Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SANAD HADIS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Periwayatan Hadis

DOSEN: Dr. Badri Khaeruman M.Ag

Oleh:

Ulpah Widiawati 1211060096


Muhammad Anwar Musaddad 1211060059
Wafa Zakiyah Adawiyah 1211060097

PROGRAM STUDI ILMU HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan hidayat-Nya, makalah yang berjudul Sanad Hadis dapat terselesaikan
dengan baik.

Makalah disusun untuk pemenuhan tugas mata kuliah Studi Periwayatan


Hadis dan untuk menambah wawasan serta pengetahuan bagi pembaca.

Informasi yang disajikan dalam bentuk makalah ini diperoleh dari


pengamatan berbagai sumber informasi dan referensi.

Dalam menyusun makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada


pihak-pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Besar
harapan penulis makalah ini dapat membantu pembaca untuk memahami materi
kuliah tentang Studi Periwayatan Hadis. Penulis juga berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh


karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar makalah
ini lebih sempurna.

Bandung, 18 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

a. Latar Belakang .............................................................................................1


b. Rumusan Masalah ........................................................................................1
c. Tujuan Masalah ............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................

a. Pengertian dan Unsur-Unsur Sanad .............................................................3


b. Urgensi Sanad dalam Hadis .........................................................................5
c. Awal Mula Pemakaian Sanad ......................................................................6
d. Pengaruh Sanad Pada Kualitas Matan .........................................................8

BAB III PENUTUP ..............................................................................................12

a. Kesimpulan ................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Hadis sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an,
menempati posisi yang sangat penting dan strategis dalam kajian keislaman.
Keberadaan dan kedudukannya tidak lagi diragukan. Namun karena
pembukuan hadits baru dilakukan ratusan tahun setelah Nabi Muhammad
Saw wafat, Kenyataan sejarah bahwa banyak hadis yang dipalsukan, maka
keabsahan hadis-hadis yang beredar dikalangan kaum muslimin
diperdebatkan oleh para ahli. perbedaan yang paling mendasar antara al
Qur’an dengan Hadis adalah al Qur’an diterima secar Qath’i sementara
Hadis Zhanni al Wurud. Itulah salah satu sebab sehingga tingkat kehujjahan
Hadis berada setingkat di bawah al-Qur’an. Namun demikian, hadis
mempunyai keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh informasi lain,
termasuk al Qur’an, yaitu adanya sistim tranmisi yang menghubungkan
antara Nabi Muhammad sebagai sumber informasi dengan generasi
berikutnya sampai akhir informasi tersebut dihimpun dan di bukukan oleh
para Mukharrij alHadis. Sistim tranmisi yang dikenal dengan sebutan sanad
atau isnad, memungkinkan dilakukan kritik terhadap kebenaran informasi
tersebut, apakah betul bersumber dari Nabi atau hanya dibuat-buat saja. Dari
sinilah letak urgensi sanad hadis, sebab tanpa adanya sanad, setiap orang
bisa saja mengaku dirinya pernah bertemu dengan Nabi Saw. Yang menjadi
pokok kajian adalah bagaimana asal-usul dan kedudukan Sanad dalam
periwayatan hadis.

2. Rumusan Masalah
A. Apa pengertian dari sanad dan apa saja unsur-unsur dari sanad?
B. Bagaimana urgensi sanad dalam hadis?
C. Bagaimana awal mula pemakaian sanad?
D. Apa pengaruh sanad pada kualitas matan?

1
3. Tujuan Masalah
A. Untuk mengetahui pengertian Sanad dan unsur-unsur dari sanad
B. Untuk mengetahui urgensi sanad dalam hadis
C. Untuk mengetahui awal mula pemakaian sanad
D. Untuk mengetahui pengaruh dari sanad pada kualitas matan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SANAD DAN UNSUR-UNSUR SANAD


1. Pengertian Sanad
Sanad berasal dari bahasa Arab artinya adalah penyandaran sesuatu
pada sesuatu yang lain, sedangkan al sanad bisa berarti bagian depan
atau bawah gunung atau kaki gunung, karena dialah penyangganya.
Adapun kata Isnad dalam hadis berarti kita bersandar kepada para
periwayat untuk mengetahui pernyataan Nabi Saw., kadang istilah
Thariq dipakai dalam menggantikan Isnad, kadang pula Istilah Wajh
digunakan untuk maksud yang sama. Penyandaran suatu hadis kepada
perawi, adalah makna yang bersifat qiyas (analogi). Adapula yang
mengartikan sanad sama dengan Mu’tamad berarti terpercaya atau dapat
dijadikan pegangan. Sedangkan menurut Istilah ilmu hadis sanad berarti
silsilah periwayat hadis yang menghubungkan kepada matan hadis dari
periwayat terakhir sampai kepada Nabi Muhammad Saw.
2. Unsur-unsur Sanad
Berdasarkan defenisi dan batasan sanad yang telah dipaparkan
dalam pengertian terdahulu, maka ada tiga unsur penting dalam sanad
hadis yang harus dijaga kevalidannya yaitu:
1. Rijal al Sanad
2. Ittishal al Ruwat
3. Tahammul wa al Adaa
Ketiga unsur sanad ini merupakan satu kesatuan yang mengantarkan
kepada matan hadis, sehingga tanpa adanya jaminan kevadilan
ketiganya, maka matan hadis yang kita terima tidak dapat dipertanggung
jawabkan apakah matan hadis tersebut benar-benar dari Nabi. Dan inilah
jawaban pertanyaan dasar mengapa sanad hadis itu penting.
Rijal al-sanad adalah perawi-perawi yang ada dalam sanad dari yang
pertama sampai dengan yang terakhir. unsur utama dalam sanad yang

3
harus diperhatikan, apakah semuanya layak dipercaya sebagai periwayat
hadis (tsiqah) atau tidak. Kelayakan seorang perawi dalam periwayatan
hadis ini didasarkan pada dua standar, yaitu segi kualitas pribadi dan
moralnya serta kapasitas intelektual. Dari sisi kepribadian dan kualitas
moralnya, seorang periwayat hadis yang dipercaya harus dimiliki
kualitas yang adil yang menurut jumhur ulama hadis adalah seorang
yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Islam, 2. Baligh, 3.
Berakal, 4. Memelihara muru’ah, 5. Tidak berbuat dosa besar, misalnya
syirk, 6. Tidak berbuat dosa kecil, 7. Menjahui hal-hal yang dapat
merusak muru’ah. Sedangkan parameter atas kapasitas intelektualnya
(dhabith), tidak ada batasan dari para ulama hadis kecuali dari batasan
umum yang bersifat kualitatif seperti kuat hafalannya, dapat
menyampaikan hadis tersebut sesuai apa yang diterimanya serta
memahami maksud hadis yang sedang diriwayatkan dengan baik.
Unsur kedua dalam sanad hadis adalah silsilah sanad (ittishal al-
ruwat), dalam analisa rijal al-sanad pada kajian al Jarh wa al ta’dil
pembahasan ini ditempatkan dalam suatu pembahasan yang sangat
penting. Yang dimaksudkan dengan bersambungnya sanad adalah tidak
terputusnya mata rantai periwayat dari Rasulullah saw., sampai kepada
mukharrij (yang mengeluarkan/penghimpun riwayat hadis dalam
sebuah kitab) hadis. Setiap perawi telah mengambil hadis secara
langsung dari gurunya mulai dari permulaan sampai akhir sanad. hanya
yang menjadi perbedaan diantara para ulama hadis adalah jenis
persambungan itu, apakah persambungan dalam setiap perawi pernah
bertemu dengan perawi terdekat, atau bersambung karena sezaman.
Maka pada unsur ini seseorang yang ingin mengetahui kevalidan sanad
harus menganlisa biografi periwayat hadis yang ditelitinya berdasarkan
kesejarahannya, termasuk hubungannya antara dua perawi yang
berdekatan itu.
Unsur ketiga dalam sanad hadis adalah metode periwayatan dan
lambang-lambang periwayatan (al-Tahammul wa al-Adaa) jumhur

4
ulama menyepakati delapan metode yang dianggap akurat dalam proses
periwayatan. Selain dari delapan metode periwayatan tersebut, ada juga
perlu dipahami oleh seorang pengkaji hadis pada unsur sanad yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari sanad yaitu lambang-lambang
periwayatan dan Singkatan-singkatannya. Ibnu al-Salah mengemukakan
defenisi mengenai hadis shahih sebagai berikut:
”Hadis shahih adalah hadis yang bersambung sanadnya dengan
penukilan hadis dari (periwayat yang) 'adil (dan) dhābit} dari (periwayat
yang) adil dan dhābit} bersumber dari periwayat yang berkualitas yang
sama (sampai jalur) terakhirnya, dan tidak (mengandung) syāż dan
’illat.” Berdasarkan defenisi tersebut di atas maka hadis dikatakan
berkualitas shahih apabila memenuhi kriteria yaitu sanadnya
bersambung, periwayatnya bersifat adil, dan dhabit serta terhindar dari
syaz dan illat.

B. URGENSI SANAD DALAM HADIS


Pada masa-masa awal Islam, kaum muslimin (shahahat) tidak selalu
mempertanyakan sanad hadis. Kondisi ini dikarenakan adanya sikap saling
mempercayai dan tidak adanya kedustaan di antara mereka. Karena itu tidak
heran jika, terkadang mereka mengisnadkan hadis yang diriwayatkan dan
terkadang tidak melakukannya. Tetapi pasca terbunuhnya Khalifah Usman
dan disusul dengan munculnya kelompokkelompok politik serta pendustaan
yang mengatasnamakan Rasulullah, maka para shahabatpun bersikap ketat
dalam meng-isnad-kan hadis dari para perawi. Mereka mengharuskan
adanya sanad dalam setiap periwayatan dan melaksanakannya secara
sempurna. Tindakan shahabat yang berhati-hati dalam periwayatan hadis,
diikuti oleh generasi sesudahnya – tabi’in dan tabi’ tabi’in. Mereka
senantiasa menuntut dan mengharuskan adanya sanad hadis.
Telah disepakati oleh para ahli hadis tentang urgensi sanad yang sangat
penting dalam periwayatan hadis. Semangat dan atensi mereka terhadap
kritik sanad dirasa cukup besar. Fenomena ini bisa dibuktikan dengan

5
pengamatan seorang tabi'in yang bernama Muhammad bin Sirin (w. 110 H)
yang mengatakan bahwa: "Sesungguhnya pengetahuan hadis adalah agama,
maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambil agamamu itu". Selain itu,
Abdullah bin al-Mubarak (w. 181 H) salah seorang ahli hadis terkemuka
juga berkata bahwa: "Sanad hadis merupakan bagian dari agama, sekiranya
sanad hadis tidak ada, niscaya siapa saja akan bebas menyatakan apa
yang dikehendaki".
Kajian terhadap sanad dianggap lebih menantang sebab sanad
merupakan bukti kebenaran matan hadis. Urgensi sanad menjadi poin
penting dari kebenaran hadis secara historis, sebab silsilah orang-orang
yang menghubungkan periwayatan kepada sumber aslinya atau marfü'
kepada Rasulullah saw dan sebagai perantara jalan menuju
redaksi matan hadis.

C. AWAL MULA PEMAKAIAN SANAD


Sanad berasal dari bahasa arab artinya adalah penyandaran sesuatu
pada sesuatu yang lain sedangkan al-sanad bisa berarti bagian depan atau
bawah gunung atau kaki gunung, karena dialah penyangganya. Adapun kata
isnad dalam hadis berarti kita bersandar kepada para periwayat untuk
mengetahui pernyataan Nabi saw.
Sistem periwayatan terhadap suatu berita, cerita, sya’ir dan silsilah sudah
sangat kental dalam budaya arab jauh sebelum islam datang. Bangsa arab
mempergunakan sistem periwayatan berantai atau yang sering disebut sanad
terhadap berita, cerita, sya’ir dan silsilah mereka memiliki yang dihafalkan
dan di wariskan secara turun temurun. Mereka menghafal apa yang menjadi
kebanggaannya itu di luar kepala, khususnya tentang nasab mereka. Dan
dalam hal ini bangsa arab memang terkenal akan kekuatan hafalannya1.

1
Ahmad Amin. Fajrul Islam (cet. II; Syirkah al Thaba’ah al Fanani al Maktabah, 1975) h.
31 dan 57.

6
Sistem periwayatan yang terjadi dalam masyarakat Arab sebelum Islam
memiliki perbedaan yang cukup berprinsip2, begitu juga sistem periwayatan
yang sudah terjadi pada masyarakat yahudi dan Nasrani. Terutama pada hal
periwayatan kitab suci mereka. Tradisi periwayatan dalam masyarakat
dalam masyarakat arab sebelum islam atau pada masa jahiliah tidak
mementingkan kebenaran berita dari apa yang mereka terima. Sehingga
mereka tidak kritis terhadap siapa yang membawa berita itu. Tidak
mementingkan kejujuran dan kebenaran yang diterimanya, karena
kebanyakan apa yang merka riwayatkan itu hanya hal-hal yang bersifat
kebanggaan dan juga untuk membakar semangat dalam berperang3.
Namun urgensi metode sanad baru tampak dan lebih penting dalam islam
khusunya periwayatan hadis, sehingga begitu berkembang sistem sanad ini,
Ibnu Mubarak mengatakan bahwa metode sanad itu merupakan bagian dari
agama islam4.
Ajaran islam sendiri yang memotivasi umatnya untuk mencari
kebenaran, pahala dan menghias diri dengan kejujuran dan mencari
kepastian terhadap apa yang di dengar dan diriwayatkan oleh seseorang
misalnya firman Allah
Swt:
‫ع ٰلى َما فَعَ ْلت ُ ْم‬ ِ ُ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْٰٓوا ا ِْن َج ۤا َء ُك ْم فَاس ٌِۢق بِنَبَ ٍا فَتَبَيَّنُ ْٰٓوا ا َ ْن ت‬
ْ ُ ‫ص ْيب ُْوا قَ ْو ًم ٌۢا بِ َج َهالَ ٍة فَت‬
َ ‫صبِ ُح ْوا‬
َ‫ٰندِمِ يْن‬

Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang


fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui

2
Metode yang digunakan mirip dengan pemakaian sanad dalam menyusun buku, namun
tidak jelas sejauh mana metode itu diperlukan.termasuka dalam penukilan syair-syair
jahiliah. Misalnya dalam kitab Yahudi Mishnah, M.M. Azami, Hadis Nabawi Dan
Sejarah Kodifikasinya, (Jakarta: PT.Pustaka Firdaus,1994), h. 530.
3
Penggunaan sanad Masyarakat Jahiliyah bukan hal-hal yang bersifat sakral dan suci
serta tidak memiliki ketentuan-ketentuan yang ketat, . Muhammad Abu Syuhbat, Fi Rihat
al Sunnat al Kutub al Shihal al sittah, Majma al-Buhut al-Islamiyah, Azhar Kairo,1989, h.
32.
4
M.M. Azami, Hadis Nabawi, h. 530.

7
keadaannya yang meyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. (Q.S
Al-Hujarat : 6).

Sistem yang membedakan periwayatan sanad dalam islam dengan


sebelum islam, adalah ancaman Nabi yang sangat berat terhadap orang-
orang yang berdusta atas Nabi, sehingga menjadikan para sahabat dalam
meriwayatkan hadis Nabi sangat hati-hati. Berbekal dengan budaya yang
sudah ada dan sikap mental yang dibangun oleh Nabi saw, Ketika Nabi
masih hidup para sahabat tanpa ada dinding pemisahan antar mereka semua.
Nabi bercampur dengan mereka itu di masjid, pasar, dalam perjalanan dan
dalam perhentian. Perbuatan dan perkataan Nabi selalu menjadi pusat
perhatian dan kekaguman mereka. Sebab Rasulullah saw merupakan pusat
keagamaan dan keduniaan mereka sejak Allah memberi petunjuk kepada
mereka dan menyelamatkan dari kesesatan dan kegelapan menuju hidayah
dan cahaya.

Pada masa Nabi penggunaan sanad itu masih sederhana, namun


menjelang akhir abad 1 H, telah berkembang hingga Syu’bah selalu
memperhatikan apa yang diucapkan gurunya Qatada (w. 177 H). apabila
dalam meriwayatkan hadis Qatada mengatakan haddatsana maka Syu’bah
mencatat hadisnya, apabila Qatadah berkata Qoola (dia berkata), maka
Syu’bah diam dan tidak mencatatnya, hal ini dilakukan karena sangat hati-
hati dalam menerima Riwayat hadis itu.

Penggunaan sanad dalam periwayatan hadis menjadi penting karena


hadis adalah salah satu sumber ajaran islam yang tentu keasliannya harus
dijaga antara lain dengan menjaga kevalidan sanad itu sendiri.

D. PENGARUH SANAD PADA KUALITAS MATAN


Matan dan sanad hadis memiliki kedudukan yang sama, yakni sama-
sama penting untuk diteliti dalam hubungannya dengan status kehujjahan
hadis. Selanjutnya, dalam hubungannya dengan pelaksanaan penelitian

8
sanad dan matan, maka penelitian sanad terlebih dahulu dilaksanakan. Oleh
karena itu dapat dipahami juga mengapa Imam an-Nawawi (w. 676 H/1277
M) menyatakan bahwa hubungan sanad dengan matan ibarat hewan dengan
kakinya.5
Langkah ini tidak berarti bahwa penelitian terhadap sanad lebih
penting daripada penelitian matan. Bagi ulama hadis, bagian riwayat hadis
itu sama-sama pentingnya, hanya saja penelitian matan barulah mempunyai
arti apabila sanad bagi matan hadis tersebut telah jelas-jelas memenuhi
syarat. Selain matan hadis harus mempunyai sanad yang sahih atau minimal
tidak termasuk berat keda‘ifannya. Tanpa adanya sanad, maka suatu matan
tidak dapat dinyatakan sebagai berasal dari Rasulullah atau matan yang
sanadnya sangat da‘if tidak perlu untuk diteliti, sebab hasilnya tidak akan
memberi manfaat bagi kehujjahan hadis yang bersangkutan.6
Apabila ada suatu ungkapan yang oleh pihak-pihak tertentu
dinyatakan sebagai hadis, padahal ungkapan itu sama sekali tidak memiliki
sanad, maka menurut ulama hadis, ungkapan tersebut dinyatakan sebagai
hadis palsu. Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa ulama hadis
barulah menganggap penting penelitian matan untuk dilakukan setelah
sanad bagi matan itu telah diketahui kualitasnya.
Menurut ulama hadis, suatu hadis barulah dinyatakan berkualitas
sahih (dalam hal ini sahih lizatih) apabila sanad dan matannya sama-sama
sahih.7 Dengan demikian, hadis yang sanadnya sahih dan matannya tidak
sahih atau sebaliknya, sanadnya tidak sahih matannya sahih tidak bisa
dinyatakan sebagai hadis sahih. Suatu hadis yang sanadnya dengan tingkat
akurasi yang tinggi mestinya matannya sahih. Kesahihan sanad hadis
menunjukkan kesahihan suatu hadis Nabi. Adanya pemahaman secara
kontekstual, maka suatu hadis yang sanadnya sahih ataupun hasan tidak
dapat serta merta matannya dinyatakan sebagai berkualitas da‘if (lemah)

5
An-Nawawi, Syarh al-Nawawi ‘Ala Sahih Muslim (Mesir: al-Matba ‘ah al-Misriyah, 1924), Juz 1,
h. 88
6
Ibid., h. 170.
7
Al-Idlibi, Manhaj, h. 254

9
ataupun palsu, karena teks matan hadis yang bersangkutan tampak tidak
sesuai dengan kaedah kesahihan matan yang digunakan.8 Terhadap hadis
yang sanadnya sahih ataupun hasan, diperlukan upaya pemahaman yang
sungguh-sungguh, sehingga terhindar dari penilaian terhadap suatu hadis
yang sebenarnya berkualitas sahih ataupun hasan dinyatakan berkualitas
da‘if.
Dalam hal ini, kesahihan sanad hadis menunjukkan kesahihan matan
hadis. Jika ternyata suatu matan hadis sahih tampak berlawanan dengan
matan hadis sahih lainnya, maka dimungkinkan adanya kesalahan
pendekatan dalam penggunaan kaedah kesahihan matan. Sebab, penerapan
kaedah kesahihan matan yang tidak tepat terkadang melemahkan suatu
hadis yang sebenarnya sahih. Hadis yang sanadnya benar-benar sahih,
sedangkan matannya tampak berlawanan dengan kaedah kesahihan matan,
maka hadis yang bersangkutan dapat dipahami secara kontekstual.
Tapi pada kenyataannya tidaklah demikian, ada hadis yang
sanadnya sahih, tetapi matannya da‘if. 9 Hal ini terjadi sesungguhnya
bukanlah disebabkan oleh kaedah kesahihan sanad yang kurang akurat,
melainkan karena ada faktor-faktor lain yang telah terjadi misalnya :
a. Karena telah terjadi kesalahan dalam melaksanakan penelitian matan,
umpamanya karena kesalahan dalam menggunakan pendekatan ketika
meneliti matan yang bersangkutan.
b. Karena telah terjadi kesalahan dalam melaksanakan penelitian sanad.
c. Karena matan hadis yang bersangkutan telah mengalami periwayatan
secara makna yang ternyata mengalami kesalahpahaman.10
Dengan kemungkinan adanya kesalahan yang terjadi, maka
penelitian ulang terhadap sanad dan matan hadis tidak hanya bersifat
konfirmatif semata, tetapi memang perlu dan penting. Hal ini untuk menepis
anggapan sebagian ulama bahwa penelitian ulang terhadap hadis Nabi

8
Syuhudi, Hadis Nabi, h. 90.
9
Syuhudi, Kaedah, h. 228.
10
Syuhudi, Penelitian, h. 124.

10
hanya bersifat konfirmatif semata karena berbagai hadis Nabi yang telah
dibukukan dalam berbagai kitab dengan metode yang beragam, seperti kitab
sahih, musnad, mustadrak, mu‘jam, musannaf, al-atraf, zawaid dan al-
ajja’’. 11 Untuk itulah penulis merasa tertarik untuk mengkaji ulang
pemahaman M. Syuhudi Ismail dalam tulisan ini.
Unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu matan hadis yang
berkualitas sahih ada dua macam, yaitu terhindar dari kejanggalan (syadz)
dan cacat (‘illah). Oleh karena itu yang dua ini jadi acuan utama dalam
meneliti matan. Untuk itu, kecerdasan, keluasan ilmu pengetahuan dan
kecermatan peneliti sangat diharapkan.12 Apabila penelitian syadz dan ‘illah
hadis pada sanad dinyatakan sulit, maka demikian juga syadz dan‘illah pada
matan lebih sulit. Sebagaimana telah diketahui bahwa sanad mempunyai 3
macam kualitas, yaitu sahih, hasan dan da‘if. Sedangkan pada matan tidak
dikenal dengan hasan. Seperti halnya juga dalam matan yang da‘if
bermacam-macam, tetapi tidak sebanyak pada sanad. Istilah-istilah yang
dipakai untuk matan da‘if ada yang sama dengan pada sanad seperti
mu‘allal, mudraj dan mubham. Dan ada juga yang khusus untuk matan
seperti munqalib.

11
Arifuddin, Paradigma, h. 172.
12
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Menurut Pembela Pengingkar dan Pemalsunya (Jakarta: Gema
Insani Press, 1995), h. 80.

11
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. menurut Istilah ilmu hadis sanad berarti silsilah periwayat hadis
yang menghubungkan kepada matan hadis dari periwayat terakhir
sampai kepada Nabi Muhammad Saw.
2. Sanad hadis dipergunakan sejak para Sahabat Nabi merupakan suatu
tradisi ilmiah dan sistem periwayatan yang dapat dipertahankan dan
dipertanggung jawabkan.
3. Unsur-unsur sanad dalam periwayatan hadis adalah bagian yang
sangat penting baik dalam menentukan kualitas hadis maupun dari
segi kuantitasnya.
4. Urgensi sanad menjadi poin penting dari kebenaran hadis secara
historis, sebab silsilah orang-orang yang menghubungkan
periwayatan kepada sumber aslinya atau marfü' kepada Rasulullah
saw dan sebagai perantara jalan menuju redaksi matan hadis.
5. Suatu hadis barulah dinyatakan berkualitas sahih (dalam hal ini
sahih lizatih) apabila sanad dan matannya sama-sama sahih. Dengan
demikian, hadis yang sanadnya sahih dan matannya tidak sahih atau
sebaliknya, sanadnya tidak sahih matannya sahih tidak bisa
dinyatakan sebagai hadis sahih.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. (2016). Sejarah dan Kedudukan Sanad dalam Hadis Nabi. Tahdis:
Jurnal Kajian Ilmu Al-Hadis, 7(1).

Ghifari, M. (2020). ASAL USUL SANAD DALAM WACANA ORIENTALIS


STUDI KRITIS ATAS PEMIKIRAN MICHAEL COOK. 1.

Ali, M. (2015). Kajian Sanad. Tahdis: Jurnal Kajian Ilmu Al-Hadis, 6(2).

Nadhiran, H. (2014). Kritik Sanad Hadis: Tela’ah Metodologis. Jurnal Ilmu


Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, Dan Fenomena Agama, 15(1), 91-109.

Siregar, Idris. "Kaedah Kesahihan Matan Hadis Muhammad Syuhudi Ismail."


(2020).

Siregar, I. (2020). Kaedah Kesahihan Matan Hadis Muhammad Syuhudi Ismail.

Imtyas, R. (2021). Metode Hasan bin Ali Assaqaf dalam Kritik Hadis : Studi atas
Kitab Tanāquḍāt al-Albāni al-Wāḍiḥāt. Penerbit A-Empat.

13

Anda mungkin juga menyukai