Anda di halaman 1dari 20

KRITIK MATAN HADIS

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Hadis pada


Program Pascasarjana Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab
UIN Alauddin Makassar

Oleh:
Mutiah Nurmawaddah

NIM : 80100223066

Dosen Pengampu:
Dr. Zaenab Abdullah, Lc., M.Th.I.
Dr. Muhammad Ali Ngampo, M.Ag.

PROGRAM PASCASARJANA
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Kritik Matan Hadis” tepat pada waktunya. Tak lupa penulis kirimkan
shalawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad SAW. yang merupakan
uswatun hasanah bagi seluruh ummat manusia di muka bumi ini.

Selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak. Oleh
karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah Studi Hadis dan kepada teman-teman yang telah memberikan dorongan,
bantuan, dan do’a, serta kerjasama yang baik selama menyelesaikan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam mengupas


permasalahan di dalam makalah ini masih banyak kekurangan, baik dalam hal
sistematika maupun cara penulisannya. Hal ini karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman penulis yang masih sangat minim. Oleh kerena itu, penulis sangat
berharap adanya saran dan kritik yang bersifat membangun sebagai masukan dan
motivasi yang berharga demi kemajuan penulis di masa yang akan datang.

Demikianlah makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat


khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya dalam memberikan
informasi seputar konsep kritik matan.

Makassar, 14 November 2023

Mutiah Nurmawaddah

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI......................................................................................................... ii

ABSTRAK ........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah..................................................................... 1


B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

A. Defenisi Kritik Matan Hadis ................................................................ 3


B. Sejarah Kritik Matan Hadis ................................................................. 5
C. Kaidah Kritik Matan Hadis ................................................................. 8
D. Langkah-langkah Kritik Matan Hadis ............................................... 10
E. Tujuan dan Pentingnya Kritik Matan Hadis...................................... 13

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 15

A. Kesimpulan ........................................................................................ 15
B. Saran ................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan firman Allah SWT. yang diwahyukan kepada


Rasulullah Muhammad SAW. melalui perantara malaikat Jibril AS. untuk
disampaikan kepada umat manusia agar menjadi pedoman dalam menjalani
hidupnya, dimana urutan dan susunan ayat-ayatnya disusun berdasarkan tauqifi
atau petunjuk Allah SWT. kepada Rasulullah.1
Pedoman hidup umat Islam sebagai sumber hukum selain Al-Qur’an
adalah Al-hadis yang sudah barang tentu tidak diragukan dan tidak dapat ditawar
tawar lagi. Sebagai petunjuk hidup manusia Al-Qur’an masih bersifat umum.
Oleh karena itu untuk mengaplikasikan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari,
sangat membutuhkan penjelasan-penjelasan berupa perkataan, perbuatan, dan
ketetapan Rasulullah SAW. yang disebut hadis.
Hadis merupakan salah satu sumber hukum Islam yang harus dipahami.
Namun, sejak masa para sahabat hingga sekarang banyak hadis dhaif dan palsu
yang beredar di masyarakat, sehingga menimbulkan pemahaman-pemahaman
yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Sebab itulah penting bagi setiap muslim
memilah-milah hadis yang akan digunakan sebagai dasar hukum. Mengingat
begitu pentingnya hadis, maka studi atau kajian terhadap hadis akan terus
dilakukan, bukan saja oleh umat Islam, tetapi oleh siapapun yang berkepentingan
terhadapnya. Berbeda dengan ayat-ayat al-Qur’an yang semuanya dapat diterima,
sedangkan hadis tidak semuanya dapat dijadikan sebagai acuan atau hujjah. Hadis
ada yang dapat dipakai ada yang tidak. Di sinilah letak perlunya meneliti hadis.2
Matan merupakan salah satu komponen pembentuk bangunan hadis yang
menduduki posisi penting dalam penelitian ḥadis. Apabila matan ini, jika diyakini

1
Hamzah S. Fathani, Ulumul Qur’an: Menyingkap Ayat Ilahiyah di Balik Fenomena
(Cet. IV; Makassar: Guandarma Ilmu, 2016), h. 3.
2
Zubaidah, ‘Metode Kritik Sanad dan Matan Hadis’, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan
Islam vol. 4, no.1 (2015), h. 42.
1
2

validitasnya berasal dari Rasulullah, maka penelitian terhadap matan tidak


diperlukan lagi.3 Namun, realitanya banyak yang menunjukkan bahwa matan
hadis yang sampai pada umat Islām berkaitan erat dengan keadaan yang masih
memerlukan penelitian ulang secara cermat, maka hal ini menunjukkan perlunya
penelitian pada matan hadis Rasulullah SAW.
Berangkat dari konsep tersebut maka perlu pembahasan lebih rinci tentang
studi kritik matan hadis. Hal ini penting karena dengan memahami kritik matan
hadis maka akan menambah pengetahuan tentang hadis sebagai salah satu sumber
ajaran Islam.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan


masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana sejarah kritik matan hadis?
2. Bagaimana langkah-langkah dalam meneliti matan hadis?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu untuk memenuhi tugas
mata kuliah Studi Hadis serta untuk mengetahui sejarah dan langkah-langkah
kritik matan hadis.

3
Asih Kurniasih dan Muhammad Alif, ‘Metodologi Kritik Matan Hadis’, Jurnal Holistic
al-Hadis vol. 4, no. 2 (2018), h. 45.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Kritik Matan

Dalam kritik matan, objek yang akan diteliti adalah matan hadis itu
sendiri. Oleh sebab itu, sebelum menuju kritik matan, perlu dijelaskan dulu
pengertian kritik dan matan. Secara etimologi, kata al-matan berarti keras, kuat,
sesuatu yang tampak dan asli.4 Adapun dalam bahasa Arab dikatakan ‫ما ارتفع‬
‫( وصلب من األرض‬tanah yang tinggi dan keras).5
Sedangkan matan hadis secara istilah mempunyai berbagai pengertian
yang berbeda-beda yang mana pada intinya memiliki pengertian yang sama, yakni
segala lafaz ataupun pelajaran yang ada didalam hadis itu sendiri.6 Seorang
ilmuwan hadis mengartikan matan sebagai ujung pada sanad, yaitu yang berisikan
sabda Rasullulah SAW. yang mana disebutkan setelah penyebutan sanad.
Adapun menurut ahli hadist lain, Ibnu Jama’ah, matan adalah ‫ما ينتهى اليه‬

‫( السند من الكالم‬suatu kalimat setelah berakhirnya sanad) atau dengan definisi yang
lebih sederhana, matan adalah ujung sanad (ghâyat al-sanad). Sedangkan menurut
al-Thibiy, matan ialah materi hadis atau lafazh hadis itu sendiri.7 Dengan begitu
pada hakikatnya komponen kalimat pada matan hadis ialah suatu gambaran
konsepsi atas tindakan Rasullulah SAW., baik dari segi ucapan, tindakan ataupun
ketetapan isi kandungan hadisnya, yang dilambangkan melalui teks-teks lafaz
hadis.8
Kritik dalam bahasa Indonesia diartikan tanggapan, kadang-kadang
disertai uraian dan pertimbangan, baik atau buruk terhadap suatu hasil karya

4
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2019), h. 113.
5
Bustamin dan M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 59.
6
Khabibi Muhammad Luthfi, ‘Kritik Matan Sebagai Metode Utama dalam Kesahihan
Hadist Rasulullah’, Jurnal Islamic Review vol. 2, no. 3 (2013), h. 203.
7
Jalaluddin al-Suyuti, Tadrib al-Rawi fi Sharh Taqrib al-Nawawi vol 1 (t.tp: Dar al-
Tayyibah, t.th), h. 44.
8
Aulia Diana Devi, ‘Studi Kritik Matan Hadist’, Al-Dzikra vol. 14 no.2 (2020), h. 300.
3
4

(pendapat).9 Adapun kata kritik dalam ilmu hadis sering dinisbatan pada kegiatan
penelitian hadis yang disebut dengan al Naqd )‫ (نقد‬yang secara etimologi adalah
bentuk masdar dari )‫ينقد‬- ‫ (نقد‬yang berarti mayyaza, yaitu memisahkan sesuatu
yang baik dari yang buruk.10 Pengertian kritik dengan menggunakan kata naqd
mengidentifikasikan bahwa studi kritik harus dapat membedakan yang baik dan
yang buruk.11 Atau dengan kata lain studi kritik sebagai usaha membedakan dan
menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam rangka menemukan kebenaran.12
Adapun menurut al-‘Azamiy al-naqd dalam ilmu Hadis berarti :
‫تميز األحاديث الصحيحة من الضعيفة والحكم على الرواة توثيقا وتجريحا‬
“Upaya menyeleksi (membedakan) antara hadis yang sahīh dari yang dhaif
dan mentapkan status perawi-perawinya dari segi yang tsiqah dan yang
jarh (cacat)“13

A'mar Fathan mendefinisikan Ilmu kritik matan hadis sebagai ilmu yang
mendalami tentang studi kandungan hadis dari sisi keterbebasannya dari cacat
parah sepanjang kesesuaian hadistersebut dengan pokok-pokok syariat yang
benar, kaedah-kaedah logika yang jelas, kebenaran-kebenaran imu pengetahuan
dan fakta sejarah yang pasti.14
Dengan demikian, kritik harus bertujuan untuk memperoleh kebenaran dan
kejelasan. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa
kritik matan hadis adalah suatu upaya dalam bentuk kegiatan penelitian dan
penilaian terhadap suatu matan hadis Rasulullah SAW. untuk menentukan
kualitas, mutu, dan tingkatan suatu hadis, agar dapat diketahui apakah hadis
tersebut merupakan hadis yang sahīh atau malah termasuk pada hadis yang dha’if,

9
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. II;
Jakarta: Balai Pustaka,1989), h. 466.
10
Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadist (Jakarta: al-Ma`arif, 1974), .h.23.
11
Ahmad Fudhaili, Perempuan Dilembaran Suci: Kritik atas Hadis-hadis Sahih
(Yogyakarta: Pilar Media, t.th), h. 26-27.
12
Bustamin dan M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis, h. 7.
13
M. Mustafa al-‘Azamiy, Manhaj al Naql ‘inda al Muhadditsin: Nasy’atuhu wa
Tarikhutuhu (Riyadh: Maktabat al Kautsar, 1990), h. 5.
14
Amar Fathan, Naqdu Matani al-Hadis 'Inda al-Shahabah: Al-Sayyidah 'A'isyah
Radhiyallhu anha Namudzajan, h. 89.
5

dimana dalam prosesnya diawali dengan melakukan kritik terhadap sanad hadis
terlebih dahulu.15

B. Sejarah Kritik Matan Hadis

Sejak pada masa Rasullulah SAW. masih hidup kritik matan hadis
sesungguhnya sudah ada akan tetapi dari segi sifatnya masih sangat sederhana. Ini
disebabkan karena masih banyak sahabat-sahabat yang masih hidup, sehingga
apabila muncul perselisihan atau kejanggalan dalam hadis maka kebenarannya
langsung ditanyakan kepada yang bersangkutan yaitu Rasullulah SAW.16 Beliau
akan memberikan penjelasan apa yang dimaksud dengan perkataan atau
perbuatannya, karena beliau adalah sebagai subyek yang paling mengetahui
maksud tindakan atau perkataannya.17 Motif kritik pemberitaan ḥadis masa ini
bercorak konfirmasi, klarifikasi, dan upaya memperoleh testimoni yang target
akhirnya menguji validitas keterpecayaan berita (al-Istisaq).
Kritik matan pada masa Rasulullah SAW. ini bertujuan supaya umat Islam
lebih meyakini suatu berita yang bersumber dari Rasullulah SAW. Tujuan
dilakukannya pengecekan ulang suatu berita atau riwayat oleh sahabat ini
bukanlah didasari atas rasa curiga, akan tetapi hanya untuk memastikan bahwa
suatu berita atau riwayat yang diterimanya asli dari Rasullulah SAW. Oleh sebab
itu, tidak heran apabila pada zaman Rasulullah SAW. kritik hadis ini minim sekali
dan juga masih sangat terbatas untuk lingkupannya.
Kritik matan pada zaman Rasullulah SAW. masih mudah dilakukan, sebab
kebenaran tentang suatu keabsahan hadis terletak ditangan Rasulullah SAW.
sendiri. Berbeda dengan setelah Rasullulah SAW. wafat, kritik hadis sudah tidak
bisa dilaksanakan secara langsung dengan bertanya kembali pada Rasulullah
Muhammad SAW., akan tetapi menanyakannya kepada pihak-pihak yang turut
mendengarkan atau menyaksikan hadis itu langsung dari Rasulullah SAW.18

15
Aulia Diana Devi, ‘Studi Kritik Matan Hadist’, h. 301.
16
Khabibi Muhammad Luthfi, ‘Kritik Matan Sebagai Metode Utama dalam Kesahihan
Hadist Rasulullah’, h. 204.
17
Ahmad Fudhaili, Perempuan Dilembaran Suci: Kritik atas Hadis-hadis Sahih, h. 64.
18
Aulia Diana Devi, ‘Studi Kritik Matan Hadist’, h. 296-297.
6

Setelah Rasulullah wafat, budaya kritik hadis ini diteruskan oleh para
sahabat. Maksud kritik matan pada periode ini adalah sikap ketelitian para sahabat
terhadap suatu berita yang dianggap ada kejanggalan pada pemahaman mereka,
sehingga menguji kebenarannya melalui Rasulullah SAW. untuk memberitahu
bahwa dalam suatu periwayatan hadis itu supaya tidak terjadi kebohongan dengan
menggunakan nama beliau (Rasulullah SAW.). prosedur transfer berita hadis
antar sahabat ini hanya bermodal kemampuan kecermatan dalam periwayatan.
Bisa jadi yang harus dicermati dan lebih diperhatikan lagi ialah maksimalnya
kemampuan indra lebih-lebih indra penghilatan dan pendengaran, kemampuan
dhabit, serta kecermatan pemahaman dalam memahami realita ke-hadis-an di
zaman Rasullulan SAW. Sedangkan tingkatan dari ukuran kejujuran keagamaan,
seluruh sahabat Rasullulah SAW. sudah tidak diragukan lagi.19
Pada periode sahabat, tradisi kritik matan yang dilakukan adalah sebagai
upaya dalam meneliti isi hadis dengan cara mencocokkannya kembali apa yang
pernah didengar sendiri dari Rasulullah SAW., lalu selanjutnya dibandingkan
dengan al-Qur’an. Artinya pada periode sahabat ini sudah menerapkan metode
muqāranah juga sudah melakukan metode mu’radah. Akan tetapi pada metode
mu’āradhah yang dilakukan oleh para sahabat belum sepesat yang dilakukan oleh
para tabi’in.20
Kemudian setelah tradisi kritik matan hadis yang dilakukan oleh para
sahabat, lalu dilanjutkan pada tabi’in atau yang biasa disebut dengan periode
pasca sahabat. Kritik matan ini dimulai dengan ditandai penyebaran hadis yang
semakin banyak dan melebar luas, sehingga mengakibatkan banyak bermunculan
matan-matan hadis maudhu’.21 Pada masa ini, para tabi’in melakukan penelitian
matan dengan cara mu’aradhah.22

19
Aulia Diana Devi, ‘Studi Kritik Matan Hadist’, h. 297.
20
Masrukhin Muhlis, ‘Kritik Matan Hadis Studi Komparatif Antara Sarjana Muslim dan
Sarjana Barat’, Jurnal Al-Qalam vol. 34, no. 1 (2017), h. 170.
21
Khabibi Muhammad Luthfi, ‘Kritik Matan Sebagai Metode Utama dalam Kesahihan
Hadist Rasulullah’, h. 204.
22
Suryadi dan M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadis (Yogyakarta: Teras,
2014), h. 146.
7

Pada masa tabi’in setidaknya ada tiga bentuk upaya yang dilakukan dalam
menjaga otentisitas ḥadῑṡ. Pertama, dilakukannya kodifikasi hadis oleh al-Zuhri
atas perintah Umar bin Abdul Aziz. Kedua, lahirnya ilmu kritik ḥadῑs dalam arti
sesungguhnya. Hal ini berdasarkan pada pendapat Ibn Rajab yang mengatakan
bahwa Ibnu Sirrin karena keluasan ilmunya, merupakan pelopor dalam kritik rawi.
Ketiga, diawali oleh beberapa orang ṣaḥabat, semisal Jabir, pada periode ini
terdapat semangat pelacakan ḥadis yang sungguh luar biasa. Untuk meneliti satu
hadis saja, mereka sampai keluar daerahnya, yaitu dengan melakukan rihlah untuk
mencari dan meneliti hadis.23
Tahapan perkembangan metode kritik dan wilayah pemusatan aplikasi
kaidahnya tampak kecenderungan umum menguji mutu matan dan kondisi sanad
saling dikaitkan. Bahkan terjelma semacam konsensus di lingkungan muhadditsin
bahwa kritik sanad merupakan prasyarat bagi kelayakan untuk ditindaklanjuti
dengan kritik matan ḥadῑṡ.
Apabila pada periode sahabat kritik hadis dilakukan semata-mata guna
memperoleh kemantapan pemberitaan, maka pada pasca fitnah, segala langkah
metodologis kritik sanad dan matan diorientasikan pada maksud tujuan pemikiran
maqbul (diterima sebagai ḥujjah syar‟iyyah) atau harus mardud (ditolak). 24
Berdasarkan alur perkembangan kritik matan hadis tersebut, dapat
disimpulkan bahwa ilmu kritik matan hadis dari masa kemasa selalu mengalami
perkembangan yang menghasilkan teori-teori baru dan melebar, sehingga kritik
matan hadis menjadi sebuah lapangan keilmuan yang sejajar dengan ilmu-ilmu
hadis lainnya.25
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seiring berkembangnya zaman,
penelitian ahli hadis terhadap kritik matan hadis semakin berkembang, baik dalam
rangka pembuktian atas perhatian ulama terdahulu terhadap kritik matan maupun
dalam rangka pendalaman metode kritik matan itu sendiri.

23
Bustamin dan M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis, h. 61.
24
Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis (Yogyakarta: Kalimedia, 2016), h. 36-37.
25
Dilan Imam Adilan, ‘Analisis Naqd Al-Mutn Ummul Mukminin’, Jurnal Diroyah, vol.
4, no. 2 (2020), h. 121.
8

C. Kaidah Kritik Matan Hadis

Seorang peneliti dalam meneliti dan megukur keabsahan suatu hadis


memerlukan acuan standar yang dapat digunakan sebagai ukuran untuk menilai
kualitas hadis. Acuan yang dapat digunakan adalah kaidah keabsahan hadis, jika
hadis yang diteliti ternyata bukan termasuk hadis mutawatir.
Menurut ulama hadis, Ibn ash-Shalah,hadis shahih adalah:
“Hadis yang bersambung sanadnya (sampai kepada Nabi), diriwayatkan
oleh periwayat yang ‘adil dan dhabith sampaiakhir sanad, di dalah hadisitu
tidak terdapat kejanggalan (syadz) dan cacat (‘illat)”.26

Dari pengertian tersebut maka dapat diurai unsur-unsur keshahihan hadis


menjadi: (1) sanadnya bersambung; (2) periwayat bersifat ‘adil; (3) periwayat
bersifat dhabith; (4) dalam hadis itu tidak ada kejanggalan atau syadz; (5) dan
dalam hadis itu tidak terdapat cacat atau ‘illat.
Dari ketentuan hadis shahih seperti yang dikemukakan Ibn ash-Shalah
maka tampak adanya unsur sanad dan matan di dalamnya, sebab suatu hadis dapat
dikatakan shahih manakala shahih dari segi sanad dan matan. Adapun ketiga
unsur yang disebutkan pertama berkaitan dengan sanad, sedangkan dua unsur
berikutnya berkenaan dengan sanad dan matan. 27 Dengan demikian, unsur-unsur
yang termasuk persyaratan umum kaidah keshahihan hadis ada 7, yakni lima yang
berkaitan dengan sanad dan dua yang berkaitan dengan matan. Adapun syarat
kaidah keshahihan matan hadis dalam ketentuan yang dimaksud adalah terhindar
dari syadz dan’illat. Persyaratan umum ini diistilahkan dengan kaidah mayor
karena masing-masing unsurnya memiliki persyaratan khusus. Adapun yang
berkaitan dengan persyaratan khusus diistilahkan dengan kaidah minor.

1. Kaidah Mayor Kritik Matan Hadis


Ulama hadis sepakat bahwa unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu
matan hadis yang berkualitas shahih ada dua macam, yaitu terhindar dari syadz

26
Ibnu ash-Shalah, ‘Ulum al-Hadits: Muqaddimah Ibnu Shalah (Madinah: al-Maktabah
al-Ilmiyah, 1972), h. 10.
27
Nur al-Din ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulum al-Hadits (Damaskus: Dar al-Fikr, 1979), h.
428-429.
9

dan ‘illat. Apabila merujuk pada pengertian hadis shahih yang telah dikemukakan
oleh ulama maka dapat dinyatakan bahwa kaidah mayor bagi keshahihan matan
hadis adalah:

a. Terhindar dari syadz (kejanggalan)


Kata syadz adalah isim fa’il dari lafadz syadhdza-yasyudhdzhu, yang
artinya terasing dari yang banyak. Namn menurut istilah adalah periwayat yang
tsiqah menyalahi periwayatannya dengan orang yang lebih tsiqah. 28 Suatu hadis
disebut syadz dan dihukumi dha’if apabila hadis tersebut diriwayatkan oleh
seorang tsiqah namun bertentangan dengan periwayat yang lebih tinggi tigkat
ketsiqahannya atau bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh periwayat
tsiqah yang banyak, sementara tidak ada rawi lain yang meriwayatkannya. Selain
itu, terjadi pertentangan apabila hadis tersebut dikonfirmasikan dengan ayat Al-
Qur’an.29

b. Terhindar dari ‘illat


Illat adalah sebab yang tersembunyi yang merusak kualitas hadis.
Keberadaannya menyebabkan hadis yang pada lahirnya tampak berkualitas sahih
menjadi tidak sahih.30 Adapun untuk menguji cacat tidaknya matan hadis, yaitu
dengan mengkonfirmasikan hadis yang diteliti dengan dalil ‘aqli. Menurut al-
Adhlabi, dalil ‘aqli meliputi akal, indera, sejarah, dan tidak menyerupai perkataan
Nabi SAW.

2. Kaidah Minor Kritik Matan Hadis


Kaidah Minor bagi matan yang terhindar dari syadz adalah: matan yang
bersangkutan tidak menyendiri; matan hadis tidak bertentangan dengan hadis
yang lebih kuat; matan hadis itu tidak bertentangan dengan Al-Qur’an; dan matan
hadis itu tidak bertentangan dengan akal sehat, indera, dan sejarah. 31

28
Mahmud al-Thahhan, Taisir Musthalah al-Hadis (Surabaya: Bungkul Indah, 1985), h.
117.
29
Salah al-Din al-Adhlabi, Manhaj Naqd al-Matan ‘inda ‘Ulama al-Hadis al-Nabawi
(Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah, 1983), h. 39.
30
Mahmud al-Thahhan, Taisir Musthalah al-Hadis, h. 30.
31
Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 145-149.
10

Adapun kaidah minor bagi matan yang tidak mengandung ‘illat adalah:
matan hadis tidak mengandung idraj (sisipan); matan tidak mengandung ziyadah
(tambahan); matan hadis tidak mengandung maqlub (pergantian lafadz atau
kalimat); tidak terjadi idhthirab (pertentangan yang tidak dapat dikompromikan)
pada matan hadis; dan tidak terjadi kerancuan lafadz dan penyimpangan makna
yang jauh dari matan hadis itu.32

D. Langkah-langkah Kritik Matan Hadis

Langkah metodologis kritik matan itu bersandar pada dua kriteria yaitu
hadis maqbul (diterima) dan hadis mardud (ditolak).33 Maqbul memiliki arti yaitu
diterima kemaslahatannya untuk kebutuhan hujjah syariyyah yang diketahui
melalui data fatwa atas keunggulan sifat eksistensi hadisnya atau diterima karena
tidak saling bertentangan dengan al-Qur’an dan merupakan hadis yang memiliki
kualitas lebih tinggi. Dan sebaliknya jika mardud ialah ditolaknya karena
bertentangan dengan Al-Qur’an. Dengan demikian untuk keduanya tidaklah
bersandar kepada kriteria antara benar atau salah berdasarkan penilaian keilmuan
rasional ataupun empiris.34 Apabila ketika suatu matan berstatus mardud dan
kemudian dari segi sanad-nya sahīh, maka hadis tersebut dikategorikan sebagai
hadis mukhtalif. Oleh karena itu, jika sempat terjadi mukhtalif al-hadis, maka
dapat diselesaikan dengan cara: metode at-taufiq atau kompromi, al-jam’u, at-
tarjih, nasikh wal mansukh, dan attawaqquf.35
Selanjutnya, setelah diketahui bahwa data sudah memiliki keungggulan
dalam sifat eksistensi hadisnya, kemudian pengumpulan data itu terlihat pada
persyaratan serta kaidah-kaidah yang wajib dipatuhi pada matan hadis yang
berkaitan. Apabila ternyata positif kaidah dan persyaratannya terpenuhi maka ia

32
Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis, h. 149.
33
Munawwir Haris, ‘Kritik Matan Hadis: Versi Ahli-Ahli Hadis’, Jurnal Al-Irfani vol. 1,
no. 1 (2011), h. 11.
34
Muhammad Bakir, ‘Kritik Matan Hadis Versi Muhaddisin dan Fuqoha’: Studi
Pemikiran Hasjim Abbas’, Jurnal Samawat vol. 2, no. 2 (2018), h. 20.
35
Dalhari, ‘Studi Pemikiran Hadis Ulama Mesir: Konsep Imâm al-Syâfi’î tentang Sunnah
dan Solusi Hadis Mukhtalif’, Jurnal Ilmu Ushuludin vol. 10, no. 1 (2011), h. 200-201.
11

bisa langsung disebut sahīh/hasan. Kemudian langkah selanjutnya dilakukan


pemeriksaan, apakah substansi di dalam kalimat matan itu layak dijadikan sebagai
pedoman dalam beramal (ma’mulun bihi) atau tidak layak untuk dipergunakan
(ghairu ma’mulun bihi). Dan apabila pada matan hadis tersebut ternyata terdeteksi
mengalami ‘illat atau syadz¸ maka ia langsung disebut dha’if atau saqim (cacat). 36
Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam rangka mengkritik
matan hadis menurut Bustamin dalam bukunya ‘Metodologi Kritik Hadis’, adalah:

1. Menghimpun Hadis-hadis yang Terjalin dalam Tema yang Sama


Maksud dari hadis yang terjalin dalam tema yang sama adalah: (1) hadis-
hadis yang mempunyai sumber sanad dan matan yang sama, baik riwayat bi al-
lafdzi maupun riwayat bi al-ma’na. (2) hadis-hadis mengandung makna yang
sama, baik sejalan maupun bertolak belakang. (3) hadis-hadis yang memiliki tema
yang sama, seperti tema ibadah, aqidah, dan lainnya.
Hadis yang pantas dibandingkan adalah hadis yang sederajat kualitas
sanad dan matannya. Perbedaan lafadz pada matan hadis yang semakna adalah
karena periwayatan secara makna. Menurut Muhaddisin, perbedaan lafadz yang
tidak mengakibatkan perbedaan makna dapat ditoleransi asalkan sanad dan
matannya sama-sama shahih.37

2. Melihat Tingkat Keshahihan Matan melalui Pendekatan Hadis


Kaidah ini sebagai jawaban jika suatu matan bertentangan dengan matan
lainnya, dengan asumsi bahwa tidak mungkin Nabi SAW. melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan hadis dan Al-Qur’an. Pada dasarnya, kandungan matan
hadis tidak ada yang bertentangan, baik dengan hadis atau Al-Qur’an.
Hadis yang pada akhirnya terlihat bertentangan dapat diselesaikan dengan
beberapa cara, seperti pendekatan ilmu mukhtalif al-hadis, ilmu asbab a-wurud,
atau bisa juga menggunakan ilmu tarjih al-hadis, atau ilmu al-tawaqquf. 38

36
Aulia Diana Devi, ‘Studi Kritik Matan Hadist’, h. 303.
37
Bustamin dan M. Isa H. A. Salam., Metodologi Kritik Matan, h. 64-65.
38
Khabibi Muhammad Luthfi, ‘Kritik Matan sebagai Metode Utama dalam Kesahihan
Hadist Rasulullah’, h. 215-216.
12

Seperti Imam Syafi’i dalam kitabnya ‘Ikhtilaf al-Hadis’ mengemukakan


ada empat cara menyelesaikannya, yaitu: (1) mencari dan menentukan kandungan
makna matan mana yang bersifat universal/mujmal dan terperinci/mufassar, (2)
mencari dan menentukan kandungan makna matan yang mana saja yang bersifat
umum dan khusus, (3) menentukan matan mana saja yang dinilai mengandung
makna di hapus/nasikh dan yang menghapus/Mansukh, (4) mengupayakan sebisa
mungkin agar kedua matan yang bertentangan dapat diamalkan. 39 Sementara itu,
Sihab al-Din dan Abu Abbas ibn Idris al-Qarafi menempuh metode tarjih, yaitu
dengan mencari petunjuk yang mempunyai alasan yang kuat, dan langkah ini
dianggap lebih mudah.

3. Penelitian Matan Hadis dengan Pendekatan Al-Qur’an


Pendekatan ini dilatarbelakangi oleh pemahaman bahwa Al-Qur’an adalah
sumber pertama dan utama dalam Islam untuk melaksanakan berbagai ajaran,bai
yang ushul maupun yang furu’. Oleh karena itu, Al-Qur’an haruslah berfungsi
sebagai penentu hadis yang dapat diterima atau sebaliknya. Hadis yang tidak
sejalan sengan AL-Qur’an harus ditinggalkan, meskipun sanadnya sahih. Cara
yang ditempuh mereka untuk meloloskan matan hadis yang kelihatannya
bertentangan dengan teks Al-Qur’an adalah dengan menta’wil atau menerapkan
ilmu mukhtalif al-hadis.40

4. Penelitian Matan Hadis dengan Pendekatan Bahasa


Pendekatan bahasa dalam upaya mengetahui kualitas hadis tertuju pada
beberapa obyek, yaitu: (1) struktur bahasa, maksudnya apakah susunan kata matan
hadis yang menjadi obyek penelitian sesuai dengan kaidah bahasa Arab?, (2) kata-
kata yang terdapat dalam matan hadis, yaitu apakah menggunakan kata-kata yang
lumrah dipergunakan bangsa Arab pada masa Nabi Muhammad SAW. atau
menggunakan kata-kata baru yang muncul dan dipergunakan dalam literature
bahas Arab modern?, (3) matan hadis tersebut apakah menggambarkan bahasa

39
Mutmainnah, ‘Metodologi Ulama Hadis dalam Membentengi Hadis dari segi Matan’,
Jurnal al-Thiqah vol. 1, no. 1 (2018), h. 82.
40
Salam dan M. Isa H. A. Bustamin, Metodologi Kritik Matan, h. 71-75.
13

kenabian?, (4) dan menelusuri makna kata-kata yang terdapat dalam matan hadis,
apakah makna kata tersebut ketika diucapkan oleh Nabi SAW. sama maknanya
dengan yang dipahami oleh pembaca atau peneliti.41

5. Penelitian Matan dengan Pendekatan Sejarah


Salah satu langkah yang ditempuh Muhaddisin untuk penelitian matan
hadis adalah mengetahui peristiwa yang melatarbelakangi munculnya suatu hadis
(asbab al-wurud hadis). Langkah ini memudahkan dalam memahami kandungan
hadis. Fungsi asbab al-wurud ada tiga, yaitu mampu menjelaskan makna hadis,
mengetahui kedudukan Rasulullah SAW. pada saat kemunculan hadis (apakah
sebagai rasul, pemimpin masyarakat, atau sebagai manusia biasa), dan mengetahui
situasi dan kondisi masyarakat saat hadis itu disampaikan.42

E. Tujuan dan Pentingnya Kritik Matan Hadis

Adapun tujuan kritik matan menurut Muhammad Thahir al-Jawabi, yaitu:


1. Untuk menentukan benar tidaknya matan ḥadῑṡ.
2. Untuk mendapatkan pemahaman yang benar mengenai kandungan yang
terdapat dalam sebuah matan ḥadῑṡ.43

Dengan demikian, kritik matan hadis ditujukan untuk meneliti kebenaran


informasi sebuah teks hadis atau mengungkap pemahaman dan interpretasi yang
benar mengenai kandungan matan ḥadῑṡ. Dengan kritik hadis kita akan
memperoleh informasi dan pemahaman yang benar mengenai sebuah teks ḥadῑṡ.
Adapun pentingnya dalam mempelajari kritik matan hadis disini ialah:
1. Menghindari sikap kekeliruan (tasahhul) dan berlebihan (tasyaddud)
dalam meriwayatkan suatu hadis karena adanya ukuran-ukuran tertentu
dalam metodologi kritik matan.
2. Mengungkap kemungkinan adanya kesalahan dari para perawi.
3. Menyelesaikan berbagai kontradiksi antara beberapa periwayat

41
Salam dan M. Isa H. A. Bustamin, Metodologi Kritik Matan, h. 50.
42
Salam dan M. Isa H. A. Bustamin, Metodologi Kritik Matan, h. 51.
43
Umi Sumbulah, Kritik Hadis: Pendekatan Historis Metodologis (Malang: UIN Press,
2008), h. 26.
14

4. Menghadapi musuh-musuh Islam yang mencoba menghancurkan dan


merendahkan kaum muslimin melalui sejumlah hadis yang secara sanad
sahīh, tetapi kandungan matan-nya bertentangan dengan prinsip dasar dan
universalitas Islam.44

44
Shalahuddin Ibn Ahmad al-Adhabi, Manhaj Naqd al-Matn ‘inda al-‘Ulama al-hadis
al-Nabawi, terj. M. Qadirun Nur dan Ahmad Musyafiq, Metodologi Kritik matan (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2004), h. 7.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan dalam makalah ini maka dapat disimpulkan


bahwa kritik matan hadis sudah muncul sejak masa Rasulullah SAW, namun pada
saat itu kritik matan yang dilakukan masih terbilang sederhana. Seiring
perkembangan zaman, kritik matan hadis pun terus berkembang dari generasi
sahabat, tabi’in, hingga zaman modern. Perkembangan tersebut dalam rangka
pembuktian atas perhatian ulama terdahulu terhadap kritik matan maupun dalam
rangka pendalaman metode kritik matan itu sendiri.

Kaidah kritik matan hadis ada dua yaitu kaidah mayor dan kaidah minor.
Adapun tahapan dalam kritik matan secara garis besar ada lima, yaitu:
Menghimpun hadis-hadis yang terjalin dalam tema yang sama, melihat tingkat
keshahihan matan melalui pendekatan hadis, penelitian matan hadis dengan
pendekatan Al-Qur’an, penelitian matan hadis dengan pendekatan bahasa, dan
penelitian matan hadis dengan pendekatan sejarah.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan, sehingga


penulis berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai
masukan dan motivasi yang berharga demi kemajuan penulis di masa yang akan
datang. Selain itu, penulis juga berharap tulisan ini dapat membantu menambah
wawasan atau setidaknya merefresh kembali ingatan dan pengetahuan pembaca
terkait kritik matan hadis.

15
DAFTAR PUSTAKA

Adilan, Dilan Imam. ‘Analisis Naqd Al-Mutn Ummul Mukminin’. Jurnal


Diroyah vol. 4, no. 2 (2020).
Abbas, Hasjim. Kritik Matan Hadis. Yogyakarta: Kalimedia, 2016.
al-Adhlabi, Salah al-Din. Manhaj Naqd al-Matan ‘inda ‘Ulama al-Hadis al-
Nabawi. Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah, 1983.
al-Adhabi, Shalahuddin Ibn Ahmad. Manhaj Naqd al-Matn ‘inda al-‘Ulama al-
hadis al-Nabawi. terj. M. Qadirun Nur dan Ahmad Musyafiq, Metodologi
Kritik matan. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004.
al-‘Azamiy, M. Mustafa. Manhaj al Naql ‘inda al Muhadditsin: Nasy’atuhu wa
Tarikhutuhu. Riyadh: Maktabat al Kautsar, 1990.
Bakir, Muhammad. ‘Kritik Matan Hadis Versi Muhaddisin dan Fuqoha’: Studi
Pemikiran Hasjim Abbas’, Jurnal Samawat vol. 2, no. 2 (2018).
Bustamin dan M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004.
Dalhari. ‘Studi Pemikiran Hadis Ulama Mesir: Konsep Imâm al-Syafi’i tentang
Sunnah dan Solusi Hadis Mukhtalif’. Jurnal Ilmu Ushuludin vol. 10, no. 1
(2011).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet.
II; Jakarta: Balai Pustaka,1989.
Devi, Aulia Diana. ‘Studi Kritik Matan Hadist’. Al-Dzikra vol. 14, no. 2 (2020).
Fathani, Hamzah S. Ulumul Qur’an: Menyingkap Ayat Ilahiyah di Balik
Fenomena. Cet. IV; Makassar: Guandarma Ilmu, 2016.
Fudhaili, Ahmad. Perempuan Dilembaran Suci: Kritik atas Hadis-hadis.
Yogyakarta: Pilar Media, t.th.
Haris, Munawwir. ‘Kritik Matan Hadis: Versi Ahli-Ahli Hadis’. Jurnal Al-Irfani
vol. 1, no. 1 (2011).
Ismail, M. Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Rasulullah. Jakarta: Bulan
Bintang, 1992.
-------. Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
‘Itr, Nur ad-Din. Manhaj al-Naqd fi ‘Ulum al-Hadis. Damaskus: Dar al-Fikr,
1979.
Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah, 2019.
Kurniasih, Asih dan Muhammad Alif, ‘Metodologi Kritik Matan Hadis’. Jurnal
Holistic al-Hadis vol. 4, no. 2 (2018).
Luthfi, Khabibi Muhammad. ‘Kritik Matan Sebagai Metode Utama dalam
Kesahihan Hadist Rasulullah’. Jurnal Islamic Review vol. 2, no. 3 (2013).
Muhlis, Masrukhin. ‘Kritik Matan Hadis Studi Komparatif Antara Sarjana
Muslim dan Sarjana Barat. Jurnal Al-Qalam vol. 34, no. 1 (2017).
Mutmainnah. ‘Metodologi Ulama Hadis dalam Membentengi Hadis dari segi
Matan’. Jurnal al-Thiqah vol. 1, no. 1 (2018).
16
17

Rahman. Ikhtisar Musthalahul Hadist. Jakarta: al-Ma`arif, 1974.


ash-Shalah, Ibnu. ‘Ulum al-Hadits: Muqaddimah Ibnu Shalah. Madinah: al-
Maktabah al-Ilmiyah, 1972.
Sumbulah, Umi. Kritik Hadis: Pendekatan Historis Metodologis. Malang: UIN
Press, 2008.
Suryadi dan M. Alfatih Suryadilaga. Metodologi Penelitian Hadis. Yogyakarta:
Teras, 2014.
al-Suyuti, Jalaluddin. Tadrib al-Rawi fi Sharh Taqrib al-Nawawi, vol 1. t.tp: Dar
Tayyibah, t.th.
al-Thahhan, Mahmud. Taisir Musthalah al-Hadis. Surabaya: Bungkul Indah,
1985.
Zubaidah. ‘Metode Kritik Sanad dan Matan Hadis’. Jurnal Komunikasi dan
Pendidikan Islam vol. 4, no.1 (2015).

Anda mungkin juga menyukai