Anda di halaman 1dari 10

7

METODE SYARAH KITAB FATHUL BARI

Disusun guna memenuhi tugas


Mata kuliah : Studi Kitab Syarah Hadis
Dosen Pengampu : Pak Sya’roni

Disusun oleh:
Amalia Pramudianti (1504026048)
Ahmad Yusuf (1504026050)
Zulmi Haza Kavabi (15040260 )

PRODI ILMU Al-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2018
7

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadis merupakan sumber kedua dalamn islam yang mana kedudukannya
sebagai penjelas Al-Qur’an. Pentingnya hadis dalam islam membuat para sahabat dan
orang-orang yang mengikuti jalannya menaruh perhatian besar padanya. Hal ini tidak
lepas dari suatu keyakinan kuat bahwasanya seluruh perilaku dan kondisi yang hadir
pada diri nabi muhammad sebagai sistem etika universal yang menjadi sumber hukum
kedua setelah Al-Qur’an.
Dalam rangka mengembangkan, mempelajari dan memudahkan pemahaman
terhadap makna yang terkandung di dalam kitab hadis para ulama menyusun kitab
syarah yakni kitab yang di dalamnya berisi penjelasan hadis dari kitab tertentu dan
hubungannya dengan dalil-dalil yang lain baik dari Al-Qur’an, hadis, dan hukum-
hukum syara’.
Salah satu kitab syarah hadis yakni Kitab Fathul bari. Kitab ini adalah syarah
dari Sohih Bukhari. Untuk mengetahui sistematika kitab tersebut pemakalah akan
memaparkan sistematika kitab Fathul bari.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang penyusunan kitab Fathul Bari?
2. Bagaimana biografi Ibnu Hajar Al-Asqalani?
3. Bagaimana sistematika, metode, serta pendekatan syarah kitab Fathul Bari?
4. Bagaimana pola atau sumber syarah?
5. Contoh syarah dan langkah-langkahnya?
7

BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Penyusunan Kitab Fathul Bari


Kitab Fathul Bari adalah kitab yang mensyarahi kitab Shahih Bukhari. Kitab
ini terdiri dari 15 juz kitab syarah dan 1 juz tebal muqaddimahnya. Muqaddimahnya
berisi Hadyu al-sari. Kitab ini dianggap monumental karena kitab ini menggabungkan
dua karya terbaik dalam bidang hadis.
Kitab asalnya adalah Shahih Bukhari. Kitab ini dianggap paling Shahih setelah
Al-Qur’an dan diposisikan teratas diantara kitab-kitab hadis yang lain. maka kitab
syarahnya diperlukan untuk dapat memahami makna-makna yang terkandung didalam
Shahih Bukhari secara benar dan mendalam.
Menurut Para Ulama kitab Fathul Bari merupakan Kitab yang paripurna,
karena di dalam kitab ini semuanya telah tercantum. Dan para ulama memujinya
dengan kata-kata ‘La Hijrata ba’da al-Fathi’ (tidak perlu berhijrah ke kitab hadis lain
selama ada Fathul Bari). Di dalam kitab ini diuraikan dengan pembahsan masalah
yang ditinjau dari ilmu bahasa, definisi masing-masing istilah secara lughawi dan
syar’i, perbandingan redaksi riwayat-riwayat, penjelasan kaidah ushul fiqih,
pengungkapan keterangan ilmu hadis,: sanad dan matannya serta menerangkan tingkat
keshhahihan dan kedhoifannya hingga pelajaran penting dan hikmah.1
Selain itu beliau juga menguraikan tentang balaghah dan sastra, mengambil
hukum-hukum dan permasalahan yang diperdebatkan oleh para ulama’ baik
menyangkut fiqih atau ilmu kalam secara terperinci dan tidak memihak.
B. Biografi Ibnu Hajar Al-Asqalani
Belaiu adalah Nama lengkapnya adalah al Imam al ‘Allamah al Hafizh
Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin
Mahmud bin Hajar, al Kinani, al ‘Asqalani, asy Syafi’i, al Mishri. Kemudian dikenal
dengan nama Ibnu Hajar, dan gelarnya “al Hafizh”. Adapun penyebitan ‘Asqalani
adalah nisbat kepada ‘Asqalan’, sebuah kota yang masuk dalam wilayah Palestina,
dekat Ghazzah.

1
Ulin Ni’am Masruri, Metode Syarah Hadis, (Semarang: CV.Karya Abadi Jaya, 2015) hlm. 266-267
7

Beliau lahir di Mesir pada tanggal 12 Sya’ban 773 H, yang bertepatan dengan
tanggal 18 Februari 1372 M. Beliau tumbuh dalam kondisi yatim piatu, karena ibunya
wafat ketika beliau masih bayi, kemudian bapaknya menyusul waInu fat ketika beliau
masih kanak-kanak berumur empat tahun. 2 Ia adalah penganut Madzab Syafi’i, ia juga
seorang hakim agung (Qadhi Qudhat) dan ulama besar islam. Murid beliau,, Syaikh
Ibnu Taghrib Burdi mengatakan, bahwa Ibnu Hajar adalah orang yang memiliki
dedikasi tinggi, berwibawa, bersahaja, cerdas, bijaksana, dan pandai bergaul.
Ibnu Hajar adalah seorang ahli bahasa, nahwu dan sastra, seorang Muarrikh
(sejarawan), seorang Faqih (ahli fikih), dan seorang Mufassir (ahli tafsir). Belaiu
menghafal dan memahami Al-Qur’an, mengetahui bacaan qira’at (bacaan) Al-Qur’an,
kemudian mendalami ilmu Al-Qur’an, tafsir, nasikh-mansukh, muthlaq-muqayyad,
‘aam-khash. Setelah itu baru beliau menafsirkan Al-Qur’an.
Ibnu Hajar juga seorang Muhaddits (ahli hadits). Belaiu menguasai ilmu hadi
dirayah dan riwayah, mengetahui cacat sebuah hadis, kritik sanad, nama perawi
hadits, biografi para perawi, Jarh dan Ta’dhil, sehingga beliau menjadi ulama’ ilmu
hadits. Hafizh Tajuddin bin Qarabili berkata, “Aku bersupah atas nama Allah, tdak
ada seorang di Damaskus yang banyak mengahafal hadits setalah Ibnu Asakir kecauli
Ibnu Hajar.3
Ibnu Hajar wafat pada tanggal 28 Dzulhijjah 852 H, yang bertepatan dengan
tanggal 22 Februari 1449 M di Mesir. Beliau dimakamkan di Qarafah ash-Shugra.4
C. Sistematika, Metode, Serta Pendekatan Syarah kitab Fathul Bari
Dalam Penulisan beliau ikut dalam sistematika Shahih Bukhari. Mulai dari
Urutan Kitab, bab, dan nomor hadis. Di dalam Fath al-bari dan sebagaimana yang
tercantum dalam Shahih Bukhari terdiri dari 97 judul kitab, 3230 sub bab dan 7523
hadis.
Ketika memasuki judul kitab baru, dikemukakan judul kitab sebagaimana
dalam Shahih Bukhari, kemudian judul tersebut diberi syarah oleh ibnu Hajar. Syarah
terhadap judul kitab tersebut antara lain meliputi penjelasan tentang maksud judul
tersebut dan penjelasan tentang berbagai macam judul yang dipakai oleh para
periwayat hadis terdahulu yang menulis kitab hadis.

2
Ulin Ni’am Masruri, Metode Syarah Hadis, (Semarang: CV.Karya Abadi Jaya, 2015), hal. 261
3
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari penjelasan Kitab Shahih Bukhari, Terj. Gazirah Abdi Ummah,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2010) JIlid I, hal. 1-3
4
Ulin Ni’am Masruri, Methode Syarah Hadis, (Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015), hlm. 261
7

Setelah melakukan Syarah terhadap judul kitab, Kemudian Ibn Hajar


Menuliskan Nomor bab, judul bab, dan hadis-hadis yang ada dalam bab tersebut.
Penulisan ini persis sama dengan yang dinukilkan oleh al-Bukhari. Syarah yang
diberikan oleh ibnu hajar meliputi atraf sanad dan matan. Hadis yang ada dalam bab
yang sedang di bahas di kemukakan atrafnya dengan menyebut nomor hadis yang
terdapat di bagian lain dalam shahih al-Bukhari.
Dalam Aspek Sanad dijelaskan hanya pada periwayat yang tidak jelas,
musytarak, ataupun yang dipertentangkan kesiqahannya terhadap matan, dijelaskan
maksud kata-perkata terutama kata yang gharib, dijelaskan tata bahasanya terutama
aspek balaghahnya, dikemukakan lafal matan hadis lain dari mukharrij lain kemudian
diterangkan maksud hadis tersebut secara keseluruhan.
Dalam menjelaskan berbagai pendapat Ibnu Hajar mempunyai cara penukilan
yang sering dipakai, yaitu:
1) Mengungkapkan pendapat ulama sebagai landasan baginya dalam berpendapat
2) Mengemukakan pendapat ulama untuk memperkuat pendapatnya
3) Mengemukakan pendapat ulama begitu saja tanpa komentar darinya dan tanpa
disertai pendapat ibnu hajar, baik setuju maupun menolak
4) Mengemukakan pendapat ulama kemudian ia bantah
5) Mengemukakan pendapat ulama kemudian ia mengemukakan pendapat sendiri
yang berbeda dengan pendapat yang ia nukilkan
6) Mengemukakan pendapat ulama yang saling berbeda sebagai perbandingan, tanpa
ia menentukan salah satu pendapat sebagai pilihannya
7) Mengemukakan beberapa pendapat ulama yang saling berebeda, kemudian ia
memilih salah satu atau beberapa pendapat yang ia anggap benar.5
Untuk mengembangkan pemahaman terhadap hadis nabi, ibnu hajar menggunakan
pendapat naqli, aqli serta pendekatan kontekstual.

Pendekatan Naqli
1. Pemakaian ayat-ayat Al-Qur’an
Penggunaan ayat-ayat Al-Qur’an dalam syarah matan hadis pada kitab Fath al-Bari
ada 2 pendekatan.
Pola pertama, ayat Al-Qur’an diletakkan pada awal bab kemudian dikemukakan
hadis-hadis yng berkaitan dengan ayat-ayat tersebut. Dalam pola ini ayat-ayat Al-

5
Ulin Niam Masruri, Metode Syarah Hadis, (Semarang: CV.Karya Abadi Jaya, 2015) hlm. 268-269
7

Quran diapakai sebagai dasar pemahaman hadis. Adapun hadis dipakai sebagai
penjelas Al-Qur’an,
Pola kedua, ayat Al-Qur’an dipakai untuk menjelaskan hadis yang sedang dibahas.
Dikemukakan terlebih dahulu hadisnya, kamudian hadis tersebut dibahas. Dalam
pembahasan tersebut dikemukakan ayat al-qur’an yang berkaitan. Fungsi ayat ayat
disini adalah sebagai petunjuk bagi pemahaman hadis tersebut.
2. Pemakaian hadis-hadis setopik
Hadis setopik ada dua macam. Pertama, hadis setopik, semakna tapi beda
redaksi, atau lafal hadis ini muncul sebagai akibat ditolerirnya periwayatan Hadis
bil ma’na. Kedua, hadis setopik beda makna dan beda redaksi atau lafal. Hadis ini
terjadi karena nabi menyampaikannya dalam berbagai forum yang berbeda dan
dalam kasus yang berbeda pula, tetapi memiliki kesamaan topik.
Sistematika yang digolongkan ibnu hajar masuk dalam metode tahlili, karena
pengelompokan temanya dalah tema tema kecil dan antara tema kecil dengan
lainnya tidak tampak adanya penjelasan.
3. Pemaikaian Asar Sahabat
Asar Sahabat banyak digunakan untuk mensayarah hadis yang ada dalam kitab
Fath al-Bari. Asar tesebut sebagian yang mengemukakan adalah bukhari dan
tertulis dalam kitab shahihnya, sehingga tertulis juga di kitab Fath al-bari.
Pemakian asar sahabat ada dua pola:
a. Asar sahabat dikemukakan sebagai kasus kemudian dikemukakan dan
dijelaskan hadis yang sesuai. Pada pola ini atsar sahabat yang
mengemukakan adalah Bukhari
b. Asar sahabat dikemukakan untuk menjelaskan hadis yang diberi syarah
dalam bab. Pada pola ini atsar sahabat yang mengemukakan adalah Ibnu
Hajar.6

Pendekatan Aqli
1. Pendekatan kebahasan
Terhadap kata-kata gharib, ibnu hajar menjelaskan kata tersebut dengan muradifnya
atau memberkan penjelasan terhadap maksud kata-kata tersebut. Ibnu hajar juga
menjelaskan gramatika bahasa dengan memberikan i’rabnya terhadap kalimat-kalimat
musytarak.

6
Ulin Niam Masruri, Metode Syarah Hadis, (Semarang: CV.Karya Abadi Jaya, 2015) hlm 270-271
7

2. Pemakaian Takwil
Terhadap sabda nabi, ibnu hajar memberikan lima macam takwil yang ia nukilkan
dari berbagai pendapat yang berkembang. Kelima pendapat itu adalah:
a. Syetan mengencingi telinga itu merupakan kiasan. Maksudnya syetan telah
menghalangi telinga orang yang tidur tersebut sehingga ia tidak mendengar
panggilan untuk shalat.
b. Syetan telah mengisi pendengan orang yang tidur tesebut dengan suara yang
bathil, sehingga pendengarannya menjadi tertutup
c. Syetean telah menghinakan pendengaran orang yang tidur, sehingga tidak
mendirikan sholat
d. Syetan telah menempati telinganya dan menjadikannya wc
e. Keadaan orang yang lupa melaksanakan sholat karena tidurnya nyenyak seperti
orang yang di dalam telinganya terdapat air kencing, sehingga telinganya menjadi
berat.7

Pendekatan Kontekstual
1. Asbabul Wurud
Ibnu Hajar banyak memakai asbabul wurud dalam syarahnya untuk
mengetahui makna atau kandungan di dalam hadis. Dalam kitab adab bab ke 92
dikemukakan hadis dibawah ini:
‫ الانيمتلئ جوف احدكم قوحا حير له من‬:‫ عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬,‫عن بن عمر رضي هللا عنهما‬
‫أنيمتلئ شعرا‬
Hadis ini secara tekstual melarang orang bersyair. Lebih baik perutnya diisi dengan
nanah dari pada dengan syair. Ibnu hajar tidak memahami hadis ini dengan tekstual
tetapi dengan menelaah asbabul wurudnya.
Suatu saat rasulullah mengadakan perjalanan bersama sahabat. Ketika sampai
di Arj yang terletak sekitar 78 mil dari madinah, tiba-tiba rasulullah dihadang oleh
seseorang yang mendeklamsikan syairnya. Syair itu berisi hinaan dan ejekan bagi
rasul. Rasul kemudian menyabdakan pernyataan dalam hadis diatas. Inilah sebab
wurud hadis tersebut. Ibnu hajar memahami bahwa yang dilarang itu bukanlah
bersyair secara umum namun syair yang menghina nabi muhammad.
2. Sosial Budaya

7
Ulin Niam Masruri, Metode Syarah Hadis, (Semarang: CV.Karya Abadi Jaya, 2015) hlm 271-272
7

Keadaan sosial budaya juga sering kali digunakan sebagai alat untuk
memahami hadis. Sebagian orang yang memahami teks-teks keagamaan secara
kontekstual menganggap bahwa keadaan sosial budaya juga merupakan asbab al-
wurud. Hanya saja kalau keadaan yang berkaitan langsung dengan lahirnya suatu
hadis disebut asbab al-wurud mikro, sedangkan keadaan sosial budaya merupakan
asbab al-wurud makro. Dalam bentuknya yang masih sederhana, Ibnu hajar juga
memakai konteks sosial budaya ini sebagai salah satu alat analisinya dalam
memahami hadis.
3. Psikologi Dakwah
Ibn hajar memahami hadis dengan cara menganalisa keadaan orang-orang
yang dihadapi nabi. Dia tidak memahami hadis secara literal begitu saja.8

C. Cotoh syarah dan langkah-langkah

Ibn hajar dalam syarahnya fathul barri, beliau menulis pertama-tama dalam kitabnya
yaitu dengan menuliskan tema , seperti halnya dalam tema shalat :

Setelah ibn Hajar menuliskan tema , beliau menuliskan tema dengan menggunakan
awalah kitab. Setalh itu beliau menuliskan temanya , lalu beliau menerangkan mengenai tema
tersebut.

Setelah beliau menerangkan mengenai tema tersebut, lalu beliau melanjutkan dengan
menuliskan bab , seperti dalam contoh :

8
Ulin Ni’am Masruri, Metode Syarah Hadis, (Semarang: CV.Karya Abadi Jaya, 2015), hal. 273-276
7

Dalam penulisan kitabnya , beliau tentunya tidak lupa menuliskan bab , dan bab ini
adalah bab sesuai dengan urutan yang ada di dalam sahih bukhori. Setelah itu ibn hajar
menuliskan hadis yang berkenaan denan apa bab yang di bahas. Seperti dslam contoh :

Dalam bab "bagaimana difardlukannya shalat dalam isra" ibn hajar menuliskan
terlebih dahulu hadi sapa yang sesuai dengan bab tersebut. Pertama beliau menuliskan hadis
pembuka terlebih dahulu yaitu hadis dari Ibn Abbas. Setelah itu beliau menuliskan hadis yang
berkenaan dengan bab, yaitu hadis dari ibn abbas.

Tetapi dalam beberapa penulisan dalam bab yang lain , beliau juga menulis dengan
mengawali dengan ayat al Quran, seperti dalam contoh :
7

Dalam bab "bagaimana permulaan adanya/turunya wahyu kepada rashul" ibn hajar
terlebih dahulu menuliskan ayat al Quran yang berkenaan dengan bab, beliau menuliskan
ayat ke 163 dari surat an nisa terlebih dahulu di awal bab.

Setelah ibn Hajar menulskan hadis mengenai bab yang dibahas, lalu beliau
menuliskan beberapa hadis yang se-tema dalam penulisan kitabnya. Beliau menghimpun
hadis-hadis yang sesuai

Anda mungkin juga menyukai