Anda di halaman 1dari 9

TAKHRIJ AL HADITS

Makalah
Disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Naqd Al-Hadits
Dosen Pengampu : Prof. DR. H. M. Erfan Soebahar, M.Ag

Disusun Oleh :
Khsnul Khotimah (1903016010)
Ines Indiana (1903016020)
Tsania Arifiati (1903016022)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2022
A. Latar Belakang

Dalam Islam sumber hukum setelah Al-Qur’an adalah hadits. Hadits merupakan segala
sesuatu yang di sampaikan oleh Rasulullah SAW atas petunjuk Allah SWT, Allah SWT
memerintahkan Rasul-Nya untuk memberikan penjelasan akan Al-Qur’an yang diturunkan
padanya. Rasulullah SAW telah menjelaskan Al-Qur’an pada umatnya secara terperinci
maupun secara global, hal itu di interpretasikan dengan perkataan, perbuatan dan taqrir atau
persetujuan yang di tetapkan olehnya, yang mana itu disebut hadits sehingga sempurnalah Al-
Qur’an.
Dalam rangka untuk mengetahui apakah suatu hadits yang kita terima merupakan hadits
yang sahih, hasan ataupun daif, sehingga memudahkan kita untuk mengamati hadits tersebut.
Apakah hadits maqbul atau mardud, kegiatan takhrij hadits sangatlah penting. Serta akan
menguatkan keyakinan kita untuk mengamalkan hadits tersebut. Dalam hal ini kita bersama-
sama akan membahas tentang cara penyampaian hadits (takhrij hadits). Berdasarkan latar
belakang diatas, makalah ini akan membicarakan tentang takhrij hadits. Dalam hal ini penulis
mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan takhrij hadits?
2. Ada berapa macam metode takhrij hadits?
3. Bagaimana cara melakukan takhrij hadits?
B. Pengertian Takhrij Hadits
Kata takhrij berasal dari kata “kharraja- yukharrij- takhrijan” yang artinya
mengeluarkan.1 Sementara menurut terminologi, takhrij ialah berkembang sesuai dengan
situasi dan kondisi.2

Dr. Mahmud at-Tahhan menjelaskan bahwa kata at-takhrij menurut pengertian asal
bahasanya ialah “Berkumpulnya dua perkara yang berlawanan pada sesuatu yang satu”. Kata
at-takhrij sering dimutlakan pada beberapa macam pengertian, dan pengertian-pengertian
yang populer untuk kata at-takhrij itu ialah: al-istimbat (hal mengeluarkan), at-tadrib (hal
melatih atau hal membiasakan), dan at-taujih (hal memperhadapkan).

1
Ikhrom, Pengantar Ulumul Hadits, Semarang : CV. Karya Abadi Jaya, 2015, hal 250.
2
Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis, Jakarta: Amzah,2014, hal 2.
Menurut istilah dan yang biasa dipakai oleh ulama hadits, kata at-takhrij mempunyai arti,
yakni :

1. Mengemukakan hadits kepada orang banyak dengan menyebutkan oara periwayatnya


dalam sanad yang telah menyampaikan hadits itu dengan metode periwayatan yang
mereka tempuh.
2. Ulama hadits mengemukakan berbagai hadits yang telah dikemukakan oleh para guru
hadits, atau berbagai kitab, atau lainnya, yang susunanya dikemukakan berdasarkan
riwayatnya sendiri atau para gurunya, atau temannya atau orang lain, dengan
menerangkan siapa periwayatnya dari para penyusun kitab atau karya tulis yang
dijadikan sumber pengambilan.
3. Menunjukkan asal-usul hadits dan mengemukakan sumber pengambilannya dari
berbagai kitab hadits yang disusun oleh para mukharrij-nya langsung (yakni para
periwayat yang juga sebagai penghimpun bagi hadits yang mereka riwayatkan.
4. Mengemukakan hadits berdasarkan sumbernya atau berbagai sumbernya, yakni kitab-
kitab hadits, yang didalamnya disertakan metode periwayatnnya dan sanad-nya masing-
masing, serta diterangkan keadaan periwayatnya dan kualitas haditsnya.
5. Menunjukkan atau mengemukakan letaak asal hadits pada sumbernya yang asli, yakni
berbagai kitab, yang didalamnya dikemukakan hadits itu secara lengkap dengan
sanadnya masing-masing; kemudian untuk kepentingan penelitian, dijelaskan kualitas
hadits yang bersangkutan.3

C. Macam-Macam Metode Takhrij Hadits

Dalam buku Cara praktis Mencari Hadits dikemukakan bahwa metode takhrijul hadis ada
dua macam , yakni takhrijul-hadis bil lafz dan takhrijul hadis bil maudu. Berikut
penjelasannya

1. Metode Takhrijul Hadits bil lafz (Penelusuran Hadis melalui lafal)


Bila hadits yang akan diteliti hanya diketahui sebagian saja dari matn-nya maka takhrij
melalui penelusuran matn akan lebih mudah. Adapun kitab-kitab yang diperlukan untuk
kepentingan takhrijul hadis berdasarkan lafal tersebut adalah kitab susunan Dr.AJ. Wensinck
dan kawan-kawan yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fu’ad

3
M. syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 1992, hal
39-40.
‘Abdul-Baqi dengan judul al-Mu’jam al-mufahras li-alfaz al-hadith al-nabawi. Kitab hadis
yang menjadi rujukan ada sembilan yakni :
1) Sahih al-Bukhari
2) Sahih Muslim
3) Sunan Abi Daud
4) Sunan At-Tirmizi
5) Sunan An-Nasai
6) Sunan Ibni Majah
7) Sunan Ad-Darimi
8) Muatta Malik
9) Musnad Ahmad bin Hambal

Kemungkinan hasil setelah kegiatan takhrij dilakukan , mungkin belum semua riwayat
telah dicakup. Untuk itu, hadis yang telah di takhrij tadi, lafalnya yang lain perlu dicoba
dipakai untuk men-takhrij lagi. Adakalanya, semua lafal dalam matn hadis telah dipakai
sebagai acuan untuk melakukan kegiatan takhrij, tetapi hasilnya masih belum lengkap juga,
maka dalam hal ini masih perlu dipakai kitab kamus hadis lainnya yang mungkin dapat
melengkapi. Apabila meneliti hadis , maka seluruh riwayat hadis dikutip secara cermat,baik
sanad-nya maupun matn-nya.

2. Metode Takhrijul Hadits bil maudu (Penelusuran Hadits melalui Topik Masalah)

Hadits yang akan diteliti tidak terikat pada bunyi lafal matn hadits, tetapi berdasarkan
topik masalah. Mislanya, topik masalah yang akan diteliti adalah hadits tentang kawin
kontrak atau nikah mut’ah. Untuk menelusurinya, diperlukan bantuan kitab kamus ataupun
semacam kamus yang dapat memberikan keterangan tentang berbagai riwayat hadis tentang
tersebut.

Pada umumnya kitab-kitab yang menghimpun berbagai hadits berkenan dengan topik
masalah tidak menyebutkan data kitab sumber pengambilannya secara lengkap. Dengan
demikian, bila hadits-hadits yang bersangkutan akan diteliti, masih diperlukan penelusuran
tersendiri. Untuk saat ini kitab yang relatif lengkap adalah kitab susunan Dr.AJ. Wensinck
dan kawan kawan yang berjudul Mifrah Kunuzis as-Sunnah, kitab rujukan sebagaimana telah
dikemukakan ditambah lagi dengan Musnad Zaid bin ‘Ali, Musnad Abi Daud at Tayasi,
Tabaqat Ibn Sa’ad Ibn Hisyam, dan Magazi Waqidi.
Kemungkinan hasilnya yang dimuat oleh kitab Miftah memang sering tidak lengkap,
begitu juga topik yang dikemukakan. Namun, kitab kamus tersebut cukup membantu untuk
melakukan kegiatan takhrij hadis berdasarkan topik masalah. Apabila seluruh hadis yang
berkenan dengan topik nikah mut’ah itu akan diteliti, maka terlebih dahulu seluruh
riwayatnya harus dikutip secara cermat, baik sanadnya maupun matn nya. Untuk melengkapi
bahan penelitian, berbagai matn yang telah dikutip itu dapat dilakukan takhrij melalui lafal.4

D. Cara Praktek Takhrij Al Hadits

Sebagai dirasakan bahwa sebuah dalil syara’ yang melegakan pikiran adalah dalil yang
diriwayatkan secara mutawatir. Alangkah senangnya kita bila dalil yang kita pakai untuk
sebuah kegiatan senangnya kita bila dalil yang kita pakai untuk sebuah kegiatan adalah
mutawatir. Tetapi sering kali kita ingat sebuah hadits, tetapi tidak tahu, di kitab mana ia
dimuat, sebagaimana kita tidak tahu, riwayatnya mutawir atau tidak. Ada dua cara dapat
dipakai untuk melacak hadits seperti itu:

Pertama : kita dapat melacaknya melalui tema/maudhu’ yang diperkirakan bahwa hadis
dimaksud berada berada dalam maudhu’ ini. Sebenarnya banyak kitab ensiklopedia hadis
yang disusun berdasar tema/maudhu’ hadits. Hanya kitab-kitab tersebut tidak menyebutkan
data kitab seumber pengambilan secara lengkap. Misalnya, kitab itu hanya memberi
informasi bahwa hadis yang kita maksud terdapat dalam Sunan Ibnu Majah. Didalam bab
apa, juz berapa atau hadis nomor berapa, tidak disebutkan. Kini, buku ensiklopedia kitab
hadis terbaik yang disusun berdasarkan tema/maudhu’ adalah Miftah Kunuz al-sunnah, karya
Dr. A.J. Wensinck dan kawan-kawan. Informasi tentang hadis yang kita cari secara lengkap
dapat ditemukan di kitab ini.

Kedua: Dapat juga kita berangkat dari kosa kata. Kita segera akan mencoba berangkat dari
kosa kata hadis yang kita ingat. Dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menelusuri, di buku mana hadits yang diteliti berada.

Sesuai dengan tujuan pertama bahwa takhrij adalah mengetahui di mana hadits itu dimuat,
maka hadis dimaksud dilihat di dalam kitab kamus atau ensiklopedia. Misalnya, di kitab
Jami’ al-Shaghir karya karya Imam Al-suyuti atau didalam kitab Mu’jam Al-mufahras li

4
M.Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: PT Bulan Bintang ,1992, hal 45-
48.
Alfazh Al-hadits. Kendati kitab ini ditulis oleh seorang Orientalis, tetapi diminati oleh para
pengkaji hadits. Dan, ternyata kitab ini sangat membantu dalam penelitian hadits. Bagi yang
sudah berpengalaman mencari ayat Al-qura’n melalui Mu’jam al-mufahras li Alfazh Al-
qura’n, mencari hadis menggunakan Mu’jam hadits ini tidak terlalu sulit. Mu’jam digunakan
apabila kita hanya dapat mengingat potongan hadis. seperti penggunaan Mu’jam ayat Al-
qura’n, penggunaan Mu’jam hadits untuk mencari hadis berdasarkan kata tertentu dari
potongan hadis yang kita hafal tadi. Dari sana kita memperoleh informasi, hadis yang kita
cari diriwayatkan oleh siapa saja dan dalam bab apa. Pekerjaan semacam ini sudah masuk
dalam kategori takhrij Alhadits.

2. Membuat bagan sanad periwayatan Hadits

Informasi Kitab Mu’jam kita tindaklanjuti dengan menelusuri hadits sesuai dengan
petunjuknya. Kalau Mu’jam itu menunjukkan dua kita, kita mencarinya di dua kitab itu,
begitu seterusnya. Kemudian kita menyuusn bagan sanad hadis, sejak dari perawi terakhir
sampai dengan Nabi.

3. Memeriksa persambungan sanad dan reputasi para periwayat.

Setelah bagan periwayat kita buat lengkap, kemudian kita mengambil Kitab Rijalul Al-
hadits untuk memeriksa satu demi satu periwayat yang terdapat di dalam bagan tersebut.
Amat banyak orang yang namanya mirip satu dengan yang lain. Dalam hal ini, kecermatan
peneliti sangat diperlukan. Dari riwayat hidup yang diinformasikan oleh kitab Rijal itu kita
dapat melihat, apakah sanad hadis kita maksudkan itu bersambung atau tidak. Bila sanad itu
terputus, maka kita dapat menetapkan predikat hadis sesuai dengan jumlah keterputusan dan
generasi sanad. Dari sini muncul kategori mursal, munqathi’, mu’dhal, dan sebagianya. Bila
sanad itu bersambung, maka untuk menetapkan bersambung/tidaknya sanad hadis, perlu
diingat, persambungan sanad model Al-bukhari atau Muslim.

Sebagai disebut di muka bahwa untuk mengetahui apakah sebuah hadits itu shahih atau
tidak, maka hadis harus terhindar dari predikat saydz dan mu’allal. Untuk mengetahui syadz
dan tidaknya, kita perlu mengadakan konfirmasi, ia diriwatkan melalui jalur lain atau tidak.
Relativitas itu muncul apabila tolak ukur penilaian isi hadits didasarkan pada akal. Artinya,
apabila kebenaran isi hadis diukur dengan kriteria “ dapat masuk akla atau tidak”. Pekerjaan
ini juga merujuk kepada teori tentang pemgujian isi hadits. pada bab-bab terdahulu telah
dikemukakan contoh bagaimana para ulama menilai kandungan hadits.5

E. Kesimpulan

Kata takhrij berasal dari kata “kharraja- yukharrij- takhrijan” yang artinya
mengeluarkan. Sementara menurut terminologi, takhrij ialah berkembang sesuai dengan
situasi dan kondisi. Dr. Mahmud at-Tahhan menjelaskan bahwa kata at-takhrij menurut
pengertian asal bahasanya ialah “Berkumpulnya dua perkara yang berlawanan pada sesuatu
yang satu”. Menurut istilah dan yang biasa dipakai oleh ulama hadits, kata at-takhrij
mempunyai arti, yakni Mengemukakan hadits kepada orang banyak dengan menyebutkan
oara periwayatnya dalam sanad yang telah menyampaikan hadits itu dengan metode
periwayatan yang mereka tempuh.

1. Macam-Macam Metode Takhrij Hadist:

2. Dalam buku Cara praktis Mencari Hadis dikemukakan bahwa metode takhrijul hadis ada
dua macam , yakni:

1) Metode takhrijul-hadis bil lafz (Penelusuran Hadis melalui lafal). Kitab hadis yang
menjadi rujukan ada sembilan yakni :Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abi
Daud, Sunan At-Tirmizi, Sunan An-Nasai, Sunan Ibni Majah, Sunan Ad-Darimi,
Muatta Malik.
2) Metode takhrijul hadis bil maudu (Penelusuran Hadis melalui Topik Masalah). Hadis
yang akan diteliti tidak terikat pada bunyi lafal matn hadis, tetapi berdasarkan topik
masalah. Mislanya, topik masalah yang akan diteliti adalah hadis tentang kawin
kontrak atau nikah mut’ah. Untuk menelusurinya,

3. Tiga Langkah – langkah Cara Praktek Takhrij Hadits :

1) Menelusuri, di buku mana hadits yang diteliti berada. Sesuai dengan tujuan pertama
bahwa takhrij adalah mengetahui di mana hadis itu dimuat, maka hadis dimaksud
dilihat di dalam kitab kamus atau ensiklopedia. Misalnya, di kitab Jami’ al-Shaghir
karya karya Imam Al-suyuti atau didalam kitab Mu’jam Al-mufahras li Alfazh Al-
hadits.
5
Muh. Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologi , Yogyakarta: PT Tiara Wacana
Yogya, 2003, hal 150-153.
2) Membuat bagan sanad periwayatan Hadis. Informasi Kitab Mu’jam kita tindaklanjuti
dengan menelusuri hadis sesuai dengan petunjuknya. Kalau Mu’jam itu menunjukkan
dua kitab, kita mencarinya di dua kitab itu, begitu seterusnya. Kemudian kita
menyuusn bagan sanad hadis, sejak dari perawi terakhir sampai dengan Nabi.
3) Memeriksa persambungan sanad dan reputasi para periwayat. Dari riwayat hidup
yang diinformasikan oleh kitab Rijal itu kita dapat melihat, apakah sanad hadis kita
maksudkan itu bersambung atau tidak.

F. Kata Penutup

Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan. Semoga dapat bermanfaat bagi setiap
kalangan. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Untuk itu, kritik
dan saran yang konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan agar makalah ini menjadi
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Ikhrom. 2015. Pengantar Ulumul Hadits. Semarang : CV. Karya Abadi Jaya.

Majid, Abdul Khon. 2014. Takhrij dan Metode Memahami Hadis. Jakarta : Amzah.

Syuhudi, M Ismail. 1992. Metode Penelitian Hadis Nabi. Jakarta : PT Bulan Bintang.

Zuhri, Muh. 2003. Hadis nabi telaah historis dan metodologi. Yogyakarta : PT Tiara Wacana

Anda mungkin juga menyukai