Anda di halaman 1dari 35

KRITIK SANAD

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi AlHadist: Teori dan Metodologi
Dosen Pengampu Bapak Prof. Dr. Nizar Ali, M. Ag

Disusun oleh
Siti Mahdzuroh ( 1520410001 )

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB


PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
November, 2015

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan ridloNya pula penulis dapat menyelesaikan makalah ini, dengan harapan semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, selain itu penulisan makalah ini
dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan melengkapi bahan-bahan studi
ilmiah studi al-hadist: teori dan metodologi tentang kritik sanad
Penulis menyadari bahwa materi yang disampaikan dalam makalah ini
masih belum sempurna dan mempunyai banyak kekurangan. Tak ada yang
sempurna di dunia ini dan kesempurnaan hanyalah milik Allah, begitu juga
dengan kekurangan yang ada dalam makalah ini,makalah ini belum bisa sempurna
tanpa adanya kritik dari para pembaca dan saran yang membangun serta bisa
membantu untuk menyempurnakanya.
Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini baik berupa moril maupun materil,
diantaranya:
1.

Terima kasih kepada dosen mata kuliah studi al-hadist: teori dan
metodologi yang telah membimbing kami sehingga bisa terselesaikan

2.

makalah ini dengan baik


Terima kasih penulis tujukan kepada orang tua yang turut membantu

3.

secara tidak langsung melalui doa dan motivasinya


Terima kasih kepada teman-teman yang telah meminjamkan buku untuk
dijadikan referensi dalam menyelesaikan makalah

Selama proses penulisan makalah ini penulis banyak menerima masukan,


motivasi, dan bantuan pikiran dari
Yogyakarta, 1 November 2015
berbagai pihak, semoga Allah SWT
membalas semua kebaikan.
Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I, PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................1
1.3 Tujuan ..................................................................................................2
BAB II, PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kritik Sanad ........................................................................3
2.2 Urgensi Kritik Sanad .............................................................................4
2.3 Kriteria Kesahihan Sanad ......................................................................8
2.5 Berbagai Pendekatan dalam Menilai Perawi ........................................10
2.5 Ilmu yang Terkait tentang Sanad..................................... 15
2.6 Penelitian Sanad .............................................................17
2.6.1 Itibar dan Pembuatan Skema........................................17
2.6.2 Meneliti Kualitas Periwayat dan Metode Periwayatan
................................................................................22
2.6.3 Menyimpulkan Hasil ...............................................27
BAB III, PENUTUP
3.1.......................................................................................Kesi
mpulan ..........................................................................28
3.2.......................................................................................Sara
n ....................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA .....................................................30

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Sumber ajaran islam adalah al-Quran dan hadist. Keduanya


mempunyai peranan penting dalam kehidupan umat islam
walaupun terdapat perbedaan dari segi penafsiran dan aplikasi,
namun para ulama sepakat bahwa keduanya dijadikan pedoman
utama. Oleh karena itu kajian-kajian terhadap keduanya tak
pernah terhenti seiring dengan perkembangan zaman.
Kajian terhadap hadist Nabi memang menarik, bahkan hingga
sekarang kajian terhadap hadist Nabi baik yang berupa kritik
terhadap otentitasnya maupun metode pemahamanya terus
berkembang mulai dari tekstualitas hingga kontekstualitas, dari
yang bersifat dogmatis hingga kritis, dari model literal hingga
liberal.
Telah banyak problem yang menimpa keotentikan hadist,
sehingga perlu dilakukan sejumlah rangkaian penelitian terhadap
hadist Nabi. Penelitian tersebut dilakukan atas objek hadist itu
sendiri yaitu sanad dan matan hadist, karena kedua objek
tersebut berisikan tentang dari mana sumber berita itu
didapatkan dan isi berita tersebut dipertanggung jawabkan
dengan baik.
1.2

Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut sehingga muncullah berbagai


rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah urgensi diadakanya kritik hadist?
2. Bagaimana kriteria keshahihan sebuah sanad?
3. Apa saja pendekatan yang digunakan untuk menilai
perawi?
4. Ilmu apa saja yang terkait dengan sanad?
5. Bagaimana proses dilakukanya sebuah kritik sanad?

1.3

Tujuan

Berdasarkan rumusan makalah tersebut, maka penulisan


makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui urgensi diadakanya kritik hadist
2. Mengetahui kriteria keshahihan sebuah sanad
3. Mengetahui pendekatan-pendekatan yang digunakan
untuk menilai perawi
4. Mengetahui Ilmu-ilmu yang terkait dengan sanad
5. melaksanakan proses dilakukanya sebuah kritik sanad

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kritik Sanad

Secara etimologi sanad berarti jalan atau sandaran.1


sedangkan secara terminologi sanad adalah jalur matan,
yaitu rangkaian para perawi yang memindahkan matan dari
sumber primernya.2
Kajian kritik hadist melahirkan istilah shahih al isnad dan
dhaif al isnad. Istilah pertama mengandung arti bahwa seluruh
jajaran perawi dalam suatu hadist berkualitas shahih, adanya
kebersambungan sanad, dan terbebas dari kerancuan (syadz)
serta cacat (illat). Sedangkan istilah kedua mengacu pada
pemahaman bahwa salah satu atau beberapa jajaran
periwayatanya berkualitas dhaif atau bisa jadi karena tidak
memenuhi krtiteria kesahihan isinya. Dengan demkian bukan
berarti bahwa hadist yang telah diberi level shahih al isnad layak
disandangi shahih al matan atau sebaliknya hadist yang dinilai
dhaif al isnad juga berarti dhaif al matan. Seringkali yang terjadi
adalah sebaliknya, yakni antara sanad dan matan-nya tidak
memiliki kualitas yang sama.
Kata kritik merupakan alih bahasa dari kata Naqd yang
berarti berusaha menemukan kebenaran. Namun kritik yang
dimaksud disini adalah upaya mengkaji hadis rasulullah Saw.
untuk menentukan hadis yang benar-benar datang dari Nabi
Muhammad Saw.
Kritik sanad hadist ialah suatu cara yang sistematis dalam
melakukan penelitian, penilaian, dan penelusuran sanad hadis
tentang individu perawi dan proses penerimaan hadis dari guru
mereka masing-masing dengan berusaha menemukan kekeliruan
dan kesalahan dalam rangkaian sanad untuk menemukan
kebenaran, yaitu kualitas hadis (Shahih, hasan, atau dlaif).
Kritik sanad merupakan upaya meneliti kredibilitas seluruh
jajaran perawi hadist dalam suatu jalur sanad, yang meliputi
1 Bustamin dan M.Isa, Metodologi Kritik Hadist, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), hlm. 5
2 Muhammad Alfatih Suryadilaga dan Suryadi, Metodologi
Penelitian Hadist, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 99

aspek kebersambungan (muttasil), kualitas pribadi dan kapasitas


intelektual perawi, serta aspek syadz dan illat-nya.3
2.2 Urgensi Kritik Sanad
Pada tabel di bawah ini, terdapat pemetaan beberapa
urgensi kritik hadits ditinjau dari sisi perjalanan sejarah kritik
hadits, yaitu sebagai berikut :
N
o
1.

Periode
Masa Hidup
Nabi Saw.

Urgensi Kritik Hadis


1. Memberikan perhatian khusus kepada sumber
agama Islam.
2. Mengokohkan

hati

sahabat

dalam

mengamalkan ajaran Islam.


2.

Masa
Sahabat Abad 1
Hijriyah

1. Tidak seluruh hadist tertulis pada masa Nabi


Saw.
2. Kedudukan hadist sebagai salah satu sumber
ajaran Islam mengharuskan sahabat untuk
bersikap hati-hati dalam menerimanya.
3. Terjadi proses transformasi hadist secara
makna.
4. Terjadi pemalsuan hadis.

3.

Abad 2- 14
Hijriyah

1. Penghimpunan

hadist

secara

resmi

terjadi

setelah berkembangnya pemalsuan hadist.


2. Terkadang
kitab-kitab
hadist
hanya
menghimpun hadist, maka hal ini perlu diteliti
lebih lanjut.
3. Muncul redaksi hadis yang bertentangan

3 Umi Sumbulah, Op. Cit., hlm.31

4.

Abad 15Sekarang

1. Memelihara khazanah keilmuan Islam.


2. Meminimalisir perbedaan pendapat

dalam

kawasan produk hukum syariat.


3. Mendeteksi hadist dhaif dalam kitab-kitab
Islam yang terkadang dijadikannya sebagai
dalil tuntunan amal ibadah.
4. Mengembangkan metodologi penelitian hadist
kearah yang lebih baik agar umat muslim
dapat menghadapi tuduhan orientalis terhadap
otentisitas hadist secara adil.
5. Membangun
sikap
kehati-hatian
memakai

hadis

dipertanggung
ibadah

yang

jawabkan

sehari-hari

atau

tidak
sebaga
bahkan

dalam
dapat
ilandasan
sebagai

landasan dalam menetapkan suatu hukum.

Ada tiga peristiwa penting yang mengharuskan adanya


penelitian sanad hadist: pertama, pada zaman Nabi Muhammad
tidak seluruh hadist tertulis. kedua, setelah zaman Nabi
Muhammad terjadi pemalsuan hadist. ketiga, penghimpunan
hadist secara resmi dan massal terjadi setelah berkembangnya
pemalsuan-pemalsuan hadist. Padahal hadist adalah salah satu
sumber ajaran islam. Hadist sebagai sumber ajaran islam
meniscayakan adanya kepastian validitas bersumber dari Nabi
Muhammad.
Sehingga ada empat faktor penting yang mendorong ulama
hadis mengadakan penelitian sanad hadis, yaitu:4
1. Hadist sebagai salah satu sumber ajaran Islam
Hadist diterima sebagai salah satu sumber ajaran islam
merupakan suatu keniscayaan dilihat dari ruang lingkup dan
jangkauan al-quran serta keterbatasan manusia dalam
memahami petunjuk al-quran. Al-quran sebagai wahyu yang
4 Bustamin dan M.Isa, Op.Cit, hlm. 11-22

qadim dan menjangkau seluruh masa kehidupan manusia, maka


al-quran hanya berbicara dalam hal tertentu yang dijelaskan
secara terinci. Terhadapa ayat-ayat al-quran yang global
maknanya dan tidak membumi bahasanya, Nabi Muhammad
mempunyai tugas untuk menjelaskan dan merinci tujuanya.



Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa
yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
Menurut Ibnu Katsir maksud ayat diatas adalah segala apapun
yang diperintahkan Nabi Muhammad wajib dikerjakan dan segala
apa yang dilarangnya wajib ditinggalkan.


32. Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu
berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang kafir".
Ayat diatas mengajarkan kepada kita bahwa orang yang tidak
mengikuti perintah Allah (melalui quran) dan Rasulnya (melalui
hadist) termasuk orang yang ingkar. Selain itu ayat diatas juga
menunjukkan bahwa sumber ajaran islam ada dua: al-quran dan
hadist.
2. Penulisan hadist
Tentang penulisan hadist ada dua versi yang bertentangan,
versi pertama memerintahkan penulisan hadist dan versi kedua
melarang penulisan hadist.
Kedua hadist tersebut secara lahiriah kelihatanya saling
bertentangan. Untuk memahami kedua hadist tersebut:
Pertama, harus dilihat dari semangat disabdakanya.
Semangat hadist tersebut adalah bahwa sumber ajaran islam,
selain al-quran adalah hadist. Karena pada waktu itu al-quran

dalam proses penulisan bagi sahabat yang tidak


mencampurbaurkan antara al-quran dengan hadist silahkan
menulis hadist dan bagi yang ragu hendaklah menghapus
catatanya selain al-quran.
Kedua, hadist tentang larangan dan perintah menulis hadist,
berbeda waktu disabdakanya dan berbeda pula sahabat yang
dihadapi Nabi Muhammad. Hadist tentang larangan menulis
hadist muncul terlebih dahulu atau ditahun-tahun awal hijriah.
Sementara hadist tentang perintah menulis hadist disabdakan
Nabi Muhammad setelah tahun ketujuh hijriah.
3. Munculnya pemalsuan hadist
hadist mulai terjadi pada masa Ali bin Abi thalib, hadist palsu
muncul pada masa itu didorong oleh faktor politik.
Tujuan pemalsuan hadist bermacam-macam motif dan
motivasinya, ada yang bersifat duniawi dan ada pula yang
bersifat agamawi. Jelasnya, faktor yang mendorong mereka
memalsukan hadist adalah untuk membela kepentingan tertentu;
membela kepentingan politik, membela aliran teologi, membela
madzhab fiqh, memikat hati orang yang mendengar kisahnya,
mendorong orang lain lebih rajin melakukan ibadah tertentu dan
untuk merusak islam.
4. Proses penghimpunan (tadwin) hadist.
Pembukuan hadist secara resmi dan massal dilakukan pada
masa khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ada tiga faktor yang
mendukung keberhasilan pembukuan hadist:
a) Kebutuhan

umat

terhadap

kepastian

hadist

Nabi

Muhammad
b) Jasa-jasa ulama, baik berupa koleksi hadist yang sudah
dimiliki mereka maupun berupa kegiatan pencarian baru
sehubungan

dengan

surat

perintah

khalifah

dan

kerelaan mereka mengirimkanya kepada khalifah


c) Dukungan kekuasaan, untuk mewujudkan niat sucinya
sebagai khalifah, maka beliau mengirimkan surat resmi

kepada seluruh pejabat dan ulama. Isi surat tersebut


agar seluruh hadist Nabi Muhammad dimasing-masing
daerah segera dikumpulkan.
2.3 Kriteria Kesahihan Sanad
Sebuah hadist diklaim berkualitas shahih bila memiliki
beberapa syarat:
1. Kebersambungan sanad
Bagi Imam Bukhari, sebuah sanad baru diklaim bersambung
apabila memenuhi kriteria berikut:
a) Al-liqa, yaitu adanya pertautan langsung antara satu
perawi dengan perawi berikutnya, yang ditandai dengan
adanya sebuah aksi pertemuan antara murid yang
mendengar secara langsung suatu hadist dari gurunya.
b) Al-muasharah, yaitu sanad dibilang bersambung
apabila terjadi persamaan masa hidup antara seorang
guru dengan muridnya.
2. Perawi bersifat adil
Terdapat beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para
ulama tentang aspek keadilan perawi.
Al-Hakim dan al-Naisaburi, menyatakan bahwa adalah
seorang muhaddith dipahami sebagai seorang muslim, tidak
berbuat bidah dan maksiat yang dapat meruntuhkan
moralitasnya.5
Ibnu Shalah berpendapat bahwa seorang perawi disebut
memiliki sifat adil jika dia seorang yang muslim, baligh, berakal,
memelihara moralitas (muruah) dan tidak berbuat fasiq.6

5 Abdullah Muhammad bin Abdullah bin Muhammad al-Hakim alNaisaburi, Marifah Ulum al Hadist, (Kairo: Maktabah alMutannabi, t.th), hlm.53

Ahmad M. Syakir berpendapat bahwa seorang perawi yang


adil jika dia seorang muslim, baligh, berakal, memelihara
moralitas dan dapat dipercaya beritanya.7
3. Perawi bersifat dhabit
Menurut Syarkhasi, bahwa dhabit mengandung makna
sebagai tingkat kemampuan dan kesempurnaan intelektualitas
seseorang dalam proses penerimaan hadist, mampu memahami
secara mendalam makna yang dikandungnya, menjaga dan
menghafalnya semaksimal mungkin hingga pada waktu
penyebaran dan periwayatan hadist yang didengarnya tersebut
kepada orang lain, yakni hingga proses penyampaian hadist
tersebut kepada orang lain (adaal hadist). Dengan demikian
dituntut adanya konsistensi mulai dari proses tahammul hingga
adl-nya. Artinya bahwa hadist yang disebarkan itu sama persis
namun tidak harus secara redaksional dengan hadist yang
diterimanya dahulu.8
Ajjaj al Khathib menyajikan informasi dabt ini sebagai
intensitas intelektual seorang perawi tatkala menerima sebuah
hadist dan memahaminya sebagaiman yang didengarnya, selalu
menjaganya hingga saat periwayatanya, yakni hafal dengan
sempurna jika ia meriwayatkanya berdasarkan hafalanya, paham
dengan baik makna yang dikandungnya, hafal benar terhadap
tulisanya, dan paham betul akan kemungkinan adanya
perubahan (tahrif), penggantian (tabdil) maupun pengurangan

6 Ibnu Shalah, Ulum al-Hadist, ( Beirut: al-Maktab al-Ilmiyah,


1981), hlm. 84
7 Ahmad Muhammad Syakir. Al-Baits al-Hathith Syarh Ikhtishar
Ulum al Hadist, (Beirut: Dar al-Tsaqafah al Islamiyah, t.th),
hlm.112
8 Muhammad Lukman al-Salafi, Ihtimam al-Muhadditsin bi Naqd
al-Hadist Sanadan wa Matnan, (Riyadh: Ttp, 1987), hlm. 2122113

(tanqis) jika ia meriwayatkan hadist tersebut berdasarkan


tulisanya.9
4. Terhindar dari syudzudz
Imam Syafii mengatakan bahwa hadist dinyatakan
mengandung syadz bila hadist yang diriwayatkan oleh seorang
perawi thiqah bertentangan dengan hadist yang diriwayatkan
oleh sejumlah perawi yang juga bersifat thiqah. Dengan
demikian, hadist syadz itu tidaklah disebabkan oleh kesendirian
individu perawi dalam sanad hadist (fard mutlaq) dan juga tidak
disebabkan perawi yang tidak thiqah.
5. Terhindar dari illat.10
Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa hadist yang mengandung
illat adalah hadist yang secara lahir tampak baik, namun
ternyata setelah diteliti lebih lanjut, didalamnya terdapat perawi
yang banyak melakukan kesalahan (ghalt), sanadnya mawquf
atau mursal, bahkan ada kemungkinan masuknya hadist lain
pada hadist tersebut.11
Al-Suyuti, menjelaskan tentang illat sebagai berikut:
a) Sanad tersebut secara lahir tampak shahih, namun
ternyata didalamnya terdapat seorang perawi yang
tidak mendengar sendiri dari gurunya akan hadist yang
diriwayatkan tadi.
b) Sanad hadist tersebut mursal dari seorang rawi yang
thiqah dan hafidz, padahal secara lahir tampak shahih.
9 Muhammad Ajjaj Al-Khatib, Ushul al-Hadist: Ulumuh wa
Mustalahuh, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1975), hlm. 305
10 Umi Sumbulah. Kritik Hadist Pendekatan Historis Metodologis,
(Malang: UIN Malang Press, 2008) hlm. 44
11 M. Syuhudi Ismail, Kaedah Keshahihan Sanad Hadist, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1988), hlm. 132

c) Hadist tersebut mahfudh dari sahabat, dimana sahabat


ini meriwayatkan dari perawi yang berlainan Negara.
2.4
Berbagai Pendekatan dalam Menilai Perawi
1. Meneliti kualitas pribadi periwayat (adil)
Periwayat hadist haruslah adil, kata adil berasal dari bahasa
arab adl menurut bahsasa artinya: pertengahan, lurus, atau
condong pada kebenaran.
Adapun kriteria adil menurut beberapa ulama ada empat butir
sifat adil itu ialah:
a) Beragama islam
b) Mukallaf
c) Melaksanakan ketentuan agama yakni teguh dalam
beragama tidak berbuat dosa besar, biah, dan maksiat.
d) Memelihara muruah yakni kesopanan pribadi yang
membawa pemeliharaan diri manusia pada tegaknya
kebajikan moral dan kebiasaan kebiasaan. Adapun
kriteria adil menurut beberapa ulama ada empat butir
sifat adil itu ialah:
2. Meneliti kapasitas intelektual periwayat (dabit)12
Arti harfiyah dabit ada beberapa macam: yang kokoh, yang
kuat, yang tepat, dan yang hafal dengan sempurna.
Dhabit dibagi menjadi dua:
a. Dhabit shadr, yang penelitianya mencakup 5 hal:
- Buruknya hafalan rawi
- Banyaknya mukhalafah, bertentanganya seorang rawi
-

dengan rawi lainya


Banyak wahm (prasangka), seorang rawi meriwayatkan

hadist dengan jalan prasangka


Banyaknya ghaflah, tidah adanya fathanah karena
perawi

tidak

memiliki

kesadaran

dan

keterjagaan

12 Abdurrahman dan Elan Sumarna. Metode Kritik Hadist,


(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm 134-138

sehingga tidak bias membedakan yang benar dan yang


-

salah
Ghalat, bertambahnya kesalahan perawi dibandingkan

benarnya
b. Dhabit kitab, tidak adanya sumber yang dinukil perawi
Apabila kedua (adil dan dhabit) hal itu dimiliki oleh periwayat
hadis, maka periwayat tersebut dinyatakan sebagai
bersifat tsiqah, istilah tsiqah merupakan gabungan dari sifat adil
dan dabit.
3. Al-Jarh wat-Tadil
Al-Jarh wat-Tadil adalah kritik yang berisi celaan dan pujian
terhadap para periwayat hadis.
Berikut ini akan dikemukakan sebagian dari teori-teori yang
telah dikemukakan oleh ulama-ulama ahli al-jarh wa
tadil berkenaan dengan penelitian para periwayat hadits.13
a.

(at-Tadil didahulukan

atas al-Jarh). Maksudnya adalah jika seorang periwayat


dinilai terpuji oleh seorang kritikus dan dinilai tercela oleh
kritikus lainnya, jadi yang dipilih adalah kritikan yang berisi
pujian. Alasannya adalah sifat dasar periwayat hadits
adalah terpuji sedangkan sifat tercela merupakan sifat
yang

dating

kemudian.

Karenanya

bila

sifat

dasar

berlawanan dengan sifat yang dating kemudian maka


yang

harus

dimenangkan

adalah

sifat

dasarnya.

Pendukung teori ini adalah An-Nasi (w. 303 H / 915 M).


b.

( al-Jarh didahulukan

atas at-Tadil).

Maksudnya

adalah

jika

kritikus

dinilai

tercela oleh seorang kritikus dan dinilai terpuji oleh kritikus

13 Syuhudi Ismail, Op.Cit., hlm. 77-81

yang lainnya, maka yang didahulukan dan yang dipilih


adalah kritikan yang berisi celaan. Alasannya ialah:
- Kritikus yang menyatakan celaan lebih paham terhadap
-

pribadi periwayat yang dicelanya itu.


Yang menjadi dasar untuk memuji seseorang periwayat
adalah persangkaan baik dari pribadi kritikus hadits dan
prasangka baik itu harus dikalahkan bila ternyata ada
bukti tentang ketercelaan yang dimiliki oleh periwayat
yang bersangkutan.
Kalangan ulama hadits, ulama fiqih dan ulama ushul
fiqih banyak yang menganut teori tersebut. Dalam pada
itu, banyak pula ulama kritikus hadits yang menuntut
pembuktian

atau

penjelasan

yang

menjadi

latar

belakang atas ketercelaan yang dikemukakan terhadap


periwayat tersebut.

c.


( Apabla

terjadi pertentangan

antara kritikan yang mencela dan yang memuji, maka


yang harus dimenangkan adalah kritikan yang memuji,
kecuali apabla kritikan yang mencela disertai penjelasan
tentang sebab-sebabnya). Alasannya adalah kritikus yang
mampu menjelaskan sebab-sebab ketercelaan periwayat
yang

dinilainya

periwayat

lebih

tersebut

mengetahui

daripada

terhadap

kritikus

yang

pribadi
hanya

mengemukakan pujian terhadap periwayat yang sama.


d.


(Apabla kritikus yang mengemukakan ketercelaan adalah
orang yang tergolong dhaif, maka kritikannya terhadap
orang yang tsiqh tidak diterima). Maksudnya ialah
apabla

yang

mengkritik

tidak tsiqh, sedangkan

yang

adalah

orang

yang

dikritik

adalah

orang

yang tsiqh,

maka

tidak tsiqh tersebut

kritikan

harus

ditolak.

orang

yang

Alasannya

adalah

karena orang yang bersifat tsiqh dikenal lebih berhati-hati


dan

lebih

cermat

daripada

orang

yang

bersifat

tidak tsiqh. Pendukung teori ini adalah jumhur ulama ahli


kritik hadits.
e.


( Al-Jarh tidak

diterima

kecuali

setelah

ditetapkan

cermat)

dengan

adanya

(diteliti

dengan

kekhawatiran terjadinya kesamaan tentang orang-orang


yang dicelanya). Maksudnya ialah apabla nama periwayat
memiliki kesamaan ataupun kemiripan dengan nama
periwayat lain lalu salah seorang periwayat itu dikritik
dengan celaan, maka kritikan itu tidak dapat diterima,
kecuali telah dapat dipastikan bahwa kritikan itu terhindar
dari kekeliruan akibat adanya kesamaan atau kemiripan
nama tersebut. Alasannya adalah suatu kritikan harus
jelas sasarannya. Dalam mengkritik pribadi seseorang
maka orang yang dikritik haruslah jelas dan terhindar dari
keragu-raguan atau kekacauan. Pendukung teori ini adalah
jumhur ulama ahli kritik hadits.
f.

( AlJarh yang

dikemukakan

permusuhan

dalm

oleh

masalah

orang

yang

keduniawian

mengalami
tidak

perlu

diperhatikan). Alasannya adalah pertentangan pribadi


dalam

masalah

dunia

dapat

menyebabkan

lahirnya

penilaian yang tidak jujur. Kritikus yang bermusuhan


dalam masalah dunia dengan periwayat yang dikritik
dengan celaan dapat berlaku tidak jujur karena didorong
oleh rasa kebencian.

4. Persambungan sanad yang diteliti


Persambungan sanad yang diteliti meliputi lambang-lambang
metode periwayatan dan hubungan dengan metode
periwayatannya. Lambang-lambang digunakan para periwayat
untuk petunjuk tentang metode periwayatan. Dari lambanglambang itu dapat diteliti tingkat akurasi metode periwayatan
yang digunakan oleh periwayat yang termuat namanya
dalam sanad
Sedangkan pada proses menyampaikan hadist terdapat
beberapa metode, diantaranya:14
Al-sima

diantara

metode-metode

lainya.

lambang-

lambang yang digunakan: samina, haddatsani


Al-qiraah: Lambang-lambangnya adalah: qaratu ala
fulan, qaratu ala fulan wa asma fa aqarra bih.
Al-ijazah: Lambang yang digunakan: aku mengizinkan
ijazahku kepadamu yang menggunakan akhbarana,
haddastana, ajazana, ajazali, dan anbani ijazah.
Al munawalah: Lambang yang digunakan: nawalani dan
nawalana.
Al mukatabah:.metode ini dilambangkan dengan: kataba
alayya fulan, akhbarani bihi mukatabah, akhbarani bihi
kitabah.
Al ilm: Adapun lambang yang digunakan: akhbara
ilaman.
Al wasiyyah:

Metode ini diterima dan ditolak oleh

sebagian ulama. Adapun lambangnya: awsha ilayya.


Al wijadah: Mayoritas ulama tidak membolehkan
periwayatan

seperti

ini.

Lambangnya

adalah:

haddastana fulan, wajadtu fi kitab fulan bikhathih,


wajadtu an fulan, balaghani an fulan.
2.5
Ilmu yang terkait tentang sanad
1. Ilmu Rijal al Hadist
14 Umi Sumbulah, Op.Cit., hlm. 47-60

Ilmu Rijal al Hadist adalah ilmu yang membicarakan selukbeluk dan sejarah kehidupan para perawi, baik dari generasi
sahabat, tabiin, maupun tabiit tabiin. yang selanjutnya
muncullah ilmu baru yaitu: jarh wa at-tadil dan tarikh ar ruwwat
2. ilmu tarikh ar ruwat
Maksudnya adalah ilmu yang membahas sejarah hidup para
perawi, mulai dari kapan dan dimana mereka dilahirkan, dari
siapa mereka menerima hadist, siapa saja orang yang pernah
mengambil hadist dari mereka, sampai pada masalah dimana
dan kapan mereka meninggal. Bahkan guru-guru dan aliran
madzhab yang dianut, negara-negara yang pernah dikunjungi,
termasuk tempat studi dan teman-teman mereka segenerasi.15
3. ilmu al jarh wa al tadil
Al-jarh wa al-tadil adalah membicarakan masalah keadaan
perawi, baik dengan mengungkapkan sifat-sifat yang
menunjukkan keadalahanya maupun sifat-sifat kecacatanya yang
bermuara pada penerimaan atau penolakan terhadap riwayat
yang disampaikan.

Tingkatan al-jarh.16




15 Ridlwan Nashir, Ilmu Memahami Hadist Nabi ( Cara praktis
Menguasai Ulumul Hadist & Mustholah Hadist), ( Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2014), hlm. 88
16 M. Abdurrahman dan Elan Sumarna. Op. Cit., hlm. 163

Tingkatan tadil.17

2.6
Penelitian Sanad
2.6.1 Itibar dan Pembuatan Skema
Hadist tentang motivasi mencari ilmu





17 Ibid., hlm. 166


atau yang semakna

Dalam hadist yang berbunyi

denganya, menurut hasil takhrij diriwayatkan oleh:

.1



276





":
,









.2

2589













":

.3

" ,

219














:
:

:


":






.4



"













8115













":

.5

"

25533









":







"

.6







,







,



:






,




,
:

:



,



,
:






,
,

,
,
,














":



















":



" .




" .





.7


70

,



,









,
:
,
,
,




















":








"

.8


32






:


.





. :








:








":






"












Berikut ini dikemukakan urutan periwayat dan urutan sanad


untuk hadist yang mukharrij-nya Imam Ahmad bin Hambal.

Urutan Sebagai

Urutan Sebagai

Periwayat

Sanad

Abu Hurairah

Periwayat 1

Sanad 5

Abu Shalih

Periwayat 2

Sanad 4

Al-Amasy

Periwayat 3

Sanad 3

Abu Bakar

Periwayat 4

Sanad 2

Aswad bin Amir

Periwayat 5

Sanad 1

Ahmad bin Hanbal

Periwayat 6

Mukharrijul Hadist

Nama Periwayat

Skema sanad Ahmad bin Hambal sebagai berikut:

Sedangkan skema untuk seluruh sanad adalah sebagai

berikut:


Kualitas
Periwayat
dan
Metode

2.6.2 Meneliti

Periwayatan

96

54

132

:
208

:
76

: : : : : : 9 :

266
:

127
:

) (
)
(

95/

:
:

96

:
192/
193

:

:

:
: :
:



: : : : :
: :
: :
: :
: : : :

- : :


8 :

497
:

311
:
) (

:
59

:
147/14


:

:
:

:
88

-

:


:

:
:

:



: : : : :
: :
: :
: :
: : : :

: :
5 :

168
:

65
:

- :

101

:
:

- :

: : : :
: : : : : : : : :3 :

1017
: )
(

55
:






:
57


:

:
:


: : 1 :
Metode Periwayatan
Periwayatan disini menggunakan lambang
yang itu merupakan lambang untuk metode periwayata dengan
metode al-sima yang menurut jumhur ulama metode ini berada
pada peringkat tertinggi karena adanya transformasi langsung
antara guru dan murid.
Adapun untuk lambang periwayatan menurut sebagian
ulama menyatakan sanad tersebut terputus, namun mayoritas
ulama menilainya sebagai lambang periwayatan al-sima jika
terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut: tidak terdapat
penyembunyian informasi yang dilakukan oleh periwayat, antara
periwayat dimungkinkan terjadi pertemuan, para periwayat
haruslah orang-orang yang tsiqah.
2.6.3 Menyimpulkan hasil
Seluruh perawi dalam sanad ini berkualitas tsiqah. Hadist ini
merupakan jenis hadist dengan sanad muttashil, karena masingmasing perawi menjalin relasi guru-murid. Berdasarkan argument
tersebut maka level sanad tersebut adalah musnad dan marfu.
Berdasarkan kaedah keshahihan hadist, dapat disimpulkan
bahwa hadist tersebut telah memenuhi kriteria keshahihan,

namun karena ada sedikit kelemahan pada rawi(-rawi) nya


diriwayatkan oleh rawi yang adil namun tidak sempurna
ingatannya. maka kesimpulanya hadist tersebut masuk dalam
kategori hasan al isnad.

BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan

Kritik sanad hadist ialah suatu cara yang sistematis dalam


melakukan penelitian, penilaian, dan penelusuran sanad hadis
tentang individu perawi dan proses penerimaan hadis dari
guru mereka masing-masing dengan berusaha menemukan
kekeliruan dan kesalahan dalam rangkaian sanad untuk
menemukan kebenaran, yaitu kualitas hadis (Shahih, hasan,
atau dlaif).
Urgensi sanad hadist ini disebabkan karena beberapa hal,
diantaranya:

1. Hadist sebagai salah satu sumber ajaran Islam


2. Penulisan
hadist
yang
dilakukan
menyebabkan
tercampurnya teks quran dan hadist
3. Adanya pemalsuan hadist
4. Penghimpunan hadist secara missal dilakukan karena
maraknya pemalsuan hadist
Sebuah hadist diklaim berkualitas shahih bila memiliki
beberapa syarat:
1.
2.
3.
4.
5.

Kebersambungan sanad
Perawi bersifat adil
Perawi bersifat dhabit
Terhindar dari syudzudz
Terhindar dari illat

Berbagai pendekatan yang digunakan dalam menilai perawi,


diantaranya:
1. Meneliti kualitas pribadi periwayat (adil)
2. Meneliti kapasitas intelektual periwayat (dhabit)
3. Al jarh wa at tadil
Ilmu-ilmu yang berhubungan dengan sanad diantaranya:
1. Ilmu rijal al hadist
2. Ilmu tarikh ar ruwat
3. Ilmu jarh wa at tadil
Adapun berdasarkan penelitian penulis tentang kritik sanad,

dihasilkan hadist tentang motivasi belajar

dikategorikan sebagai hadist hasan, karena perawi dalam sanad


ini berkualitas tsiqah. Hadist ini merupakan jenis hadist dengan
sanad muttashil, karena masing-masing perawi menjalin relasi
guru-murid. Berdasarkan argument tersebut maka level sanad
tersebut adalah musnad dan marfu. Berdasarkan kaedah
keshahihan hadist, dapat disimpulkan bahwa hadist tersebut
telah memenuhi kriteria keshahihan, namun karena ada sedikit
kelemahan pada rawi(-rawi) nya diriwayatkan oleh rawi yang adil

namun tidak sempurna ingatannya. maka kesimpulanya hadist


tersebut masuk dalam kategori hasan al isnad.
3.2

Saran

Kritik sanad seharusnya dilakukan untuk memberikan


pemahaman yang holistic karena kritik hadis ini bertujuan untuk
memilah dan menilai hadist antara yang shahih dan yang tidak,
karena dengan aktifitas kritik hadist akan memberikan keyakinan
kepada umat islam untuk berupaya merealisasikan serangkaian
ajaran agama dengan berpegang pada hadist sesuai dengan
metodologi yang dijelaskan dalam pelaksanaan kritik sanad

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman dan Elan Sumarna. Metode Kritik Hadist. 2011.
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya)
Bustamin dan M.Isa. Metodologi Kritik Hadist. 2004. (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada)
Ismail, Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadist Nabi. 1992.
(Jakarta: PT. Bulan Bintang)
Mansur. Takhrij al Hadist Teori dan Metodologi. 2011. (Yogyakarta:
Fakultas Syariah dan Hukum Press)
Sumbulah, Umi. Kritik Hadist Pendekatan Historis Metodologis.
2008. (Malang: UIN Malang Press)
Suryadi dan Muhammad Alfatih Suryadilaga. Metodologi
Penelitian Hadist. 2009. (Yogyakarta: Teras)
Zein, Mashum. Ilmu Memahami Hadist Nabi. 2014. (Yogyakarta:
Pustaka Pesantren)

Anda mungkin juga menyukai