Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ILMU HADIST

MENGENAL TAHRIJ AL-HADIST

Diajukan untuk memenuhi salah Satu


tugas mata pelajaran Ilmu Hadist

GURU PENGAMPUH :
USTADZAH NUR HALIZA PUTRI S.AG

DI SUSUN OLEH (KELOMPOK 2) :


 FANI
 ZAINAL
 HERLINA PUTRI
 NURYA SAFITRI
 M MALIK FAJAR
 RIFAZUL MU’MININ
 AHMAD HIJRIANSYAH
 MUH. FAUZAN SIJAYA

KELAS XII AGAMA 2


MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 KOTA PALU
TAHUN AJARAN 2022/2023
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
A.    Latar Belakang.................................................................................1
B.     Rumusan Masalah..........................................................................1
C.    Tujuan..............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2
A.    Pengertian Takhrij Hadits.............................................................2
B.     Sejarah Takhrij Al-Hadits.............................................................2
C.    Faktor Penyebab Takhrij Al-Hadits...............................................4
D.    Manfaat Takhrij Al-Hadits............................................................8

BAB III PENUTUP......................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Takhrij Hadist merupakan langkah awal dalam kegiatan penelitian hadist.
Pada masa awal penelitian hadist telah dilakukan oleh para ulama salaf yang
kemudaian hasilnya telah dikodifikasikan dalam berbagai buku hadist. Mengetahui
masalah takhrij, kaidah. dan metodenya adalah sesuatu yang sangat penting bagi
orang yang mempelajari ilmu-ilmu syar‟i, agar mampu melacak suatu hadist sampai
pada sumbernya.
Kebutuhan takhrij adalah perlu sekali, karena orang yang mempelajari ilmu
tidak akan dapat membuktikan (menguatkan) dengan suatu hadist atau tidak dapat
meriwayatkannya, kecuali setelah ulama-ulama yang telah meriwayatkan hadist
dalam kitabnya dengan dilengkapi sanadnya, karena itu, masalah takhrij ini sangat
dibutuhkan setiap orang yang membahas atau menekuni ilmu-ilmu syar‟i dan yang
sehubungan dengannya. Sehingga untuk lebih jelasnya tentang takhrij hadits ini akan
dibahas dalam bab selanjutnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Jelaskan tentang definisi takhrij?
2.      Sejarah Takhrij Al-Hadist ?
3.      Apa manfaat takhrij hadist?
4.      Jelaskan tentang metode takhrij hadist?
5.      Sebutkan kitab-kitab yang digunakan dalam takhrij hadits?
6.      Berikan contoh tentang takhrij hadits?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui tentang definisi takhrij
2.      Mengetahui Sejarah takhrij hadis
3.      Mengetahui manfaat takhrij hadis
4.      Mengetahui tentang metode takhrij hadits
5.      Mengetahui kitab-kitab yang digunakan dalam takhrij hadits
6.      Mengetahui contoh takhrij hadits
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Takhrij Hadits

Kata takhrij ( (‫تخريج‬adalah bentuk mashdar dari (‫تخريجا‬-‫يخ ّرج‬-‫ )خرّج‬yang secara
bahasa berarti mengeluarkan sesuatu dari tempatnya.
Sedang pengertian takhrij al-hadits menurut istilah ada beberapa pengertian,
di antaranya ialah:
1.      Suatu keterangan bahwa hadits yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu
terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya. Misalnya,
penyusun hadits mengakhiri penulisan haditsnya dengan kata-kata akhrajahul
Bukhari artinya bahwa hadits yang dinukil itu terdapat dalam kitab Jami’us Shahih
Bukhari. Bila ia mengakhirinya dengan kata akhrajahul muslim berarti hadits tersebut
terdapat dalam kitab Shahih Muslim.
2.      Suatu usaha mencari derajat, sanad, dan rawi hadits yang tidak diterangkan oleh
penyusun atau pengarang suatu kitab.
3.      Mengemukakan hadits berdasarkan sumbernya atau berbagai sumber dengan
mengikutsertakan metode periwayatannya dan kualitas haditsnya.
4.      Mengemukakan letak asal hadits pada sumbernya yang asli secara lengkap dengan
matarantai sanad masing-masing dan dijelaskan kualitas hadits yang bersangkutan.
Dari sekian banyak pengertian takhrij di atas, yang dimaksud takhrij dalam
hubungannya dengan kegiatan penelitian hadits lebih lanjut, maka takhrij berarti
“penelusuran atau pencarian hadits pada berbagai kitab-kitab koleksi hadits sebagai
sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam sumber tersebut
dikemukakan secara lengkap matan dan matarantai sanad yang bersangkutan.

B.     Sejarah Takhrij Al-Hadits

Penguasaan para ulama terdahulu terhadap sumber-sumber As-Sunnah begitu


luas, sehingga mereka tidak merasa sulit jika disebutkan suatu hadits untuk
mengetahuinya dalam kitab-kitab As-Sunnah. Ketika semangat belajar sudah
melemah, mereka kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat hadits yang dijadikan
sebagai rujukan para ulama dalam ilmu-ilmu syar'i. Maka sebagian dari ulama
bangkit dan memperlihatkan hadits-hadits yang ada pada sebagian kitab dan
menjelaskan sumbernya dari kitab-kitab As-Sunnah yang asli, menjelaskan
metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang shahih atas yang dla'if. Lalu
muncullah apa yang dinamakan dengan "Kutub At-Takhrij" (buku-buku takhrij),
yang diantaranya adalah :
1.      Takhrij Ahaadits Al-Muhadzdzab; karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-
Syafi'I (wafat 548 H). Dan kitab Al-Muhadzdzab ini adalah kitab mengenai fiqih
madzhab Asy-Syafi'I karya Abu Ishaq Asy-Syairazi.
2.      Takhrij Ahaadits Al-Mukhtashar Al-Kabir li Ibni Al-Hajib; karya Muhammad bin
Ahmad Abdul-Hadi Al-Maqdisi (wafat 744 H).
3.      Nashbur-Rayah li Ahaadits Al-Hidyah li Al-Marghinani; karya Abdullah bin Yusuf
Az-Zaila'I (wafat 762 H).
4.      Takhrij Ahaadits Al-Kasyaf li Az-Zamakhsyari; karya Al-Hafidh Az-Zaila'I juga.
[Ibnu Hajar juga menulis takhrij untuk kitab ini dengan judul Al-Kafi Asy-Syaafi fii
Takhrij Ahaadits Asy-Syaafi ]
5.      Al-Badrul-Munir fii Takhrijil-Ahaadits wal-Atsar Al-Waqi'ah fisy-Syarhil-Kabir li
Ar-Rafi'I; karya Umar bin 'Ali bin Mulaqqin (wafat 804 H).
6.      Al-Mughni 'an Hamlil-Asfaar fil-Asfaar fii Takhriji maa fil-Ihyaa' minal-Akhbar;
karya Abdurrahman bin Al-Husain Al-'Iraqi (wafat tahun 806 H).
7.      Takhrij Al-Ahaadits allati Yusyiiru ilaihat-Tirmidzi fii Kulli Baab; karya Al-Hafidh
Al-'Iraqi juga.
8.      At-Talkhiisul-Habiir fii Takhriji Ahaaditsi Syarh Al-Wajiz Al-Kabir li Ar-Rafi'I;
karya Ahmad bin Ali bin Hajar Al-'Asqalani (wafat 852 H).
9.      Ad-Dirayah fii Takhriji Ahaaditsil-Hidayah; karya Al-Hafidh Ibnu Hajar juga.
10.  Tuhfatur-Rawi fii Takhriji Ahaaditsil-Baidlawi; karya 'Abdurrauf Ali Al-Manawi
(wafat 1031H).

Berikut ini contoh takhrij dari kitab At-Talkhiisul-Habiir (karya Ibnu Hajar) :
Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,"Hadits 'Ali bahwasannya
Al-'Abbas meminta kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam tentang
mempercepat pembayaran zakat sebelum sampai tiba haul-nya. Maka Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wasallam memberikan keringanan untuknya. Diriwayatkan oleh
Ahmad, para penyusun kitab Sunan, Al-Hakim, Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi; dari
hadits Al-Hajjaj bin Dinar, dari Al-Hakam, dari Hajiyah bin 'Adi, dari 'Ali. Dan
diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari riwayat Israil, dari Al-Hakam, dari Hajar
Al-'Adawi, dari 'Ali.
Ad-Daruquthni menyebutkan adanya perbedaan tentang riwayat dari Al-
Hakam. Dia menguatkan riwayat Manshur dari Al-Hakam dari Al-Hasan bin Muslim
bin Yanaq dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dengan derajat mursal. Begitu juga
Abu Dawud menguatkannya. Al-Baihaqi berkata,"Imam Asy-Syafi'I berkata :
'Diriwayatkan dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bahwasannya beliau
mendahulukan zakat harta Al-'Abbas sebelum tiba masa haul (setahun), dan aku tidak
mengetahui apakah ini benar atau tidak?'.
Al-Baihaqi berkata,"Demikianlah riwayat hadits ini dari saya. Dan diperkuat
dengan hadits Abi Al-Bakhtari dari 'Ali, bahwasannya Nabi shallallaahu 'alaihi
wasallam bersabda,"Kami sedang membutuhkan lalu kami minta Al-'Abbas untuk
mendahulukan zakatnya untuk dua tahun". Para perawinya tsiqah, hanya saja dalam
sanadnya terdapat inqitha'. Dan sebagian lafadh menyatakan bahwa Nabi shallallaahu
'alaihi wasallam bersabda kepada 'Umar,"Kami pernah mempercepat harta Al-'Abbas
pada awal tahun". Diriwayatkan oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi dari hadits Abi Rafi'
[At-Talkhiisul-Habiir halaman 162-163].

C.    Faktor Penyebab Takhrij Al-Hadits

Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai pedoman,
yaitu:

1.      Takhrij Menurut Lafaz Pertama Matan Hadis.


Metode ini tergantung pada lafaz pertama matan hadits. Hadits-hadits dengan metode
ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya menurut urutan huruf-huruf hijaiyah,
seperti hadits-hadits yang huruf pertama dan lafaz pertamanya alif, ba’, ta’, dan
seterusnya. Seorang mukharrij yang menggunakan ini haruslah terlebih dahulu
mengetahui secara pasti lafaz pertama dari hadis yang akan ditakhrij¬-nya, setelah itu
barulah dia melihat huruf pertamanya pada kitab-kitab takhrij yang disusun
berdasarkan metode ini, dan huruf kedua, ketiga, dan seterusnya. Seperti contoh jika
kita mau men-takhrij hadis yang berbunyi:
َ‫ا ِذبِ ْين‬WWWWWWWWWWW‫ ُد ْال َك‬WWWWWWWWWWW‫ َو َأ َح‬WWWWWWWWWWWُ‫ ِذبٌ فَه‬WWWWWWWWWWW‫ َرى َأنَّهُ َك‬WWWWWWWWWWWَ‫ َو ي‬WWWWWWWWWWWُ‫ ِد ْيثًا َوه‬WWWWWWWWWWW‫ث َعنِّى َح‬
َ ‫ َّد‬WWWWWWWWWWW‫َم ْن َح‬
Maka, langkah yang akan ditempuh dalam penerapan ini adalah menentukan urutan
huruf-huruf yang terdapat pada lafaz pertamanya, dan begitu juga lafaz-lafaz
selanjutnya:
a.       Lafaz pertama dari hadis di atas di mulai dengan huruf mim, maka di buka kitab-
kitab hadis yang disusun berdasarkan metode ini pada bab mim.
b.      Kemudian mencari huruf kedua setelah mim, yaitu nuan.
c.       Berikutnya mencari huruf-huruf selanjutnya, yaitu ha, da, dan tsa. Dan
demikianlah seterusnya mencari huruf-huruf hijaiyah pada lafaz-lafaz matan hadis
tersebut.
Di antara kitab-kitab yang menggunakan metode ini adalah:
a.       Al-Jami’ al-Shaghir min hadis al-Basyir al-Nadzir, karangan al-Suyuthi (w.911 H).
b.      Al-Fath al-Kabir fi Dhamm al-Ziyadat ila al-Jami’ al-Shagir, juga karangan al-
Suyuthi.
c.       Jam’al-jawawi’ aw al-Jami’ al-Kabir, juga dikangan oleh al-Suyuthi.
d.      Al-Jami’ al-Azhar min hadis al-Nabi al-Anwar, oleh al-Minawi (w.1031).
e.       Hidayat al-Bari ila Tartib Ahadis al-Bukhari, oleh’Abd al-Rahim ibn ’Anbar al-
Thahawi (w.1365).
f.       Mu’jam jami’ al-Ushul fi Ahadis al-Rasul, oleh Imam al-Mubarak ibn Muhammad
ibn al-Atsir al-Jazari.

2.        Takhrij Melalui Kata-kata dalam Matan hadis


Metode ini adalah berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan
hadits, baik berupa isim atau fiil. Hadits-hadits yang dicantumkan adalah berupa
potongan atau bagian dari hadits, dan para ulama yang meriwayatkannya beserta
nama kitab-kitab induk hadits yang dikarang mereka, dicantumkan di bawah
potongan hadits-hadits tersebut.
Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitikberatkan
pencarian hadits berdasarkan lafaz-lafaznya yang asing dan jarang penggunaannya.
Umpamanya, pencarian hadis berikut:

‫ص َدقَةً ِم ْن ُغلُ ْو ٍل‬


َ َ‫ َوال‬, ‫صالَةً ِمنْ َغ ْي ِر طَ ُه ْو ٍر‬
َ ‫ِإنَّ هللاَ الَ يَ ْقبَ ُل‬
Dalam pencarian hadis di atas pada dasarnya dapat ditelusuri melalui kata-
kata Thahurin, Shadaqotan, dan Ghululin. Akan tetapi, dari sekian kata yang dapat
dipergunakan, lebih dianjurkan untuk menggunakan kata ghululin karena kata
tersebut jarang adanya ketimbang kata-kata yang lain dari hadis di atas. Hal ini di
sebabkan agar mudah di dalam mencari sumber hadis tersebut dari mana asalnya.

3.        Takhrij Melalui Perawi Hadis Pertama


Metode ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadis, baik perawi
tersebut dari kalangan sahabat, bila sanadnya muttashil sampai kepada Nabi saw,
atau dari kalangan Tabi’in, apabila hadis tersebut Mursal. Para penyusun kitab-kitab
takhrij dengan metode ini mencantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para
perawi pertama tersebut. Oleh karenanya, sebagai langkah pertama dalam metode ini
adalah mengenal para perawi pertama dari setiap hadis yang hendak di takhrij, dalam
kitab-kitab itu, dan selanjutnya mencari hadis dimaksud di antara hadis-hadis yang
tertera di bawah nama perawi pertama tersebut.
Kitab-kitab yang disusun berdasarkan metode ini adalah kitab-kitab al-Athraf
dan kitab-kitab Musnad. Kitab al-Athraf adalah kitab yang menghimpun hadis-hadis
yang diriwayatkan oleh setiap sahabat. Penyusunnya hanya menyebutkan beberapa
kata atau pengertian dari matan hadis, yang dengannya dapat dipahami hadis
dimaksud. Sementara dari segi sanad, seluruh sanad-sanadnya dikumpulkan. Di
antara kitab-kitab al-Athraf ini adalah: Athraf al-Shahihain, karangan Imam Abu
Mas’ud Ibrahim al-Dimasyqi (w.400 H), Athraf al-Kutub al-Sittah, karangan Syams
al-Din al-Maqdisi(w.507H),danlainnya.
Adapun kitab Musnad adalah kitab yang disusun berdasarkan perawi teratas, yaitu
sahabat, dan memuat hadis-hadis setiap sahabat. Kitab ini menyebutkan seorang
sahabat dan di bawah namanya itu dicantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan dari
Nabi saw beserta pendapat dan tafsirannya. Suatu kitab musnad tidaklah memuat
keseluruhan sahabat, ada diantaranya yang memuat sahabat dalam jumlah besar dan
ada yang memuat sahabat-sahabat yang memiliki kesamaan dalam hal-hal tertentu,
seperti musnad sahabat yang sedikit riwayatnya, atau musnad sepuluh sahabat yang
di jamin masuk syurga, atau bahkan ada musnad yang memuat hadis-hadis dari satu
orang sahabat, seperti musnad Abu Bakar.
Hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Musnad tidak diatur menurut suatu aturan
apapun dan tidak memiliki nilai atau kualitas yang sama. Dengan demikian, di dalam
musnad terdapat hadits-hadits sahih, hasan, dan dha’if, dan masing-masing tidak
terpisah antara yang satu dengan yang lainnya tetapi dikumpulkan menjadi satu.
Diantara contoh kitab Musnad tersebut adalah Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.

4.        Takhrij Berdasarkan Tema Hadtis


Metode ini berdasarkan pada tema dari suatu hadits. Oleh karena itu, untuk
melakukan takhrij dengan metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan tema dari
suatu hadits yang akan di-takhrij, dan kemudian baru mencarinya melalui tema
tersebut pada kitab-kitab yang disusun menggunakan metode ini. Seringkali suatu
hadits memiliki lebih dari satu tema. Dalam kasus demikian seorang mukharrij harus
mencarinya pada tema-tema yang mungkin di kandung oleh hadits tersebut.
‫إذا‬W‫ ف‬،‫اة‬W‫وا الزك‬W‫ ويؤت‬،‫الة‬W‫ ويقيموا الص‬،‫أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن ال إله إال هللا وأن محمدا رسول هللا‬
‫ وحسابهم على هللا‬،‫فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إال بحق اإلسالم‬.
Hadis diatas mengandung beberapa tema, yaitu iman, tauhid, salat, dan zakat.
Berdasarkan tema-tema tersebut, maka hadis di atas harus dicari di dalam kitab-kitab
hadis di bawah tema-tema itu. Dari keterangan ini jelaslah bahwa takhrij dengan
metode ini sangat tergantung kepada pengenalan terhadap tema hadis, sehingga
apabila tema dari suatu hadis tidak diketahui, maka akan sulitlah untuk melakukan
takhrij dengan menggunakan metode ini.
Diantara karya tulis yang disusun berdasarkan metode ini adalah:
a.       Kanz al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al karangan al-Muttaqi al-Hindi.
b.      Miftah Kunuz al-Sunnah oleh A.J Wensink.
c.       Nashb al-Rayah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh al-Zayla’i.
d.      Al-Dariyah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh Ibnu Hajar al-Asqholany.
Dan kitab-kitab lainnya yang disusun berdasarkan tema-tema tertentu dalam
bidang Fiqh, Hukum, Targhib dan Tarhib, Tafsir, serta Sejarah.

5.    Takhrij Berdasarkan Status Hadist


Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para
ulama hadis dalam menyusun hadis-hadis, yaitu penghimpunan hadis berdasarkan
statusnya. Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian
hadis berdasarkan statusnya, seperti Hadis-hadis Qudsi, Hadis masyhur, Hadis
Mursal, dan lainnya. Seorang peneliti hadis, dengan membuka kitab-kitab seperti
diatas, dia telah melakukan takhrij al-Hadis.
Kitab-kitab yang disusun berdasarkan metode ini adalah:
a.       Al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akhbar al-Mutawatirahkarangan al-Suyuthi.
b.      Al-Ittihafat al-Sanariyyat fi al-Ahadis al-Qudsiyyah karangan al-Madani.
c.       Al-Marasil oleh Abu Dawud, dan kitab-kitab sejenis lainnya.
Demikianlah metode-metode takhrij yang dapat dipergunakan oleh para peneliti
hadis dalam rangka mengenal hadis-hadis Nabi saw dari segi sanad dan matannya,
terutama dari segi statusnya, yaitu diterima (maqbul) dan ditolak (mardud)-nya suatu
hadis.
6.      Kitab-kitab yang Digunakan di Dalam Mentakhrij Hadis
Ada beberapa kitab yang diperlukan untuk melakukan takhrij hadis. Adapun kitab-
kitab tersebut adalah sebagai berikut.

1.      Hidayatul bari ila tartibi ahadisil Bukhari


Penyusun kitab ini adalah Abdur Rahman Ambar al-Misri at-Tahtawi. Kitab ini
disusun khusus untuk mencari hadis-hadis yang termuat dalam kitab Sahih Bukhari.
Lafal-lafal hadis disusun menurut aturan urutan huruf abjad Arab. Namun hadis-
hadis yang dikemukakan secara berulang dalam kitab Sahih Bukhari tidak dimuat
secara berulang dalam kamus di atas. Dengan demikian perbedaan lafal dalam matan
hadis riwayat al-Bukhari tidak dapat diketahui lewat kamus tersebut.

2.      Mu’jam al-Fazi wala siyyama al-Garibu minha fihr litartibi ahadisi sahihi Muslim
Kitab tersebut merupakan salah satu juz, yakni juz ke-V dari kitabSahih Muslim yang
dikutip oleh Muhammad Abdul Baqi. Jus V ini merupakan kamus yang di dalamnya
di mulai juz I-V yang berisi:
a.       Daftar urutan judul kitab serta nomor hadis dan juz yang memuatnya.
b.      Daftar nama para sahabat Nabi yang meriwayatkan hadis yang termuat dalam kitab
Sahih Muslim.
c.       Daftar awal matan hadis dalam bentuk sabda yang tersusun menurut abjad serta
diterangkan nomor-nomor hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, bila
kebetulan hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari sendiri.

3.        Miftahus Sahihain
Kitab ini disusun oleh Muhammad Syarif bin Mustafa al-Tauqiah kitab ini
dapat digunakan untuk mencari hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
diriwayatkan oleh Muslim. Akan tetapi hadis-hadis yang dimuat dalam kitab ini
hanyalah hadis-hadis yang berupa qauliyah saja. Hadis-hadis tersebut disusun
menurut abjad dari awal lafal matan hadis.

4.        Al-Bughyatu fi tartibi ahadisi al-hilyah


Kitab ini disusun oleh Said Abdul Aziz bin al-Said Muhammad bin Said
Siddiq al-Qammari. Kitab hadis tersebut memuat dan menerangkan hadis-hadis yang
tercantum dalam kitab yang disusun Abu Nuaim al-Asabuni (w.430 H) yang berjudul
Hilyatul auliyai wababaqatul asfiyai. Sejenis dengan kitab tersebut adalah
kitabMiftahut tartibi li ahadisi tarikhul khatib, yang disusun oleh Said Ahmad bin
Said Muhammad bin Said As-Siddiq al-Qammari yang memuat dan menerangkan
hadis-hadis yang tercantum dalam kitab sejarah yang disusun oleh Abu Bakar bin Ali
bin Subit bin Ahmad al-Bagdadi yang dikenal dengan al-Khatib al-Bagdadi (w.463
H). Susunan kitabnya diberi judul Tarikhul Bagdadi yang terdiri atas empat jilid.

5.      Al-Jami’us Sagir
Kitab ini disusun oleh Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuti (w. 91 H).
Kitab hadis tersebut memuat hadis-hadis yang terhimpun dalam kitab himpunan
kutipan hadis yang disusun oleh Imam Suyuti juga yaitu Kitab Jam’ul Jawani. Hadis
yang dimuat di dalam kitabjami’us Sagir disusun berdasarkan urutan abjad dari awal
lafal matan hadis. Sebagian dari hadis-hadis itu ada yang ditulis secara lengkap dan
adapula yang ditulis sebagian-sebagian saja, namun telah mengandung pengertian
yang cukup.
Kitab hadis tersebut juga menerangkan nama-nama sahabat Nabi saw yang
meriwayatkan hadis yang bersangkutan dan nama-nama mukharijnya. Selain hampir
setiap hadis yang dikutip dijelaskan kualitasnya menurut penilaian yang dilakukan
atau disetujui oleh Imam Suyuti.
6.        Al-mu’jam al-Mufahras li alfazil hadis nabawi
Penyusun kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan orientalis. Diantara anggota tim
yang paling aktif dalam kegiatan proses peyusunan ialah Dr. Arnold John Weinsinck
(w.1939 M), seorang profesor bahasa-bahasa semit, termasuk bahasa Arab di
Universitas Leiden, negeri Belanda. Kitab ini dimaksudkan untuk mencari hadis
berdasarkan petunjuk lafal matan hadis. Berbagai lafal yang disajikan tidak dibatasi
hanya lafal-lafal yang berbeda di tengah dan bagian-bagian lain dari matan hadis.
Dengan demikian, kitab Mu’jam mampu memberikan informasi kepada pencari
matan dan sanad hadis, asal saja sebagian dari lafal matan yang dicarinya itu telah
diketahuinya.
Kitab Mu’jam ini terdiri dari tujuh juz dan dapat digunakan untuk mencari
hadis-hadis yang terdapat dalam sembilan kitab hadis, yakni: Sahih Bukhari, Sahih
Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Turmuzi, Sunan Nasai, Sunan Ibnu Majjah,
Sunan ad-Darimi, Muwatha’ Malik dan Musnad Ahmad.

D.    Manfaat Takhrij Al-Hadits

Ada beberapa manfaat dari takhrij al-hadits antara lain sebagai berikut:
1.      Memberikan informasi bahwa suatu hadits termasuk hadits shahih, hasan, ataupun
dhaif, setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya.
2.      Memberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa
suatu hadits adalah hadits makbul (dapat diterima). Dan sebaliknya tidak
mengamalkannya apabila diketahui bahwa suatu hadits adalah mardud (tertolak).
3.      Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadits adalah benar-benar berasal dari
Rasulullah SAW. Yang harus kita ikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang
kebenaran hadits tersebut, baik dan segi sanad maupun matan..
BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan

Kata takhrij ( (‫تخريج‬adalah bentuk mashdar dari (‫تخريجا‬-‫يخ ّرج‬-‫ )خ ّرج‬yang secara
bahasa berarti mengeluarkan sesuatu dari tempatnya. Sedangkan yang dimaksud takhrij
dalam hubungannya dengan kegiatan penelitian hadits lebih lanjut, maka takhrij berarti
“penelusuran atau pencarian hadits pada berbagai kitab-kitab koleksi hadits sebagai
sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam sumber tersebut dikemukakan
secara lengkap matan dan matarantai sanad yang bersangkutan.
Faktor penyebab takhrij hadits adalah untuk mengetahui asal-usul riwayat hadits,
mengetahui dan mencatat seluruh periwayatan hadits, dan mengetahui ada tidaknya
syahid dan mutabi’ pada matarantai sanad. Sedangkan metode-metode yang digunakan
didalam takhrij hadits yaitu menurut lafaz pertama matan hadits, melalui kata-kata dalam
matan hadits, melalui perawi hadits pertama, berdasarkan tema hadits, berdasarkan status
hadits.
Manfaat takhrij hadits itu sendiri adalah memberikan informasi apakah hadits itu
termasuk hadits shahih, hasan ataupun dhaif, memberikan kemudahan bagi orang yang
mau mengamalkan setelah tahu bahwa hadits itu makbul (dapat diterima), dan
menguatkan keyakinan bahwa hadits itu benar-benar berasal dari Rasulullah SAW.

10 | I L M U H A D I S T
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Muhammad, H. Drs., dan Mudzakir .M., dan Djaliel Abd Maman. Drs.
2004. Ulumul Hadits, Bandung : CV. Pustaka Setia.
 http://stiqulumalhadis.blogspot.com/…/takhrij-al-hadits.html.
Utang Ranuwijaya. 1996. Ilmu Hadist, Jakarata: Gaya Media Pratama.
Dr. Utang Ranuwijaya, MA. 2001. Ilmu Hadis, Jakarta : Gaya Media Pratama.
http://stiqulumalhadis.blogspot.com/…/takhrij-al-hadits.html

10 | I L M U H A D I S T

Anda mungkin juga menyukai