Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Takhrij Hadist merupakan langkah awal dalam kegiatan penelitian hadist. Pada masa awal penelitian
hadist telah dilakukan oleh para ulama salaf yang kemudaian hasilnya telah dikodifikasikan dalam
berbagai buku hadist. Mengetahui masalah takhrij, kaidah. dan metodenya adalah sesuatu yang sangat
penting bagi orang yang mempelajari ilmu-ilmu syar‟i, agar mampu melacak suatu hadist sampai pada
sumbernya.

Kebutuhan takhrij adalah perlu sekali, karena orang yang mempelajari ilmu tidak akan dapat
membuktikan (menguatkan) dengan suatu hadist atau tidak dapat meriwayatkannya, kecuali setelah
ulama-ulama yang telah meriwayatkan hadist dalam kitabnya dengan dilengkapi sanadnya, karena itu,
masalah takhrij ini sangat dibutuhkan setiap orang yang membahas atau menekuni ilmu-ilmu syar‟i dan
yang sehubungan dengannya. Sehingga untuk lebih jelasnya tentang takhrij hadits ini akan dibahas
dalam bab selanjutnya.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan tentang definisi takhrij

2. Sejarah Takhrij Al-Hadist ?

3. Apa manfaat takhrij hadist?

4. Jelaskan tentang metode takhrij hadist?

5. Sebutkan kitab-kitab yang digunakan dalam takhrij hadits?

6. Berikan contoh tentang takhrij hadits?

C. Tujuan

1. Mengetahui tentang definisi takhrij

2. Mengetahui Sejarah takhrij hadis

3. Mengetahui manfaat takhrij hadis

4. Mengetahui tentang metode takhrij hadits

5. Mengetahui kitab-kitab yang digunakan dalam takhrij hadits

6. Mengetahui contoh takhrij hadits


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Takhrij Hadits

Kata takhrij ( (‫تخريج‬adalah bentuk mashdar dari (‫تخريجا‬-‫يخرّج‬-‫ )خرّج‬yang secara bahasa berarti
mengeluarkan sesuatu dari tempatnya. Sedang pengertian takhrij al-hadits menurut istilah ada
beberapa pengertian, di antaranya ialah:

1. Suatu keterangan bahwa hadits yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu terdapat
dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya. Misalnya, penyusun hadits mengakhiri
penulisan haditsnya dengan kata-kata akhrajahul Bukhari artinya bahwa hadits yang dinukil itu terdapat
dalam kitab Jami’us Shahih Bukhari. Bila ia mengakhirinya dengan kata akhrajahul muslim berarti hadits
tersebut terdapat dalam kitab Shahih Muslim.

2. Suatu usaha mencari derajat, sanad, dan rawi hadits yang tidak diterangkan oleh penyusun
atau pengarang suatu kitab.

3. Mengemukakan hadits berdasarkan sumbernya atau berbagai sumber dengan


mengikutsertakan metode periwayatannya dan kualitas haditsnya.

4. Mengemukakan letak asal hadits pada sumbernya yang asli secara lengkap dengan
matarantai sanad masing-masing dan dijelaskan kualitas hadits yang bersangkutan.

Dari sekian banyak pengertian takhrij di atas, yang dimaksud takhrij dalam hubungannya dengan
kegiatan penelitian hadits lebih lanjut, maka takhrij berarti “penelusuran atau pencarian hadits pada
berbagai kitab-kitab koleksi hadits sebagai sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam
sumber tersebut dikemukakan secara lengkap matan dan matarantai sanad yang bersangkutan.

B. Sejarah Takhrij Al-Hadits

Penguasaan para ulama terdahulu terhadap sumber-sumber As-Sunnah begitu luas, sehingga mereka
tidak merasa sulit jika disebutkan suatu hadits untuk mengetahuinya dalam kitab-kitab As-Sunnah.
Ketika semangat belajar sudah melemah, mereka kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat hadits
yang dijadikan sebagai rujukan para ulama dalam ilmu-ilmu syar'i. Maka sebagian dari ulama bangkit
dan memperlihatkan hadits-hadits yang ada pada sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya dari kitab-
kitab As-Sunnah yang asli, menjelaskan metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang shahih atas
yang dla'if. Lalu muncullah apa yang dinamakan dengan "Kutub At-Takhrij" (buku-buku takhrij), yang
diantaranya adalah :
1. Takhrij Ahaadits Al-Muhadzdzab; karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi'I (wafat
548 H). Dan kitab Al-Muhadzdzab ini adalah kitab mengenai fiqih madzhab Asy-Syafi'I karya Abu Ishaq
Asy-Syairazi.

2. Takhrij Ahaadits Al-Mukhtashar Al-Kabir li Ibni Al-Hajib; karya Muhammad bin Ahmad
Abdul-Hadi Al-Maqdisi (wafat 744 H).

3. Nashbur-Rayah li Ahaadits Al-Hidyah li Al-Marghinani; karya Abdullah bin Yusuf Az-Zaila'I


(wafat 762 H).

4. Takhrij Ahaadits Al-Kasyaf li Az-Zamakhsyari; karya Al-Hafidh Az-Zaila'I juga. [Ibnu Hajar
juga menulis takhrij untuk kitab ini dengan judul Al-Kafi Asy-Syaafi fii Takhrij Ahaadits Asy-Syaafi ]

5. Al-Badrul-Munir fii Takhrijil-Ahaadits wal-Atsar Al-Waqi'ah fisy-Syarhil-Kabir li Ar-Rafi'I;


karya Umar bin 'Ali bin Mulaqqin (wafat 804 H).

6. Al-Mughni 'an Hamlil-Asfaar fil-Asfaar fii Takhriji maa fil-Ihyaa' minal-Akhbar; karya
Abdurrahman bin Al-Husain Al-'Iraqi (wafat tahun 806 H).

7. Takhrij Al-Ahaadits allati Yusyiiru ilaihat-Tirmidzi fii Kulli Baab; karya Al-Hafidh Al-'Iraqi juga.

8. At-Talkhiisul-Habiir fii Takhriji Ahaaditsi Syarh Al-Wajiz Al-Kabir li Ar-Rafi'I; karya Ahmad bin
Ali bin Hajar Al-'Asqalani (wafat 852 H).

9. Ad-Dirayah fii Takhriji Ahaaditsil-Hidayah; karya Al-Hafidh Ibnu Hajar juga.

10. Tuhfatur-Rawi fii Takhriji Ahaaditsil-Baidlawi; karya 'Abdurrauf Ali Al-Manawi (wafat 1031
H).

Berikut ini contoh takhrij dari kitab At-Talkhiisul-Habiir (karya Ibnu Hajar) :

Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,"Hadits 'Ali bahwasannya Al-'Abbas meminta kepada
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam tentang mempercepat pembayaran zakat sebelum sampai tiba
haul-nya. Maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam memberikan keringanan untuknya. Diriwayatkan
oleh Ahmad, para penyusun kitab Sunan, Al-Hakim, Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi; dari hadits Al-Hajjaj
bin Dinar, dari Al-Hakam, dari Hajiyah bin 'Adi, dari 'Ali. Dan diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari riwayat
Israil, dari Al-Hakam, dari Hajar Al-'Adawi, dari 'Ali.

Ad-Daruquthni menyebutkan adanya perbedaan tentang riwayat dari Al-Hakam. Dia menguatkan
riwayat Manshur dari Al-Hakam dari Al-Hasan bin Muslim bin Yanaq dari Nabi shallallaahu 'alaihi
wasallam dengan derajat mursal. Begitu juga Abu Dawud menguatkannya. Al-Baihaqi berkata,"Imam
Asy-Syafi'I berkata : 'Diriwayatkan dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bahwasannya beliau
mendahulukan zakat harta Al-'Abbas sebelum tiba masa haul (setahun), dan aku tidak mengetahui
apakah ini benar atau tidak?'.
Al-Baihaqi berkata,"Demikianlah riwayat hadits ini dari saya. Dan diperkuat dengan hadits Abi Al-
Bakhtari dari 'Ali, bahwasannya Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,"Kami sedang membutuhkan
lalu kami minta Al-'Abbas untuk mendahulukan zakatnya untuk dua tahun". Para perawinya tsiqah,
hanya saja dalam sanadnya terdapat inqitha'. Dan sebagian lafadh menyatakan bahwa Nabi shallallaahu
'alaihi wasallam bersabda kepada 'Umar,"Kami pernah mempercepat harta Al-'Abbas pada awal tahun".
Diriwayatkan oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi dari hadits Abi Rafi' [At-Talkhiisul-Habiir.

Faktor Penyebab Takhrij Al-Hadits

Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai pedoman, yaitu:

1. Takhrij Menurut Lafaz Pertama Matan Hadis.

Metode ini tergantung pada lafaz pertama matan hadits. Hadits-hadits dengan metode ini dikodifikasi
berdasarkan lafaz pertamanya menurut urutan huruf-huruf hijaiyah, seperti hadits-hadits yang huruf
pertama dan lafaz pertamanya alif, ba’, ta’, dan seterusnya. Seorang mukharrij yang menggunakan ini
haruslah terlebih dahulu mengetahui secara pasti lafaz pertama dari hadis yang akan ditakhrij¬-nya,
setelah itu barulah dia melihat huruf pertamanya pada kitab-kitab takhrij yang disusun berdasarkan
metode ini, dan huruf kedua, ketiga, dan seterusnya.

Seperti contoh jika kita mau men-takhrij hadis yang berbunyi:

َ‫ث َعنِّى َح ِد ْيثًا َوهُ َو يَ َرى َأنَّهُ َك ِذبٌ فَهُ َو َأ َح ُد ْالكَا ِذبِ ْين‬
َ ‫َم ْن َح َّد‬

Maka, langkah yang akan ditempuh dalam penerapan ini adalah menentukan urutan huruf-huruf yang
terdapat pada lafaz pertamanya, dan begitu juga lafaz-lafaz selanjutnya:

a. Lafaz pertama dari hadis di atas di mulai dengan huruf mim, maka di buka kitab-kitab hadis
yang disusun berdasarkan metode ini pada bab mim.

b. Kemudian mencari huruf kedua setelah mim, yaitu nuan.

c. Berikutnya mencari huruf-huruf selanjutnya, yaitu ha, da, dan tsa. Dan demikianlah
seterusnya mencari huruf-huruf hijaiyah pada lafaz-lafaz matan hadis tersebut.

Di antara kitab-kitab yang menggunakan metode ini adalah:

a. Al-Jami’ al-Shaghir min hadis al-Basyir al-Nadzir, karangan al-Suyuthi (w.911 H).

b. Al-Fath al-Kabir fi Dhamm al-Ziyadat ila al-Jami’ al-Shagir, juga karangan al-Suyuthi.

c. Jam’al-jawawi’ aw al-Jami’ al-Kabir, juga dikangan oleh al-Suyuthi.

d. Al-Jami’ al-Azhar min hadis al-Nabi al-Anwar, oleh al-Minawi (w.1031).


e. Hidayat al-Bari ila Tartib Ahadis al-Bukhari, oleh’Abd al-Rahim ibn ’Anbar al-Thahawi
(w.1365).

f. Mu’jam jami’ al-Ushul fi Ahadis al-Rasul, oleh Imam al-Mubarak ibn Muhammad ibn al-Atsir
al-Jazari.

2. Takhrij Melalui Kata-kata dalam Matan hadis

Metode ini adalah berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadits, baik berupa isim atau
fiil. Hadits-hadits yang dicantumkan adalah berupa potongan atau bagian dari hadits, dan para ulama
yang meriwayatkannya beserta nama kitab-kitab induk hadits yang dikarang mereka, dicantumkan di
bawah potongan hadits-hadits tersebut.

Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitikberatkan pencarian hadits berdasarkan
lafaz-lafaznya yang asing dan jarang penggunaannya. Umpamanya, pencarian hadis berikut:

‫ص َدقَةً ِم ْن ُغلُوْ ٍل‬ َ ‫ِإ َّن هللاَ الَ يَ ْقبَ ُل‬


َ َ‫ َوال‬, ‫صالَةً ِم ْن َغي ِْر طَهُوْ ٍر‬

Dalam pencarian hadis di atas pada dasarnya dapat ditelusuri melalui kata-kata Thahurin, Shadaqotan,
dan Ghululin. Akan tetapi, dari sekian kata yang dapat dipergunakan, lebih dianjurkan untuk
menggunakan kata ghululin karena kata tersebut jarang adanya ketimbang kata-kata yang lain dari hadis
di atas. Hal ini di sebabkan agar mudah di dalam mencari sumber hadis tersebut dari mana asalnya.

3. Takhrij Melalui Perawi Hadis Pertama

Metode ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadis, baik perawi tersebut dari kalangan sahabat,
bila sanadnya muttashil sampai kepada Nabi saw, atau dari kalangan Tabi’in, apabila hadis tersebut
Mursal. Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini mencantumkan hadis-hadis yang
diriwayatkan oleh para perawi pertama tersebut. Oleh karenanya, sebagai langkah pertama dalam
metode ini adalah mengenal para perawi pertama dari setiap hadis yang hendak di takhrij, dalam kitab-
kitab itu, dan selanjutnya mencari hadis dimaksud di antara hadis-hadis yang tertera di bawah nama
perawi pertama tersebut. Kitab-kitab yang disusun berdasarkan metode ini adalah kitab-kitab al-Athraf
dan kitab-kitab itu, dan selanjutnya mencari hadis dimaksud di antara hadis-hadis yang tertera di bawah
nama perawi pertama tersebut.

Kitab-kitab yang disusun berdasarkan metode ini adalah kitab-kitab al-Athraf dan kitab-kitab Musnad.
Kitab al-Athraf adalah kitab yang menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat.
Penyusunnya hanya menyebutkan beberapa kata atau pengertian dari matan hadis, yang dengannya
dapat dipahami hadis dimaksud. Sementara dari segi sanad, seluruh sanad-sanadnya dikumpulkan. Di
antara kitab-kitab al-Athraf ini adalah: Athraf al-Shahihain, karangan Imam Abu Mas’ud Ibrahim al-
Dimasyqi (w.400 H), Athraf al-Kutub al-Sittah, karangan Syams al-Din al-Maqdisi (w. 507 H), dan lainnya.

Adapun kitab Musnad adalah kitab yang disusun berdasarkan perawi teratas, yaitu sahabat, dan
memuat hadis-hadis setiap sahabat. Kitab ini menyebutkan seorang sahabat dan di bawah namanya itu
dicantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan dari Nabi saw beserta pendapat dan tafsirannya. Suatu kitab
musnad tidaklah memuat keseluruhan sahabat, ada diantaranya yang memuat sahabat dalam jumlah
besar dan ada yang memuat sahabat-sahabat yang memiliki kesamaan dalam hal-hal tertentu, seperti
musnad sahabat yang sedikit riwayatnya, atau musnad sepuluh sahabat yang di jamin masuk syurga,
atau bahkan ada musnad yang memuat hadis-hadis dari satu orang sahabat, seperti musnad Abu Bakar.

Hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Musnad tidak diatur menurut suatu aturan apapun dan tidak
memiliki nilai atau kualitas yang sama. Dengan demikian, di dalam musnad terdapat hadits-hadits sahih,
hasan, dan dha’if, dan masing-masing tidak terpisah antara yang satu dengan yang lainnya tetapi
dikumpulkan menjadi satu. Diantara contoh kitab Musnad tersebut adalah Musnad Imam Ahmad bin
Hanbal.

4. Takhrij Berdasarkan Tema Hadtis

Metode ini berdasarkan pada tema dari suatu hadits. Oleh karena itu, untuk melakukan takhrij dengan
metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan tema dari suatu hadits yang akan di-takhrij, dan kemudian
baru mencarinya melalui tema tersebut pada kitab-kitab yang disusun menggunakan metode ini.
Seringkali suatu hadits memiliki lebih dari satu tema. Dalam kasus demikian seorang mukharrij harus
mencarinya pada tema-tema yang mungkin di kandung oleh hadits tersebut.

‫ فإذا فعلوا ذلك عصموا مني‬،‫ ويؤتوا الزكاة‬،‫ ويقيموا الصالة‬،‫أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن ال إله إال هللا وأن محمدا رسول هللا‬
‫ وحسابهم على هللا‬،‫دماءهم وأموالهم إال بحق اإلسالم‬.

Hadis diatas mengandung beberapa tema, yaitu iman, tauhid, salat, dan zakat. Berdasarkan tema-tema
tersebut, maka hadis di atas harus dicari di dalam kitab-kitab hadis di bawah tema-tema itu. Dari
keterangan ini jelaslah bahwa takhrij dengan metode ini sangat tergantung kepada pengenalan terhadap
tema hadis, sehingga apabila tema dari suatu hadis tidak diketahui, maka akan sulitlah untuk melakukan
takhrij dengan menggunakan metode ini.

Diantara karya tulis yang disusun berdasarkan metode ini adalah:

a. Kanz al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al karangan al-Muttaqi al-Hindi.

b. Miftah Kunuz al-Sunnah oleh A.J Wensink.

c. Nashb al-Rayah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh al-Zayla’i.

d. Al-Dariyah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh Ibnu Hajar al-Asqholany.

Dan kitab-kitab lainnya yang disusun berdasarkan tema-tema tertentu dalam bidang Fiqh, Hukum,
Targhib dan Tarhib, Tafsir, serta Sejarah.

5. Takhrij Berdasarkan Status Hadist


Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para ulama hadis dalam menyusun
hadis-hadis, yaitu penghimpunan hadis berdasarkan statusnya. Karya-karya tersebut sangat membantu
sekali dalam proses pencarian hadis berdasarkan statusnya, seperti Hadis-hadis Qudsi, Hadis masyhur,
Hadis Mursal, dan lainnya. Seorang peneliti hadis, dengan membuka kitab-kitab seperti diatas, dia telah
melakukan takhrij al-Hadis.

Kitab-kitab yang disusun berdasarkan metode ini adalah:

a. Al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akhbar al-Mutawatirahkarangan al-Suyuthi.

b. Al-Ittihafat al-Sanariyyat fi al-Ahadis al-Qudsiyyah karangan al-Madani.

c. Al-Marasil oleh Abu Dawud, dan kitab-kitab sejenis lainnya.

Demikianlah metode-metode takhrij yang dapat dipergunakan oleh para peneliti hadis dalam rangka
mengenal hadis-hadis Nabi saw dari segi sanad dan matannya, terutama dari segi statusnya, yaitu
diterima (maqbul) dan ditolak (mardud)-nya suatu hadis.

6. Kitab-kitab yang Digunakan di Dalam Mentakhrij Hadis

Ada beberapa kitab yang diperlukan untuk melakukan takhrij hadis. Adapun kitab-kitab tersebut adalah
sebagai berikut.

1. Hidayatul bari ila tartibi ahadisil Bukhari

Penyusun kitab ini adalah Abdur Rahman Ambar al-Misri at-Tahtawi. Kitab ini disusun khusus untuk
mencari hadis-hadis yang termuat dalam kitab Sahih Bukhari. Lafal-lafal hadis disusun menurut aturan
urutan huruf abjad Arab. Namun hadis-hadis yang dikemukakan secara berulang dalam kitab Sahih
Bukhari tidak dimuat secara berulang dalam kamus di atas. Dengan demikian perbedaan lafal dalam
matan hadis riwayat al-Bukhari tidak dapat diketahui lewat kamus tersebut.

2. Mu’jam al-Fazi wala siyyama al-Garibu minha fihr litartibi ahadisi sahihi Muslim

Kitab tersebut merupakan salah satu juz, yakni juz ke-V dari kitabSahih Muslim yang dikutip oleh
Muhammad Abdul Baqi. Jus V ini merupakan kamus yang di dalamnya di mulai juz I-V yang berisi:

a. Daftar urutan judul kitab serta nomor hadis dan juz yang memuatnya.

b. Daftar nama para sahabat Nabi yang meriwayatkan hadis yang termuat dalam kitab Sahih Muslim.

c. Daftar awal matan hadis dalam bentuk sabda yang tersusun menurut abjad serta diterangkan
nomor-nomor hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, bila kebetulan hadis tersebut juga
diriwayatkan oleh Imam Bukhari sendiri.

3. Miftahus Sahihain
Kitab ini disusun oleh Muhammad Syarif bin Mustafa al-Tauqiah kitab ini dapat digunakan untuk mencari
hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan diriwayatkan oleh Muslim. Akan tetapi hadis-hadis yang
dimuat dalam kitab ini hanyalah hadis-hadis yang berupa qauliyah saja. Hadis-hadis tersebut disusun
menurut abjad dari awal lafal matan hadis.

4. Al-Bughyatu fi tartibi ahadisi al-hilyah

Kitab ini disusun oleh Said Abdul Aziz bin al-Said Muhammad bin Said Siddiq al-Qammari. Kitab hadis
tersebut memuat dan menerangkan hadis-hadis yang tercantum dalam kitab yang disusun Abu Nuaim
al-Asabuni (w.430 H) yang berjudul Hilyatul auliyai wababaqatul asfiyai. Sejenis dengan kitab tersebut
adalah kitabMiftahut tartibi li ahadisi tarikhul khatib, yang disusun oleh Said Ahmad bin Said
Muhammad bin Said As-Siddiq al-Qammari yang memuat dan menerangkan hadis-hadis yang tercantum
dalam kitab sejarah yang disusun oleh Abu Bakar bin Ali bin Subit bin Ahmad al-Bagdadi yang dikenal
dengan al-Khatib al-Bagdadi (w.463 H). Susunan kitabnya diberi judul Tarikhul Bagdadi yang terdiri atas
empat jilid.

5. Al-Jami’us Sagir

Kitab ini disusun oleh Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuti (w. 91 H). Kitab hadis tersebut memuat
hadis-hadis yang terhimpun dalam kitab himpunan kutipan hadis yang disusun oleh Imam Suyuti juga
yaitu Kitab Jam’ul Jawani. Hadis yang dimuat di dalam kitabjami’us Sagir disusun berdasarkan urutan
abjad dari awal lafal matan hadis. Sebagian dari hadis-hadis itu ada yang ditulis secara lengkap dan
adapula yang ditulis sebagian-sebagian saja, namun telah mengandung pengertian yang cukup.

Kitab hadis tersebut juga menerangkan nama-nama sahabat Nabi saw yang meriwayatkan hadis yang
bersangkutan dan nama-nama mukharijnya. Selain hampir setiap hadis yang dikutip dijelaskan
kualitasnya menurut penilaian yang dilakukan atau disetujui oleh Imam Suyuti.

6. Al-mu’jam al-Mufahras li alfazil hadis nabawi

Penyusun kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan orientalis. Diantara anggota tim yang paling aktif
dalam kegiatan proses peyusunan ialah Dr. Arnold John Weinsinck (w.1939 M), seorang profesor
bahasa-bahasa semit, termasuk bahasa Arab di Universitas Leiden, negeri Belanda. Kitab ini
dimaksudkan untuk mencari hadis berdasarkan petunjuk lafal matan hadis. Berbagai lafal yang disajikan
tidak dibatasi hanya lafal-lafal yang berbeda di tengah dan bagian-bagian lain dari matan hadis. Dengan
demikian, kitab Mu’jam mampu memberikan informasi kepada pencari matan dan sanad hadis, asal saja
sebagian dari lafal matan yang dicarinya itu telah diketahuinya.

Kitab Mu’jam ini terdiri dari tujuh juz dan dapat digunakan untuk mencari hadis-hadis yang terdapat
dalam sembilan kitab hadis, yakni: Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Turmuzi,
Sunan Nasai, Sunan Ibnu Majjah, Sunan ad-Darimi, Muwatha’ Malik dan Musnad Ahmad.

D. Manfaat Takhrij Al-Hadits


Ada beberapa manfaat dari takhrij al-hadits antara lain sebagai berikut:

1. Memberikan informasi bahwa suatu hadits termasuk hadits shahih, hasan, ataupun dhaif, setelah
diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya.

2. Memberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa suatu hadits
adalah hadits makbul (dapat diterima). Dan sebaliknya tidak mengamalkannya apabila diketahui bahwa
suatu hadits adalah mardud (tertolak).

3. Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadits adalah benar-benar berasal dari Rasulullah SAW. Yang
harus kita ikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadits tersebut, baik dan segi
sanad maupun matan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kata takhrij ( (‫تخريج‬adalah bentuk mashdar dari (‫تخريجا‬-‫يخرّج‬-‫ )خرّج‬yang secara bahasa berarti
mengeluarkan sesuatu dari tempatnya. Sedangkan yang dimaksud takhrij dalam hubungannya dengan
kegiatan penelitian hadits lebih lanjut, maka takhrij berarti “penelusuran atau pencarian hadits pada
berbagai kitab-kitab koleksi hadits sebagai sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam
sumber tersebut dikemukakan secara lengkap matan dan matarantai sanad yang bersangkutan.

Faktor penyebab takhrij hadits adalah untuk mengetahui asal-usul riwayat hadits, mengetahui dan
mencatat seluruh periwayatan hadits, dan mengetahui ada tidaknya syahid dan mutabi’ pada
matarantai sanad. Sedangkan metode-metode yang digunakan didalam takhrij hadits yaitu menurut
lafaz pertama matan hadits, melalui kata-kata dalam matan hadits, melalui perawi hadits pertama,
berdasarkan tema hadits, berdasarkan status hadits.

Manfaat takhrij hadits itu sendiri adalah memberikan informasi apakah hadits itu termasuk hadits
shahih, hasan ataupun dhaif, memberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah tahu
bahwa hadits itu makbul (dapat diterima), dan menguatkan keyakinan bahwa hadits itu benar-benar
berasal dari Rasulullah SAW.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Muhammad, H. Drs., dan Mudzakir .M., dan Djaliel Abd Maman. Drs. 2004. Ulumul Hadits,
Bandung : CV. Pustaka Setia.

http://stiqulumalhadis.blogspot.com/…/takhrij-al-hadits.html.

Utang Ranuwijaya. 1996. Ilmu Hadist, Jakarata: Gaya Media Pratama.

Dr. Utang Ranuwijaya, MA. 2001. Ilmu Hadis, Jakarta : Gaya Media Pratama.

http://stiqulumalhadis.blogspot.com/…/takhrij-al-hadits.html.

Anda mungkin juga menyukai