Makalah
Oleh:
Mutiah Nurmawaddah
NIM : 80100223066
Dosen Pengampu:
Dr. Zaenab Abdullah, Lc., M.Th.I.
Dr. Muhammad Ali Ngampo, M.Ag.
PROGRAM PASCASARJANA
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Kritik Matan Hadis” tepat pada waktunya. Tak lupa penulis kirimkan
shalawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad SAW. yang merupakan
uswatun hasanah bagi seluruh ummat manusia di muka bumi ini.
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak. Oleh
karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah Studi Hadis dan kepada teman-teman yang telah memberikan dorongan,
bantuan, dan do’a, serta kerjasama yang baik selama menyelesaikan makalah ini.
Mutiah Nurmawaddah
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
A. Kesimpulan ........................................................................................ 15
B. Saran ................................................................................................. 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Hamzah S. Fathani, Ulumul Qur’an: Menyingkap Ayat Ilahiyah di Balik Fenomena
(Cet. IV; Makassar: Guandarma Ilmu, 2016), h. 3.
2
Zubaidah, ‘Metode Kritik Sanad dan Matan Hadis’, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan
Islam vol. 4, no.1 (2015), h. 42.
1
2
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu untuk memenuhi tugas
mata kuliah Studi Hadis serta untuk mengetahui sejarah dan langkah-langkah
kritik matan hadis.
3
Asih Kurniasih dan Muhammad Alif, ‘Metodologi Kritik Matan Hadis’, Jurnal Holistic
al-Hadis vol. 4, no. 2 (2018), h. 45.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam kritik matan, objek yang akan diteliti adalah matan hadis itu
sendiri. Oleh sebab itu, sebelum menuju kritik matan, perlu dijelaskan dulu
pengertian kritik dan matan. Secara etimologi, kata al-matan berarti keras, kuat,
sesuatu yang tampak dan asli.4 Adapun dalam bahasa Arab dikatakan ما ارتفع
( وصلب من األرضtanah yang tinggi dan keras).5
Sedangkan matan hadis secara istilah mempunyai berbagai pengertian
yang berbeda-beda yang mana pada intinya memiliki pengertian yang sama, yakni
segala lafaz ataupun pelajaran yang ada didalam hadis itu sendiri.6 Seorang
ilmuwan hadis mengartikan matan sebagai ujung pada sanad, yaitu yang berisikan
sabda Rasullulah SAW. yang mana disebutkan setelah penyebutan sanad.
Adapun menurut ahli hadist lain, Ibnu Jama’ah, matan adalah ما ينتهى اليه
( السند من الكالمsuatu kalimat setelah berakhirnya sanad) atau dengan definisi yang
lebih sederhana, matan adalah ujung sanad (ghâyat al-sanad). Sedangkan menurut
al-Thibiy, matan ialah materi hadis atau lafazh hadis itu sendiri.7 Dengan begitu
pada hakikatnya komponen kalimat pada matan hadis ialah suatu gambaran
konsepsi atas tindakan Rasullulah SAW., baik dari segi ucapan, tindakan ataupun
ketetapan isi kandungan hadisnya, yang dilambangkan melalui teks-teks lafaz
hadis.8
Kritik dalam bahasa Indonesia diartikan tanggapan, kadang-kadang
disertai uraian dan pertimbangan, baik atau buruk terhadap suatu hasil karya
4
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2019), h. 113.
5
Bustamin dan M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 59.
6
Khabibi Muhammad Luthfi, ‘Kritik Matan Sebagai Metode Utama dalam Kesahihan
Hadist Rasulullah’, Jurnal Islamic Review vol. 2, no. 3 (2013), h. 203.
7
Jalaluddin al-Suyuti, Tadrib al-Rawi fi Sharh Taqrib al-Nawawi vol 1 (t.tp: Dar al-
Tayyibah, t.th), h. 44.
8
Aulia Diana Devi, ‘Studi Kritik Matan Hadist’, Al-Dzikra vol. 14 no.2 (2020), h. 300.
3
4
(pendapat).9 Adapun kata kritik dalam ilmu hadis sering dinisbatan pada kegiatan
penelitian hadis yang disebut dengan al Naqd ) (نقدyang secara etimologi adalah
bentuk masdar dari )ينقد- (نقدyang berarti mayyaza, yaitu memisahkan sesuatu
yang baik dari yang buruk.10 Pengertian kritik dengan menggunakan kata naqd
mengidentifikasikan bahwa studi kritik harus dapat membedakan yang baik dan
yang buruk.11 Atau dengan kata lain studi kritik sebagai usaha membedakan dan
menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam rangka menemukan kebenaran.12
Adapun menurut al-‘Azamiy al-naqd dalam ilmu Hadis berarti :
تميز األحاديث الصحيحة من الضعيفة والحكم على الرواة توثيقا وتجريحا
“Upaya menyeleksi (membedakan) antara hadis yang sahīh dari yang dhaif
dan mentapkan status perawi-perawinya dari segi yang tsiqah dan yang
jarh (cacat)“13
A'mar Fathan mendefinisikan Ilmu kritik matan hadis sebagai ilmu yang
mendalami tentang studi kandungan hadis dari sisi keterbebasannya dari cacat
parah sepanjang kesesuaian hadistersebut dengan pokok-pokok syariat yang
benar, kaedah-kaedah logika yang jelas, kebenaran-kebenaran imu pengetahuan
dan fakta sejarah yang pasti.14
Dengan demikian, kritik harus bertujuan untuk memperoleh kebenaran dan
kejelasan. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa
kritik matan hadis adalah suatu upaya dalam bentuk kegiatan penelitian dan
penilaian terhadap suatu matan hadis Rasulullah SAW. untuk menentukan
kualitas, mutu, dan tingkatan suatu hadis, agar dapat diketahui apakah hadis
tersebut merupakan hadis yang sahīh atau malah termasuk pada hadis yang dha’if,
9
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. II;
Jakarta: Balai Pustaka,1989), h. 466.
10
Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadist (Jakarta: al-Ma`arif, 1974), .h.23.
11
Ahmad Fudhaili, Perempuan Dilembaran Suci: Kritik atas Hadis-hadis Sahih
(Yogyakarta: Pilar Media, t.th), h. 26-27.
12
Bustamin dan M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis, h. 7.
13
M. Mustafa al-‘Azamiy, Manhaj al Naql ‘inda al Muhadditsin: Nasy’atuhu wa
Tarikhutuhu (Riyadh: Maktabat al Kautsar, 1990), h. 5.
14
Amar Fathan, Naqdu Matani al-Hadis 'Inda al-Shahabah: Al-Sayyidah 'A'isyah
Radhiyallhu anha Namudzajan, h. 89.
5
dimana dalam prosesnya diawali dengan melakukan kritik terhadap sanad hadis
terlebih dahulu.15
Sejak pada masa Rasullulah SAW. masih hidup kritik matan hadis
sesungguhnya sudah ada akan tetapi dari segi sifatnya masih sangat sederhana. Ini
disebabkan karena masih banyak sahabat-sahabat yang masih hidup, sehingga
apabila muncul perselisihan atau kejanggalan dalam hadis maka kebenarannya
langsung ditanyakan kepada yang bersangkutan yaitu Rasullulah SAW.16 Beliau
akan memberikan penjelasan apa yang dimaksud dengan perkataan atau
perbuatannya, karena beliau adalah sebagai subyek yang paling mengetahui
maksud tindakan atau perkataannya.17 Motif kritik pemberitaan ḥadis masa ini
bercorak konfirmasi, klarifikasi, dan upaya memperoleh testimoni yang target
akhirnya menguji validitas keterpecayaan berita (al-Istisaq).
Kritik matan pada masa Rasulullah SAW. ini bertujuan supaya umat Islam
lebih meyakini suatu berita yang bersumber dari Rasullulah SAW. Tujuan
dilakukannya pengecekan ulang suatu berita atau riwayat oleh sahabat ini
bukanlah didasari atas rasa curiga, akan tetapi hanya untuk memastikan bahwa
suatu berita atau riwayat yang diterimanya asli dari Rasullulah SAW. Oleh sebab
itu, tidak heran apabila pada zaman Rasulullah SAW. kritik hadis ini minim sekali
dan juga masih sangat terbatas untuk lingkupannya.
Kritik matan pada zaman Rasullulah SAW. masih mudah dilakukan, sebab
kebenaran tentang suatu keabsahan hadis terletak ditangan Rasulullah SAW.
sendiri. Berbeda dengan setelah Rasullulah SAW. wafat, kritik hadis sudah tidak
bisa dilaksanakan secara langsung dengan bertanya kembali pada Rasulullah
Muhammad SAW., akan tetapi menanyakannya kepada pihak-pihak yang turut
mendengarkan atau menyaksikan hadis itu langsung dari Rasulullah SAW.18
15
Aulia Diana Devi, ‘Studi Kritik Matan Hadist’, h. 301.
16
Khabibi Muhammad Luthfi, ‘Kritik Matan Sebagai Metode Utama dalam Kesahihan
Hadist Rasulullah’, h. 204.
17
Ahmad Fudhaili, Perempuan Dilembaran Suci: Kritik atas Hadis-hadis Sahih, h. 64.
18
Aulia Diana Devi, ‘Studi Kritik Matan Hadist’, h. 296-297.
6
Setelah Rasulullah wafat, budaya kritik hadis ini diteruskan oleh para
sahabat. Maksud kritik matan pada periode ini adalah sikap ketelitian para sahabat
terhadap suatu berita yang dianggap ada kejanggalan pada pemahaman mereka,
sehingga menguji kebenarannya melalui Rasulullah SAW. untuk memberitahu
bahwa dalam suatu periwayatan hadis itu supaya tidak terjadi kebohongan dengan
menggunakan nama beliau (Rasulullah SAW.). prosedur transfer berita hadis
antar sahabat ini hanya bermodal kemampuan kecermatan dalam periwayatan.
Bisa jadi yang harus dicermati dan lebih diperhatikan lagi ialah maksimalnya
kemampuan indra lebih-lebih indra penghilatan dan pendengaran, kemampuan
dhabit, serta kecermatan pemahaman dalam memahami realita ke-hadis-an di
zaman Rasullulan SAW. Sedangkan tingkatan dari ukuran kejujuran keagamaan,
seluruh sahabat Rasullulah SAW. sudah tidak diragukan lagi.19
Pada periode sahabat, tradisi kritik matan yang dilakukan adalah sebagai
upaya dalam meneliti isi hadis dengan cara mencocokkannya kembali apa yang
pernah didengar sendiri dari Rasulullah SAW., lalu selanjutnya dibandingkan
dengan al-Qur’an. Artinya pada periode sahabat ini sudah menerapkan metode
muqāranah juga sudah melakukan metode mu’radah. Akan tetapi pada metode
mu’āradhah yang dilakukan oleh para sahabat belum sepesat yang dilakukan oleh
para tabi’in.20
Kemudian setelah tradisi kritik matan hadis yang dilakukan oleh para
sahabat, lalu dilanjutkan pada tabi’in atau yang biasa disebut dengan periode
pasca sahabat. Kritik matan ini dimulai dengan ditandai penyebaran hadis yang
semakin banyak dan melebar luas, sehingga mengakibatkan banyak bermunculan
matan-matan hadis maudhu’.21 Pada masa ini, para tabi’in melakukan penelitian
matan dengan cara mu’aradhah.22
19
Aulia Diana Devi, ‘Studi Kritik Matan Hadist’, h. 297.
20
Masrukhin Muhlis, ‘Kritik Matan Hadis Studi Komparatif Antara Sarjana Muslim dan
Sarjana Barat’, Jurnal Al-Qalam vol. 34, no. 1 (2017), h. 170.
21
Khabibi Muhammad Luthfi, ‘Kritik Matan Sebagai Metode Utama dalam Kesahihan
Hadist Rasulullah’, h. 204.
22
Suryadi dan M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadis (Yogyakarta: Teras,
2014), h. 146.
7
Pada masa tabi’in setidaknya ada tiga bentuk upaya yang dilakukan dalam
menjaga otentisitas ḥadῑṡ. Pertama, dilakukannya kodifikasi hadis oleh al-Zuhri
atas perintah Umar bin Abdul Aziz. Kedua, lahirnya ilmu kritik ḥadῑs dalam arti
sesungguhnya. Hal ini berdasarkan pada pendapat Ibn Rajab yang mengatakan
bahwa Ibnu Sirrin karena keluasan ilmunya, merupakan pelopor dalam kritik rawi.
Ketiga, diawali oleh beberapa orang ṣaḥabat, semisal Jabir, pada periode ini
terdapat semangat pelacakan ḥadis yang sungguh luar biasa. Untuk meneliti satu
hadis saja, mereka sampai keluar daerahnya, yaitu dengan melakukan rihlah untuk
mencari dan meneliti hadis.23
Tahapan perkembangan metode kritik dan wilayah pemusatan aplikasi
kaidahnya tampak kecenderungan umum menguji mutu matan dan kondisi sanad
saling dikaitkan. Bahkan terjelma semacam konsensus di lingkungan muhadditsin
bahwa kritik sanad merupakan prasyarat bagi kelayakan untuk ditindaklanjuti
dengan kritik matan ḥadῑṡ.
Apabila pada periode sahabat kritik hadis dilakukan semata-mata guna
memperoleh kemantapan pemberitaan, maka pada pasca fitnah, segala langkah
metodologis kritik sanad dan matan diorientasikan pada maksud tujuan pemikiran
maqbul (diterima sebagai ḥujjah syar‟iyyah) atau harus mardud (ditolak). 24
Berdasarkan alur perkembangan kritik matan hadis tersebut, dapat
disimpulkan bahwa ilmu kritik matan hadis dari masa kemasa selalu mengalami
perkembangan yang menghasilkan teori-teori baru dan melebar, sehingga kritik
matan hadis menjadi sebuah lapangan keilmuan yang sejajar dengan ilmu-ilmu
hadis lainnya.25
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seiring berkembangnya zaman,
penelitian ahli hadis terhadap kritik matan hadis semakin berkembang, baik dalam
rangka pembuktian atas perhatian ulama terdahulu terhadap kritik matan maupun
dalam rangka pendalaman metode kritik matan itu sendiri.
23
Bustamin dan M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis, h. 61.
24
Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis (Yogyakarta: Kalimedia, 2016), h. 36-37.
25
Dilan Imam Adilan, ‘Analisis Naqd Al-Mutn Ummul Mukminin’, Jurnal Diroyah, vol.
4, no. 2 (2020), h. 121.
8
26
Ibnu ash-Shalah, ‘Ulum al-Hadits: Muqaddimah Ibnu Shalah (Madinah: al-Maktabah
al-Ilmiyah, 1972), h. 10.
27
Nur al-Din ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulum al-Hadits (Damaskus: Dar al-Fikr, 1979), h.
428-429.
9
dan ‘illat. Apabila merujuk pada pengertian hadis shahih yang telah dikemukakan
oleh ulama maka dapat dinyatakan bahwa kaidah mayor bagi keshahihan matan
hadis adalah:
28
Mahmud al-Thahhan, Taisir Musthalah al-Hadis (Surabaya: Bungkul Indah, 1985), h.
117.
29
Salah al-Din al-Adhlabi, Manhaj Naqd al-Matan ‘inda ‘Ulama al-Hadis al-Nabawi
(Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah, 1983), h. 39.
30
Mahmud al-Thahhan, Taisir Musthalah al-Hadis, h. 30.
31
Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 145-149.
10
Adapun kaidah minor bagi matan yang tidak mengandung ‘illat adalah:
matan hadis tidak mengandung idraj (sisipan); matan tidak mengandung ziyadah
(tambahan); matan hadis tidak mengandung maqlub (pergantian lafadz atau
kalimat); tidak terjadi idhthirab (pertentangan yang tidak dapat dikompromikan)
pada matan hadis; dan tidak terjadi kerancuan lafadz dan penyimpangan makna
yang jauh dari matan hadis itu.32
Langkah metodologis kritik matan itu bersandar pada dua kriteria yaitu
hadis maqbul (diterima) dan hadis mardud (ditolak).33 Maqbul memiliki arti yaitu
diterima kemaslahatannya untuk kebutuhan hujjah syariyyah yang diketahui
melalui data fatwa atas keunggulan sifat eksistensi hadisnya atau diterima karena
tidak saling bertentangan dengan al-Qur’an dan merupakan hadis yang memiliki
kualitas lebih tinggi. Dan sebaliknya jika mardud ialah ditolaknya karena
bertentangan dengan Al-Qur’an. Dengan demikian untuk keduanya tidaklah
bersandar kepada kriteria antara benar atau salah berdasarkan penilaian keilmuan
rasional ataupun empiris.34 Apabila ketika suatu matan berstatus mardud dan
kemudian dari segi sanad-nya sahīh, maka hadis tersebut dikategorikan sebagai
hadis mukhtalif. Oleh karena itu, jika sempat terjadi mukhtalif al-hadis, maka
dapat diselesaikan dengan cara: metode at-taufiq atau kompromi, al-jam’u, at-
tarjih, nasikh wal mansukh, dan attawaqquf.35
Selanjutnya, setelah diketahui bahwa data sudah memiliki keungggulan
dalam sifat eksistensi hadisnya, kemudian pengumpulan data itu terlihat pada
persyaratan serta kaidah-kaidah yang wajib dipatuhi pada matan hadis yang
berkaitan. Apabila ternyata positif kaidah dan persyaratannya terpenuhi maka ia
32
Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis, h. 149.
33
Munawwir Haris, ‘Kritik Matan Hadis: Versi Ahli-Ahli Hadis’, Jurnal Al-Irfani vol. 1,
no. 1 (2011), h. 11.
34
Muhammad Bakir, ‘Kritik Matan Hadis Versi Muhaddisin dan Fuqoha’: Studi
Pemikiran Hasjim Abbas’, Jurnal Samawat vol. 2, no. 2 (2018), h. 20.
35
Dalhari, ‘Studi Pemikiran Hadis Ulama Mesir: Konsep Imâm al-Syâfi’î tentang Sunnah
dan Solusi Hadis Mukhtalif’, Jurnal Ilmu Ushuludin vol. 10, no. 1 (2011), h. 200-201.
11
36
Aulia Diana Devi, ‘Studi Kritik Matan Hadist’, h. 303.
37
Bustamin dan M. Isa H. A. Salam., Metodologi Kritik Matan, h. 64-65.
38
Khabibi Muhammad Luthfi, ‘Kritik Matan sebagai Metode Utama dalam Kesahihan
Hadist Rasulullah’, h. 215-216.
12
39
Mutmainnah, ‘Metodologi Ulama Hadis dalam Membentengi Hadis dari segi Matan’,
Jurnal al-Thiqah vol. 1, no. 1 (2018), h. 82.
40
Salam dan M. Isa H. A. Bustamin, Metodologi Kritik Matan, h. 71-75.
13
kenabian?, (4) dan menelusuri makna kata-kata yang terdapat dalam matan hadis,
apakah makna kata tersebut ketika diucapkan oleh Nabi SAW. sama maknanya
dengan yang dipahami oleh pembaca atau peneliti.41
41
Salam dan M. Isa H. A. Bustamin, Metodologi Kritik Matan, h. 50.
42
Salam dan M. Isa H. A. Bustamin, Metodologi Kritik Matan, h. 51.
43
Umi Sumbulah, Kritik Hadis: Pendekatan Historis Metodologis (Malang: UIN Press,
2008), h. 26.
14
44
Shalahuddin Ibn Ahmad al-Adhabi, Manhaj Naqd al-Matn ‘inda al-‘Ulama al-hadis
al-Nabawi, terj. M. Qadirun Nur dan Ahmad Musyafiq, Metodologi Kritik matan (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2004), h. 7.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kaidah kritik matan hadis ada dua yaitu kaidah mayor dan kaidah minor.
Adapun tahapan dalam kritik matan secara garis besar ada lima, yaitu:
Menghimpun hadis-hadis yang terjalin dalam tema yang sama, melihat tingkat
keshahihan matan melalui pendekatan hadis, penelitian matan hadis dengan
pendekatan Al-Qur’an, penelitian matan hadis dengan pendekatan bahasa, dan
penelitian matan hadis dengan pendekatan sejarah.
B. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA