Anda di halaman 1dari 18

TAKHRIJ HADITS

KRITIK HADITS ( KRITIK SANAD DAN MATAN )


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Takhrij Hadits yang
diampu oleh :
Prof. Dr. H. M. Suparta, M.A.

oleh:
Muhammad Kodri Kostolani 11170110000059
Nugroho Eka Prasetio 11170110000089

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Taufik, dan Hidayahnya
sehingga pemakalah dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya
yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu pembelajaran
dan penjelasan bagi pembaca dalam mempelajari “Kritik Sanad & Matan Hadits”.
Harapan pemakalah semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan bagi para
pembaca, sehingga penyusun dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik lagi.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Ciputat, 21 Maret 2020

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................2


DAFTAR ISI .....................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................................4
B. Rumusan Masalah ..............................................................................................4
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................6
A. Pengertian dan Sejarah Penelitian (kritik) Sanad dan Matan ............................6
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian Sanad dan Matan ...........................................10
C. Faktor-faktor yang mendorong Penelitian Sanad dan Matan ..........................10
D. Kritik Sanad dan Matan Hadis .........................................................................13
BAB III PENUTUP .............................................................................................17
Kesimpulan ............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................18

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadis merupakan sumber hukum Islam yang pertama setelah Alquran. Dan selain
berkedudukan sebagai sumber hukum juga berfungsi sebagai penjelas, perinci dan
penafsir Alquran, oleh karena itu otentisitas sumber Hadis adalah hal yang sangat
penting. Untuk mengetahui otentik atau tidak nya sumber Hadis tersebut maka kita
harus mengetahui dua unsur yang sangat penting yaitu sanad dan matan. Kedua unsur
tersebut mempunyai hubungan fungsional yang dapat menentukan eksistensi dan
kualitas suatu Hadis.
Sehingga sangat wajar manakala para muhadditsin sangat besar perhatiannya
untuk melakukan penelitian, penilaian dan penelusuran Hadis dengan tujuan untuk
mengetahui kualitas Hadis yang terdapat dalam rangkaian sanad dan matan yang
diteliti, sehingga Hadis tersebut dapat dipertanggungjawabkan keotentikannya. Hal
itu dilakukan oleh Muhadditsin karena mungkin ia menyadari bahwa perawi Hadis
adalah manusia sehingga dalam dirinya terdapat keterbatasan dan kelemahan serta
kesalahan.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka makalah ini mencoba untuk memaparkan
bagaimana melakukan penelitian terhadap sanad dan matan Hadis, yang terlebih
dahulu kita memahami pengertian, tujuan dan manfaat penelitian sanad dan matan
Hadis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang masalah di atas, maka di susunlah Rumusan Masalah
sebagai berikut ;
1. Apa pengertian Kritik Sanad dan Matan Hadits?
2. Bagaimana sejarah Penelitian Sanad dan Matan?
3. Apa tujuan dan manfaat Penelitian Sanad dan Matan?
4. Faktor apa saja yang mendorong Penelitian Sanad dan Matan?
5. Bagaimana dalam Kritik Sanad dan Matan hadits?
C. Tujuan Penulisan

4
Penulisan Makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Pengertian Kritik Sanad dan Matan Hadits
2. Sejarah penelitian sanad dan matan
3. Tujuan dan manfaat penelitian sanad dan matan
4. Faktor yang mendorong penelitian sanad dan matan
5. Kritik Sanad dan Matan Hadits

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Sejarah Penelitian (kritik) Sanad dan Matan


Kata penelitian (kritik) dalam ilmu hadis sering dinisbatan pada kegiatan

penelitian hadis yang disebut dengan al-Naqd ( ‫ )النقد‬yang secara etimologi


adalah bentuk masdar dari ( ‫ينقد‬-‫ )نقد‬yang berarti mayyaza, yaitu memisahkan
sesuatu yang baik dari yang buruk.1 Kata al- Naqd itu juga berarti “kritik”
seperti dalam literatur Arab ditemukan kalimat Naqd al kalam wa naqd al
syi’r yang berarti “ mengeluarkan kesalahan atau kekeliruan dari kalimat dan
puisi atau Naqd al- darahim yang berarti : memisahkan uang yang asli dari
yang palsu.2
Di dalam ilmu Hadis, al Naqd berarti :

‫ا و‬JJ‫رواة توثيق‬JJJ‫عيفة و االحكم على ال‬JJ‫حيحة من الض‬JJ‫اديث الص‬JJ‫يز اال ح‬JJJ‫تمي‬


‫تجريحا‬
“ Memisahkan Hadits-hadits yang shahih dari yang dha’if, dan menetapkan
para perawinya yang tsiqat dan yang jarh (cacat)”.3

Obyek kajian dalam kritik atau penelitian Hadis adalah : Pertama,


pembahasan tentang para perawi yang menyampaikan riwayat Hadis atau
yang lebih dikenal dengan sebutan sanad, yang secara etimologi mengandung
kesamaan arti dengan kata thariq yaitu jalan atau sandaran sedangkan menurut
terminologi, sanad adalah jalannya matan, yaitu silsilah para perawi yang
memindahkan (meriwayatkan) matan dari sumbernya yang pertama. 4Maka
1
Al Munjid fi al-Lughat wa al-A’lam ( Beirut : Dar al Masyriq, , 1994), cet 34. h.830.
2
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta : Mutiara Sumber Widya, , 2001) cet I. h. 329.
3
M.M ‘Azami, Manhaj al Naql ‘inda al Muhadditsin : Nasy’atuhu wa Tarikhutuhu (Riyadh : Maktabat al
Kautsar, 1990) cet.III, h.5.
4
Ajjaj al khatib, Ushul al Hadist (terj) oleh Qadirun Nur dan Akhmad Musyafiq (Jakarta : Gaya Media
Pratama,1998), cet I, h.32

6
pengertian kritik sanad adalah penelitian, penilaian, dan penelusuran sanad
Hadis tentang individu perawi dan proses penerimaan Hadis dari guru mereka
dengan berusaha menemukan kesalahan dalam rangkaian sanad guna
menemukan kebenaran yaitu kualitas Hadis.
Kedua, pembahasan materi atau matan Hadis itu sendiri. Yang secara
etimologi memiliki arti sesuatu yang keras dan tinggi (terangkat) dari tanah. 5
Sedangkan secara terminologi, matan berarti sesuatu yang berakhir padanya
(terletak sesudah) sanad, yaitu berupa perkataan. 6Sehingga kritik matan adalah
kajian dan pengujian atas keabsahan materi atau isi hadis.
Apabila kritik diartikan hanya untuk membedakan yang benar dari yang
salah maka dapat dikatakan bahwa kritik Hadis sudah dimulai sejak pada
masa Nabi Muhammad, tapi pada tahap ini , arti kritik tidak lebih dari
menemui Nabi saw dan mengecek kebenaran dari riwayat (kabarnya) berasal
dari beliau. Dan pada tahap ini juga, kegiatan kritik Hadis tersebut sebenarnya
hanyalah merupakan konfirmasi dan suatu proses konsolidasi agar hati
menjadi tentram dan mantap.7 Oleh karena itu kegiatan kritik hadis pada masa
nabi sangat simple dan mudah, karena keputusan tentang otentisitas suatu
hadis ditangan nabi sendiri.
Lain halnya dengan masa sesudah nabi wafat maka kritik Hadis tidak
dapat dilakukan dengan menanyakan kembali kepada nabi melainkan dengan
menanyakan kepada orang atau sahabat yang ikut mendengar atau melihat
bahwa Hadis itu dari nabi seperti : Abu Bakar al-Shidiq, Umar bin Khattab,
Ali bin Abi Yhalib, Aisyah dan Abdullah Ibn Umar.8
Pada masa Sahabat, kegiatan kritik Hadis dilakukan oleh Abu Bakar al
shidiq. Seperti yang dikatakan oleh Al Dzahabi bahwa “ Abu Bakar adalah
orang pertama yang berhati-hati dalam menerima riwayat hadis” dan juga

5
Mahmud at Thahan, Ulumul Hadis (Jakarta : Titian Ilahi Press, 1997) cet VII,h.140
6
Ibid.
7
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, h.330.
8
Ibid. Hlm.329.

7
yang dikatakan oleh Al Hakim bahwa “ Abu Bakar adalah orang pertama yang
membersihkan kebohongan dari Rasul SAW”.9
Sikap dan tindakan kehati-hatian Abu Bakar telah membuktikan begitu
pentingnya kritik dan penelitian Hadis. Diantara wujud penerapannya yaitu
dengan melakukan perbandingan di antara beberapa riwayat yang yang ada
seperti contohnya :
“Pengalaman Abu Bakar tatkala mengahadapi kasus waris untuk seorang
nenek. Suatu ketika ada seorang nenek menghadap kepada khalifah Abu
Bakar yang meminta hak waris dari harta yang ditinggalkan cucunya. Abu
Bakar menjawab, bahwa kami tidak melihat petunjuk al Quran dan praktik
nabi yang memberikan bagian harta waris kepada nenek. Kemudian Abu
Bakar bertanya kepada para sahabat, al Mughirah Ibn Syu’bah menyatakan
kepada Abu Bakar, bahwa Nabi telah memberikan bagian harta waris kepada
nenek sebesar seperenam bagian. Al Mughirah mengaku hadir pada waktu
Nabi menetapkan kewarisan nenek tersebut. Mendengar pernyataan tersebut,
Abu Bakar meminta agar al Mughirah menghadirkan saksi tentang riwayat
yang sama dari rasul SAW, maka Muhammad Ibn Maslamah memberikan
kesaksian atas kebenaran pernyataan al Mughirah dan akhirnya Abu Bakar
menetapkan kewarisan nenek dengan memberikan seperenam bagian
berdasarkan hadis nabi yang disampaikan oleh al Mughirah”.10
Setelah periode Abu Bakar, maka Umar bin Khattab melanjutkan upaya
yang dirintis pendahulunya dengan membakukan kaidah-kaidah dasar dalam
melakukan kritik dan penelitian Hadis. Ibn Khibban menyatakan bahwa
sesungguhnya Umar dan Ali adalah sahabat yang pertama membahas tentang
para perawi Hadis dan melakukan penelitian tentang periwayatan Hadis, yang
kegiatan tersebut kemudian dilanjutkan para ulama setelah mereka.11
Demikian pula Aisyah, Abdullah ibn Umar, Abu ayyub al Anshari serta
sahabat lainnya juga melakukan kritik Hadis, terutama ketika menerima
riwayat dari sesama sahabat, seperti yang dilakukan Abu Ayyub al Anshari

9
Ibid. Hlm. 329.
10
Ibid. Hlm.329.
11
Ibid.

8
dengan melakukan perjalanan ke Mesir hanya dalam rangka mencocokkan
sebuah Hadis yang berasal dari ‘Uqbah ibn Amir.12
Seiring dengan perluasan daerah Islam, Hadis pun mulai tersebar luas ke
daerah-daerah di luar Madinah sehingga mendorong lahirnya pengkajian dan
penelitian Hadis seperti di Madinah dan Irak. Kegiatan itu pasca sahabat
dilanjutkan para tabi’in yang berkonsentrasi pada kedua daerah tersebut.13
Menurut Ibn Khibban yang dikutip oleh M.M.Azami.14 bahwa setelah
Umar dan Ali di Madinah pada abad pertama Hijrah muncul tabi’in kritikus
Hadis antara lain : Ibn al Musayyab (w. 93 H), al Qasim bin Muhammad bin
Umar (W. 106 H), Salim bin Abdullah bin Umar (w. 106 H), Ali bin Husain
bin Ali (w. 93 H), Abu Sulamah bin Uthbah , Kharidjah bin Zaid bin Tsabit
(w. 100 H), Urwah bin az Zubair (w. 94 H), Abu Bakar bin Abdurrahman bin
al Harist (w. 94H) dan Sulaiman bin Yasir (w. 100 H). Setelah mereka muncul
murid-muridnya di Madinah pada abad kedua yaitu tiga ulama kritikus hadis
yaitu : az Zuhri, Yahya bin Said dan Hisyam bin Urwah. Sedangkan di Irak,
yang terkemuka antara lain adalah : Said bin Jubair, asy sya’bi, thawus, Hasan
al Bashri (w. 110 H) dan ibn Sirrin (w. 110 H), setelah itu muncul Ayyub as
Sakhtiyani dan ibn ‘Aun.
Setelah berakhirnya periode Tabi’in, maka kegiatan kritik dan penelitian
Hadis memasuki era perluasan dan perkembangannya ke berbagai daerah
yang tidak terbatas. Sehubungan dengan itu muncul beberapa ulama kritik
Hadis, antara lain : Sufyan ats Tsuri dari Kuffah (97-161H), Malik bin Anas
dari Madinah (93-179H), Syu’bah dari Wasith (83-100H), al Auza’I dari
Beirut (88-158H), hamad bin salamah dari Bashrah(w.167H), Al laits bin
Sa’ad dari Mesir (w.175H), Ibn Uyaianah dari Mekah (107-198H), Abdullah
bin al Mubarak dari marw (118-181H), Yahya bin Sa’id al Qathan dari Basrah
(w.192H), Waki’ bin al Jarrah dari Kuffah (w.196H), Abdurrahman bin Mahdi
dari Basrah (w.198H) dan Asy Syafi’I dari Mesir (w.204H).

12
Ibid.
13
Ibid.
14
M.M.Azami, Memahami Ilmu Hadis : Telaah Metodologi dan Literatur Hadis,terj. Studies in Hadith :
Methodology and Literature (Jakarta: Lentera,2003), cet ketiga,h.89-91.

9
Ulama-ulama tersebut di atas pada gilirannya melahirkan banyak ulama
mashur di bidang kritik Hadis, antara lain : Yahya bin Ma’in dari Baghdad
(w.233H), Ali bin al Madini dari Basrah (w.234H), Ibn Hanbal dari Baghdad
(w.241H), Abu Bakar bin Abu Syaibah dari Wasith (w.235H), Ishak bin
Rahawaih dari Marw (w.238H) dan lain-lain. Murid-murid dari mereka itu
yang tersohor adalah antara lain : Adz Dzuhali, Ad Darimi, Al Bukhari, Abu
Zur’ah ar Razi, Abu Hatim ar Razi, Muslim bin al Hajjaj an Nisaburi dan
Ahmad bin Syu’aib.
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian Sanad dan Matan
Tujuan pokok dari penelitian sanad dan matan Hadis adalah untuk
mengetahui kualitas suatu Hadis, karena hal tersebut sangat fungsional
berhubungan dengan kehujjahan Hadis. Suatu Hadis dapat dijadikan hujjah
(dalil) dalam menetapkan hukum apabila Hadis tersebut telah memenuhi
syarat-syarat diterimanya (maqbul) suatu Hadis.15Adapun Hadis yang perlu
diteliti adalah Hadis yang berkategori ahad, yaitu yang tidak sampai kepada
derajat mutawatir, karena Hadis kategori tersebut berstatus Zhanni al Wurud.16
Sedangkan terhadap Hadis mutawatir, para ulama tidak menganggap
perlu untuk melakukan penelitian lebih lanjut, karena Hadis kategori tersebut
telah menghasilkan keyakinan yang pasti bahwa Hadis tersebut berasal dari
Nabi SAW, meski demikian tidaklah berarti bahwa terhadap Hadis mutawatir
tidak dapat dilakukan penelitian lagi. Jika hal itu dilakukan hanya bertujuan
untuk membuktikan bahwa benar Hadis tersebut berstatus mutawatir, bukan
untuk mengetahui kualitas sanad dan matan nya sebagaimana yang dilakukan
terhadap Hadis ahad.17
C. Faktor-faktor yang mendorong Penelitian Sanad dan Matan
Adapun faktor-faktor yang mendorong perlunya penelitian sanad dan
matan diantaranya adalah.18:
1. Kedudukan Hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam

15
Bustamin dan M.Isa H.A.Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta:Raja Grafindo Persada,2004),Cet.I,h.7.
16
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta:Bulan Bintang,1992) h.29.
17
Ibid.
18
M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta :Bulan Bintang,1995) cet.II, h.85.

10
Diterimanya Hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam merupakan
keniscayaan, karena begitu luas ruang lingkup Alquran di satu sisi dan
keterbatasan manusia manusia dalam memahami Alquran di sisi yang lain.
Maka terhadap hal ini Nabi Muhammad SAW bertugas menjelaskan
secara rinci dan juga mendapat legitimasi dari Allah dan umat pengikutnya
berkewajiban mengikutinya. Ayat Alquran yang berkaitan dengan perintah
tersebut antara lain :
a. Q.S. al Hasyr ayat 7 :

‫ا َت ٰى ُك ُم ٱلرَّ سُو ُل َف ُخ ُذوهُ َو َما َن َه ٰى ُكمۡ َع ۡن ُه َفٱن َتهُو ۚ ْا َوٱ َّتقُو ْا ٱهَّلل ۖ َ إِنَّ ٱهَّلل َ َشدِي ُد ۡٱل ِع َقاب‬
“... apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”

b. Q.S. al Imran ayat 32 :

َ‫ُوا ٱهَّلل َ َوٱل َّرسُو ۖ َل فَإِن تَ َولَّ ۡو ْا فَإ ِ َّن ٱهَّلل َ اَل يُ ِحبُّ ۡٱل ٰ َكفِ ِرين‬
ْ ‫قُ ۡل أَ ِطيع‬
“Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling,
Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir"

2. Tidak seluruh Hadis ditulis pada masa nabi SAW


Bahwa Hadis nabi lebih sedikit yang ditulis dibanding dengan yang
diriwayatkan secara hafalan di kalangan para sahabat dan itu pun belum
mendapat pengujian (cek ulang) di hadapan Nabi SAW, sehingga Hadis
Nabi, baik yang telah maupun yang belum di tuliskan pada masa Nabi
SAW perlu di lakukan penelitian lebih lanjut terhadap para perawi dan
periwayatannya sehingga tingkat validitasnya suatu riwayat dapat
dibuktikan.
3. Munculnya Pemalsuan Hadis
Berbagai faktor yang mendorong pemalsuan Hadis menyebabkan
banyak bermunculan Hadis-hadis palsu, akhirnya umat Islam mengalami
kesulitan untuk mengetahui Hadis yang benar-benar dapat

11
dipertanggungjawabkan dan yang asli berasal dari Nabi SAW. Oleh
karena itu mendorong kegiatan penelitian Hadis semakin penting.
Dalam kaitan ini, ulama Hadis bekerja keras dan dengan kesungguhan
menyelamatkan Hadis-hadis Nabi SAW, yaitu berupa penyusunan
beberapa kaidah dan ilmu Hadis secara ilmiah untuk dapat di pergunakan
penelitian Hadis. Sehingga sanad Hadis menjadi sanngat penting, begitu
juga dengan penelitian terhadap pribadi para perawi yang telah
memperoleh suatu Hadis adalah bagian terpokok dalam penelitian Hadis.
Oleh Karena itu kegiatan penting yang dilakukan para ulama Hadis, selain
penghimpunan Hadis adalah juga pengkajian sejarah para perawi Hadis itu
sendiri.
4. Lamanya Masa Pengkodifikasian Hadis
Pengkodifikasian Hadis secara resmi baru dilakukan pada masa
pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd Aziz (99-101 H). Muhammad ibn
Muslim ibn Syihab az Zuhri adalah satu diantara ulama yang berhasil
melaksanakan perintah khalifah Umar ibn Abd Aziz dalam penghimpunan
Hadis, dan hasil karyanya tersebut selanjutnya di kirim oleh Khalifah ke
berbagai daerah untuk dijadikan bahan penghimpunan Hadis selanjutnya.
Jarak waktu antara masa penghimpunan Hadis dengan masa Nabi SAW
yang cukup lama, mengakibatkan Hadis-hadis yang terhimpun dalam
berbagai kitab menuntut penelitian yang seksama dari Hadis yang tidak
dapat dipertanggung jawabkan ke shahihan nya.
5. Beragamnya Metode Penyusunan Kitab-Kitab Hadis
Tidak seragamnya metode dan sistimatika penyusunan kitab-kitab
Hadis pada masa penghimpunan, maka para ulama Hadis menilai dan
membuat kreteria tentang peringkat kualitas kitab-kitab Hadis, seperti : al
Kutub al Khamsah, al Khutub al Sittah dan al Kutub al Sab’ah, yaitu
berupa kita-kitab Hadis yang standar. Kriteria yang tidak seragam tersebut
selanjutnya akan menghasilkan kualitas Hadis-hadisnya tidak selalu sama.
Oleh karena itu untuk mengetahui kesahihan suatu Hadis yang termuat
dalam kitab-kitab tersebut maka diperlukan adanya penelitian. Kegiatan

12
penelitian tersebut akan dapat menentukan kualitas para periwayat yang
termuat dalam berbagai sanad, apakah memenuhi syarat atau tidak.
6. Adanya Periwayatan Hadis Secara makna
Sebagian sahabat ada yang membolehkan periwayatan Hadis secara
makna, seperti Ali ibn Abi Thalib, Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn
Mas’ud, Anas ibn Malik, Abu Hurairah dan Aisyah serta sahabat yang lain
secara ketat melarang periwayatan hadis secara makna, seperti : Umar ibn
al Khattab, Abdullah ibn Umar dan Zaid ibn Arqam.
Kalangan sesudah sahabat terdapat juga para ulama yang
membolehkan periwayatan Hadis secara makna, namun dengan syarat-
syarat tertentu, seperti perawi yang bersangkutan harus memiliki
pengetahuan yang mendalam tentanng bahasa Arab, Hadis yang
diriwayatkan bukan bacaan yang bersifat ta’abbudi seperti bacaan shalat
dan periwayatan secara makna mengindikasikan bahwa Hadis tersebut
memiliki matan tertentu dari Rasul SAW.
Sementara itu untuk mengetahui kandungan petunjuk dari suatu
Hadis, terutama Hadis Qauli, terlebih dahulu harus mengetahui redaksi
Hadis yang bersangkutan. Sehingga sangat perlu dilakukan penelitian
Hadis.
D. Kritik Sanad dan Matan Hadits
Kritik terhadap sanad dalam kajian ilmu hadis ditunjukan untuk
mengetahui sisi otentitas sebuah hadis. Apakah sebuah hadis benar-benar
bersumber dari Nabi atau diragukan bersumber dari nabi atau perkataan palsu
yang diatributkan pada Nabi saja. Dari aspek sanad tersebut, seseorang dapat
mengklaim otentitas hadis yang ditelitinya. Secara lebih spesifik dapat
dikatakan bahwa otentitas sanad merupakan suatu kemutlakan dalam
memahami suatu hadis lebih jauh. Pandangan seperti inilah yang oleh
mayoritas ulama hadis.19
Kritik sanad lazimnya dilekatkan pada lima kriteria, yaitu (1) adil
(Integritas Periwayatnya), (2) Dhabith (Intelektual Periwayat), (3) Muttasil
19
Suryadi. Rekonstruksi Sanad dan Matan Dalam Studi Hadis. (Jurnal Esensia. Vol. 2. No. 16. 2015) hlm.
179

13
(Sanadnya Bersambung), (4) ghair syadz (tidak ada kejanggalan), (5) ghair
illah (tidak ada cacat). Tiga kriteria pertama berlaku pada suatu sanad hadis
tertentu, sedang dua kriteria yang terakhir diterapkan pada gabungan dari
beberapa jalur sanad.20
Aspek sanad berkaitan dengan periwayat, sebab kajian sanad pada
dasarnya difokuskan pada kualitas para periwayat dan metode periwayat yang
digunakan. Tanpa mengetahui hal ihwal seputar periwayat hadis, maka lima
kriteria dalam kritik sanad yang telah disebutkan sebelumnya tidak bisa
diidentifikasi secara langsung. Atau dengan kata lain, Sangat tidak mungkin
untuk menelusuri otentitas sanad hadis tanpa mengetahui kondisi periwayat
dalam jalur sanad yang ada.21
Sementara itu, terkait dengan kondisi suatu matan hadis, para Ulama
Klasik berpendapat bahwa suatu sanad yang shahih, pasti matannya shahih
juga, sehingga tidak perlu lagi dilakukan pemahaman atau pemahaman ulang.
Bagi mereka, sanad yang shahih, maka matannya tinggal diamalkan saja.
Keyakinan tersebut berlainan dengan ulama-ulama modern, yang menyatakan
bahwa sanad yang shahih belum tentu matannya shahih. Implikasi dari hal ini,
penelitian hadis tidak boleh terhenti pada aspek sanad saja, tetapi haris
mengkaji matan juga secara kritis.22
Kajian matan selalu merujuk kepada dua kaidah mayor, yaitu: Tidak
janggal (ghair syadz) dan tidak cacat (la illah). Kedua kaidah mayor ini
kemudian dikembangkan menjadi beberapa kaidah minor. Kaidah-kaidah
minor itu biasanya mencakup: 1) tidak bertentangan dengan al-Qur’an; 2)
Tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat; 3) Tidak bertentangan
dengan fakta sejarah; 4) Tidak bertentangan dengan kaidah ilmiah.23
Tujuan dari kajian matan atau ilmu matan disamping untuk mengetahui
otentitas sebuah matan hadis, yang paling utama adalah untuk memahami
matan secara tepat. Hal ini karena pemahaman pada hadis terkandung secara
implisit dalam kritik matan yang diterapkan pada hadis. Tanpa didahului oleh
20
Ibid. Hlm. 179
21
Ibid. Hlm. 180
22
Ibid.
23
Ibid. Hlm. 181

14
pemahaman yang tertanam dalam pikiran terlebih dahulu, maka klaim otentik
tidaknya suatu matan hadis tidak akan bisa dilakukan.24
Adapun salah satu metode kritik sanad dan matan hadis adalah dengan
metode naqd al-hadis. Metode ini pada masa Nabi saw, yaitu melakukan
verivikasi atas informasi yang disandarkan kepada Nabi dengan menanyakan
langsung kebenarannnya kepada Nabil. Menurut Ash-Shiddieqy kaidah naqd
al-hadis dibagi menjadi dua macam.25 Yaitu:
1. An-Naqd al-Kharijiyyun (kritik sanad hadis)
Pada kaidah an-naqd al-kharijiyyun ini membahas tentang cara-cara
pwriwayatan hadis. Sahnya periwayatan. Keadaam rawi, dan kadar
kepercayaam kepada mereka kritik pada umumnya berkisar disekitar
persoalan, yaitu ketersambungan sanad dan kesiqahan rawi. Kritik terhadap
sanad merupakan penyelidikan terhadap kejujuran rawi dalam menyampaikan
sumber hadis yang didapat. Langkah utama dalam meneliti hadis adalah
dengan cara melihat bersambungnya sanad sampai kepada Rasulullah saw
atau tidak. Ada beberapa langkah untuk melihat bersambungnya sanad yaitu,
mencatat semua rawi dalam sanad yang akan diteliti, mempelajari masa hidup
masing-masing rawi, mempelajari sigat tahammul wa al-ada Yaitu bentuk
lafal ketika menerima atau mengajarkan hadis, meneliti guru dan murid.26
2. An-Naqd al-Dakhili (kritik matan hadis)
Bagian ini banyak berbicara hadis itu sendiri. Apakah maknanya shahih
atau tidak dan apa jalan-jalan yang dilalui dalam menuju ksahihannya. Metode
an-Naqd al-dakhili pada umumnya melakukan langkah “membandingkan”
atau “pertanyaan silang” atau “refrensi silang”. Langkah teknis metode al-
naqd al-dakhili dengan mengumpulkan semua yang berhubungan dengan
materi atau informasi, kemudian secara hati-hati membandingkan dengan satu
persatu dengan yang lain, satu infomasi dinilai keakuratan sumber (rawi).27

24
Ibid. Hlm.181
25
Hatta Abdul Malik. Naqd Al-Hadis Sebagai Metode Kritik Kredibilitas Informasi Islam. (Jurnal of
Islamic Studies and Humanities. Vol. 1. No. 1. 2016) hlm. 58
26
Ibid. Hlm. 58-59.
27
Ibid. Hlm. 59-60.

15
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

16
1. Pengertian kritik sanad adalah penelitian, penilaian, dan penelusuran sanad
Hadis tentang individu perawi dan proses penerimaan Hadis dari guru
mereka dengan berusaha menemukan kesalahan dalam rangkaian sanad
guna menemukan kebenaran yaitu kualitas Hadis.
2. Kritik matan adalah kajian dan pengujian atas keabsahan materi atau isi
hadis.
3. Tujuan pokok dari penelitian sanad dan matan Hadis adalah untuk
mengetahui kualitas suatu Hadis, karena hal tersebut sangat fungsional
berhubungan dengan kehujjahan Hadis. Suatu Hadis dapat dijadikan
hujjah (dalil) dalam menetapkan hukum apabila Hadis tersebut telah
memenuhi syarat-syarat diterimanya (maqbul) suatu Hadis.
4. Faktor-faktor yang mendorong perlunya penelitian sanad dan matan
diantaranya : - Kedudukan Hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam
- Tidak seluruh Hadis ditulis pada masa nabi SAW
- Munculnya pemalsuan hadis
- Lamanya Masa Pengkodifikasian Hadis
- Beragamnya Metode Penyusunan Kitab-Kitab Hadis
- Adanya periwayatan hadis secara makna
5. Adapun salah satu metode kritik sanad dan matan hadis adalah dengan
metode naqd al-hadis. Metode ini pada masa Nabi saw, yaitu melakukan
verifikasi atas informasi yang disandarkan kepada Nabi dengan
menanyakan langsung kebenarannnya kepada Nabil. Menurut Ash-
Shiddieqy kaidah naqd al-hadis dibagi menjadi dua macam yaitu:
a. An-Naqd al-Kharijiyyun (kritik sanad hadis)
b. An-Naqd al-Dakhili (kritik matan hadis)

DAFTAR PUSTAKA

Ajjaj al khatib, Ushul al Hadist (terj) oleh Qadirun Nur dan Akhmad
Musyafiq Jakarta : Gaya Media Pratama,1998, Cet I.

17
Al Munjid fi al-Lughat wa al-A’lam, Beirut : Dar al Masyriq, , 1994, cet 3.
Bustamin dan M.Isa H.A.Salam, Metodologi Kritik Hadis, Jakarta:Raja
Grafindo Persada,2004,Cet.I.
Hatta Abdul Malik. Naqd Al-Hadis Sebagai Metode Kritik Kredibilitas
Informasi Islam. Jurnal of Islamic Studies and Humanities. Vol. 1. No. 1.
2016
Mahmud at Thahan, Ulumul Hadis, Jakarta : Titian Ilahi Press, 1997. cet VII.
M.M ‘Azami, Manhaj al Naql ‘inda al Muhadditsin : Nasy’atuhu wa
Tarikhutuhu, Riyadh : Maktabat al Kautsar, 1990. cet.II.
M.M.Azami, Memahami Ilmu Hadis : Telaah Metodologi dan Literatur
Hadis,terj. Studies in Hadith : Methodology and Literature (Jakarta: Lentera,
2003. Cet 3.
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta:Bulan Bintang,
1992.
M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, Jakarta : Bulan Bintang,
1995. cet.II.
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, Jakarta : Mutiara Sumber Widya, , 2001. cet I.
Suryadi. Rekonstruksi Sanad dan Matan Dalam Studi Hadis. Jurnal Esensia.
Vol. 2. No. 16.

18

Anda mungkin juga menyukai