Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ULUMUL HADITS

METODE TAKHRIJ

Diajukan untuk memenuhi tugas


Dosen : Dr. Hemawati M.A
Disusun oleh : KARTIKA
Prodi/Sem: PIAUD/I
Nim : 800.22.398

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


SYEKH H. ABDUL HALIM HASAN AL ISLAHIYAH BINJAI
T.A. 2022/2023
BAB I
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TAKHRIJ HADITS


Takhrij menurut lughat berasal dari kata, yang berarti ‘tampak’ atau ‘jelas’. Takhrij
secara bahasa berarti juga berkumpulnya dua perkara yang saling berlawanan dalam satu
persoalan, namun secara mutlak, ia diartikan pleh para ahli bahasa dengan arti
‘mengeluarkan’ (al-istinbath), ‘melatih atau ‘membiasakan’ (at-tadrib). dan ‘menghadapkan’
(at-taujih).
Takhrij menurut istilah adalah penunjukan terhadap tempat hadist didalam sumber
aslinya yang dijelaskan sanad dan martabatnya sesuai keperluan.
 Para muhaditsin mengartikan tahkrij hadist sebagai berikut.
1. Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para periwayatnya dalam
sanad yang telah menyampaikan hadis itu dengan metode periwayatan yang mereka tempuh.
2. Ulama mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh para guru hadis, atau
berbagai kitab lain yang susunannya dikemukakan berdasarkan riwayat sendiri, atau para
gurunya, siapa periwayatnya dari para penyusun kitab atau karya tulis yang dijadikan sumber
pengambilan.
3. ‘Mengeluarkan’, yaitu mengeluarkan hadis dari dalam kitab dan meriwayatkannya. Al-
sakhawy mengatakan dalam kitab fathul mughits sebagai berikut, “takhrij adalah seorang
muhadits mengeluarkan hadis-hadis dari dalam ajza’, al-masikhat, atau kitab-kitab lainnya.
Kemudian, hadis tersebut disusun gurunya atau teman-temannya dan sebagainya, dan
dibicarakan kemudian disandarkan kepada pengarang atau penyusun kitab itu”.
4. Dalalah, yaitu menunujukan pada sumber hadis asli dan menyandarkan hadist tersebut
pada kitab sumber asli dengan menyebutkan perawi penyusunnya.
5. Menunjukan atau mengemukaka letak asal hadis pada sumbernya yang asli, yakni kitab
yang didalamnya dikemukakan secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, lalu untuk
kepentingan penelitian, dijelaskan kualitas sanad hadis tersebut.
 Dari uraian definisi diatas, tahkrij dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para rawinya yang ada
dalam sanad hadis itu.
2. Mengemukakan asal- usul hadis sambil dijelaskan sumber pengambilannya dari
berbagai kitab hadis, yang rangkaian sanadnya berdasarkan riwayat yang telah
diterimanya sendiri atau berdasarkan riwayat yang telah diterimanya sendiri atau
berdasarkan rangkaian sanad gurunya, dan yang lainnya.
3. Mengemukakan hadis-hadis berdasarkan sumber pengambilannya dari kitab-kitab
yang di dalamnya dijelaskan metode periwayatannya dan sanad hadis-hadis tersebut,
dengan metode dan kualitas para rawi sekaligus hadisnya. Dengan demikian,
pentahkrij-an hadis penelusuran atau pencarian hadis dalam berbagai kitab hadis
(sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan), baik menyangkut materi atau isi
(matan), maupun jalur periwayatan (sanad) hadis yang dikemukakan.
B. TUJUAN DAN FAEDAH TAKHRIJ HADIS
Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian
serius karena didalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui sumber hadis itu
berasal. Di samping itu, di dalamnya ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang diperoleh,
khususnya dalam menentukan kualitas sanad hadis.
Takhrij hadis bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang di takhrij. Tujuan lainnya
adalah mengetahui di tolak atau diterimanya hadis-hadis tersebut. Dengan cara ini, kita akan
mengetahui hadis-hadis yang pengutipannya memerhatikan kaidah-kaidah ulumul hadis yang
berlaku sehingga hadis tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.
Adapun faedah takhrij hadis ini antara lain :
1. Dapat diketahui banyak – sedikitnya jalur periwayatan suatu hadis yang sedang
menjadi topik kajian.
2. Dapat diketahui kuat dan tidaknya periwayatan akan menambah kekuatan riwayat.
Sebaliknya, tanpa dukungan periwayatan lain, kekuatan periwayatan tidak
bertambah.
3. Dapat ditemukan status hadis Shahih li dzatih atau shahih li ghairih, hasan li
dzatih, atau hasan li ghairih. Demikian juga, akan dapat diketahui istilah hadis
mutawatir, masyhur, aziz, dan gharib-nya.
4. Memberikan kemudahan bagi orang yang hendak mengamalkan setelah
mengetahui bahwa hadis tersebut adalah makbul (dapat diterima). Sebaliknya,
orang tidak akan mengamalkannya apabila mengetahui bahwa hadis tersebut
mardud (ditolak).
5. Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadis adalah benar-benar berasal dari
Rasullullah SAW. Yang harus diikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat
tentang kebenaran hadis tersebut, baik dari segi sanad maupun matan.
C. SEJARAH TAKHRIJ HADIS
Penguasaan para ulama dahulu terhadap sumber-sumber hadis begitu luas sehingga
jika disebutkan suatu hadis mereka tidak merasa kesulitan untuk mengetahui sumber hadis
tersebut. Ketika semangat belajar mulai melemah, mereka kesulitan untuk mengetahui
tempat-tempat hadis yang dijadikan. Sebagian ulama bangkit dan memperlihatkan hadis-
hadis yang ada pada sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya dari kitab hadis yang asli,
menjelaskan metodenya, dan menerangkan kualitasnya, apakah hadis tersebut shahih atau
dhaif, lalu muncullah apa yang dinamakan dengan kutub at-takhrij (buku-buku takhrij).6
Ulama yang pertama kali melakukan takhrij menurut mahmud Ath-Thahhan adalah
Al-Khathtib Al-Baghdadi (w. 436 H). Kemudian, dilakukan pula oleh Muhammad bin Musa
Al-Hazimi (w.584 H) dengan karyanya yang berjudul Takhrij Ahadits Al-Muhadzdzab. Ia
men-takhrij kitab fiqh syafi’ah karya Abu Iahaq Asy-Syirazi. Ada juga ulama lainnya, seperti
Abu Al-Qasimi Al-Husaini dan Abu Al-Qasim Al-Mahrawani. Karya kedua ulama ini hanya
beberapa mahthuthah (manuskrip) saja. Pada perkembangan selanjutnya, cukup banyak
kemunculan kitab yang berupaya men-takhrij kitab-kitab dalam berbagai ilmu agama.
Di antara kitab-kitab takhrij tersebut, adalah sebagai berikut:
1. Takhrij Ahadits Al-Muhadzdzabi, karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi’I
(w.548 H).
2. Takhrij Ahadits Al-Mukhtashar Al-Kabir li Ibni Al-Hajib, karya muhammad bin
Ahmad Abdul Hadi Al-maqdisi (w.744 H).
3. Nasbhu Ar-Rayah li Ahadits Al-Hidayah li Al-Marghinani, karya Abdullah bin yusuf
Az-Zaila’I (w.762 H).
4. Takhrij Ahadits Al-Kasysyaf li Az-Zamaksyari, karya Al-Hafidz Az-Zaila’i.
5. Al-Badru al-Munir fi Takhrij Al-atsar Al-Waqi’ah fi Asy-Syarhi Al-Kabir li Ar-Rafi’I,
karya Umar bin Ali bin Ali bin al-Mulaqqin (w. 804 H).
6. Al-Mughni’an Hamli Al-Asfar fi Al-Asfar fi Takhriji ma fi Al-Ihya’min Al-akhbar,
karya Abdurrahman bin Al-Husaini Al ‘Iraqi (w.806 H).
7. Takrij Al-Ahadits allati Yusyiiru iliahi At-Tirmidzi fi Kulli Bab, karya Al-Hafizh Al-
Iraqi.
8. At-Talkhish Al-Habir fi Takhrij Ahaditsi syarh Al-Wajiz Al-Kabir li Ar-Rafi’I, karya
Ahmad bin Ali Hajar Al-Asqalani (w.852 H).
9. Ad-Dirayah fi Takhrij Ahadits Al-Hidayah, karya Al-Hafizh ibnu Hajar.
10. Tuhfatu Ar-Rawi fi Takhrij Ahaditsi Al-Baidhawi, karya Abdurauf Ali Al-Manawi
(w.1031 H).
D. KITAB – KITAB YANG DIPERLUKAN
Dalam melakukan Takhrij hadis, kita memerlukan kitab-kitab yang berkaitan dengan
takhrij hadis ini. Adapun kitab-kitab tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Hidayatul bari’ila tartibi Ahadisil Bukhari
Penyusun kitab ini adalah Abdur Rahman Ambar Al-Misri At-Tahtawi. Kitab ini
disusun khusus untuk mencari hadis-hadis yang termuat dalam Shahih Al-Bukhari.
Lafazh hadis disusun menurut aturan urutan huruf abjad Arab. Namun, hadis-hadis yang
dikemukakan secara berulang dalam Shahih Bukhari tidak dimuat secara berulang dalam
kamus di atas. Dengan demikian, perbedaan lafazh dalam matan hadis riwayat Al-Bukhari
tidak dapat diketahui melalui kamus tersebut.
2. Mu’jam Al-fadzi wala Siyyama Al-Gariibu Minha atau Fuhris litartibi Ahaditsi
Shahihi Muslim.
Kitab tersebut merupakan salah satu juz, yakni juz ke-5 dari kitab Shahih Muslim
yang di sunting oleh Muhammad Abdul Baqi. Juz ke-5 ini merupakan kamus terhadap
juz ke-1-4 yang berisi:
a. Daftar urusan judul kitab, nomor hadis, dan juz yang memuatnya.
b. Daftar nama para sahabat Nabi yang meriwayatkan hadis yang termuat dalam
Shahih Muslim.
c. Daftar awal matan hadis dalam bentuk sabda yang tersusun menurut abjad serta
menerangkan nomor-nomor hadis yang di riwayatkan oleh Bukhari bila kebetulan
hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Bukhari.
3. Miftahus Sahihain
Kitab ini disusn oleh Muhammad Syarif bin Mustafa Al-Tauqiah. Kitab ini dapat
digunakan untu mencari hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Muslim. Akan tetapi, hadis-
hadis yang dimuat dalam kitab ini hanyalah hadis-hadis yang berupa sabda (qauliyah)
saja. Hadis tersebut disusun menurut abjad dari awal lafazh matan hadis.
4. Al-Bugyatu fi Tartibi Ahaditsi Al-Hilyah
Kitab ini disusun oleh Sayyid Abdul Aziz bin Al-Sayyid Muhammad bin Sayyid
Siddiq Al-Qammari. Kitab hadis tersebut memuat dan menerangkan hadis-hadis yang
tercantum dalam kitab yang disusun Abu Nuaim Al-Asabuni (w.430 H) yang berjudul
Hilyatul Auliyai wathabaqatul Asfiyai.
Sejenis dengan kitab tersebut adalah kitab Miftahut Tartibi li Ahaditsi Tarikhil
Khatib yang disusun oleh sayyid Ahmad bin sayyid Muhammad bin sayyid As-Siddiq
Al-Qammari yang memuat dan menerangkan hadis-hadis yang tercantum dalam kitab
sejarah yang disusun oleh Abu Bakar bin Ali bin Subit bin Ahmad Al-Bagdadi yang
dikenal dengan Al-kitab Al-Bagdadi (w.463 H). Kitabnya diberi judul Tarikhu Bagdadi
yang terdiri atas 4 jilid.
5. Al-Jami’us Shagir
Kitab ini disusun oleh imam Jalaludin Abdurahman As-Suyuthi (w.91 H). Kitab
kamus hadis ini membuat hadis-hadis yang terhimpun dalam kitab himpunan kutipan
hadis yang disusun oleh As-Suyuthi juga, yakni Jam’ul Jawami’i.
Hadis yang dimuat dalam kitab ini disusun berdasarkan urutan abjad dari awal
lafazh matan hadis. Sebagian dari hadis-hadis itu ada yang ditulis secara lengkap dan
adapula yang ditulis sebagian-sebagian saja, namun telah megandung pengertian yang
cukup.
Kitab hadis tersebut juga menerangkan nama-nama sahabat nabi yang
meriwayatkan hadis yang bersangkutan dan nama-nama mukharij-nya (periwayat hadis
yang menghimpun hadis dalam kitabnya). Selain itu, hampir setiap hadis yang dikutip
dijelaskan kualitasnya menurut penelitian yang dilakukan atau disetujui oleh As-suyuthi.
6. Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfadzil Hadis Nabawi
Penyusunan kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan orientalis. Di antara anggota
tim yang paling aktif dalam kegiatan proses penyusunan adalah Dr.Arnold John Wensinck
(w.939 M), seorang profesor bahasa – bahasa semit, termasuk bahasa Arab di Universitas
Leiden, negri Belanda.
Kitab ini dimasukkan untk mencari hadis berdasarkan petunjuk lafazh matan
hadis. Berbagai lafazh yang disajikan tidak dibatasi hanya lafazh-lafazh yang berada
ditengah dan bagian-bagian lain dari matan hadis. Dengan demikian, kitab Mu’jam
mampu memberikan informasi kepada pencari matan dan sanad hadis selama sebagian
dari lafazh matan yang dicarinya itu telah diketahuinya.
Kitab Mu’jam ini terdiri dari tujuh juz dan dapat digunakan untuk mencari hadis-
hadis yang terdapat dalam sembilan kitab hadis, yakni Shahih Bukhari, Shahih Muslim,
Sunan Abu Dawud, Sunan Tirmidzi, sunan Nasa’I, sunan Majah, sunan Darimi,
Mutawatta Malik, dan Musnad Ahmad.
E. METODE TAKHRIJ HADIS
Secara garis besar, ada dua cara men-takhrij hadis (takhrijul hadis) dengan
menggunakan kitab-kitab sebagaimana telah disebutkan di atas. Adapun dua macam cara
takhrijul hadis yaitu:
1. Metode Takhrij Hadis menurut lafazh pertama
Metode takhrij hadis menurut lafazh pertama, yaitu suatu metode yang
berdasarkan pada lafazh pertama matan hadis, sesuai dengan urutan huruf-huruf
hijaiyah dan alfabetis, sehingga metode ini mempermudah pencarian hadis yang
dimaksud.
Adapun kitab yang menggunakan metode ini, di antaranya kitab Al-fami As-
Shaghir fi Ahadits Al-Basyir An-Nazir, yang disusun oleh jalaludin Abu Fadhil Abd
Ar-Rohman Ibn Abi Bakar Muhammad Al-Khudri As-Suyuthi. Dalam ini, hadis-hadis
disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah sehingga pencarian hadis yang dimaksud
sangat mudah. Juga di dalamnya dimuat petunjuk para Mukharij hadis yang
bersangkutan (dalam Mashdar Al-Ashli) dan pernyataan kualitas hadis yang
bersangkutan.
contohnya hadis nabi berikut ini:
Untuk mengetahui lafazh lengkap dari penggalan matan tersebut, langah yang
harus dilakukan adalah menelusuri penggalan matan itu pada urutan awal matan yang
memuat penggalan matan yang dimaksud. Dalam kamus yang disusun oleh
Muhammad Faud Abdul Baqi, penggalan hadis tersebut terdapat dihalaman 2014.
Berarti, lafazh yang dicari berada berada pada halaman 2014 juz IV. Setelah diperiksa,
bunyi lengkap matan hadis yang dicari adalah:
Dari Abu Hurairah bahwa Rasullullah SAW. bersabda, “(Ukuran) orang yang kuat
(perkasa) itu bukanlah dari kekuatan orang itu dalam berkelahi, tetapi yang disebut
sebagai orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya tatkala dia
marah.”
2. Metode Takhrij menurut Lafazh-Lafazh yang Terdapat dalam Hadis
Metode takhrij hadis menurut lafazh yang terdapat dalam hadis, yaitu suatu
metode yang berlandaskan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik
berupa kata benda ataupun kata kerja. Dalam metode ini tidak digunakan huruf-huruf,
tetapi yang dicantumkan adalah bagian hadisnya sehingga pencarian hadis-hadis yang
dimaksud dapat diperoleh lebih cepat.
Kitab yang berdasarkan metode ini di antaranya adalah kitab Al-Mu’jam Al-
Mufahras li Al-Fazh Al-Hadis An-Nabawi, yang disusun oleh A.J.Wensink dan
kawan-kawan, yang kemudian diterjemahkan oleh Muhammad Fuad Abd Al-Baqi.
Kitab yang menjadi rujukan kitab kamus tersebut adalah shahih Abu Daud , Sunan
An-Nasa’I, Sunan At-Tirmidzi, Sunan Ad-Darimi, Muawatha Imam Malik, dan
Musnad Ahmad Ibn Hanbal.
Contohnya Hadis berikut ini:
Dalam mencari hadis tersebut, kita bisa menggunakan kitab Al-Mu’jam Al-
Mufahras li Al-Fazh An-Nabawi, berdasarkan kata kunci. Kata kunci dicari pada juz
yang memuat huruf awal (dalam hal ini juz II), kata dicari pada juz yang memuat
huruf qaf (dalam hal ini juz V), dan kata dicari pada juz yang memuat huruf tsa
(dalam hal ini juz I).
Setelah masing-masing juz diperiksa, yakni untuk tiap-tiap penggalan matan
yang dimaksud, data yang disajikan oleh kitab-kitab Al-Mu’jam Al-Mufahros li Al-
fadz Al-Hadis An-Nabawi, adalah sebagai berikut :
Juz Halaman Lambang yang Dikemukakan
I 298 17 ‫ﻭﺩ ﺣﺩ‬
II 280 , 22 ‫ﻭﺩ ﺣﺩ ﺝ‬
V 465
3. Mencari Hadis Berdasarkan Tema
Upaya mencari hadis terkadang tidak didasarkan pada lafazh matan (materi)
hadis, tetapi berdasarkan pada topik masalah. Pencarian matan hadis berdasarkan
topik masalah sangat menolong pengkaji hadis yang ingin memahami petunjuk-
petunjuk hadis dalam segala konteksnya.
Pencarian matan hadis berdasarkan topik masalah tertentu dapat ditempuh
dengan cara membaca berbagai kitab itu biasanya tidak menunjukan teks hadis
menurut para periwayatnya masing-masing. Padahal, untuk memahami topik tertentu
tentang petunjuk hadis, diperlukan pengkajian terhadap teks-teks hadis menurut
periwayatnya masing-masing. Dengan bantuan kamus hadis tertentu, pengkajian teks
dan konteks hadis menurut riwayat dari berbagai periwayat akan mudah dilakukan.
Salah satu kamus hadis itu adalah kitab Miftahu Al-Qunuz As-Sunnah (Untuk empat
belas kitab hadis dan kitab tarikh nabi).
Kitab tersebut merupakan kamus hadis yang disusun berdasarkan topik
masalah. Pengarang asli kamus hadis tersebut adalah Dr.A.J.Wensinck (w.1939 M),
seorang orientalis yang besar jasadnya dalam dunia perkamusan hadis. Sebagaimana
telah dibahas dalam uraian terdahulu.
Naskah yang berbahasa Inggris diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun
1927 dan terjemahannya pada tahun 1934.
Dalam kamus hadis tersebut dikemukakan berbagai topik, baik yang berkenaan
dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan petunjuk nabi maupun yang
berkenaan dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan nama. Setiap topik
biasanya disertakan beberapa subtopik dan untuk setiap subtopik dikemukakan data
hadis dan kitab yang menjelaskannya.
F. LANGKAH-LANGKAH PRAKTIS PENELITIAN HADIS
Langkah-langkah penelitian hadis meliputi penelitian sanad dan penelitian matan.
1. Penelitian sanad dan Rawi Hadis
a. Meneliti sanad dan rawi adalah takhrij.
b. Itibar, yaitu menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu, dan hadis
tersebut pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang perawi saja, dan
dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut untuk bagian sanad dari sanad
yang dimaksud.
c. Meneliti namun para rawi yang tercantum dalam skema sanad (penelitian asma ar-
ruwat). Langkah ini dilakuakan dengan mencari nama secara lengkap yang mencakup
nama, nisbat, kunyah, dan laqab setiap rawi dalam kitab-kitab Rijal Al-Hadis, seperti
kitab Tahdzib At-Tahdzib.
d. Meneliti tarikh ar-ruwat, yaitu meneliti al-masyayikh wa al-talamidz (guru dan
murid) dan al-mawalid wa al-wafayat (tahun kelahiran dan kematian). Dengan
langkah ini dapat diketahui bersambung atau tidaknya sanad.
e. Meneliti al-jarh wa at-ta’dil untuk mengetahui karakteristik rawi yang bersangkutan,
baik dari segi aspek moral maupun aspek intelektualnya (keadilan dan ke-dhabit-an).
G. PENELITIAN MATAN
Sebagai langkah terakhir adalah penelitian terhadap matan hadis, yaitu menganalisis
matan untuk mengetahui kemungkinan adanya ‘illat dan syudzudz padanya. Langkah itu
dapat dikatakan sebagai langkah yang paling berat dalam penelitian suatu hadis, baik tehknik
pelaksanaanya maupun aspek tanggung jawabnya. Hal itu karena kebanyakan pengalaman
suatu hadis justru lebih tergantung pada hasil analisis matanya dari pada penelitian sanad.
Langkah ini memerlukan wawasan yang luas dan mendalam. Untuk itu, seorang
peneliti dituntut untuk menguaai bahasa arab dengan baik, menguasai kaidah-kaidah yang
bersangkutan dengan tema matan hadis, memahami isi al-Qur’an, baik tekstual maupun
konstektual, memahami prinsip-prinsip ajaran islam, mengetahui metode istinbath, dan
sebagainya.
H. SYARAT-SYARAT BAGI ORANG MENTAHKRIJKAN
Kita tidak boleh menerima begitu saja penelitian seorang Ulama terhadap ulama lainnya,
melainkan harus jelas dulu sebab-sebab penilaian tersebut. Terkadang, orang yang
menganggap orang lain cacat, malah ia sendiri juga cacat. Dibawah merupakan syarat bagi
orang yang mentahkrijkan hadis , diantaranya :
a. Berilmu pengetahuan
b. Takwa’
c. wara’ (orang yang selalu menjauhi perbuatan maksiat, syubhat, dosa-dosa kecil, dan
makruhat-makruhat).
d. jujut,menjahui fanatik golongan,
e. mengetahui sebab-sebab untuk mentahkrijkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Takhrij hadis bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang di takhrij. Tujuan lainnya
adalah mengetahui di tolak atau diterimanya hadis-hadis tersebut. Dengan cara ini, kita
akan mengetahui hadis-hadis yang pengutipannya memerhatikan kaidah-kaidah ulumul
hadis yang berlaku sehingga hadis tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun
kualitasnya.
2. Takhrij menurut istilah adalah penunjukan terhadap tempat hadist didalam sumber
aslinya yang dijelaskan sanad dan martabatnya sesuai keperluan.
3. Dapat diketahui banyak – sedikitnya jalur periwayatan suatu hadis yang sedang menjadi
topik kajian.
4. Dapat diketahui kuat dan tidaknya periwayatan akan menambah kekuatan riwayat.
Sebaliknya, tanpa dukungan periwayatan lain, kekuatan periwayatan tidak bertambah.
5. Dapat ditemukan status hadis Shahih li dzatih atau shahih li ghairih, hasan li dzatih,
atau hasan li ghairih. Demikian juga, akan dapat diketahui istilah hadis mutawatir,
masyhur, aziz, dan gharib-nya

B. Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya untuk penyusun. Dan
penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan sarannya agar makalah yang kami susun
kedepannya jauh lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Zarkasyi Chumaidy.”Takhrij Al-Hadis:Mengkaji dan Meneliti Al-


Hadis”.Bandung:IAIN Sunan Gunung Djati.1990.hlm.7.

Drs.M.Solahudin Agus.Ulumul Hadis.Bandung:Pustaka Setia.2008.

Utang Ranuwijaya. Ilmu Hadis.Jakarta:Gaya Media Pratama.1996.

Syuhudi Ismail.Metode Penelitian Sanad Hadis.Jakarta:Bulan Bintang.1992.

Anda mungkin juga menyukai