Anda di halaman 1dari 14

TAKHRIJ HADITS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Takhrij Hadist merupakan langkah awal dalam kegiatan penelitian hadist. Pada masa
awal penelitian hadist telah dilakukan oleh para ulama salaf yang kemudaian hasilnya telah
dikodifikasikan dalam berbagai buku hadist. Mengetahui masalah takhrij, kaidah. dan metodenya
adalah sesuatu yang sangat penting bagi orang yang mempelajari ilmu-ilmu syar‟i, agar mampu
melacak suatu hadist sampai pada sumbernya.

Kebutuhan takhrij adalah perlu sekali, karena orang yang mempelajari ilmu tidak akan
dapat membuktikan (menguatkan) dengan suatu hadist atau tidak dapat meriwayatkannya,
kecuali setelah ulama-ulama yang telah meriwayatkan hadist dalam kitabnya dengan dilengkapi
sanadnya, karena itu, masalah takhrij ini sangat dibutuhkan setiap orang yang membahas atau
menekuni ilmu-ilmu syar‟i dan yang sehubungan dengannya. Sehingga untuk lebih jelasnya
tentang takhrij hadits ini akan dibahas dalam bab selanjutnya.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan tentang definisi takhrij?

2. Apa manfaat takhrij hadist?

3. Jelaskan tentang metode takhrij hadist?

4. Sebutkan kitab-kitab yang digunakan dalam takhrij hadits?

5. Berikan contoh tentang takhrij hadits?


C. Tujuan

1. Mengetahui tentang definisi takhrij

2. Mengetahui manfaat takhrij hadis

3. Mengetahui tentang metode takhrij hadits

4. Mengetahui kitab-kitab yang digunakan dalam takhrij hadits

5. Mengetahui contoh takhrij hadits


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Takhrij Hadits

Kata takhrij ( (‫تخريج‬adalah bentuk mashdar dari (‫تخريجا‬-‫يخرج‬


ّ -‫خرج‬
ّ ) yang secara bahasa
berarti mengeluarkan sesuatu dari tempatnya.

Sedang pengertian takhrij al-hadits menurut istilah ada beberapa pengertian, di


antaranya ialah:

1. Suatu keterangan bahwa hadits yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu terdapat
dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya. Misalnya, penyusun hadits
mengakhiri penulisan haditsnya dengan kata-kata akhrajahul Bukhari artinya bahwa hadits
yang dinukil itu terdapat dalam kitab Jami’us Shahih Bukhari. Bila ia mengakhirinya dengan
kata akhrajahul muslim berarti hadits tersebut terdapat dalam kitab Shahih Muslim.

2. Suatu usaha mencari derajat, sanad, dan rawi hadits yang tidak diterangkan oleh penyusun
atau pengarang suatu kitab.

3. Mengemukakan hadits berdasarkan sumbernya atau berbagai sumber dengan


mengikutsertakan metode periwayatannya dan kualitas haditsnya.

4. Mengemukakan letak asal hadits pada sumbernya yang asli secara lengkap dengan
matarantai sanad masing-masing dan dijelaskan kualitas hadits yang bersangkutan.

Dari sekian banyak pengertian takhrij di atas, yang dimaksud takhrij dalam
hubungannya dengan kegiatan penelitian hadits lebih lanjut, maka takhrij berarti
“penelusuran atau pencarian hadits pada berbagai kitab-kitab koleksi hadits sebagai sumber
asli dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam sumber tersebut dikemukakan secara
lengkap matan dan matarantai sanad yang bersangkutan.
B. Faktor Penyebab Takhrij Al-Hadits
Adapun faktor utama yang menyebabkan kegiatan penelitian terhadap hadits (takhrij
al-hadits) dilakukan oleh seorang peneliti hadits adlah sebagai berikut:

1. Mengetahui asal-usul riwayat hadits yang akan diteliti

Maksudnya adalah untuk mengetahui status dan kualitas hadits dalam hubungannya
dengan kegiatan penelitian, langkah awal yang harus dilakukan oleh seorang peneliti adalah
mengetahui asal-usul periwayatan hadits yang akan diteliti, sebab tanpa mengetahui asal-
usulnya sanad dan matan hadits yang bersangkutan mengalami kesulitan untuk diketahui
matarantai sanadnya sesuai dengan sumber pengambilannya, sehingga tanpa diketahui secara
benar tentang matarantai sanad dan matan, maka seorang peneliti mengalami kesulitan dalam
melakukan penelitian secara baik dan cermat. Makanya dari faktor ini, kegiatan penelitian
hadits (takhrij) dilakukan.
2. Mengetahui dan mencatat seluruh periwayatan hadits bagi hadits yang akan diteliti.
Maksudnya adalah mengingat redaksi hadits yang akan diteliti itu bervariasi antara
satu dengan yang lain, maka diperlukan kegiatan pencarian seorang peneliti terhadap semua
periwayatan hadits yang akan diteliti, sebab boleh jadi salah satu sanad haadits tersebut
berkualitas dha’if dan yang lainnya berkualitas shahih.
3. Mengetahui ada tidaknya syahid dan mutabi’ pada mata rantai sanad
Mengingat salah satu sanad hadits yang redaksinya bervariasi itu dimungkinkan ada
perawi lain yang sanadnya mendukung pada sanad hadits yang sedang diteliti, maka sanad
hadits yang sedang diteliti tersebut mungkin kualitasnya dapat dinaikkan tingkatannya oleh
sanad perawi yang mendukungnya.
Dari dukungan tersebut, jika terdapat pada bagian perawi tingkat pertama (yaitu
tingkat sahabat) maka dukungan ini dikenal dengan syahid. Jika dukungan itu terdapat pada
bagian perawi tingkat kedua atau ketiga (seperti pada tingkatan tabi’I atau tabi’it tabi’in),
maka disebut sebagai mutabi’.
Dengan demikian, kegiatan penelitian (takhrij) terhadap hadits dapat dilaksanakan
dengan baik jika seorang peneliti dapat mengetahui semua asal-usul matarantai sanad dan
matannya dari sumber pengambilannya. Begitu juga jalur periwayatan mana yang ada syahid
dan mutabi’nya, sehingga kegiatan penelitian (takhrij) dapat dengan mudah dilakukan secara
baik dan benar dengan menggunakan metode pentakhrijannya. [2]
C. Metode-metode yang Digunakan Di dalam takhrij Hadis
Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai pedoman,
yaitu:
1. Takhrij Menurut Lafaz Pertama Matan Hadis.
Metode ini tergantung pada lafaz pertama matan hadits. Hadits-hadits dengan metode
ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya menurut urutan huruf-huruf hijaiyah, seperti
hadits-hadits yang huruf pertama dan lafaz pertamanya alif, ba’, ta’, dan seterusnya. Seorang
mukharrij yang menggunakan ini haruslah terlebih dahulu mengetahui secara pasti lafaz
pertama dari hadis yang akan ditakhrij¬-nya, setelah itu barulah dia melihat huruf
pertamanya pada kitab-kitab takhrij yang disusun berdasarkan metode ini, dan huruf kedua,
ketiga, dan seterusnya. Seperti contoh jika kita mau men-takhrij hadis yang berbunyi:

َ‫ب فَ ُه َو أ َ َح ُد ا ْلكَاذب ْين‬


ٌ ‫َّث عَنى َحد ْيثًا َو ُه َو يَ َرى أَنَّهُ كَذ‬
َ ‫َم ْن َحد‬
Maka, langkah yang akan ditempuh dalam penerapan ini adalah menentukan urutan
huruf-huruf yang terdapat pada lafaz pertamanya, dan begitu juga lafaz-lafaz selanjutnya:
a. Lafaz pertama dari hadis di atas di mulai dengan huruf mim, maka di buka kitab-kitab
hadis yang disusun berdasarkan metode ini pada bab mim.
b. Kemudian mencari huruf kedua setelah mim, yaitu nuan.
c. Berikutnya mencari huruf-huruf selanjutnya, yaitu ha, da, dan tsa. Dan demikianlah
seterusnya mencari huruf-huruf hijaiyah pada lafaz-lafaz matan hadis tersebut.
Di antara kitab-kitab yang menggunakan metode ini adalah:
a. Al-Jami’ al-Shaghir min hadis al-Basyir al-Nadzir, karangan al-Suyuthi (w.911 H).
b. Al-Fath al-Kabir fi Dhamm al-Ziyadat ila al-Jami’ al-Shagir, juga karangan al-Suyuthi.
c. Jam’al-jawawi’ aw al-Jami’ al-Kabir, juga dikangan oleh al-Suyuthi.
d. Al-Jami’ al-Azhar min hadis al-Nabi al-Anwar, oleh al-Minawi (w.1031).
e. Hidayat al-Bari ila Tartib Ahadis al-Bukhari, oleh’Abd al-Rahim ibn ’Anbar al-Thahawi
(w.1365).
f. Mu’jam jami’ al-Ushul fi Ahadis al-Rasul, oleh Imam al-Mubarak ibn Muhammad ibn al-
Atsir al-Jazari.
2. Takhrij Melalui Kata-kata dalam Matan hadis
Metode ini adalah berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadits, baik
berupa isim atau fiil. Hadits-hadits yang dicantumkan adalah berupa potongan atau bagian
dari hadits, dan para ulama yang meriwayatkannya beserta nama kitab-kitab induk hadits
yang dikarang mereka, dicantumkan di bawah potongan hadits-hadits tersebut.
Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitikberatkan pencarian hadits
berdasarkan lafaz-lafaznya yang asing dan jarang penggunaannya. Umpamanya, pencarian
hadis berikut:

‫ص َدقَةً م ْنغُلُ ْو ٍل‬


َ َ‫ َوال‬, ‫غيْر َط ُه ْو ٍر‬
َ ‫صالَةً م ْن‬
َ ‫إنَّ هللاَ الَ يَ ْقبَ ُل‬
Dalam pencarian hadis di atas pada dasarnya dapat ditelusuri melalui kata-kata
Thahurin, Shadaqotan, dan Ghululin. Akan tetapi, dari sekian kata yang dapat dipergunakan,
lebih dianjurkan untuk menggunakan kata ghululin karena kata tersebut jarang adanya
ketimbang kata-kata yang lain dari hadis di atas. Hal ini di sebabkan agar mudah di dalam
mencari sumber hadis tersebut dari mana asalnya.
3. Takhrij Melalui Perawi Hadis Pertama
Metode ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadis, baik perawi tersebut dari
kalangan sahabat, bila sanadnya muttashil sampai kepada Nabi saw, atau dari kalangan
Tabi’in, apabila hadis tersebut Mursal. Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini
mencantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para perawi pertama tersebut. Oleh
karenanya, sebagai langkah pertama dalam metode ini adalah mengenal para perawi pertama
dari setiap hadis yang hendak di takhrij, dalam kitab-kitab itu, dan selanjutnya mencari hadis
dimaksud di antara hadis-hadis yang tertera di bawah nama perawi pertama tersebut.
Kitab-kitab yang disusun berdasarkan metode ini adalah kitab-kitab al-Athraf dan kitab-kitab
Musnad. Kitab al-Athraf adalah kitab yang menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan oleh
setiap sahabat. Penyusunnya hanya menyebutkan beberapa kata atau pengertian dari matan
hadis, yang dengannya dapat dipahami hadis dimaksud. Sementara dari segi sanad, seluruh
sanad-sanadnya dikumpulkan. Di antara kitab-kitab al-Athraf ini adalah: Athraf al-Shahihain,
karangan Imam Abu Mas’ud Ibrahim al-Dimasyqi (w.400 H), Athraf al-Kutub al-Sittah,
karangan Syams al-Din al-Maqdisi (w. 507 H), dan lainnya.
Adapun kitab Musnad adalah kitab yang disusun berdasarkan perawi teratas, yaitu
sahabat, dan memuat hadis-hadis setiap sahabat. Kitab ini menyebutkan seorang sahabat dan
di bawah namanya itu dicantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan dari Nabi saw beserta
pendapat dan tafsirannya. Suatu kitab musnad tidaklah memuat keseluruhan sahabat, ada
diantaranya yang memuat sahabat dalam jumlah besar dan ada yang memuat sahabat-sahabat
yang memiliki kesamaan dalam hal-hal tertentu, seperti musnad sahabat yang sedikit
riwayatnya, atau musnad sepuluh sahabat yang di jamin masuk syurga, atau bahkan ada
musnad yang memuat hadis-hadis dari satu orang sahabat, seperti musnad Abu Bakar.
Hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Musnad tidak diatur menurut suatu aturan apapun
dan tidak memiliki nilai atau kualitas yang sama. Dengan demikian, di dalam musnad
terdapat hadits-hadits sahih, hasan, dan dha’if, dan masing-masing tidak terpisah antara yang
satu dengan yang lainnya tetapi dikumpulkan menjadi satu. Diantara contoh kitab Musnad
tersebut adalah Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.
4. Takhrij Berdasarkan Tema Hadtis
Metode ini berdasarkan pada tema dari suatu hadits. Oleh karena itu, untuk
melakukan takhrij dengan metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan tema dari suatu
hadits yang akan di-takhrij, dan kemudian baru mencarinya melalui tema tersebut pada kitab-
kitab yang disusun menggunakan metode ini. Seringkali suatu hadits memiliki lebih dari satu
tema. Dalam kasus demikian seorang mukharrij harus mencarinya pada tema-tema yang
mungkin di kandung oleh hadits tersebut:
.
‫ ويؤتوا‬،‫ ويقيموا الصالة‬،‫أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن ال إله إال هللا وأن محمدا رسول هللا‬
‫ وحسابهم على هللا‬،‫ فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إال بحق اإلسالم‬،‫الزكاة‬.
Hadis diatas mengandung beberapa tema, yaitu iman, tauhid, salat, dan zakat.
Berdasarkan tema-tema tersebut, maka hadis di atas harus dicari di dalam kitab-kitab hadis di
bawah tema-tema itu. Dari keterangan ini jelaslah bahwa takhrij dengan metode ini sangat
tergantung kepada pengenalan terhadap tema hadis, sehingga apabila tema dari suatu hadis
tidak diketahui, maka akan sulitlah untuk melakukan takhrij dengan menggunakan metode
ini.
Diantara karya tulis yang disusun berdasarkan metode ini adalah:
a. Kanz al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al karangan al-Muttaqi al-Hindi.
b. Miftah Kunuz al-Sunnah oleh A.J Wensink.
c. Nashb al-Rayah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh al-Zayla’i.
d. Al-Dariyah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh Ibnu Hajar al-Asqholany.
Dan kitab-kitab lainnya yang disusun berdasarkan tema-tema tertentu dalam bidang
Fiqh, Hukum, Targhib dan Tarhib, Tafsir, serta Sejarah.
5. Takhrij Berdasarkan Status Hadis
Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para ulama hadis
dalam menyusun hadis-hadis, yaitu penghimpunan hadis berdasarkan statusnya. Karya-karya
tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian hadis berdasarkan statusnya, seperti
Hadis-hadis Qudsi, Hadis masyhur, Hadis Mursal, dan lainnya. Seorang peneliti hadis,
dengan membuka kitab-kitab seperti diatas, dia telah melakukan takhrij al-Hadis.
Kitab-kitab yang disusun berdasarkan metode ini adalah:
a. Al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akhbar al-Mutawatirahkarangan al-Suyuthi.
b. Al-Ittihafat al-Sanariyyat fi al-Ahadis al-Qudsiyyah karangan al-Madani.
c. Al-Marasil oleh Abu Dawud, dan kitab-kitab sejenis lainnya.
Demikianlah metode-metode takhrij yang dapat dipergunakan oleh para peneliti hadis
dalam rangka mengenal hadis-hadis Nabi saw dari segi sanad dan matannya, terutama dari
segi statusnya, yaitu diterima (maqbul) dan ditolak (mardud)-nya suatu hadis.
D. Kitab-kitab yang Digunakan di Dalam Mentakhrij Hadis
Ada beberapa kitab yang diperlukan untuk melakukan takhrij hadis. Adapun kitab-
kitab tersebut adalah sebagai berikut.
1. Hidayatul bari ila tartibi ahadisil Bukhari
Penyusun kitab ini adalah Abdur Rahman Ambar al-Misri at-Tahtawi. Kitab ini
disusun khusus untuk mencari hadis-hadis yang termuat dalam kitab Sahih Bukhari. Lafal-
lafal hadis disusun menurut aturan urutan huruf abjad Arab. Namun hadis-hadis yang
dikemukakan secara berulang dalam kitab Sahih Bukhari tidak dimuat secara berulang dalam
kamus di atas. Dengan demikian perbedaan lafal dalam matan hadis riwayat al-Bukhari tidak
dapat diketahui lewat kamus tersebut.
2. Mu’jam al-Fazi wala siyyama al-Garibu minha fihr litartibi ahadisi sahihi Muslim
Kitab tersebut merupakan salah satu juz, yakni juz ke-V dari kitabSahih Muslim yang
dikutip oleh Muhammad Abdul Baqi. Jus V ini merupakan kamus yang di dalamnya di mulai
juz I-V yang berisi:
a. Daftar urutan judul kitab serta nomor hadis dan juz yang memuatnya.
b. Daftar nama para sahabat Nabi yang meriwayatkan hadis yang termuat dalam kitab Sahih
Muslim.
c. Daftar awal matan hadis dalam bentuk sabda yang tersusun menurut abjad serta
diterangkan nomor-nomor hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, bila kebetulan
hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari sendiri.
3. Miftahus Sahihain
Kitab ini disusun oleh Muhammad Syarif bin Mustafa al-Tauqiah kitab ini dapat
digunakan untuk mencari hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan diriwayatkan oleh
Muslim. Akan tetapi hadis-hadis yang dimuat dalam kitab ini hanyalah hadis-hadis yang
berupa qauliyah saja. Hadis-hadis tersebut disusun menurut abjad dari awal lafal matan hadis.
4. Al-Bughyatu fi tartibi ahadisi al-hilyah
Kitab ini disusun oleh Said Abdul Aziz bin al-Said Muhammad bin Said Siddiq al-
Qammari. Kitab hadis tersebut memuat dan menerangkan hadis-hadis yang tercantum dalam
kitab yang disusun Abu Nuaim al-Asabuni (w.430 H) yang berjudul Hilyatul auliyai
wababaqatul asfiyai. Sejenis dengan kitab tersebut adalah kitabMiftahut tartibi li ahadisi
tarikhul khatib, yang disusun oleh Said Ahmad bin Said Muhammad bin Said As-Siddiq al-
Qammari yang memuat dan menerangkan hadis-hadis yang tercantum dalam kitab sejarah
yang disusun oleh Abu Bakar bin Ali bin Subit bin Ahmad al-Bagdadi yang dikenal dengan
al-Khatib al-Bagdadi (w.463 H). Susunan kitabnya diberi judul Tarikhul Bagdadi yang terdiri
atas empat jilid.
5. Al-Jami’us Sagir
Kitab ini disusun oleh Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuti (w. 91 H). Kitab
hadis tersebut memuat hadis-hadis yang terhimpun dalam kitab himpunan kutipan hadis yang
disusun oleh Imam Suyuti juga yaitu Kitab Jam’ul Jawani. Hadis yang dimuat di dalam
kitabjami’us Sagir disusun berdasarkan urutan abjad dari awal lafal matan hadis. Sebagian
dari hadis-hadis itu ada yang ditulis secara lengkap dan adapula yang ditulis sebagian-
sebagian saja, namun telah mengandung pengertian yang cukup.
Kitab hadis tersebut juga menerangkan nama-nama sahabat Nabi saw yang
meriwayatkan hadis yang bersangkutan dan nama-nama mukharijnya. Selain hampir setiap
hadis yang dikutip dijelaskan kualitasnya menurut penilaian yang dilakukan atau disetujui
oleh Imam Suyuti.
6. Al-mu’jam al-Mufahras li alfazil hadis nabawi
Penyusun kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan orientalis. Diantara anggota tim
yang paling aktif dalam kegiatan proses peyusunan ialah Dr. Arnold John Weinsinck (w.1939
M), seorang profesor bahasa-bahasa semit, termasuk bahasa Arab di Universitas Leiden,
negeri Belanda. Kitab ini dimaksudkan untuk mencari hadis berdasarkan petunjuk lafal
matan hadis. Berbagai lafal yang disajikan tidak dibatasi hanya lafal-lafal yang berbeda di
tengah dan bagian-bagian lain dari matan hadis. Dengan demikian, kitab Mu’jam mampu
memberikan informasi kepada pencari matan dan sanad hadis, asal saja sebagian dari lafal
matan yang dicarinya itu telah diketahuinya.
Kitab Mu’jam ini terdiri dari tujuh juz dan dapat digunakan untuk mencari hadis-
hadis yang terdapat dalam sembilan kitab hadis, yakni: Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan
Abu Dawud, Sunan Turmuzi, Sunan Nasai, Sunan Ibnu Majjah, Sunan ad-Darimi, Muwatha’
Malik dan Musnad Ahmad.
E. Manfaat Takhrij Al-Hadits
Ada beberapa manfaat dari takhrij al-hadits antara lain sebagai berikut:
1. Memberikan informasi bahwa suatu hadits termasuk hadits shahih, hasan, ataupun dhaif,
setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya.
2. Memberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa suatu
hadits adalah hadits makbul (dapat diterima). Dan sebaliknya tidak mengamalkannya apabila
diketahui bahwa suatu hadits adalah mardud (tertolak).
3. Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadits adalah benar-benar berasal dari Rasulullah
SAW. Yang harus kita ikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadits
tersebut, baik dan segi sanad maupun matan.
F. Sejarah Takhrij Al-Hadits
Penguasaan para ulama terdahulu terhadap sumber-sumber As-Sunnah begitu luas,
sehingga mereka tidak merasa sulit jika disebutkan suatu hadits untuk mengetahuinya dalam
kitab-kitab As-Sunnah. Ketika semangat belajar sudah melemah, mereka kesulitan untuk
mengetahui tempat-tempat hadits yang dijadikan sebagai rujukan para ulama dalam ilmu-
ilmu syar'i. Maka sebagian dari ulama bangkit dan memperlihatkan hadits-hadits yang ada
pada sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya dari kitab-kitab As-Sunnah yang asli,
menjelaskan metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang shahih atas yang dla'if. Lalu
muncullah apa yang dinamakan dengan "Kutub At-Takhrij" (buku-buku takhrij), yang
diantaranya adalah :
- Takhrij Ahaadits Al-Muhadzdzab; karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi'I
(wafat 548 H). Dan kitab Al-Muhadzdzab ini adalah kitab mengenai fiqih madzhab Asy-
Syafi'I karya Abu Ishaq Asy-Syairazi.
- Takhrij Ahaadits Al-Mukhtashar Al-Kabir li Ibni Al-Hajib; karya Muhammad bin Ahmad
Abdul-Hadi Al-Maqdisi (wafat 744 H).
- Nashbur-Rayah li Ahaadits Al-Hidyah li Al-Marghinani; karya Abdullah bin Yusuf Az-
Zaila'I (wafat 762 H).
- Takhrij Ahaadits Al-Kasyaf li Az-Zamakhsyari; karya Al-Hafidh Az-Zaila'I juga. [Ibnu
Hajar juga menulis takhrij untuk kitab ini dengan judul Al-Kafi Asy-Syaafi fii Takhrij
Ahaadits Asy-Syaafi ]
- Al-Badrul-Munir fii Takhrijil-Ahaadits wal-Atsar Al-Waqi'ah fisy-Syarhil-Kabir li Ar-
Rafi'I; karya Umar bin 'Ali bin Mulaqqin (wafat 804 H).
- Al-Mughni 'an Hamlil-Asfaar fil-Asfaar fii Takhriji maa fil-Ihyaa' minal-Akhbar; karya
Abdurrahman bin Al-Husain Al-'Iraqi (wafat tahun 806 H).
- Takhrij Al-Ahaadits allati Yusyiiru ilaihat-Tirmidzi fii Kulli Baab; karya Al-Hafidh Al-
'Iraqi juga.
- At-Talkhiisul-Habiir fii Takhriji Ahaaditsi Syarh Al-Wajiz Al-Kabir li Ar-Rafi'I; karya
Ahmad bin Ali bin Hajar Al-'Asqalani (wafat 852 H).
- Ad-Dirayah fii Takhriji Ahaaditsil-Hidayah; karya Al-Hafidh Ibnu Hajar juga.
- Tuhfatur-Rawi fii Takhriji Ahaaditsil-Baidlawi; karya 'Abdurrauf Ali Al-Manawi (wafat
1031 H).
Berikut ini contoh takhrij dari kitab At-Talkhiisul-Habiir (karya Ibnu Hajar) :
Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,"Hadits 'Ali bahwasannya Al-'Abbas meminta
kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam tentang mempercepat pembayaran zakat
sebelum sampai tiba haul-nya. Maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam memberikan
keringanan untuknya. Diriwayatkan oleh Ahmad, para penyusun kitab Sunan, Al-Hakim, Ad-
Daruquthni, dan Al-Baihaqi; dari hadits Al-Hajjaj bin Dinar, dari Al-Hakam, dari Hajiyah
bin 'Adi, dari 'Ali. Dan diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari riwayat Israil, dari Al-Hakam,
dari Hajar Al-'Adawi, dari 'Ali. Ad-Daruquthni menyebutkan adanya perbedaan tentang
riwayat dari Al-Hakam. Dia menguatkan riwayat Manshur dari Al-Hakam dari Al-Hasan bin
Muslim bin Yanaq dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dengan derajat mursal. Begitu juga
Abu Dawud menguatkannya. Al-Baihaqi berkata,"Imam Asy-Syafi'I berkata : 'Diriwayatkan
dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bahwasannya beliau mendahulukan zakat harta Al-
'Abbas sebelum tiba masa haul (setahun), dan aku tidak mengetahui apakah ini benar atau
tidak?'. Al-Baihaqi berkata,"Demikianlah riwayat hadits ini dari saya. Dan diperkuat dengan
hadits Abi Al-Bakhtari dari 'Ali, bahwasannya Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam
bersabda,"Kami sedang membutuhkan lalu kami minta Al-'Abbas untuk mendahulukan
zakatnya untuk dua tahun". Para perawinya tsiqah, hanya saja dalam sanadnya terdapat
inqitha'. Dan sebagian lafadh menyatakan bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda
kepada 'Umar,"Kami pernah mempercepat harta Al-'Abbas pada awal tahun". Diriwayatkan
oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi dari hadits Abi Rafi' [At-Talkhiisul-Habiir halaman 162-163]
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata takhrij ‫ تخريج‬adalah bentuk mashdar dari (‫تخريجا‬-‫يخرج‬-‫ )خرج‬yang secara
bahasa
berarti mengeluarkan sesuatu dari tempatnya. Sedangkan yang dimaksud takhrij dalam
hubungannya dengan kegiatan penelitian hadits lebih lanjut, maka takhrij berarti
“penelusuran atau pencarian hadits pada berbagai kitab-kitab koleksi hadits sebagai sumber
asli dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam sumber tersebut dikemukakan secara
lengkap matan dan matarantai sanad yang bersangkutan.
Faktor penyebab takhrij hadits adalah untuk mengetahui asal-usul riwayat hadits,
mengetahui dan mencatat seluruh periwayatan hadits, dan mengetahui ada tidaknya syahid
dan mutabi’ pada matarantai sanad. Sedangkan metode-metode yang digunakan didalam
takhrij hadits yaitu menurut lafaz pertama matan hadits, melalui kata-kata dalam matan
hadits, melalui perawi hadits pertama, berdasarkan tema hadits, berdasarkan status hadits.
Manfaat takhrij hadits itu sendiri adalah memberikan informasi apakah hadits itu
termasuk hadits shahih, hasan ataupun dhaif, memberikan kemudahan bagi orang yang mau
mengamalkan setelah tahu bahwa hadits itu makbul (dapat diterima), dan menguatkan
keyakinan bahwa hadits itu benar-benar berasal dari Rasulullah SAW.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Muhammad, H. Drs., dan Mudzakir .M., dan Djaliel Abd Maman. Drs. 2004.
Ulumul Hadits, Bandung : CV. Pustaka Setia.
http://stiqulumalhadis.blogspot.com/…/takhrij-al-hadits.html.
Utang Ranuwijaya. 1996. Ilmu Hadist, Jakarata: Gaya Media Pratama.
Dr. Utang Ranuwijaya, MA. 2001. Ilmu Hadis, Jakarta : Gaya Media Pratama.
http://stiqulumalhadis.blogspot.com/…/takhrij-al-hadits.html.

Anda mungkin juga menyukai