Anda di halaman 1dari 14

METODE TAKHRIJ HADITS

MAKALAH
Oleh :

Sri Deviyanti

80500222022

EKONOMI SYARIAH

UIN ALAUDDIN MAKASSAR


2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadits berdasarkan kedudukannya ialah suatu sumber ajaran kedua setelah


Al-Qur’an dan dalam posisinya ia sangat urgen1 Hadits merupakan segala sesuatu
perkataan, perbuatan,serta taqrir atau penetapan yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad saw setelah kenabian.2Al-qur’an sebagai mukjizat itu di turunnya
lafazh dan maknanya dari Allah swt berbeda dengan hadits itu berarti sikap
ataupun perbuatan beliau yang dilakukan sesuai dengan perintah Allah. Tidak ada
permasalahan secara signifikan dalam Al-Qur’an karena hal tadi bahwa turunnya
dari Allah langsung kepada Nabi Muhammad saw. Berbeda dengan hadits dalam
memahaminya, perlu dilakukan pengkajian yang lebih dalam baik dari segi
periwayatannya (sanad) maupun dari segi isi haditsnya (matan). 3 Hal ini menjadi
persoalan yang urgent guna mendapatkan hasits atau tuntunan yang sahih yang
kemudian dapat diperpegangi oleh ummat manusia di era modern khususnya di
abad 21 ini.

Rasulullah dalam pandangan ulama hadits melihat nabi sebagai pembawa


petunjuk bagi ummat yang disampaikan langsung oleh Allah swt bahwa ia adalah
teladan dan panutan bagi manusia. Maka orang-orang yang hidup di masa beliau
bahkan setelahnya meriwayatkan atau menuliskan segala yang berkaitan dengan
perbuatan, perilaku, akhlak, perkataan maupun berita-berita beliau yang telah
ditetapkan hukumnya syar’inya atau tidak. Sementara, Rasulullah saw dalam
pandangan ulama ushul fiqih adalah seseorang yang menyampaikan syariat yang
meletakkan kaidah-kaidah bagi para mujtahid sesudahnya, dan menjelaskan

1
Andi rasdiyanah. Pengembangan sistem Koleksi Hadits-hadits Fiqh dalam Al-Kutub al-
Khamsah.Ujungpandang:Pusat pengabdian dan penelitian pada masyarakat IAIN Alauddin. 1993
Hal.1
2
Syaikh Manna’ Al-Qathan. Pengantar Studi Ilmu Hadits. 2020. Pusaka Al- Kautsar: Jakarta Timur.
Hal 24
3
Ahmad Hadi Wiyono, Eko Andy Saputro. Kajian Takhrij Hadits dalam studi islam. Jurnal Samawat
Vol.3 No.3 Tahun 2019. Hal. 1
kepada manusia tekait dengan aturan-aturan dalam berkehidupan. Terkait dengan
penulis hadits atau dengan kata lain adalah perawi terdiri atas sahabat, tabi’in,
tabi’ut tabi’in dan orang yang mengikuti mereka pada tiap generasi. 4 Selain itu
juga tertuang dalam berbagai kitab5 hal inilah yang memunculkan berbagai
macam pemahaman dari masyarakat tentang sebuah hadits terlepas dari
pengetahuan tentang kualitas sanad dan matan hadits yang bersangkutan.

Ilmu takhrij hadits merupakan salah satu metode dalam mencari jalannya
sanad sehingga kita dapat mengetahui dan memahami dari mana asal hadits
tersebut diriwayatkan. Ilmu ini diharapakan akan mengantar kita pada sebuah
pemahaman bahwa hadits itu datangnya dari Nabi Muhammad saw selain itu jua
memberikan kemudahan kepada umat atau orang yang ingin mengamalkan hadits
setelah mengetahui bahwa hadits tersebut adalah hadits yang maqbul (dapat
diterima amalannya). Begitu pula sebaliknya, tidak mengamalkan hadits ketika
telah mengetahui bahwa suatu hadits adalah hadits yang mardud (tertolak).

Berangkat dari kajian dan uraian di atas maka persoalan yang akan dikaji
pada makalah ini adlah terkait takhrij al hadits serta metode-metode atau langkah-
langkah dalam kegiatan takhrih al-hadits.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa definisi Takhrij Al-Hadits?
2. Bagaimana metode takhrij hadis?

4
Syaikh Manna’ Al-Qathan. Pengantar Studi Ilmu Hadits. 2020. Pusaka Al- Kautsar: Jakarta Timur.
Hal 32.
5
M. Syuhyudi Ismail. Cara Praktis Mencari Hadits. 1992. Jakarta : Bulan BIntang
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Takhrij Al-Hadits


Dalam melakukan sebuahh penelitian, maka hal yang paling
pertama yang dilakukan adlah mencari definsi sebuah kata baik secara
etimolog maupun secara terminologi. Kata takhrij secara etimologi berasa
dari kata kharaja yang artinya nampak dari tempatnya, atau keadaannya
yang terpisah dan kelihatan. Kata lain adalah al-ikhraj yang artinya
menampakkan dan memperlihatkannya, dan al-makhraj artinya tempat
keluar. Dan kata akhraja al-hadits wa kharrajahu artinya menjelaskan
tempat keluarnya.
Sedang menurut istilah dan yang biasa dipakai oleh ulama hadits,
kata takhrij mempunyai ebebrapa arti:
a. Mengemukakan hadits kepada orang banyak dengan menyebutkan
para periwayatnya di dalam sanad yang menyampaikan hadits itu,
berikut dengan metode periwayatan yang ditempuhnya.
b. Ulama hadits mengemukakan berbagia hadits yang telah
dikemukajak oleh para guru hadits, atau berbagai kitab, atau
lainnya. Yang susunannya dikemukakan berdasarkan riwayatnya
sendiri. Atau para gurunya, atau temannya atau orang lain dengan
menerangkan siapa periwayatnya dari para penyusun kitab atau
karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan
c. Menunjukkan asal-usul hadits dan mengemukakan suber
pengambilannya dari berbagai kitab hadits yang disusun oleh para
mukharrijnya langsung yani para perawinya yang menjadi
penghimpun bagi hadits yang mereka riwayatkan
d. Mengenukakan hadits berdarsakn sumbernya atau berbagai sumber,
yakni kitab-kitab hadits, yang didalamnya disertakan metode
periwayatannya dan sanadnya, serta diterangkan pula keadan para
periwayat dan kualitas hadistnya.
e. Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadits dari sumbernya
yang asli, yakni berbagai kitab yan didlaamnya dikemukakan hadits
itu secara lengkap dengan sanadnya masing-masing. Lalu, untuk
kepentingan penelitian, dijelaskan pula kualita hadits yang
bersangkutan.

Diantara lima pengertian diatas, pertama merupkan salah satu kegiata yang
telah diakukan oeh para periwayat hadits. Mereka menghimpun hadis ke dalam
kitab hadis yang disusunnya. Misalnya, imam Bukhari dengan kitab shahinya,
imam muslim dengan kitab shahinya dn abu dawud dengan kitab sunannya.

Pengertian takhrij kedua dilakuakn dengan banyak ulama hadis. Misalnya,


imam baihaqi yang banyak mengambil hadis dari kitab as-sunan yang disusun
oleh abu hasan al-bisri al safar. Lalu, imam baihaqi mengemukakan sanadnya
sendiri.

Pengertian takhrij ketiga, banyak dijumpai dalam kitab himpunan hadits.


Misalnya, bulugul maram susunan Ibn Hajar Al-Asqalani. Hadits yang dikutip
tidk hanya matan, juga nama mukharrij dan nama periwayat pertama (sahabat
Nabi Muhammad saw) yang meriwayatkan hadits tersebut.

Pada pengertian istilah takhtij yang keempat, biasanya digunakan oleh


ulama hadits untuk menjelaskan berbagai hadits yang termuat di daam kitab
tertentu. Misalnya, kitab ihya’ ulumuddin sususan imam al Gazali yan didalam
penjelasannya, Imam Al-Gazali mengemukakan sumber pengambilan tiap-tiap
hadits dan kualitasnya.

Pengertian takhrij yang kelima, biasanya digunakan untuk kegiatan


penelitian. Takhrij dalam pengertin ini ialah upaya penelusuran atau pencarian
hadis dari berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan yang
di dalam sumber itu dikemukakakn ecara lengkap matan dan sanad hadis yang
bersangkutan.6

Jika diliat secara historis, pada mulanya pencarian hadits tidak didukung
oleh metode tertnetu karena pada masa itu tidaklah diperlukan mengingat para ahli
hadits mempunyai kekuatan dalam menghafal (dhabit) dan itu menjadi alat adna
sekaligus metode perncarian hadits bagi mereka. Namun seirinG dengan
perkembangana zaman, kegiatan takhrij ini diperlukan gua menjaga atau
memelihara hadits.

Pada mulanya kegiatan takhrij hadits berupa pencarian dengan


mengeluarkan hadits dai ulama yang memenuhi syarata sebagai periwayat.
Kegiatan ini dalam bentuk sensus yaitu menelusuri satu persatu uama yang
memiliki hadits dari berbagai tempat. Sedang dalam perkembagannya, di masa
sekaang ini adalah identik dengan penelitian kepustakaan akni mencari hadits dari
berbagai kitab yang memuat hadits yang lengkap matan dan sanadnya kemudian
dilanjutkan dengan penelitian kualitas sanad dan matannya hadits.

Asep Herdi7 dalam bukunya memahami imu hadis menuliskan bahwa


erdapat 3 hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan takhrij al-hadits dalam
melaksanakan penelitian hadits antara lain :

a. Untuk mengetahui asal usul riwayat hadits yangakan diteliti. Hadits


akan sulit diteliti status dan kuaitasnya bila terlebih dahulu tidak
diketahui asal-usulnya.
b. Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadits yang akan diteliti
c. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya syahid dan muttabi’. Jika
sebuah hadits diteliti salah satu sanadnya, mungkin ada periwayat lain
yang sanadnya mendukung pada sanad yang sedang ditelti. Dukungan
tersebur bila terletak pada bagian periwayat tingkat pertama, yakni
tingkat sahabta nabi disebut sebagai syahid(yang menyaksikan) dan
6
Drs. Ahmad Izzan. Studi Takhrij Hadits. Kajian tentang metodologi takhrij dan kegiatan
penelitian hadis. 2012. Tafakur. Bandung. Hal 3.
7
Asep Herdi. Memahami ilmu hadis. 2014. Bandung :Tafakur. Hal 135
bila terdapat dibagian bukan periwayat tingkat sabahat disebut sebagai
muttabi’ (yang mengikuti).

Selain hal hal yang menjadi penyebab pentingnya kegiatan takhrij


hadits, maka dapat pula diuraikan beberapa manfaat dari mengkaji takhrij
hadits antara lain sebagai berikut:

a. Takhrij memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal


dimana suatu hadist berada, serta ulama yang meriwayatkannya.
b. Takhrij dapat menambah perbendaharaan sanad hadis-hadis melalui
kitab-kitab yang ditunjukinya. Semakin banyak kitab-kitab yang
memuat suatu hadits maka semakin banyak pula perbendaharan
sanad yang dimiliki.
c. Takhrij dapat memeperjelas perawi hadits yang tidak diketahui
namanya melalui perbandingan dinatara sanad-sanad.
d. Takhrij dapat menghilangkan suatu “syadz” (kesendirianriwayat
yang menyalahiriwayat tsiqah) yang terdapat dalam suatu hadis
melalui perbandingan suatu riwayat.
e. Takhrij dapat menjelaskan waktu dan tempat kejadian timbulnya
suau hadits.
B. Takhrij Menurut Lafal Pertama Al-Hadits

Metode ini digunakan berdasarkan lafal pertama matan hadits.


Dengan kata lain, metode mengkomodifikasi hadist-hadits yang lafal
pertamanya sesuai dengan urutan huruf-huruf hijaiyah. Bagi yang
menggunakan metode ini, suatu keharusan baginya untuk mengetahui
dengan pasti lafl-lafal pertama dari hadits-hadits yang akan dicarinya.
Kemudian ia melihat hruuf pertamanya melalui kitab-kitab takhrij yang
disusun dengan metode ini, demikian pula dengan huruf kedua dan
seterusnya.

Kelebihan dari metode ini adalah memungkinkan bagi


penggunaanya untuk dengan cepat menemukan hadits-hadits yang
dimaksud. Sedangkan kekuarangannya adalah apabila terdapat kelainan
lafal pertama pada sebuah hadits akan berakibat sulit menemukan hadits.

Jenis kitab yang menggunakan metode ini dibagi dalam tiga jenis
1) Al-masyhurat’ala alsinat al-nas, seperti : a) Al-Maqasid Al-HAsanah fi
bayanin katsirin al-hadis al-mashurah ala alsinah al-nas karya Muhammad
bin Abdurrahman al-skhawi (902 H), b) kaysf al-khafa wa muzii al-ilbas
amma isytahara min al-hadis ala al-sinah al-nas karya ismail bin
Muhammad al-aljuni(1162), c) tamyiz al-tahyyib al-khabits fima yaduru
ala al sinah al-nas karya Abdurrahman bin ali bin al-diba al-sya’rani
(973H), 2) Al-Kitab Allati rattibat al-hadits fiha ala tartrib hruf al-mu’jam
(kitab yang disusun berdasarkan huruf hijaiyah) jenis kitab ini seperti al-
jami’ al shagir min hadits al-basyir al-nazir, karya jalaluddin abdurrahm,an
bin abi bakr al-suyuti (911 H) 3) Al-Mafatih atau Al Fahrasat seperti
a)Miftah al-sahihain karya al-taukidi, b) miftah al-tartib li ahadis tarikh al-
khatib karya sayyid ahamd al-Ghumari.

C. Takhrij Melalui Kata-kata dalam Matan

Metode ini tergantung kepada kata-kata yang terdapat dalam matan


hadis, baik itu berupa isim atau fiil. Huruf-huruf tidak digunakan dalam
metode ini. Hadis-hadis yang dicantumkan hanyalah bagian hadis. Para
penyusun kitab metode ini menitikberatkan peletakkan hadis-hadisnya
menurut lafal-lafal yang asing. Semakin asing (gharib) suatu kata, maka
pencarian badis akan semakin mudah dan efisien.

Keistimewaan metode ini adalah Pertama, mempercepat pencarian


hadis; Kedua, para penyusun kitab-kitab takhrij metode ini membatasi
hadis-hadis dalam beberapa kitab indukl dengan menyebutkan nama kitab,
juz, bab dan halaman. Ketiga, memungkinkan pencarian hadis melalui
kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan hadis.

Sedangkan kekurangan metode ini adalah Pertama, keharusan bagi


penggunanya untuk menguasai bahasa Arab beserta perangkat ilmunya
yang memadai. Karena metode ini menuntut untuk mengembalikan setiap
kata-kata kuncinya kepada kata dasarnya. Kedua, metode ini tidak
menyebutkan perawi dari kalangan sahabat. dan Ketiga, terkadang suatu
hadis tidak dapat didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang
mencarinya harus menggunakan kata-kata yang lain.

D. Takhrij Hadits Melalui Periwayat Pertama

Metode ini digunakan ketika nama sahabat disebut pada sebuah


hadis dan tidak mungkin mengetahuinya metode ini tidak dapat digunakan.
Jika nama sahabat disebut pada hadist atau kita mengetahuinya dengan
jalan tertentu, maka kita dapat menggunakan metode ini.

Kelebihan dari metode ini adalah, pertama, metode ini


memperpendek masa proses tekhrij dengan diperkenalkannya. Kedua,
memberikan kesempatan untuk melakukan per-sanad. Sedangkan
kekurangannya adalah, pertama, metode ini tidak dapat digunakan dengan
baik tanpa mengetahui terlebih dahulu perawi pertama hadis yang kitra
maksud; Kedua, adanya keslitan mencari hadis antara diantara yang tertera
dibawah setiap peawi pertamanya. Hal ini karena penyusunan hadis
didasarkan perawi-perawinya yang dapat menyulitkan.
E. Takrij menurut Tema Hadis
Metode takrij ini berstandar pada pengenalan tema hadis. Maka
setelah menentukan hadis yang akan kita takrij, maka langkah selanjutnya
adalah menyimpulkan tema hadis tersebut. Dasar dari metode ini ialah
pengetahuan tema hadis, Ketidaktahuan tema hadis akan menyulitkan
proses takrij.
Olehnya itu, metode ini hanya dapat digunakan oleh orang yang
mempunyai ketajaman ilmu (dzauq ilm) yang mnemungkinkan
menentukan atau mendaptkan topic hadis, atau menentukan letaknya hadis
tersebut mempunyai kandungan yang lebih luah dan banyak bergelut dan
mengamati kitab-kitab hadis.
Keistimewaan dari metode ini adalah. Pertama, metode ini tidak
membutuhkan pengetahuan-pengetahuan dailuar hadis. Yang dibutuhkan
dalam metode ini adalah pengetahuan akan kandungan hadis;Kedua
metode ini mendidik ketajaman pemahaman hadis dari penliti. Ketiga,
metode ini memperkenalakn kepada peneliti maksud hadisyang sedang
dicarinya dan hadis-hadis yang senada dengannya. Sedangkan kekurangan
dari metode ini adalah, Pertama, terkadang kandungan hadis sulit
disimpulkan oleh seorang peneliti hingga tidak dapat menentukan
temanya. Kedua, terkadang pula pemahaman peneliti tidak sesuai dengan
pemahaman kitab penyusun kitab.
Metode ini berdasrkan pada tema dari suatu hadits. Oleh karena itu
untuk melakukan takhrijdengan metode ini, perlu terlebih dahulu
disimpulkan tema dari suatu hadits yang akan di – takhrijdan kemudian
baru mencarinya melalui tema itu pada kitab-kitab yang disusun
menggunkan metode ini. Seringkali suatu hadits memiliki lebih dari satu
tema. Dalam kasus yang demikian seorang men – takhrij harus mencarinya
pada tema – tema yang mungkin dikandung oleh hadits tersebut.

Contoh :

َِ‫الزكَا َة‬
َّ ‫صالَةِ َوا ْيت َِاء‬ ِ َ‫س ْو ُالللَّ ِه َواِق‬
ّ ‫امال‬ َ ‫بُنِيَا ِال ْسالَ ُمعَلَى َخ ْم ٍس َش َهادَةِا ْنالَاِل َه ِاالَّاللّ ُهوانَّ ُم َح َّمد‬
ُ ‫ّار‬
َّ‫س ِب ْيال‬ َ َ ‫ضان ََو َح ّج ْال َب ْي ِت َم ِنا ْست‬
َ ‫طا َع ِالَ ْي ِه‬ َ ‫ص ْو ِم َر َم‬
َ ‫َو‬

“Dibangun Islam atas lima pondasi yaitu : Kesaksian bahwa tiada Tuhan
selain Allah dan bahwa Muhammad itu adalah Rasulullah, mendirikan
shalat, membayarkan zakat, berpuasa bulan Ramadhan, dan menunaikan
ibadah haji bagi yang mampu.”
Hadits diatas mengandung beberapa tema yaitu iman, tauhid,
shalat, zakat, puasa dan haji. Berdasarkan tema-tema tersebut maka hadits
diatas harus dicari didalam kitab-kitab hadits dibawah tema-tema
tersebut. Cara ini banyak dibantu dengan kitab “Miftah Kunuz As-
Sunnah” yang berisi daftar isi hadits yang disusun berdasarkan judul-judul
pembahasan.
F. Takhrij Berdasarkan Status Atau Kedudukan
Metode ini mengetengahkan suatu hal yang baru berkenaan dengan
upaya para ulama yang telah menyusun kumpulan hadis iadis berdasarkan
status hadis. Jenis kitab ini sangat membantu dalam proses pencarian hadis
berdasarkan statusnya, seperti hadis qudsi, hadis mutawatir dan lain-lain.
Dengan kata lain, maksud dari metode ini ialah memperhatikan hal
ihwal hadits dan sifat-sifatnya yang terdapat pada matan hadits atau
sanadnya. Jika pada matan hadits terdapat gejala-gejala palsu, maka cara
yang paling singkat untuk mengetahui takhrijnya adalah melihat kita-kitab
“Al-Maudhu’at”. Jika hadist itu adalah hadits qudsi, maka sumber tercepat
untuk mencarinya adalah klitab-kitab yang khusus menghimoun hadits-
hadits qudsi misalnya kitab al-azharal al-mutanasir fi al-akhbar al-
mutawatirah karangan suyuthi.
Sedangkan pada sanad hadits, jika terdapat ayah yang meriwatkan
hadis dari putranya, maka sumber tercepat untuk mentakhrijnya adalah
kitab-kitab yang khusus menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan
bapak dari anak-anaknya seperti kitab Riwayat al-Abái An al-Abnäl
karangan al -Khotib al- Baghdadi. Demikian nola lika sanad itu berangkai
atau mursal.
Kelebihan yang dimiliki oleh metode ini adalah mempermudah
proses takhrij. Hal ini memungkinkan karena sebagian besar hadis-hadis
yang dimuat dalam suatu karya tulis berdasarkan sifat-sifat hadis sangat
sedikit, sehingga tidak memerlukan pemikiran yang lebih rumit.
Sedangkan kekurangan dari metode ialah cakupannya sangat terbatas.
Inilah metode-metode takhrij dalam kegiatan penelitian hadits yang
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, yang dengan
perantaraannya, dimungkinkan mentakhrij (menemukan hadis dan
mengetahui sumber-sumbernya yang meriwayatkan dan men-takhrij
Olehnya itu, dalam melakukan penelitian hadis, seorang peneliti tidak
harus terfokus pada satu jenis metode takhrij saja. Tetap harus mencoba
semua jenis takhrij agar menghasilkan data yang maksimal dan akurat.
Akurasi data dari kegiatan takhrij akan menentukan kegiatan penelitian
selanjutnya. Karena asal usul hadits dan seluruh sanad dari hadis yang
sedang diteliti hanya dapat diketahui secara pasti dari kegiatan ini. Tanpa
kegiatan takhrij al-Hadis, maka seorang peneliti tidak bisa melanjutkan
kegiatan selanjutnya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Takhrij dalam pengertin ini ialah upaya penelusuran atau pencarian hadis
dari berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan yang
di dalam sumber itu dikemukakakn ecara lengkap matan dan sanad hadis
yang bersangkutan
2. Adapun manfaat dalam melakukan takhrij al-hadits adalah sebagai berikut:
a) Takhrij memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal dimana
suatu hadist berada, serta ulama yang meriwayatkannya. b) Takhrij dapat
menambah perbendaharaan sanad hadis-hadis melalui kitab-kitab yang
ditunjukinya. Semakin banyak kitab-kitab yang memuat suatu hadits maka
semakin banyak pula perbendaharan sanad yang dimiliki. c) Takhrij dapat
memeperjelas perawi hadits yang tidak diketahui namanya melalui
perbandingan dinatara sanad-sanad. d) Takhrij dapat menghilangkan suatu
“syadz” (kesendirianriwayat yang menyalahiriwayat tsiqah) yang terdapat
dalam suatu hadis melalui perbandingan suatu riwayat. e)Takhrij dapat
menjelaskan waktu dan tempat kejadian timbulnya suatu hadits.
3. Metode dalam mentakhrij hadist terdapat beberapa antar lain: takhrij
menurut lafal pertama al-hadits, takhrij melalui kata-kata dalam matan
,takhrij hadits melalui periwayat pertama, takrij menurut tema hadis,
takhrij berdasarkan status atau kedudukan
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Hadi Wiyono, Eko Andy Saputro. Kajian Takhrij Hadits dalam studi

islam. Jurnal Samawat Vol.3 No.3 Tahun 2019.

Ahmad Izzan. Studi Takhrij Hadits. Kajian tentang metodologi takhrij dan

kegiatan penelitian hadis. 2012. Tafakur. Bandung.

Andi rasdiyanah. Pengembangan sistem Koleksi Hadits-hadits Fiqh dalam Al

Kutub al-Khamsah.Ujungpandang:Pusat pengabdian dan penelitian pada

masyarakat IAIN Alauddin. 1993 Hal.1

Asep Herdi. Memahami ilmu hadis. 2014. Bandung :Tafakur.

M. Syuhyudi Ismail. Cara Praktis Mencari Hadits. 1992. Jakarta : Bulan Bintang

Syaikh Manna’ Al-Qathan. Pengantar Studi Ilmu Hadits. 2020. Pusaka Al

Kautsar: Jakarta Timur.

Anda mungkin juga menyukai