TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala Puji bagi Allah Tuhan seluruh Alam, Segala puji bagi Allah, Dzat Pemangku
langit dan bumi, Yang mengatur seluruh makhluk-Nya, Yang mengutus para rasul
sebagai pembawa petunjuk dan menjelaskan syari’at agama dengan keterangan yang
jelas dan bukti-bukti yang nyata. Segala puji bagi Allah atas segala karunia-Nya, dan
saya memohon tambahan karunia dan kemudahan dari-Nya.
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, Yang Maha
Esa lagi Maha Perkasa, Yang Maha Mulia lagi Maha Pengampun Dosa. Dan aku
bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan tercinta-Nya, Ia adalah
sebaik-baik makhluk yang dikaruniakan kepadanya Al-qur’anul Aziz sebagai mukjizat
istimewa, serta sunnah-sunnah beliau yang menjadi pembimbing bagi orang-orang
yang mencari petunjuk-Nya. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada para Nabi
dan Rasul, keluarga mereka dan para salihin sesudahnya.
Saya menyusun makalah ini sebagai bentuk rasa ta’at pada Yth. Ibu Isti’ah, M. A
selaku dosen pengampu mata kuliah ‘Ulumul Hadits, dan Kepada beliaulah Ucapan
terimakasih saya yang teramat karena telah sudi memberikan kesempatan kepada
saya untuk menyusun makalah sederhan ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Penyusun Makalah
Penelitian kualitas hadis perlu dilakukan, bukan berarti meragukan hadis Nabi
Muhammad saw, tetapi melihat keterbatasan perawi hadis sebagai manusia, yang
adakalanya melakukan kesalahan, baik karena lupa maupun karena didorong oleh
kepentingan tertentu. Keberadaan perawi hadis sangat menentukan kualitas hadis,
baik kualitas sanad maupun kualitas matan hadis. Selama riwayat-riwayat ini
membutuhkan penelitian dan kajian mendalam untuk mengetahui mana yang dapat
diterima dan mana yang ditolak, maka mutlak diperlukan adanya kaidah-kaidah dan
patokan sebagai acuan melakukan studi kritik Hadis. Aktivitas kritik hadis marak
terjadi pada abad ke-3 hijriyah. Namun hal tersebut tidak menunjukkan bahwa di era
sebelumnya sama sekali tidak terjadi kegiatan kritik hadis. Sebab ketika penelitian
hadis dipahami (dengan sederhana) sebagai upaya untuk membedakan antara hadis
yang sahih dan yang tidak sahih, maka kegiatan kritik hadis dalam bentuk yang begitu
sederhana telah muncul sejak masa Rasululullah masih hidup.
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan pendahuluan di atas, terdapat permasalahan-permasalahan
sebagi berikut :
1. Definisi Kritik Hadits
2. Pembagian Kritik Hadits
3. Pembagian Kritik Hadits Lebih rinci
4. Standarisasi Kritik Hadits
5. Metode Kritik hadits
BAB II
PEMBAHASAN
Kata naqd dalam bahasa arab lazim diterjemahkan dengan “kritik” yang berasal
dari bahasa latin. Kritik itu sendiri berarti menghakimi, membanding,
menimbang. Naqd dalam bahasa arab popular berarti penelitian, analisis,
pengecekan dan pembedaan.
Kata penelitian (kritik) dalam ilmu Hadits sering dinishbatkan pada kegiatan
penelitian Hadits yang disebut dengan al Naqd yang secara etimologi berarti
mayyaza, yaitu memisahkan sesuatu yang baik dari yang buruk. Kata al Naqd
itu juga berarti “kritik” seperti dalam literatur Arab ditemukan kalimat Naqd al
kalam wa naqd al syi’r yang berarti “ mengeluarkan kesalahan atau kekeliruan
dari kalimat dan puisi.
Jadi kritik Hadits adalah usaha untuk menguji kelayakan sanad dan matan
Hadits dengan tujuan mengakui kelemahan dan kekuatan sanad dan
menetapkan kebenaran dan kesalahan matan.
Adapun kawasan kritik Hadits adalah meliputi penelitian sanad dan matan
Hadits, sebab kualitas kedua hal tersebut menjadi tolak ukur sahih atau
tidaknya sebuah Hadits.
Bercermin pada perumusan kritik hadits di atas, maka hakikat kritik hadits
bukan untuk menilai salah atau membuktikan ketidak benaran sabda
Rasulullah saw, karena otoritas nubuwah dan penerima mandat risalah dijamin
terhindar dari salah ucap atau melanggar norma, tetapi sekadar uji perangkat
yang memuat informasi tentang beliau, termasuk uji kejujuran informatornya.
Matan (Teks): Fokus pada isi hadits, menilai kecocokan dengan prinsip-prinsip
ajaran Islam dan konsistensi dengan prinsip-prinsip lain dalam agama.
Perpecahan Sanad: Menelusuri apakah perawi hadits telah bertemu atau tidak.
Keadaan Perawi: Memeriksa status sosial, kebiasaan, dan karakter perawi, serta
apakah mereka memiliki kecenderungan untuk melakukan kesalahan atau
memalsukan hadits.
Perawi yang Tidak Dikenal: Jika terdapat perawi yang tidak dikenal atau tidak
dapat dipercaya dalam sanad hadits, hal ini dapat mengurangi kekuatan hadits
tersebut.
Pembagian kritik ini membantu para ahli hadits dan ulama dalam menentukan
tingkat kepercayaan terhadap suatu hadits dan apakah dapat digunakan
sebagai sumber hukum dalam agama Islam. Namun, perlu diingat bahwa proses
kritik ini sering kali kompleks dan memerlukan keahlian yang mendalam dalam
bidang hadits dan ilmu-ilmu terkait
c) Kritik Perbandingan:
d) Kritik Linguistik:
Hal terpenting yang harus diperhatikan dalam melakukan kritik adalah standar
yang digunakan terhadap obyek yang dikritik. Sahabat-sahabat Nabi SAW. selain
‘Aisyah juga pernah melakukan kritik Hadits baik sanad maupun matan Hadits.
Seperti yang terjadi pada kasus Abu Bakr al-Siddiq dalam pembagian warisan untuk
seorang nenek seperti yang diriwayatkan oleh Mughirah ibn Syu’bah. Abu Bakar
meminta dukungan dari sahabat lain yang mengetahui riwayat tersebut dari Nabi
SAW. kemudian Muhammad ibn Maslamah memberikan kesaksian atas riwayat
Mughirah ibn Syu’bah.
‘Umar ibn Khaththab juga pernah melakukan hal sama terhadap Abi Sa’id al-Khudri
yang mendapat dukungan dari Ubay ibn Ka’ab, ‘Utman ibn ‘Affan dan ‘Ali ibn Abi
Thalib juga melakukan hal yang sama untuk memastikan kebenaran informasi yang
sampai kepada mereka yang dinisbahkan kepada Nabi SAW.
Metode yang dilakukan oleh Abu Bakar al-Siddiq dengan meminta syahadah (saksi),
‘Umar ibn Khaththab meminta bayyinah (bukti/saksi), ‘Utsman ibn ‘Affan meminta
Iqrar (pengakuan), sedangkan ‘Ali bin Abi Thalib meminta halaf (sumpah), tidak
menunjukan adanya indikasi kritik terhadap perawi Hadits (orang yang
menyampaikan berita), juga tidak adanya standarisasi yang mereka gunakan untuk
menolak atau menerima seorang sebagai pembawa berita (rawi Hadits) tetapi sekedar
tasabbut (memastikan) dan ta’kid (menguatkan). Adanya orang lain (syahid) untuk
menjadi saksi tidak menjadikan persyaratan mutlak, karena banyak Hadits yang
diriwayatkan oleh satu orang (Hadits ahad) dapat diterima, yang mereka lakukan
hanyalah merupakan tindakan hati-hati (ihtiyath).
‘Aisyah telah melakukan kritik langsung terhadap perawi Hadits, seperti yang terjadi
pada kasus Abdullah bin Umar “dia lupa atau salah)” atau “dia tidak hafal”. Kata-
kata ‘Aisyah diatas mengindikasikan bahwa beliau telah menetapkan standar
kekuatan hafalan (dhabith) untuk seorang pembawa berita (rawi Hadits).
Demikian juga dalam matan Hadits, ‘Aisyah telah mempunyai standarisasi tersendiri
untuk menolak atau menerima sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh sahabat lain
bahkan informasi dari Nabi Saw. juga tidak luput dari kritik ‘Aisyah dengan standar
yang beliau tetapkan sendiri.
Al-Qur’an dan ilmu yang terkait dengan al-Qur’an seperti Asbab al- Nuzul,
munasabah dan tafsir. Hadits-Hadits yang beliau dengar langsung dari Nabi atau
yang beliau saksikan. Logika, pemahaman Kepribadian Nabi SAW.
6. Metode kritik hadits Nabi Muhammad SAW yang umum digunakan oleh para
cendekiawan Islam
d) Kritik Teks dan Konteks Historis (Criticism of Text and Historical Context):
Dengan menggunakan berbagai metode kritik ini, para cendekiawan Islam berusaha
untuk memeriksa, memilah, dan memvalidasi keabsahan hadis-hadis Nabi
Muhammad SAW, sehingga dapat menyampaikan ajaran yang benar dan otentik
kepada umat Islam.
BAB III
PENUTUP
Demikian malakah ini kami buat, tiada gading yang tak retak, segala khilaf mohon
ma’af. kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna sehingga penulis
sangat mengharap dan menghargai masukkan, kritik, atau saran dari pembaca atau
pendengar, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Aamiin.