna dari tafsir Maudhu’i.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Sejarah Tafsir Maudhu’i?

2. Apa Saja Faktor-faktor Munculnya Tafsir Maudhu’i?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk Mengetahui Sejarah Tafsir Maudhu’i

2. Untuk Mengetahui Faktor-Faktor Munculnya Tafsir Maudhu’i


BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH TAFSIR MAUDHU’I

Tafsir Maudhui secara istilah adalah menghimpun ayat-ayat al-Quran yang


mempunyai maksud yang sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik
masalah dan menyusunnya berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut.
Selanjutnya membubuhkan penjelasan atau syarah pada ayat tersebut, baru kemudian
diambil suatu kesimpulan. Menurut Muhammad Hijazi, dalam kitab al-Wahdah al
Mawdhu’iyyah mengatakan bahwa secara khusus penafsir melakukan studi tafsirnya
dengan metode maudhu’i di mana ia meneliti ayat-ayat tersebut dari seluruh seginya
dan melakukan analisis berdasarkan ilmu yang benar. Ilmu ini yang nantinya digunakan
oleh pembahas untuk menjelaskan pokok permasalahan, sehingga ia dapat memahami
permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul menguasainya, sehingga
memungkinkan baginya untuk memahami maksud yang terdalam dan dapat menolak
segala kritik.

Tafsir maudhu’i sebenarnya telah ada sejak zaman dulu, bisa juga disebut sejak
zaman Rasulullah, hal ini bisa kita lihat dari sejarah tentang penafsiran Rasulullah
terhadap kata ‫ظالم‬ yang dihubungkan dengan kata syirik karena adanya kesamaan
makna. Ali Khalil dalam komentarnya tentang riwayat ini menegaskan bahwa dengan
penafsiran ini Rasulullah telah memberikan pelajaran kepada para sahabat bahwa
tindakan menghimpun sejumlah ayat dapat memperjelas pokok masalah dan akan
melenyapkan keraguan menurut beliau, hal tersebut menunjukkan bahwa tafsir
maudhu’i telah dikenal sejak zaman Rasulullah, akan tetapi belum memiliki karakter
metodologis yang mampu berdiri sendiri. Contoh penafsiran yang pernah dilakukan
oleh Rasulullah ketika itu ialah menjelaskan tentang arti Zhulum dalam QS. al-An’am
(6: 82).

ٰۡۤ ُ ۡ ُ
َ ۡ ‫ول ِٕٮكَ لَ ُه ُم‬
َ‫اۡلمۡ نُ َوه ُۡم ُّمهۡ تَد ُۡون‬ ُ ‫اَلَّذ ِۡينَ ٰا َمنُ ۡوا َولَ ۡم يَ ۡل ِب‬
‫س ۡۤۡوا ا ِۡي َمانَ ُه ۡم ِبظل ٍم ا‬

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan


syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat
petunjuk”.
Nabi saw. Menjelaskan bahwa zhulum yang dimaksud adalah syirik sambil
membaca firman Allah dalam QS. Luqman (31:13).

َ ‫اّٰلل ۗا َِّن الش ِْركَ لَظُ ْل ٌم‬


‫ع ِظ ْي ٌم‬ ِ ‫ي َۡل ت ُ ْش ِر ْك بِ ه‬ ُ ‫َواِ ْذ قَا َل لُ ْقمٰ نُ ِۡل ْبنِ ٖه َوه َُو يَ ِع‬
َّ َ‫ظهٗ ٰيبُن‬

“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran
kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”

Periode tafsir berikutnya, dikembangkan oleh para tabi’in yang berpusat dalam
tiga madrasah tafsir yang termuka saat itu. Yaitu:

 Madrasah Makkah atau Madrasah ibnu Abbas yang melahirkan mufassir terkenal
seperti Mujahid bin Jubair, Said bin Jubair, Ikrimah Maula ibnu Abbas, Thawus Al-
Yamany dan ‘Atha’ Bin abi Rabah
 Madrasah Madinah atau Madrasah Ubay bin Ka’ab, yang menghasilkan pakar tafsir
seperti Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’ab Al-Quradil.
 Madrasah Iraq atau Madrasah Ibnu Mas’ud, di antara murid-muridnya yang terkenal
adalah Al-Qamah bin Qais, Hasan Al-Basary dan Qatadah bin Di’amah As-Sadusy.

Metode penafsiran yang digunakan pada masa ini, tidak jauh berbeda dengan
masa Rasulullah Saw. dan para sahabat, karena para tabi’in mengambil tafsir dari
mereka.

Periode berikutnya adalah masa Tabi’ut Tabi’in. Tafsir pada masa ini mulai
dibukukan, yang dipelopori Ibnu Jarir At-Thabary, dengan mencantumkan sanad
masing-masing penafsiran sampai kepada Rasulullah Saw, sahabat dan para tabi’in.

Generasi mufassir yang datang setelah Ibnu Jarir, mulai mengembangkan


spesialisasi tafsir menurut bidang keilmuan para mufassir. Pakar fiqih menafsirkan ayat
Al-Qur’an dari segi hukum seperti Al-Qurtubi. Pakar sejarah melihatnya dari sudut
sejarah seperti Ats-Tsa’laby dan Al-Khazin dan seterusnya.

Periode berikutnya lebih mengerucut lagi, yang dikenal dengan periode Tafsir
Tematik, yaitu membukukan tafsir menurut suatu pembahasan tertentu sesuai disiplin
bidang keilmuan. Seperti yang ditulis Az-Zarksy dalam Al-Burhan, ibnu Qayyim dalam
kitabnya At-Tibyan fi Aqsamil Al-Qur’an, Abu Ja’far An-Nukhas dalam Nasih wal
Mansukh, Al-Wahidi dalam kitab Asbabun Nuzul dan Al-jasshas dalam Ahkam Al-
Qur’an.

Dalam tataran akademisi, Tafsir Tematik abad ini, dipelopori oleh para ulama
Al-Azhar, seperti Prof. Mahmud Syaltut, pada januari 1960, yang termuat dalam
kitabnya, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim. Kemudian metode ini dikembangkan dan
disempurnakan lebih sistematis oleh Prof. Abdul Hay Al-Farmawi, Pada tahun 1977,
dalam kitabnya Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Maudu’i yang dikembangkan Al-Azhar ini,
kemudian diikuti oleh seluruh universitas di dunia, baik di Timur, maupun di Barat.

Dalam tradisi penulisan tafsir, penyajian tematik ini lebih dikenal dengan istilah
Maudhu’i di Indonesia dipopulerkan oleh Quraish dengan merujuk pada kerangka-
bangun Al-Farmawi. Literatur tafsir di Indonesia dasawarsa 1990-an, banyak
menggunakan model tematik ini engan keberagaman tema yang dipilih.

Dari keseluruhan literatur tafsir yang menggunakan model penyajian tematik,


dapat dikelompokkan menjadi dua bagian pokok: (1) penyajian tematik klasik, yaitu
model sistematika penyajian tafsir yang mengambil satu surat tertentu dengan topik
sebagaimana tercantum dalam surat yang dikaji itu. (2) penyajian tematik modern, yaitu
model sistematika penyajian karya tafsir yang mengacu pada tema tertentu yang
ditentukan sendiri oleh penafsir. Istilah “modern” dipakai untuk menunjukkan bahwa
model penyajian tematik semacam ini muncul terkemudian secara lebih populer.

B. FAKTOR-FAKTOR MUNCULNYA TAFSIR MAUDHU’I

a. Sudah ada contoh sebelumnya, pada penyusunan Hadits Nabi sudah ditentukan topik

b. Sebagai jawaban dari kekurangn tafsir tahlili yang bersifat parsial, tahlili sebagai

antitesisnya.

c. Sesuai dengan relevannya, tidak ditemukan dalam tafsir tahlili.

d. Untuk memberi ruang kepada orang-orang sesuai dengan kapasitas yang dimiliki.

e. Dengan berkembangnya disiplin ilmu, maka memerlukan kajian yang juga spesifik.
f. Dengan mobilitas yang tinggi, tidak menutup kemungkinan mufasir mencari jalan

yang mudah yang disesuaikan dengan topik.

g. Meningkatkan motivasi masyarakat untuk membacanya, karena hasil jawabannya

dapat dilihat langsung pada kesimpulan.

Ada faktor – faktor tertentu yang menyebabkan metode tafsir maudhu’i menjadi

perhatian ulama’ masa kini. Diantara penyebab; Pertama, Al Qur’an merupakan kalam

Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad di dalamnya mengandung bermacam

– macam ilmu yang bernilai tinggi, sehingga banyak para ahli mempelajarinya untuk

mendapatkan khazanah tersebut. Sementara itu, Al Qur’an ditujukan kepada manusia

sesuai dengan karakter atau fitrahnya; ajakan untuk bersifat universal agar mampu

mengungkap kepada umat manusia segala syariat dan peraturan Al Qur’an, yang

mempunyai hubungan dengan kehidupan dan problem yang sedang dihadapi, untuk

menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan dari Al Qur’an itu. dewasa ini para

mufassir tidak mungkin menggunakan metode tafsir Tahlily, yang di dalamnya terdapat

uraian tafsir dan bukan tafsir. Oleh karena itu tafsir maudhu’i ini menjadi pilihan untuk

menafsirkan Al Qur’an karena diharapkan mampu menjawab persoalan dan keagungan

dalam Al Qur’an. 1

Kedua, Al Qur’an menjadi kajian yang sangat digandrungi, tidak hanya oleh

kaum muslim saja, akan tetapi non muslim juga ikut mengkaji Al Qur’an; tidak jarang

kajian yang dihasilkan oleh merupakan tuduhan akan kebatilan dan kelemahan Al

Qur’an, tuduhan ini dilontarkan oleh orang – orang yang tidak memiliki pengetahuan

keislaman, atau bisa juga oleh orang – orang yang tidak terbiasa dengan kajian dengan

pendekatan tematik ilmiah.

1
Ibid, hlm 42-43
Inilah yang diharapkan oleh metode tafsir maudhu’i, yakni mampu

melenyapkan tuduhan negatif yang dilontarkan kaum kuffar, dan tidak bisa dielakkan

bahwa kebutuhan akan tafsir maudhu’i zaman sekarang, karena adanya pembaharuan

metode dakwah Islamiyah, guna mengimbangi perkembangan yang ada. 2Setiap

gagasan yang muncul merupakan perkembangan dari gagasan sebelumnya, hal ini juga

yang dialami oleh perkembangan metode penafsiran Al Qur’an. Dalam kaitan ini,

munculnya empat metode tafsir secara kronologis dapat dikatakan sebagai upaya

penyempurnaan metode yang telah ada sebelumnya. Sebagai contoh tafsir bi al Ra’y

muncul untuk menyempurnakan tafsir bi al Ma’tsur dalam artian fungsional, demikian

juga dengan kehadiran metode maudhu’i adalah untuk melengkapi keberadaan metode

tahlili.

2
Rosihan Anwar, Samudera Al Quran, (Bandung; Pustaka Setia, 2001), hlm. 164
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Metode tafsir maudhu’i adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban
al-Qur’an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai tujuan
yang satu, yang bersama-sama membahas topik/judul tertentu dan menertibkannya
sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian
pemperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-
keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat yang lain, kemudian
mengistimbatkan hukum-hukum.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihan. Samudera Al Quran, (Bandung; Pustaka Setia, 2001)


https://pecihitam.org/sejarah-munculnya-tafsir-maudhui-dalam-ilmu-tafsir
https://ilkomind.blogspot.com/2020/04/pengertian-tafsir-tematik-dan-sejarah.html

https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/316/3/094211010_Bab2.pdf

Anda mungkin juga menyukai