Anda di halaman 1dari 11

1.

Tujuan Dan Manfaat Takhrij Hadits

Tujuan dari takhrij Hadits sendiri secara garis besar adalah untuk menunjukkan
sumber-sumber Hadits dan menerangkan diterima atau ditolaknya Hadits tersebut.
Namun masih banyak tujuan lain dari takhrij yang bisa diperinci sebagai berikut:

a. Mengetahui asal-usul riwayat suatu Hadits.

b. Mengetahui jumlah sanad Hadits.

c. Mengetahui jumlah perawi yang terlibat.

d. Mengetahui ada tidaknya syahid atau muttabi’ pada sanad Hadits.

e. Mengetahui kualitas sanad suatu Hadits.

f. Mengetahui kualitas atau pangkat dari suatu Hadits.

Sedangkan manfaat dari takhrij secara garis besar adalah terkumpulnya berbagai
macam sanad suatu Hadits dan mengumpulkan berbagai macam redaksi matan
Hadits. Namun apabila di perinci, manfaat Hadits adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui sumber-sumber Hadits dan ulama’ yang meriwayatkannya.

b. Memperjelas keadaan sanad suatu Hadits. Dengan membandingkan berbagai


macam periwayatan maka dapat diketahui kualitas dari Hadits tersebut, baik
dari sisi munqothi’ atau maudhu’ nya, maupun shahih atau dha’if nya.

c. Memperjelas hukum suatu Hadits dengan banyaknya periwayatan yang


diperoleh. Terkadang dalam suatu riwayat kualitas Hadits nya dalam taraf
dha’if, namun dengan takhrij kemungkinan bisa didapati riwayat lain yang
ternyata shahih, sehingga sebab Hadits shahih tersebut kualitas Hadits yang
awalnya dha’if dapat terangkat ke derajat yang lebih tinggi.

d. Memperjelas identitas perawi yang disamarkan identitasnya, melalui


perbandingan dari beberapa periwayatan Hadits.

e. Menghilangkan pencampuran periwayatan.

f. Membedakan hadits yang diriwayatkan secara lafdzi dan ma’nawi.1

1
M. Hafil Birbik, Takhrij Hadits (Metode Penelitian Sumber-sumber Hadits untuk Meminimalisir Pengutipan
Hadits Secara Sepihak), Jurnal Ar Risalah, 2020, Hal. 4
Itulah manfaat serta tujuan dari takhrij Hadits yang pada umumnya bisa
memberikan manfaat serta mashlahat yang besar bagi kalangan umum dan khususnya
bagi para peneliti Hadits-Hadits nabawiyyah.

2. Metode Takhrij secara Umum

Untuk mengetahui kejelasan hadist beserta sumber-sumbernya ada beberapa


metode takhrij yang dapat dipergunakan oleh mereka yang akan menelusurinya.
Metode- metode takhrij ini diupayakan oleh para ulama dengan maksud untuk
mempermudah mencari hadist-hadist Rasul. Metode-metode takhrij hadist
disimpulkan dalam lima macam metode:

a. Metode Pertama: Takhrij Melalui Kata-Kata Dalam Matan Hadits

Metode ini tergantung kepada kata-kata yang terdapat dalam matan hadits,
baik itu berupa isim (kata benda) atau fi’il (kata kerja), sedangkan huruf tidak
digunakan dalam metode ini. Hadits-hadits yang dicantumkan hanyalah bagian
hadits saja, adapun ulama-ulama yang meriwayatkannya dan nama-nama kitab
induknya dicantumkan di bawah potongan hadits-haditsnya. Para penyusun kitab
kitab-kitab takhrij menitikberatkan peletakan hadits-haditsnya menurut lafal-lafal
yang asing, semakin asing (gharib) suatu kata maka pencarian akan semakin
mudah. Diantara kitab yang terkenal dalam metode takhrij melalui kata-kata yang
terdapat dalam matan hadits adalah Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfadz Al-Hadits
An-Nabawi karya A.J. Wensinck.

Metode ini memiliki beberapa keistimewaan, diantaranya:

1) Metode ini mempercepat pencarian hadits-hadits.

2) Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini membatasi hadits-


haditsnya dalam beberapa kitab-kitab induk dengan menyebutkan nama
kitab, juz, bab dan halaman.

3) Memungkinkan pencarian hadits melalui kata-kata apa saja yang


terdapat dalam matan hadits.

Kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam metode ini antara lain:

1) Keharusan memiliki kemampuan bahasa Arab beserta perangkat ilmu-


ilmunya.
2) yang memadai. Karena metode ini menuntut untuk mengembalikan
setiap katakata kuncinya kepada kata dasarnya. Seperti kata
muta’ammiadan haruslah dicari melalui kata َ'amida.

3) Metode ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat. Untuk


mengetahui nama sahabat yang menerima hadist dari Nabi SAW
mengharuskan kembali kepada kitab-kitab aslinya setelah mentakhrijnya
dengan kitab yang menggunakan metode ini.

4) Terkadang suatu hadits tidak didapatkan dengan satu kata sehingga


orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain .2

Diantara kitab yang terkenal dalam metode takhrij melalui kata-kata


yang terdapat dalam matan hadits adalah:

1) Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfadz Al-Hadits An-Nabawi karya A.J.


Wensinck.

2) Fihris shahih Muslim, karya Muhammad Fuad Abd al-Baqy.

3) Fihris Sunan Abi Daud, karya Ibnu Bayumi.

b. Metode Kedua: Takhrij Melalui Perawi Hadits Pertama

Metode takhrij yang kedua ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadits.
Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini mencantumkan hadits-hadits
oleh setiap perawi pertama (shahabat atau tabi’i). Sebagai langkah pertama ialah
mengenal terlebih dahulu perawi pertama setiap hadits yang akan kita takhrij
melalui kitabkitabnya.

Langkah selanjutnya mencari nama perawi pertama tersebut dalam kitab-kitab


takhrij metode ini, dan kemudian mencari hadits yang kita inginkan diantara
haditshadits yang tertera di bawah nama perawi pertamanya itu. Bila kita telah
menemukannya maka kita akan mengetahui pula ulama hadits yang
meriwayatkannya. Diantara kitab yang terkenal menggunakan metode ini adalah
Musnad Ahmad bin Hanbal karya Imam Ahmad bin Hanbal. Takhrij dengan
Musnad Imam Ahmad ini harus didahului dengan pengenalan kepada Shahabat
yang meriwayatkan Hadits.
2
Abu Muhammad ‘Abd al-Mahdi ibn ‘Abd al-Qadir ibn ‘Abd al-Hadi, Thuruq Takhrij al-Hadist, (‘Ajuzah:
Maktabah al-Iman, 1986), Hal.84
Bila kita tidak tahu siapa shahabat yang meriwayatkan Hadits yang akan kita
takhrij, tentunya kita tidak mungkin menggunakan metode ini. Bila kita telah
mengetahui Shahabat yang meriwayatkan Hadits tersebut, maka kemudian kita
mencari Hadits-Haditsnya pada Musnad ini. Akan sangat membantu sekali bila
terlebih dahulu melihat daftar isinya. Bila kita telah sampai pada Hadits-Haditsnya
maka langkah selanjutnya adalah menelusuri Hadits-Hadits untuk sampai pada
hadits yang dimaksud.3

Diantara kelebihan metode ini adalah dapat memperpendek masa proses


takhrij dengan diperkenalkan ulama hadist yang meriwayatkannya beserta kitab-
kitabnya.

Adapun diantara kekurangannya adalah:

1) Metode ini tidak dapat digunakan dengan baik tanpa mengetahui lebih
dahulu perawi pertama hadist yang kita maksud.

2) Kesulitan mencari hadits karena penyusunan hadits-haditsnya didasarkan


perawi perawinya yang dapat menyulitkan maksud tujuan.4

Pada garis besarnya kitab-kitab takhrij yang disusun berdasarkan metode


kedua terbagi dua bagian:

1) Kitab Al-Athraf

Yang dimaksud dengan jenis al-Athraf ini ialah kumpulan hadits-


hadits dari beberapa kitab induknya dengan cara mencantumkan bagian atau
potongan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh setiap shahabat.
Penyusunnya hanyalah menyebutkan beberapa kata atau pengertian yang
menurutnya dapat dipahami hadits yang dimaksud. Sedangkan sanad-
sanadnya terkadang ada yang menuliskannya lengkap dan ada pula yang
menuliskannya sebagian. Hal ini bermaksud agar dapat dijadikan studi
komparatif sanad dan memperjelas selukbeluk sanadnya.5

Diantara kegunaan kitab-kitab Athraf sebagai berikut:


3
Tajudin Nur dan Debibik Nabilatul Fauziah, Pengenalan Metode Takhrij Hadts dalam Upaya Meningkatkan
Kompetensi Dosen Fakultas Agama Islam (FAI)Uniska Karawang, Jurnal JPI Rabbani, Hal. 4
4
Tajudin Nur dan Debibik Nabilatul Fauziah, Hal. 5
5
Abu Muhammad ‘Abd al-Mahdi ibn ‘Abd al-Qadir ibn ‘Abd alHadi, 1986: Hal. 107
a) Dapat menghimpun berbagai jalan hadits (sanad) dari kitab-kitab yang
menjadi literaturnya hingga dapat diketahui hukum setiap hadits.
Penentuan hukum suatu hadits biasanya bersifat nisbi, artinya hanya
berdasarkan apa yang dikatakan oleh beberapa kitab-kitabnya.

b) Hadits-hadits yang dihimpunnya dapat dijadikan bahan studi


komparatif sanad antara yang satu dengan yang lainnya.

c) Sebagai tindak lanjut penyelamatan teks hadits, ini tentunya sebagai


hasil menelaah kembali teks-teks haditsnya dalam kitab-kitab referennya
melalui kitab-kitab al-athraf.

d) Pengenalan terhadap para Imam periwayat hadits dan tempat-tempat


hadits dalam kitab-kitab mereka.

Kitab-Kitab Yang Berjenis Al-Athraf diantaranya:

a) Athraf ash-Shahihain, karangan al-Hafizh Imam abu Mas’ud Ibrahim


bin Muhammad bin ‘Ubaid ad-Dimasyqi, wafat tahun 400 H.

b) Athraf ash-Shahihain, karangan al-Hafizh Imam Khalaf bin Hamadun


alWashithi, wafat tahun 401 H.

c) Athraf al-Kutub as-Sittah, karangan Ibnu al-Qaisarani, wafat tahun 507


H.

d) Al-Isyraf ‘Ala Ma’rifah al-Athraf, karangan Ibnu Asakir, wafat tahun


571 H.

e) Tuhfah al-Asyraf Bi Ma’rifah al-Athraf, karangan al-Mizzi, wafat tahun


742 H.6

2) Kitab Musnad

Al-Musnad merupakan jenis lain dari kitab-kitab takhrij yang disusun


berdasarkan perawi teratas. Dan al-Musnad menentukan hadits-hadits setiap
shahabat sendiri-sendiri.

Kekhususan kitab-kitab Musnad antara lain:

6
Tajudin Nur dan Debibik Nabilatul Fauziah, Hal. 6
a) Musnad tersusun menurut perawi teratas, baik shahabat atau tabi’in bila
hadits tersebut mursal.

b) Shahabat-shahabat tersusun menurut aturan-aturan tersentu. Sebagian


ulama ada yang mengaturnya berdasarkan urutan huruf-huruf Hijaiyyah,
sebagian lain ada yang mengaturnya berdasarkan yang lebih dulu masuk
Islam, dan lain-lain.

c) Hadits-hadits kitab-kitab Musnad kualitasnya tidak sama seluruhnya.


Hadits-hadits shahih, hasan dan dha’if tidak dipisah tetapi dikumpulkan
menjadi satu.

d) Kitab-kitab Musnad tidak memuat keseluruhan shahabat. Sebagian


memuat shahabat dalam jumlah besar, sebagian lain memuat
shahabatshahabat yang memiliki satu sifat kesamaan seperti musnad 10
shahabat yang dijamin masuk surga dan musnad shahabat yang sedikit
riwayatnya. Dan sebagian lain memuat satu shahabat seperti musnad Abu
Bakar Shiddiq.7

Kitab-kitab Musnad banyak sekali dan merupakan metode yang dipakai


oleh para ulama pada permulaan tahun 200-an H dalam penulisan-penulisan
hadits. Musnad yang terkenal adalah Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad
al-Humaidi, Musnad Abi Daud ath-Thayalisi, Musnad al-Bukhari al-Kabir, dan
lain-lain.

Kegunaan Kitab Musna antara lain:8

a) Musnad adalah kumpulan hadits-hadits dalam jumlah banyak, mencakup


berbagai riwayat dan meliputi jalan yang bermacam-macam.

b) Sarana untuk memudahkan menghafal hadits bagi yang berkeinginan.

c) Dapat menjadi jalan untuk sampai kepada hadits yang dituju. Takhrij
melalui musnad dapat dilakukan dengan mudah, meskipun dibutuhkan
kehati-hatian dan kesabaran dalam mencari hadits dari shahabat yang
banyak riwayatnya.

7
Tajudin Nur dan Debibik Nabilatul Fauziah, Hal. 6
8
Abu Muhammad ‘Abd al-Mahdi ibn ‘Abd al-Qadir ibn ‘Abd al-Hadi, 1986, Hal. 138-139
c. Metode Ketiga: Takhrij Menurut Tema Hadits

Takhrij dengan metode ini bersandar pada pengenalan tema hadits, setelah
kita menentukan hadits yang akan kita takhrij maka langkah selanjutnya ialah
menyimpulkan tema hadits tersebut kemudian kita mencarinya melalui tema ini
pada kitab-kitab metode ini. Kitab yang terkenal yang menggunakan metode ini
adalah kitab Miftah Kunuz As-Sunnah karya DR. AJ. WENSINCK, seorang
orientalis dan guru besar bahasa Arab di Universitas Leiden.9

Keistimewaan metode ketiga ini diantaranya:

1) Metode tema hadist tidak membutuhkan pengetahuan-pengetahuan lain di luar


hadist, seperti keabsahan lafal pertamanya, pengetahuan bahasa Arab dengan
perubahan-perubahan katanya, dan pengenalan perawi teratas. Yang dituntut
oleh metode keempat ini ialah pengetahuan akan kandungan hadist.

2) Metode ini mendidik ketajaman pemahaman hadist pada diri peneliti.

3) Metode ini memperkenalkan kepada peneliti maksud hadist yang dicarinya


dan hadist- hadist yang senada dengannya, hal ini tentunya akan membantu
mendalami permasalahan.

Kekurangan metode ini antara lain:

1) Terkadang kandungan hadist sulit disimpulkan oleh seorang peneliti hingga


tidak dapat menentukan temanya, sebagai akibatnya dia tidak mungkin
memfungsikan metode ini.

2) Terkadang pemahaman peneliti tidak sesuai dengan pemahaman penyusun


kitab, sebagai akibatnya penyusun kitab meletakkan hadist pada posisi yang
tidak diduga oleh peneliti tersebut. Contohnya seperti hadist yang semula oleh
peneliti disimpulkan sebagai hadist peperangan ternyata oleh penyusun
diletakkan pada hadist tafsir. 10

Contoh Karya-karya tulis pada metode ketiga diantaranya:

9
Tajudin Nur dan Debibik Nabilatul Fauziah, Hal. 7
10
Said Agil Husaen Al-Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Metode Takhrij Hadist, Semarang: Dina Utama,
1994, Hal. 122-123
1) Kitab –kitab takhrij hadits secara umum, seperti: - Kanzul ‘Ummal Fi Sunan
al-Aqwal wa al-Af’al, Muntakhab Kanz al-‘Ummal, karangan al-Muttaqi al-
Hindi.

2) Kitab-kitab takhrij hadits-hadits dari beberapa kitab tertentu, seperti Miftah


Kunuz as-Sunnah karangan Wensinck. Al-Mughni ‘An Haml al-Asfar Fi al-
Asfar Fi Takhrij Ma Fi al-Ihya Minal Akhbar karangan al Hafiz al-‘Iraqi,
kitab ini merupakan kitab tahkrij hadits-hadis dalam kitab ihya’ ulumuddin.

3) Kitab-kitab takhrij hadits dari kitab-kitab fiqih, seperti Nashb ar-Rayah Fi


Takhrij Ahadits al-Hidayah, karangan al Hafiz Jamaluddin al-Zaila’i al Hanafi.
Ad-Dirayah Fi Takhrij Ahadits al-Hidayah dan kitab At-Talkhish al-Habir Fi
Takhrij Ahadits ar-Rafi’i al-Kabir, karangan Ibnu Hajar al Atsqalani.

4) Kitab-kitab takhrij hadits-hadits hukum, seperti, Muntaqa al Akhbar Min


Hadits Sayyid al-Akhbar, karangan Ibnu Taimiyyah. Bulugh al-Maram Min
Adillah al-Ahkam karangan Ibnu Hajar, Taqrib al-Asanid Wa Tartib al-
Masanid karangan al-‘Iraqi.

5) Kitab-kitab takhrij hadits-hadits Targhib dan Tarhib, seperti, At-Targhib Wa


at-Tarhib, karangan al-Hafidz alMundziri, Az-Zawajir ‘An Iqtiraf al-Kabair
karangan Ibnu Hajar al-Haitsami.

6) Kitab-kitab takhrij hadits-hadits Tafsir, seperti, Ad-Dur al-Mantsur Fi at-


Tafsir Bi al-Ma’tsur, karangan Imam Suyuthi. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adhzim,
ِkarangan Ibnu Katsir, Al-Kaf as-Syaf Fi Takhrij Ahadits al-Kasyaf, karangan
Ibnu Hajar.

7) Kitab-kitab takhrij hadits-hadits sejarah hidup dan sifat-sifat Nabi, seperti,


hashaish al-Kubra,, Manahil ash-Shafa Fi Takhrij Ahadits asy-Syifa, karangan
Imam Suyuthi. Sirah Rasulillah SAW karangan Ibnu Hajar. Subul al-Huda Wa
ar-Rasyad, karangan Muhammad bin Yusuf Asy-Syami.11

d. Metode Keempat: Takhrij Melalui Lafal Pertama Matan Hadits

Penggunaan metode ini tergantung dari lafal pertama matan hadits. Metode
ini juga mengkodifikasikan hadits-hadits yang lafal pertamanya sesuai dengan
urutan huruf-huruf hijaiyyah, seperti hadits-hadits yang huruf pertamanya alif,
11
Tajudin Nur dan Debibik Nabilatul Fauziah, Hal. 9
ba’, ta’, dan seterusnya. Suatu keharusan bagi yang akan menggunakan metode
ini untuk mengetahui dengan pasti lafal-lafal pertama dari hadits-hadits yang akan
dicarinya. Setelah itu ia melihat huruf pertamanya melalui kitab-kitab takhrij
yang disusun dengan metode ini, demikian pula dengan huruf kedua dan
seterusnya. Diantara kitab yang menggunakan metode ini adalah kitab Al-Jami’
Ash-Shaghir Min Hadits Al-Basyir AnNadzir karya Imam As-Suyuthi.

Dengan menggunakan metode ini kemungkinan besar kita dengan cepat


menemukan hadits-hadits yang dimaksud. Hanya saja bila terdapat kelainan lafal
pertama akan berakibat sulit menemukan hadits. Sebagai contoh hadits yang
berbunyi. Sebagai contoh hadits yang berbunyi:

‫إذا أتاكم من ترضون دينه وخلقه فزوجوه‬


Menurut bunyi hadits di atas, lafal pertamanya adalah , ‫ إِ َذا أَتَا ُكم‬namun bila
lafal yang kita ingat adalah , ‫ لَو أَتَا ُكم‬tentunya akan sulit menemukan hadits
tersebut karena adanya perbedaan lafal itu. Demikian pula bila lafal yang kita
ketahui berbunyi , ‫ إِ َذا َجا َء ُكم‬sekalipun semuanya satu pengertian.

Kitab-kitab yang menggunakan metode keempat ini, antara lain:

1) Al-Jami’ ash-Shaghir Min Hadits al-Basyir an-Nadzir, karangan Imam


Suyuthi.

2) Faidh al-Qadir Bi Syarh al-Jami’ ash-Shaghir dan Al-Jami’ al-Azhar Min


Hadits an-Nabi al-Anwar, karangan Muhammad Abdurrauf Al Munawi.

3) Hidayah al-Bari Ila Tartib Ahadits al-Bukhari, karangan Abdur Rahman


Ambar Al-misri At-Tahtawi.

4) Kasyf al-Khafa Wa Muzil al-Ilbas ‘Amma isytahara Min al-Ahadits ‘Ala


Alsinah an-Nas, karangan Ismail bin Muhammad al ‘Ajluni.12

e. Metode Kelima: Takhrij Berdasarkan Status Hadits

Metode ini sangat membantu sekali dalam proses pencarian hadits


berdasarkan statusnya, seperti hadits-hadits qudsi, hadits-hadits yang sudah
masyhur, hadits-hadits mursal, dll. Kelebihan metode ini adalah dapat

12
Tajudin Nur dan Debibik Nabilatul Fauziah, Hal. 10
memudahkan proses takhrij, karena sebagian besar hadits-hadits yang dimuat
dalam suatu karya tulis berdasarkan sifat-sifat hadits sangat sedikit, sehingga
tidak memerlukan pemikiran yang lebih rumit.13

Adapun kekurangan metode ini yaitu cakupannya sangat terbatas karena


sedikitnya hadits-hadits yang dimuat tersebut.

Karya-karya yang berkenaan dengan metode kelima ini antara lain:

1) Kitab sekitar hadits-hadits mutawatir, seperti, Al-Azhar al-Mutanatsirah


Fi al-Akhbar al-Mutawatirah, karangan Imam Suyuthi.

2) Kitab sekitar hadits-hadits qudsi, seperti, Al-Ittihafat as-Saniyyah Fi al-


Ahadits al-Qudsiyyah, karangan al-Madani.

3) Kitab sekitar hadits-hadits terkenal, seperti, al-Maqashid al-Hasanah Fi


Bayan Katsir Min Ahadits al-Musytahirah ‘Ala al-Alsinah, karangan as
Sakhawi

4) Kitab sekitar hadits-hadits mursal, seperti Al-Marasil karangan Abu Daud.

5) Kitab sekitar hadits-hadits maudhu’ (palsu), seperti Tanzih asy-Syari’ah


al-Marfu’ah ‘An al-Akhbar asy-Syani’ah al-Maudhu’ah, karangan Ibnu
‘Iraq.14

13
Tajudin Nur dan Debibik Nabilatul Fauziah, Hal. 11
14
Muhammad az-Zahrani, Ensiklopedia Kitab-kitab Rujukan Hadits, Jakarta: Darul Haq, 2011, cet. Pertama,
hlm. 237.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Takhrij Hadits dalam hal ini dapat di definisikan sebagai sebuah usaha untuk
meneliti dan mencari sanad serta matan suatu Hadits secara lengkap dan sistematik pada
sumber-sumbernya yang terdapat didalam kitab-kitab asal. Dengan Takhrij Hadits, kita
dapat mengetahui matan serta sanad suatu hadits secara lengkap dan terperinci. Dan
kualitas dari masing-masing Hadits dapat kita ketahui dengan adanya metode ini.

Metode ini muncul sebab banyak terjadinya kasus pengkutipan Hadits tanpa
menyebutkan sumber-sumbernya secara lengkap yang dalam hal ini dapat kita temukan
didalam sebagian kitab-kitab fiqh, sejarah, dan tafsir, yang mengkutip Hadits tanpa
adanya sumber Hadits yang jelas. Namun, ada beberapa instrumen penting yang perlu
dipersiapkan sebelum melakukan pentakhrijan diantaranya, mempersiapkan kamus
Hadits : Mu’jam alMufahros Li alfadz al-AHadits, Miftah Kunuz as-Sunnah; Kitab-kitab
Hadits (Kutub as-Sittah), Kitab sejarah para perawi (Kutub at-Tabaqat), Kitab ilmu
dirayah/musthalah Hadits.

B. Saran

Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kata “sempurna”.
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun akan memperbaiki makalah
ini, dengan senang hati dan terbuka saya menerima kritik dan saran dari pembaca. Akhir
kata penyusun makalah mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi
bahan refrensi khususnya di dalam menyikapi hukum-hukum aktivitas keseharian kita
terutama dalam konteks ibadah.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai