DISUSUN OLEH:
SEMESTER : 5/1
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah member rahmat bagi saya sehingga
saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul.
“Hadis Qudsi Tentang Anak Adam Memaki-maki Masa” untuk dipersentasikan kepada teman-
teman, shalawat berangkaikan salam tidak lupa kita sanjung sajikan kepada baginda rasulullah
SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliah menuju zaman yang islamiah.
Jika ada penulisan dan kata-kata yang kurang berkenan saya mohon maaf segala saran
dan kritik dari berbagai pihak saya terima .Mudah mudahan makalah sederhana ini dapat
membantu kelancaran kuliah ini khususnya Aamiin…
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 11
B. Saran ....................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam menempatkan waktu sebagai perkara penting dan mendasar sehingga jika tak
dimanfaatkan dengan baik, maka kerugianlah yang akan diperoleh. Lebih dari kerugian materi,
menyia-nyiakan waktu bisa berakibat terbengkalainya sisi akhirat seorang hamba.
Sebagaimana firman Allah SWT, “Demi masa. Sesungguhnya, manusia itu benar-benar dalam
kerugian, kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-
menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS
al-‘Ashar [103] : 1-3). Maka dari itu Waktu diibaratkan seperti pedang, jika tak ditaklukkan
dengan baik, maka benda itulah yang justru akan menebas pemiliknya”. Sejatinya, waktu adalah
makna dari hidup itu sendiri. Pentingnya waktu, disadari dengan baik oleh para Muslim pada
masa lalu. Hal itu dibuktikan dengan menghabiskan waktu yang mereka miliki. Tidak untuk
beribadah semata, tetapi mendedikasikan pula hidup mereka untuk perkembangan ilmu
pengetahuan.
B. Rumusan Masalah
1.Bagaimana lafal dan asbabul wurud hadis?
2. Bagaimana syarah hadis tentang anak adam memaki-maki masa?
3. Apa status dari hadis qudsi tentang anak adam memaki-maki masa?
C. Tujuan Penulisan
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadis-Hadis Qudsi
BAB II
PEMBAHASAN
Mengenai asbab al-wurûd dari hadis larangan mencaci-maki masa ini ialah pada masa
Rasulullah, orang-orang Arab apabila ditimpa bencana atau musibah, baik berupa kematian,
kehilangan harta, dan lain sebagainya, mereka akan mencaci-maki masa dengan ucapan, “aduhai
sialnya masa ini,” ataupun ucapan lainnya yang mengandung cacian kepada masa. Maka
ْ ال هد
Rasulullah pun bersabda: ه ُر َ فَ ِإ هن،سبُّوا ال هد ْه َر
هللا ُه َو ُ َ ََل ت
Maksudnya adalah janganlah mencaci-maki masa, karena cacian itu akan tertuju kepada
Allah SWT yang merupakan Pencipta dan Pengatur masa tersebut. Sedangkan masa hanyalah
waktu yang tidak bisa berbuat apa-apa, karena ia hanyalah makhluk di antara makhluk-makhluk
Allah swt.1
Pertama, makhluk itu mungkin menyakiti Allah Ta’ala. Akan tetapi, makhluk tidak
mungkin menimbulkan bahaya (dharar) kepada Allah Ta’ala. Dalam hadits di atas, Allah Ta’ala
mengabarkan bahwa Dia tersakiti dengan perbuatan sebagian makhluk-Nya yang suka mencela
masa. Hal ini juga sebagaimana firman Allah Ta’ala,
ًعذَابا ً ُم ِهينا
َ َ َ َّللاُ فِي ال ُّد ْن َيا َو ْاْل ِخ َر ِة َوأ
ع هد لَ ُه ْم سولَهُ َلعَنَ ُه ُم ه
ُ َّللا َو َر
َ ون هَ ُِين يُ ْؤذ
َ إِ هن الهذ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di
dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (QS. Al-Ahzab [33]:
1
Abu al-Thayyib Muhammad Syams al-Haqq Âbâdî, ‘Aun al-Ma’bûd Syarh Sunan Abî Dâwud, vol 13, 193.
57) Adapun dalil bahwa makhluk tidak mungkin (mustahil) menimbulkan bahaya (mudharat)
kepada Allah Ta’ala adalah firman Allah Ta’ala,
ًش ْيئا
َ إِنه ُه ْم لَ ْن يَض ُُّروا ه
ََّللا
“Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak dapat memberi mudharat kepada Allah sedikit pun.”
(QS. Ali ‘Imran [3]: 176)
Oleh karena itu, kita menetapkan dan meyakini bahwa Allah Ta’ala bisa saja tersakiti
(terganggu). Hal ini karena Allah Ta’ala sendiri yang telah mengabarkannya. Dan Allah Ta’ala
adalah Dzat yang paling mengetahui tentang diri-Nya sendiri. Akan tetapi, kita wajib meyakini
bahwa tersakitinya Allah Ta’ala itu tidak sama dengan makhluk-Nya, namun sesuai dengan
keagungan dan kebesaran Allah Ta’ala. Sehingga tidak berarti bahwa “menyakiti” tersebut
berarti makhluk mampu menimpakan keburukan kepada Allah Ta’ala. Maha suci Allah Ta’ala
dari anggapan-anggapan semacam itu.
Kedua, ad-dahr (waktu atau masa) bukanlah nama Allah Ta’ala. Karena nama Allah
Ta’ala itu pasti mengandung pujian berupa sifat-sifat mulia dan sempurna yang terkandung di
dalamnya. Adapun ad-dahr itu bersifat netral, tidak mengandung pujian ataupun celaan.
Sehingga kalimat, “Aku adalah masa”; maksudnya adalah “Aku adalah pencipta atu pengatur
masa”. Dan tidak menunjukkan bahwa ad-dahr adalah di antara nama-nama Allah Ta’ala.2
B. Syarah Hadis
Pada masa Rasulullah saw. orang-orang Arab jika ditimpa musibah atau bencana seperti
kematian, kehilangan harta, kerusakan tanaman/tumbuhan, dan lainnya, mereka menyandarkan
musibah-musibah itu kepada masa. Mereka ini kemudian terbagi kepada dua golongan, yang
pertama: mereka yang tidak percaya dan tidak beriman kepada Allah swt., dan mereka hanya
mengenal masa/waktu, baik itu malam maupun siang. Maka apabila ditimpa musibah, mereka
menyandarkannya kepada masa tersebut dan mereka menganggap bahwa masa/waktu lah yang
telah berbuat seperti itu. Mereka inilah yang dinamakan dengan golongan al-Dahriah, yang
sekarang ini dikenal dengan sebutan golongan atheis atau orang yang tidak memiliki Tuhan.
2
Dr. M Saifudin Hakim, 2018, “hukum mencela masa”, jurnal kajian akhlak dan nasehat , vol . 1, No. 1,
Https://muslim.or.id/47717-hukum-mencela-waktu-masa.html , Desember 2021.
Mereka ini mengingkari takdir Allah dan Hari Kebangkitan, dan mereka juga meyakini bahwa
alam ini kekal. Oleh karena itulah mereka mencaci-maki masa dikala mereka ditimpa kesukaran.
3
Mereka menyakini bahwa kehidupan dan kematian itu terjadi karena faktor alam, faktor waktu
atau masa. Allah swt. juga berfirman dalam Q.S al-Jâtsiyah/45: 24.
Yang kedua: mereka yang percaya atau beriman kepada Allah swt, namun mereka berusaha
untuk mensucikan-Nya dari penisbatan segala musibah kepada-Nya, maka kemudian mereka
menyandarkan segala musibah itu kepada masa atau waktu. Kedua golongan inilah yang
menghina atau mencaci-maki masa pada masa Rasulullah. Ada di antara mereka yang
mengatakan, “aduhai sialnya masa”, “buruk sekali hari ini”, dan ungkapan-ungkapan lain yang
mengandung cacian.4
C. Sumber Hadis
Status hadis tersebut adalah shahih, penulis menelusuri hadis tersebut dengan
menggunakann salah satu software hadis yaitu Ensiklopedia hadis, maka terungkaplah
hadis tersebut terdapat pada kitab Shahih Bukhari no hadis 4826, dan Shahih Muslim
No hadis 2246, dan dikitab Musnad Imam Ahmad no hadis 9972. Maka penulis merujuk
pada sumber aslinya yaitu kitab Shahih Bukhari no hadis 4826, yang memnbahas tentang
anak adam memaki-maki masa. Dan dapat disimpulkan bahwa hadis ini shahih karena
sudah ditemukan dalam kitab shahihain.
3
Muhammad bin Abdul Wahhab, Bersihkan Tauhid Anda Dari Noda Syirik, 138-139.
4
Abu al-Thayyib Muhammad Syams al-Haqq Âbâdî, ‘Aun al-Ma’bûd Syarh Sunan Abî Dâwud, 192.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Setelah mengurai secara sistematis, penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam isi maupun
penulisan makalah. Sehingga sangat penting bagi penulis saran yang bersifat
membangun. Khususnya dari dosen pembimbing dan umumnya kepada teman-
teman.
DAFTAR PUSTAKA
Abu al-Thayyib Muhammad Syams al-Haqq Âbâdî, ‘Aun al-Ma’bûd Syarh Sunan Abî Dâwud,
vol 13.
Muhammad bin Abdul Wahhab, Bersihkan Tauhid Anda Dari Noda Syirik, 138-139.
Abu al-Thayyib Muhammad Syams al-Haqq Âbâdî, ‘Aun al-Ma’bûd Syarh Sunan Abî Dâwud,
192.
Dr. M Saifudin Hakim, 2018, “hukum mencela masa”, jurnal kajian akhlak dan nasehat , vol .1,
No. 1, Desember 2021.