Anda di halaman 1dari 7

RAHMATUL YUSNA

2419030

PMTK.3A

UTS ILMU TAFSIR

SOAL :

1. Penafsiran Al-Qur‟an dimulai pada zaman Nabi Muhammad SAW, sahabat,


tabi‟in, dan tabi‟ tabi‟in didalam penafsiran tersebut tentunya terdapat perbedaan
masing-masing. Jadi jelaskan perbedaan penafsiran pada masa nabi, sahabat, tabi‟in,
dan tabi‟tabi‟in.
2. Tafsir menggunakan pendekatan riwayat sedangkan takwil menggunakan pendekatan
dirayah, jadi jelaskan maksud dan berikan contoh pendekatan riwayat dan dirayah
tersebut.
3. Setiap mufassir dalam menafsirkan Al-Qur‟an tentunya terdapat perbedaan-
perbedaan, jadi jelaskanlah apa yang menjadi penyebab perbedaan penafsiran
tersebut, dan menurut ananda jika terjadi perbedaan, apa solusi yang harus dilakukan
mufassir.
4. Jelaskan perbedaan dan berikanlah contoh dari
a. Ilm tafsir
b. Tafsir
c. Ushul tafsir
d. Takwil

JAWAB :

1. Pada masa Nabi Muhammad saw


Tafsir pada zaman ini perbedaan penafsirannya cenderung tidak pernah terjadi
dikarenakan nabi Muhammad SAW yang menjadiotoritas tunggal penafsiran Al-
Qur‟an.
Ibnu Khaldu menjelaskan : nabi Muhammad SAW merupakan seorang
penjelas atau penafsir, yanf menjelaskan ayat-ayat yang masih bersifat umum,
memilih antara ayat yang menghapus dan ayat yang dihapus, lalu mengajarkannya
kepada sahabat sehingga mereka mengetahui seba-sebab turunnya ayat besrta
konteksnya.
Para ulama berselisih pendapat soal sejauh mana Raulullah dalam menafsirkan
Al-Qur‟an yaitu :
a. Mereka berargumen bahwa maksud dari lafal “litubayyin” dalam surat
An-Nahl : 14 yang arinya “menerangkan” mencakup menerangkan
semua makna yang terkandung dalam Al-Qur‟an, disamping
penjelasan tentang lafaz-lafaznya.
b. Mereka berpendapat bahwa lafaz “litubayyin” dalam surat An-Nahl :
44 maksudnya nabi SAW hanya menjelaskan apa-apa yang sulit
dipahami dari Al-Qur‟an, tidak menjelaskan seluruh laaz Al-Qur‟an.

Pada masa sahabat

Bagi para sahabt waktu itu untuk memahami makna Al-Qur‟an tidaklah terlalu
sulit, karena langsung berhadapan dengan Nabi Muhammad SAW sebagai penyampai
wahyu, atau kepada sahabat lainnya yang lebih mengetahui.

Keadaan para sahabt :

a. Salah seorang mengetahui hukum dari nabi, namun yang lainnya tidak
mengetahui, maka sahabat yang tidak mengetahuinya berijtihad pada
i‟tikam melali masalah yang serupa.
b. Sahabt berselisih mengenai ketetapan dalam mendengar sebuah hadis.
c. Sahabt berselisih mengenai ketentuan „illat.
d. Sahabat berselisih mengenai dua hadis Rasulullah yang saling
bertentangan.

Pada masa tabi’in

Diera tabi‟in terdapat 3 aliran besar dalam penafsiran Yitu :

a. Aliran makkah, yag diwakili oleh Sa‟id Ibn Jubayr (w 712/713 M), Ikrimah (w
723), dan Mujahid Ibn Jabr (w 708 M), yang berguru pada Ibnu Abbas.
b. Aliran Madinah, yang diwakili oleh Muhammad Ibn Ka‟ab (w 735 M), Zayd
Ibny Aslam Al-Qurashy (w 735 M), dan Abu Aliyah (w 708 M), yang
berguru pada Ubay Ibn Ka‟ab,
c. Aliran Irak, yang diwakili oleh Al Qaman Ibn Qayas (w 720 M), Amir Al-
Sha‟byb(w 723 M) Hasan Al Bashry (w 738 M), dan Qatabah Ibn Daimah As
sadsy (w 735 M), yang berguru epada Abdullah Ibn Mas‟Ud

Dalam perkembangannya ada pro dan kontra tentang penafsiran yang menggunakan
riwayat-riwayat yang berasal dari para tabi‟in. Hali ini dikarenakan adanya penafsiran
yang dilakukan ole para tabi‟in dengan bertanya kepada ahlul kitab, dan juga memberi
porsi yang luas bagi kebebasan akal dalam menafsirkan Al-Qur‟an.

Pada masa tabi’tabi’in

Setelah periode sahabat pergerakan dari pertumbuhan tafsir mengalami


kemajuan seirng dengan dimulainya pembukuan terhadap hadis nabi SAW. Gerakan
pembukuan ini merupakan kebijakan dari penguasa dan jasa dari peguasa (khalifah)
yang berkuasa pada saat itu (masa dinasti umayyah dan awal dinasti abbasiyah).

Kebijakan dinasti abbasiyah sangat mendukung terjadinya pelebaran wilayah


kajian tafsir. Di era tabi‟tabi‟in mereka hanya meneruskan ilmu yang diterima dari
para tabi‟in dengan menggumpulkan semua pendapat dan penafsiran ulama terdahulu
kemudian diterangkan ke dalam kitab-kitab tafsir. Namun, tafsir pada golongan ini
tidak ada yang sampai kepada kita, yang kita terima hanyalah nukilan-nukulan yang
dinisbahkan kepada mereka seperti temuat dalam kitab-kitab taffsir bil ma‟sur.

Secara epistimologi terjadi pergeseran mengenai rujukan penafsiran antara era


sahabat dan tabi‟tabin. Pada masa sahabta mereka tidak tertarik menggunakan
riwayat-riwarat isra‟illiyat terutama untuk menafsirkan ayat-ayat yang berupa kisah
yang diceritakan Al-qur‟an secara global. Dan penafsiran seperti ini berkembang
sampai tahun 150-an hijriyagh dan era ini disebut era formatif. Sehingga pada masa ii
al-qur‟an relatif masih sangat terbuka untuk ditafsirkan dan belum banyak mainsteam
pemikitan yang berbeda, kecuali berupa kasus saja yang ada di masa tabi‟in

2. Pendekatan riwayat
Pendekatan ini adalah pendekatan dengan mempelajari sanad dan matan
peristiwa sejarah yang berppegang pada nash yang benar dan berita yang terfilter .
Dalam pendekatan riwayat ini ada dua ilmu yang dipelajarui yaitu :
a. Dirasatul asnad (mempelajari sana d atau jalur periwayatan)
Sanasd secara bahasa adalah al mu‟tamad artinya yang dapat
dipercaya, dan secara istilah adalah selisih perawi yang menyampaikan
berita dari peroarang samapai kepada riwayat dari sumber yang asli.
Pendekatan ini dugunakan unruk menyepakati validitas suatu
informasi, dalam proses odifikas hadis-hadis nabi, metode ini juga
telah dilakukan agar para pengumpul hadia meyakini kesenambungan
sanad-sanad hadis dengan nabi.
b. Dirasatul matan (mempelajari matan atu isi hadis)
Matan yaitu apa yang disampaikan dari sanad berupa perkataan atau
berita, objek dari studi ini meliputu; meneliti nash gar tidak
menyelisihi syarat, kaidah-kaidah dab urf (kebiasaan) manusia, perkara
yang mustahil dan yang lainnya.

Tafsir riwaya sering disebut dengan istilah tafsir naql atau tafsir ma‟sur. Cara
penafsiran jenis ini bisa dengan menafsirkan ayat al quran dengan ayat al qur‟an lain
yang seuai, maupun menafsirkan ayat-ayat al qur‟an dengan nash dari as sunnah.

Contoh yang menggunakan pendekatan ini yaitu : kitab ats tsiqit karangan abu
hasan ahmad bin abdullah alijli.

Pendekatan dirayah
Dirayah yaitu metode sejarah yang menruh perhatian terhadap pengetahuan
secara langsung dari satu segi dan interpretasi rasional dari segi lainnya. Tokoh yang
mengembangkan pendekatan ini antara lain al mas‟udi, ibn maskawaih, dan ibn
khaldun.
Mempelajari sejarah harus sesuai dengan pandangan dan kaidah-kaidah
syariat, yang mampu menjelaskan peran dan tanggung jawab manusian dalam
merformasi masyarakat dan sejarah sesuai kehendak illahiyah. Kaidah- kaidah yang
perlu dipelajari bagi orang yang ingin mempelajari sejarah dengan metode ini yaitu :
a. Berpegang dengan sumber-sumber syariat dan mendahukukannya dari
setiap berita.
b. Memiliki pemahaman yang benar tentang iman dan perannya dalam
menafsirkan peristiwa-peristiwa.
c. Pegaruh akidqahbdalam merubah perilaku orang islam.
d. Peristiw besar yang menggerakkan sejarah.
Mengetahi kadar, keadaan dan posisi manusia dan mengecek tiap yang
mereka katakan.
e. Membicarakan manusisa harus berdasarkan ilmu, adil, dab berimbang.
f. Melihat banyaknya keutamaan.
g. Memahami peristiwa yang terjadi karena salah itihad

Tafsir diryah disebut juga tafsir bi ra‟yi. Tafsir diryaj adalah dengan cara
ijtihad yang didasarkan pada dalil-dalil yang shahih, kaidah yang murni dan tepat.
Tafsit dirayah bukanlah menafsirkan al qur‟an berdasarkan kata hati atau kehendak
semata.

3. Penyebab perbedaan penafsiran


a. Mufassir menjelaskan adanya suatu makna yang berbeda dalam lafaz akan
tetapi tujuannya sama dan tidak berlawanan
b. Mufassir menyebutkn saitu maksud dengan lafaz yang bersifat umum , sebagai
bentuk perumpamaan dan penringata bagi yang membacanya, dalam hal ini
digunakan buka untuk pembatasan
c. Adanya lafaz yang megandung dua makna
d. Menggambarkan suatu makna dengan lafaz yang berdekatan maknaya
e. Dalam membaca ayat al-qur‟an mengguakan qira‟at yang berbeda , sehingga
para mufassir menafsirkan ayat sesuai dengan qiraatnya
f. Perbedaan dari segi i‟rab
g. Perbedaan mengenai maksud dari lafaz karena mengandung banyak makna

Jika terjadi perbedaan dalam penafsiran suatu ayat, maka menurut saya para
mufassir hendaknya berunding mencari solusi terbaik dari solusi-solusi yang baik.
Diantara banyaknya penafsiran yang telah ditafsirkan oleh para mufassir
merupakan hasil yang baik dari pemikiran atau ajarannya. Maka dari itu perlu
diperundingkan mana yang terbaik untuk di masyarakatkan agar tidak
menimbukan pro dan kontta nanti dikalangan masyarakat.

4. Ilmu tafsir
Ilmu tafsir adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang
bersangukutan dengan al qur;an dan isinya, berfungsi sebagai mabayyin (pemberi
penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan al qur‟an, sehingga makna-
maknanya dapat dipahami secar penuh dan menyeluruh, meupakan hal yang mendasar
dalam rangka melaksanakan perintah allah sesuai yang dkehendakinya.
Dalam memahami dan menafsirkan al qur‟an diperlukan bukan hanya
pengetahuan bahasa arab, tetapi juga macam ilmu pengetahuan yang menyangkut a;
qur‟an dan isinya.
Tafsir
Secara etimologi kata „tafsir‟ berasal dari al-fasru (‫ ) الفسر‬yang berarti jelas
dan nyata. Dalam Lisan al-Arab Ibnu Manzur menyebutkan al-fasru berarti membuka
tabir, sedangkan at-tafsir artinya menyibak makna dari kata yang tidak dimengerti1.
Dari definisi tafsir secara etimologi itu maka tafsir bisa dimaknai membuka tabir
untuk sesuatu yang kasat mata dan juga berarti menyingkap makna kata.
Secara istilah atau secara terminologi, pengertian tafsir ini cukup banyak yang
memberikan definisinya, diantaranya :
a. Abu Hayyan dalam Al-Bahru Al-Muhith
Ilmu yang membahas tentang bagaimana mengucapkan lafadz Al-
Quran, madlulnya, hukum-hukumnya baik yang bersifat tunggal atau
dalam untaian kalimat, dan makna-maknanya yang terkandung dalam
tarkib, serta segala terkait dengan itu.
b. Az-Zarkashi Al-Burhan fi Ulum Al-Quran
Tafsir adalah ilmu untuk mengenal kitabullah (Al-Quran) yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SA, menjelaskan makna-
maknanya serta mengeluarkan hukum-hukum serta hikmah-hikmah
yang terkandung di dalamnya.
Ushul tafsir
Ushul secara etimologi merupakan jama‟ dari kata ashl yang berarti sesuatu
yang dibutuhkan dan tidak membutuhkan sesuatu yang lain. Secara terminologi ushul
adalah fondasi yang diatasnya dibangun sesuatu yanglain, dan tidak sebaliknya.
Ushul tafsir secara istilah adalah kaidah-kaidah dan dasar-dasar yang dijadikan
dasar ilmu tafsir. Tercakup didalamnya segala sesuatu yang berhubungan denagn
mufassir dari syarat-syarat, adab, serta segala sesuatu yang berhubungan denagn tafsir
seperti, kaidah-kaidah, thuruq,manhak, dan sebagainya.
Ushul tafsir merupakan salah satu ilmu dari banayk ilmu ang tumbh dalam
khidmad kepada al qur‟an sepwrti ilmi tajwid, ilmu qiraat, ilmu rasm, dan lain
sebagainya. Ushul tafsir juga memiliki hubungan dengan ulumul qur‟an, ia
merupakan yang paling penting dan paling tampak dalam ulmul qur‟an.
Tujuan ushul tafsir adalah menjaga tafsir dengan meletakkan kaidah-kaidah
yang benar, metode yang selamat, dan manhaj yang tepat dalam tafsir.
Takwil
Kata takril barasal dari “awwal” yang berarti al marjaa, yang berarti kembali.
Menurut thameem ushuma, dengan mengutip dari pendapat al suyuthi, mengatakan
bahwa takwil berarti interpretasi atau memalingkan makna atau al quran dari
kemungkinan makna lain. Sementara lainnya menganggap bahwa ta‟wi sinonim
dengan tafsir, begitupun menganggap takwil sama dengan tafsir.
a. Takwil amr
Ialah esensi perbuatan yang diperintahkan, misalnya hadist yang
diriwayatkan dari aisyah r.a, ia berkata “rasulullah membaca dalam
rukuk dan sujudnya”
b. Takwil kalam
Dalam pengetian bahwa sipembicara mengembalikan perkataa dengan
merujuk pada asalnya. Artikalam sendiri adalah arti yang haqiqi dari
sipembicara.

Anda mungkin juga menyukai