Anda di halaman 1dari 9

C.

PENELITIAN SANAD DAN MATAN HADIS

1. Perlunya Penelitian Sanad Matan Hadis

Penelitian terhadap sanad dan matan hadis (sebagai dua unsur pokok hadis)
bukan karena hadis itu diragukan otentisitasnya. Hadis secarra kulli meupakaan
sumber ajaran setelah Al-Quran yang keseluruhannya. Penelitian ini dilakukan
untuk menyaing unsur-unsur luar yang masuk kedalam hadis, yang sesuai dengan
penelitian terhadap kedua unsur hadis diatas, agar hadis-hadis Rasul saw. Dapat
terhindar dari segala yang mengotorinya.

Faktor utama yang mendasari perlunya penelitian ini ada dua hal, yaitu karena
beredarnya hadis palsu (hadis Maudu’) pada kalangan masyarakat dan hadis tidak
ditulis secara resmi pada masa rasul saw. (berbeda dengan al-quran), sehingga
penulisan dilakukan hanya besifat individu (tersebar di tengah pribadi para
sahabat) dan tidak menyeluruh.

Dengan berdirinya hadis maudu’ ke dalam kehidupan keagamaan masyarakat


dimaksudkan untuk merusak agama, cukup mengganggu nilai kemurnian hadis
dan dapat juga meresahkan masyarakat. Apalagi jika maknanya bertentangan
dengan nas-nas lain dan mengacaukan pemahaman serta kaidah masyarakat.

Tenggang waktu pembukuan hadis dari masa penulisan individu kepada


penulisan secara resmi yang agak lama, bagi kalangan orang-orang yang ingin
mengaburkan ajarang agama, juga cukup memiliki peluang untuk merealisasikan
keinginannya. Apalagi masih banyaknya hadis-hadis yang belum ditulis (yang
massih ada pada hafalan ulama).

2. Penelitian Para Ulama Tentang Sanad Dan Matan Hadis

Penelitian hadis, baik terhadap sanad maupun matan-nya mengalami evolusi,


dari bentuknya yang sangat sederhana sampai terciptannya seperangkat kaidah
secara lengkap sebagai salahsatu disiplin ilmu agama, yang dikenal sebagai ilmu
hadis. Evolusi itu terjadi sejak awal abad pertengahan hijriah secara bertahap,
sampai lahirnya kesahihan hadis, dan munculnya kitab-jitab produk mereka.
Setelah wafatnya Rasulullah saw., pada khalifah, terutama abu bakar dan umar,
sangat berhati-hati dalam peiwayatan hadis, dengan alasan khawatir terjadinya
kesalahan dalam menerima atau meriwayatkan hadis. Karena alasan ini, jika ada
hadis yang baru, khalifah Ali bin Abi Thalib dan usman bi affan selalu meminta
sumpah kepada pembawa hadis yang disampaikan kepadanya. Tentu saja ini
bukan hanya sumpah, melainkan ditunjang oleh keseriusan melihat an memahami
kandungannya. Ini gambaran dari ulama-ulama kurun sahabat dalam mengadakan
penelitian hadis.

Pada kurun tabiin, penelitian dilakukan dengan mengacu kepada beberapa


ketentuan bahwa hadis dapat diterima jika: 1) diriwayat oleh orang yang tsiqoh, 2)
baik akhlaknya, 3) dikenal memiliki pengetahuan dalam bidang hadis. Sebaliknya,
hadis tidak bisa diterima jika: 1) perawinya tidak tsiqah, 2) suka berdusta dan
mengikuti hawa nafsu, 3) tidak memahami hadis yang diriwayatkannya, dan 4)
orang yang ditolak kesaksiannya.

Asy-Syafi’i dalam merumuskan kaidah untuk penelitian hadis ini lebih maju
dari yang dikemukakan diatas, ia berhasil mengajukan pedoman dalam melakukan
penelitian yang mencangkup sanad dan matan hadis. Dalam kitab Risalah-nya, ia
mengemukakan hadis ahad diriwayatkan oleh perawi yang: 1) dapat dipercaya
pengalaman agamanya, 2) dikenal jujur dalam menyampaikan berita, 3)
memahami dengan baik hadis yang diriwayatkannya, 4) memahami perubahan
makna hadis jika terjadi perubahan lafal, 5) mampu meriwayatkan hadis secara
lafal, 6) terpeliharanya periwayatan, baik dilakukan melalui hafalan maupun
tulisan, 7) jika hadis itu diriwayatkan juga oleh perawi lain,maka bunyinya tidak
berbeda, dan 8) tidak ada unsur tadlis (menyembunyikan kecacatan) dalam
periwayatan dan silsilah sanad-nya harus bersambung.

Penelitian sanad dan matan untuk keperluan tadwin hadis ini berlanjut sampai
pada pertengahan abad kelima hijriah, yaitu masa al-hakim (312-405 H) dan al-
baihaqi (384-458 H). Untuk selanjutnya, penelitian ini diarahkan untuk keperluan
penyempurnaan dan penganekaragaman sistem penulisan hadis.
Dengan munculnya buku-buku atau kitab-kitab dalam masalah ibadah, akidah,
dan akhlak yang menggunakan dalil-dalil hadis dewasa ini, dengan tidak
menyertakan sumber rujukan dan keterangan tentang kualitas hadis-hadis tersebut,
ini juga merupakan persoalan yang harus diselesaikan. Dengan demikian,
meskipun sifat dan sasarannya lebih terbatas, tetapi kajian-kajian berikutnya,
seperti dengan melakukan takhrij al-hadis, merupakan solusi yang perlu
dikembangkan.1

1
Sohari Sahari, ulumul hadis (bogor, Ghalia Indonesia) hal. 136-138
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Hadis merupakan sumber hukum kedua setelah al quran. Hal Ini berarti
menempatkan hadis sebagai sumber hujjah yang tidak bisa di ragukan lagi, seperti
al quran yang dalam mengambil dalilnya harus dengan memahami isi
kandungannya sehingga dengan tepat dapat menjawab persoalan yangg sedang
dicari hukumnya, begitupun hadis dengan memahami isi kandungannya kita bisa
mengambil hukum darinya untuk menentukan hukum dan menjawab persoalan
yang tidak ada penjelasannya dalam al quran.

Hadis memiliki beberapa unsur pokok, diantaranya yaitu sanad dan matan.
Sanad dan matan merupakan dua unsur pokok yang harus ada pada setiap hadis,
antara keduannya memiliki kaitan yang sangat erat dan tidak bisa dipisahkan.
Suatu berita tentang Rasulullah saw. (matan) tanpa ditemukan rangkaian dan
susunan sanad nya, yang demikian ini tidak bisa disebut hadis. Sebaliknya suatu
susunan sanad, meskipun bersambung sampai kepada rasulullah, jika tanpa berita
yang dibawanya, juga tidak bisa disebut hadis.

Pembicaraan kedua istilah diatas, sebagai dua unsur pokok hadis, muncul dan
diperlukan setelah Rasulullah saw. Wafat. Hal ini karena berkaitan dengan
perlunya penelitian terhadap otentisitas isi berita itu sendiri, apakah benar
sumbernya dari rasulullah aau bukan. Upaya ini akan menentukan bagaimana
kualitas hadis-hadis tersebut, yang akan dijadikan dasar dalam penetapan syari’at
islam. Oleh sebab itu, kami disini akan mengulas secara mendalam mengenai
sanad dan matan, selaku dua unsur pokok yanng harus ada dalam hadis. Sehingga
pembaca diharapkan dapat memahami sanad dan matan setelah hadirnya makalah
ini
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan sanad dan matan hadis?
b. Bagaimana Kajian sanad dan matan hadis
c. Bagaimana Metodologi penelitian tentang sanad dan matan hadis?
d. Bagaimana penelitian sanad dan matan hadis?

.
A. KAJIAN TENTANG SANAD HADIS

Sanad adalah rangkaian mata rantai para rawi yang meriwayatkan hadis dari
yang satu kepada yang lain sehingga sampai ke sumbernya. Pembahasan sanad
merupakan sandaran yang sangat prinsipil dalam ilmu hadis dan merupakan jalur
utama untuk mencapai tujuannya yang luhur, yakni untuk membedakan antara
hadis yang diterima (makbul) dan hadis yang ditolak (mardud).

Cabang cabang mushthalah hadits yang berkaitan dengan sanad mengkaji


sanad dari segi bersambung atau tidak bersambungnya, adapun telaah atas sanad
dari segi bersambung dan tidak bersambungnya akan diuraikan dalam dua bagian:

a. Kajian sanad bersambung, sub bahasan ini mencakup hal hal berikut:
1. Hadits muttashil, disebut pula hadis maushul adalah hadis yang
didengar oleh masing-masing rawinya dari rawi yang diatasnya sampai
kepada ujung sanadnya, baik hadis marfuk maupun hadis mauquf
2. Hadis musnad, adalah hadis yang sanadnya bersambung marfuk
kepada Rasulullah Saw.
3. Hadis mu’an’an dan mu’annan, hadis ini membahas kata-kata yang
digunakan oleh rawi dalam menyampaikan hadis yang dari rawi yang
diatasnya, karena kata-kata kemungkinan mengandung tidak
bersambungnya sanad hadis yang bersangkutan.
4. Hadis musalsal, hadis yang para rawinya secara estafet melakukan hal
yang sama atas sikap yang sama dengan rawi-rawi sebelumnya atau
terhadap riwayatnya.
5. Hadis ‘Ali, sebuah sanad yang sedikit jumlah rawinya dan bersambung
demikian pula apabila rawinya lebih dahulu mendengar hadis yang
bersangkutan atau gurunya lebih dahulu wafat.
6. Hadis nazil adalah kebalikan dari hadis ‘ali. Yaitu hadis yang jauh
jarak sandanya.
7. Tambahan rawi pada sanad muttashil, yang dimaksud adalah
bertambahnya seorang rawi dalam suatu sanad yang muttashil,
sedangkan pada sanad yang lain ia tidak disebut-sebut.
b. Kajian sanad yang terputus, yang dimaksud disini adalah gugurnya
sebagian rawi pada rangkaian sanad. Pembahasan bagian ini meliputi
cabang-cabang ilmu hadis sebagai berikut;
1. Hadis munqathi’, merupakan setiap hadis yang tidak bersambung
sanadnya, baiik yang didasarkan kepada Nabi Saw maupun
disandarkan pada yang lain.
2. Hadis mursal, adalah hadis yang disandarkan kepada Nabi oleh
seorang tabiin dengan mengatakan.”Rasulullah Saw berkata…..” baik
ia tabiin besar maupun tabiin kecil.
3. Hadis mu’allaq, adalah hadis yang dibuang permulaan sanadnya yakni
rawi yang menyampaikan hadis kepada penulis kitab. Baik seorang
maupun lebih, dengan berurutan meskipun sampai akhir sanad.
4. Hadis mu’dhal, hadis yang pada mata rantai sanadnya gugur dua orang
rawi atau lebih di satu tempat, baik pada awal sanad, maupun diakhir
sanad.
5. Hadis mudallas,
6. Hadis mursal khafi, hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi dari
guru yang sezaman, tetapi ia tidak pernah mendengar hadisnya serta
tidak pernah bertemu dengannya.
Kajian tentang ilmu matan hadis

Matan (isi hadis) adalah pekataan yang bebatasan dengan ujung sanad

Para muhadditsin telah melakukan pengkajian tehadap matan hadis dari berbagai
aspek lain sebagai pelengkap bagi pembahasan mereka yang bekenaan dengan
diterima dan ditolaknya hadis, serta untuk memenuhi kebutuhan para peneliti dan
pencari hadis. Cabang-cabang ilmu ini dapat dikelompokkan menjadi tiga:

Pertama, ilmu-ilmu tentang matan hadis dari aspek pembicaranya yakni


ada empat cabang ilmu yaitu:

1. Hadis Qudsi yaitu hadis yang disandarkan kepada Rasulullah Saw dan
disandarkannya kepada Allah Swt.
2. Haduis Mafuk adlah ucapan, perbuatan, ketetapan, atau sifat yang
disandakan kepada nabi Muhammad Saw secara khusus.
3. Hadis mauquf adalah sesuatu yang disandarkan kepada paa sahabat r.a.
dan tidak sampai keapada rasulullah Saw.
4. Hadis Maqthu’ adalah hadis yang disandakan kepada tabiin.

Kedua, ilmu-ilmu tentang uraian matan hadis dari segi Dirayah


diantaranya adalah:
1. Gharib al-hadits adalah lafal-lafal yang tedapat daam matan hadis yang
sulit dikenal dan dipahami maknanya.
2. Sebab-sebab lahinya hadis, ilmu ini merupakan suatu jalan yang paling
tepat untuk memahami hadis, karena mengetahui suatu sebab akan
melahirkan pengetahuan tentang musabab.
3. Nasikh dan Mansukh dalam hadis, naskh adalah penghapusan hukum yang
terdahulu oleh pembuat hukum (syair) dengan mendatangkan hukum yang
baru.
4. Mukhtalif al-hadis, yaitu hadis-hadis yang lahirnya bertentangan dengan
kaidah-kaidah yang baku sehingga yang mengesankan makna yang batil
atau bertentangan dengan nashsh syara’ yang lain.
5. Hadis muhkam adalah hadis yang tidak bertentangan dengan dalil lain dari
segala aspeknya.

Ketiga, ilmu-ilmu yang lahi karena adanya kontroversi antaa satu matan
dalam suatu riwayat dengan riwayat-riwayat dari hadis-hadis lainnya.

Anda mungkin juga menyukai