Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

KRITIK HADITS NABAWIYYAH

“Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Studi Ulumul Hadits”

DOSEN PENGAMPU: ISTI’ANAH, M. A

Disusun Oleh: ALI NURDIN S. (2331017)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS SYARI’AH USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA KEBUMEN

TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala Puji bagi Allah Tuhan seluruh Alam, Segala puji bagi Allah, Dzat Pemangku
langit dan bumi, Yang mengatur seluruh makhluk-Nya, Yang mengutus para rasul
sebagai pembawa petunjuk dan menjelaskan syari’at agama dengan keterangan yang
jelas dan bukti-bukti yang nyata. Segala puji bagi Allah atas segala karunia-Nya, dan
saya memohon tambahan karunia dan kemudahan dari-Nya.

Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, Yang Maha
Esa lagi Maha Perkasa, Yang Maha Mulia lagi Maha Pengampun Dosa. Dan aku
bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan tercinta-Nya, Ia adalah
sebaik-baik makhluk yang dikaruniakan kepadanya Al-qur’anul Aziz sebagai mukjizat
istimewa, serta sunnah-sunnah beliau yang menjadi pembimbing bagi orang-orang
yang mencari petunjuk-Nya. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada para Nabi
dan Rasul, keluarga mereka dan para salihin sesudahnya.

Saya menyusun makalah ini sebagai bentuk rasa ta’at pada Yth. Ibu Isti’ah, M. A
selaku dosen pengampu mata kuliah ‘Ulumul Hadits, dan Kepada beliaulah Ucapan
terimakasih saya yang teramat karena telah sudi memberikan kesempatan kepada
saya untuk menyusun makalah sederhan ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Kebumen, 06 April 2024 M.

Penyusun Makalah

Al-Faqiir Ali Nurdin Shodiq


ABSTRAK

Penelitian kualitas hadis perlu dilakukan, bukan berarti meragukan hadis Nabi
Muhammad saw, tetapi melihat keterbatasan perawi hadis sebagai manusia, yang
adakalanya melakukan kesalahan, baik karena lupa maupun karena didorong oleh
kepentingan tertentu. Keberadaan perawi hadis sangat menentukan kualitas hadis,
baik kualitas sanad maupun kualitas matan hadis. Selama riwayat-riwayat ini
membutuhkan penelitian dan kajian mendalam untuk mengetahui mana yang dapat
diterima dan mana yang ditolak, maka mutlak diperlukan adanya kaidah-kaidah dan
patokan sebagai acuan melakukan studi kritik Hadis. Aktivitas kritik hadis marak
terjadi pada abad ke-3 hijriyah. Namun hal tersebut tidak menunjukkan bahwa di era
sebelumnya sama sekali tidak terjadi kegiatan kritik hadis. Sebab ketika penelitian
hadis dipahami (dengan sederhana) sebagai upaya untuk membedakan antara hadis
yang sahih dan yang tidak sahih, maka kegiatan kritik hadis dalam bentuk yang begitu
sederhana telah muncul sejak masa Rasululullah masih hidup.

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kitab-kitab hadis yang beredar di tengah-tengah masyarakat dan dijadikan


pegangan oleh umat Islam dalam hubungannya dengan hadis sebagai sumber
ajaran Islam adalah kitab-kitab yang disusun oleh para penyusunnya setelah
lama Nabi wafat. Dalam jarak waktu antara kewafatan Nabi dan penulisan kitab-
kitab hadis tersebut telah terjadi berbagai hal yang dapat menjadikan riwayat
hadis tersebut menyalahi apa yang sebenarnya berasal dari Nabi. Baik dari
aspek kemurniannya dan keasliannya. Dengan demikian, untuk mengetahui
apakah riwayat berbagai hadis yang terhimpun dalam kitab-kitab hadis tersebut
dapat dijadikan sebagai hujjah ataukah tidak, terlebih dahulu perlu dilakukan
penelitian. Kegiatan penelitian hadis tidak hanya ditujukan kepada apa yang
menjadi materi berita dalam hadis itu saja, yang biasa dikenal dengan masalah
matan hadis, tetapi juga kepada berbagai hal yang berhubungan dengan
periwayatannya, dalam hal ini sanadnya, yakni rangkaian para periwayat yang
menyampaikan matan hadis kepada kita. Penelitian kualitas hadis perlu
dilakukan, bukan berarti meragukan hadis Nabi Muhammad saw, tetapi melihat
keterbatasan perawi hadis sebagai manusia, yang adakalanya melakukan
kesalahan, baik karena lupa maupun karena didorong oleh kepentingan
tertentu. Keberadaan perawi hadis sangat menentukan kualitas hadis, baik
kualitas sanad maupun kualitas matan hadis. Selama riwayat-riwayat ini
membutuhkan penelitian dan kajian mendalam untuk mengetahui mana yang
dapat diterima dan mana yang ditolak, maka mutlak diperlukan adanya kaidah-
kaidah dan patokan sebagai acuan melakukan studi kritik Hadis.

M. Syuhudi Ismail menjelaskan 6 faktor yang melatar belakangi pentingnya


kritik hadis: (1) hadis Nabi sebagai salah satu sumber ajaran islam, (2) tidak
seluruh hadis ditulis pada jaman Nabi, (3) telah muncul beragam pemalsuan
hadis, (4) proses penghimpunan hadis membutuhkan waktu yang lama, (5)
jumlah kitab hadis yang banyak dengan metode penyusunan yang beragam, dan
(6) telah terjadi periwayatan hadis secara makna.

B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan pendahuluan di atas, terdapat permasalahan-permasalahan
sebagi berikut :
1. Definisi Kritik Hadits
2. Pembagian Kritik Hadits
3. Pembagian Kritik Hadits Lebih rinci
4. Standarisasi Kritik Hadits
5. Metode Kritik hadits
BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Kritik Hadits.

Kata naqd dalam bahasa arab lazim diterjemahkan dengan “kritik” yang berasal
dari bahasa latin. Kritik itu sendiri berarti menghakimi, membanding,
menimbang. Naqd dalam bahasa arab popular berarti penelitian, analisis,
pengecekan dan pembedaan.

Selanjutnya, dalam pembicaraan umum orang Indonesia, kata “kritik”


berkonotasi pengertian bersifat tidak lekas percaya, tajam dalam penganalisaan,
ada uraian pertimbangan baik buruk terhadap suatu karya. Dari tebaran arti
kebahasaan tersebut, kata kritik bisa diartikan sebagai upaya membedakan
antara yang benar (asli) dan yang salah (tiruan/palsu).

Kata penelitian (kritik) dalam ilmu Hadits sering dinishbatkan pada kegiatan
penelitian Hadits yang disebut dengan al Naqd yang secara etimologi berarti
mayyaza, yaitu memisahkan sesuatu yang baik dari yang buruk. Kata al Naqd
itu juga berarti “kritik” seperti dalam literatur Arab ditemukan kalimat Naqd al
kalam wa naqd al syi’r yang berarti “ mengeluarkan kesalahan atau kekeliruan
dari kalimat dan puisi.

Sementara pengertian kritik Hadits secara terminologi adalah “upaya


membedakan antara Hadits-hadits shahih dari Hadits-hadits dhoif dan
menentukan kedudukan para periwayat Hadits tentang kredibilitas maupun
kecacatannya.” Penetapan status cacat atau adil pada perawi Hadits dengan
mempergunakan idiom khusus berdasarkan bukti-bukti yang mudah diketahui
oleh ahlinya, dan mencermati matan-matan Hadits sepanjang sahih
sanadnya untuk tujuan mengakui validitas atau menilai lemah, dan upaya
menyingkap kemusykilan pada matan Hadits yang sahih serta mengatasi gejala
kontradiksi antara matan dengan mengaplikasikan tolak ukur yang detil.

Jadi kritik Hadits adalah usaha untuk menguji kelayakan sanad dan matan
Hadits dengan tujuan mengakui kelemahan dan kekuatan sanad dan
menetapkan kebenaran dan kesalahan matan.

Adapun kawasan kritik Hadits adalah meliputi penelitian sanad dan matan
Hadits, sebab kualitas kedua hal tersebut menjadi tolak ukur sahih atau
tidaknya sebuah Hadits.

Bercermin pada perumusan kritik hadits di atas, maka hakikat kritik hadits
bukan untuk menilai salah atau membuktikan ketidak benaran sabda
Rasulullah saw, karena otoritas nubuwah dan penerima mandat risalah dijamin
terhindar dari salah ucap atau melanggar norma, tetapi sekadar uji perangkat
yang memuat informasi tentang beliau, termasuk uji kejujuran informatornya.

2. Pembagian Kritik Hadits

Pembagian kritik terhadap hadits biasanya dilakukan oleh para ulama


dan ahli hadits dalam rangka menilai kekuatan atau kelemahan suatu hadits
sebagai sumber hukum dalam agama Islam. Berikut adalah beberapa kategori
umum dalam pembagian kritik terhadap hadits:
a) Kritik terhadap Sanad (Isnad):

Matan (Teks): Fokus pada isi hadits, menilai kecocokan dengan prinsip-prinsip
ajaran Islam dan konsistensi dengan prinsip-prinsip lain dalam agama.

Riwayat Perawi: Memeriksa kualitas perawi hadits, termasuk kejujuran,


integritas, ingatan, dan keandalan mereka dalam menyampaikan hadits.

b) Kritik terhadap Isi Hadits:

Kesesuaian dengan Al-Quran: Menilai apakah hadits tersebut konsisten dengan


ajaran Al-Quran.

Kesesuaian dengan Prinsip-Prinsip Islam: Mengukur konsistensi hadits dengan


prinsip-prinsip agama Islam secara umum.

Kesesuaian dengan Konteks Sejarah: Mengingatkan bahwa konteks historis dan


budaya saat hadits diucapkan harus dipertimbangkan dalam memahami dan
menilai keabsahannya.

c) Kritik terhadap Sanad (Perjalanan Sanad):

Perpecahan Sanad: Menelusuri apakah perawi hadits telah bertemu atau tidak.

Keadaan Perawi: Memeriksa status sosial, kebiasaan, dan karakter perawi, serta
apakah mereka memiliki kecenderungan untuk melakukan kesalahan atau
memalsukan hadits.

Perawi yang Tidak Dikenal: Jika terdapat perawi yang tidak dikenal atau tidak
dapat dipercaya dalam sanad hadits, hal ini dapat mengurangi kekuatan hadits
tersebut.

d) Kritik terhadap Aspek Linguistik:

Kesesuaian dengan Bahasa Arab: Menilai keabsahan gramatikal, leksikal, dan


retorika hadits dalam bahasa Arab.

Analogi dan Metafora: Menganalisis apakah hadits tersebut harus dipahami


secara harfiah atau sebagai kiasan atau analogi.

e) Kritik Berdasarkan Perbandingan dengan Sumber Lain:

Perbandingan dengan Hadits Lain: Mengamati kekonsistenan hadits dengan


hadits-hadits lain yang terkait dengan subjek yang sama.

Perbandingan dengan Riwayat Sejarah: Menyelidiki apakah informasi dalam


hadits konsisten dengan catatan sejarah atau bukti-bukti arkeologi.

Pembagian kritik ini membantu para ahli hadits dan ulama dalam menentukan
tingkat kepercayaan terhadap suatu hadits dan apakah dapat digunakan
sebagai sumber hukum dalam agama Islam. Namun, perlu diingat bahwa proses
kritik ini sering kali kompleks dan memerlukan keahlian yang mendalam dalam
bidang hadits dan ilmu-ilmu terkait

3. Pembagian Hadits secara lebih rinci

a) Kritik Sanad (Isnad):

• 'Ilal (Kelemahan): Memeriksa kelemahan-kelemahan dalam sanad, seperti


perawi yang tidak dikenal, perawi yang dianggap tidak jujur, perawi
dengan masalah memorialisasi, dan perawi dengan kecacatan fisik atau
mental.
• Syudzud (Kesendirian): Meneliti apakah perawi hadits ini bersendirian
dalam meriwayatkan hadits tertentu atau tidak.

• Tadlees (Penyembunyian): Mengevaluasi apakah perawi memiliki


kecenderungan untuk menyembunyikan informasi tentang perawi-perawi
di dalam sanad.
b) Kritik Matan (Teks):

• Syaz (Ketidakpastian): Memeriksa apakah terdapat kata-kata atau frasa


dalam teks hadits yang tidak jelas atau ambigu, menyebabkan
ketidakpastian dalam pemahaman.
• Shadh (Anomali): Menilai apakah hadits tersebut bertentangan dengan
prinsip-prinsip ajaran Islam atau dengan hadits-hadits lain yang lebih
kuat.

• Mursal (Terpotong): Meneliti apakah hubungan antara perawi terakhir


dan Nabi Muhammad SAW dalam sanad hadits tersebut terpotong atau
tidak.

c) Kritik Perbandingan:

• Taqri'ib wa Tasybih (Pembagian dan Persamaan): Membandingkan hadits


dengan hadits-hadits lain yang memiliki konteks dan teks serupa untuk
menentukan kesesuaian dan kekuatan.

• Tarajum (Biografi Perawi): Meneliti biografi perawi untuk memastikan


keandalan dan integritas mereka dalam meriwayatkan hadits.

• Tahqiq (Verifikasi): Melakukan verifikasi sejarah terhadap peristiwa atau


informasi yang disampaikan dalam hadits dengan sumber-sumber lain
yang dapat dipercaya.

d) Kritik Linguistik:

• Balan (Gramatikal): Memeriksa kesesuaian struktur gramatikal hadits


dengan kaidah bahasa Arab.

• Lughawi (Leksikal): Mengevaluasi pemakaian kata-kata dan frasa secara


leksikal untuk memastikan kejelasan dan keaslian teks hadits.

• Mafhum (Deduktif): Menganalisis aspek deduktif dan implikatif dalam


hadits untuk memahami maksud yang tersirat.

e) Kritik terhadap Kehidupan Perawi:

• Thabaat (Konsistensi): Meneliti apakah perawi hadits tersebut konsisten


dalam meriwayatkan hadits atau tidak.

• Tsiqah (Keandalan): Mengukur tingkat keandalan dan kejujuran perawi


dalam meriwayatkan hadits berdasarkan bukti-bukti historis dan saksi-
saksi lain.

Pembagian kritik hadits ini membantu dalam mengidentifikasi kekuatan dan


kelemahan suatu hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam. Ini adalah
bagian integral dari ilmu hadits yang melibatkan pemahaman mendalam terhadap
metode-metode kritik hadits yang beragam.
4. Standarisasi Kritik Hadits

Hal terpenting yang harus diperhatikan dalam melakukan kritik adalah standar
yang digunakan terhadap obyek yang dikritik. Sahabat-sahabat Nabi SAW. selain
‘Aisyah juga pernah melakukan kritik Hadits baik sanad maupun matan Hadits.
Seperti yang terjadi pada kasus Abu Bakr al-Siddiq dalam pembagian warisan untuk
seorang nenek seperti yang diriwayatkan oleh Mughirah ibn Syu’bah. Abu Bakar
meminta dukungan dari sahabat lain yang mengetahui riwayat tersebut dari Nabi
SAW. kemudian Muhammad ibn Maslamah memberikan kesaksian atas riwayat
Mughirah ibn Syu’bah.

‘Umar ibn Khaththab juga pernah melakukan hal sama terhadap Abi Sa’id al-Khudri
yang mendapat dukungan dari Ubay ibn Ka’ab, ‘Utman ibn ‘Affan dan ‘Ali ibn Abi
Thalib juga melakukan hal yang sama untuk memastikan kebenaran informasi yang
sampai kepada mereka yang dinisbahkan kepada Nabi SAW.

Metode yang dilakukan oleh Abu Bakar al-Siddiq dengan meminta syahadah (saksi),
‘Umar ibn Khaththab meminta bayyinah (bukti/saksi), ‘Utsman ibn ‘Affan meminta
Iqrar (pengakuan), sedangkan ‘Ali bin Abi Thalib meminta halaf (sumpah), tidak
menunjukan adanya indikasi kritik terhadap perawi Hadits (orang yang
menyampaikan berita), juga tidak adanya standarisasi yang mereka gunakan untuk
menolak atau menerima seorang sebagai pembawa berita (rawi Hadits) tetapi sekedar
tasabbut (memastikan) dan ta’kid (menguatkan). Adanya orang lain (syahid) untuk
menjadi saksi tidak menjadikan persyaratan mutlak, karena banyak Hadits yang
diriwayatkan oleh satu orang (Hadits ahad) dapat diterima, yang mereka lakukan
hanyalah merupakan tindakan hati-hati (ihtiyath).

‘Aisyah telah melakukan kritik langsung terhadap perawi Hadits, seperti yang terjadi
pada kasus Abdullah bin Umar “dia lupa atau salah)” atau “dia tidak hafal”. Kata-
kata ‘Aisyah diatas mengindikasikan bahwa beliau telah menetapkan standar
kekuatan hafalan (dhabith) untuk seorang pembawa berita (rawi Hadits).

Demikian juga dalam matan Hadits, ‘Aisyah telah mempunyai standarisasi tersendiri
untuk menolak atau menerima sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh sahabat lain
bahkan informasi dari Nabi Saw. juga tidak luput dari kritik ‘Aisyah dengan standar
yang beliau tetapkan sendiri.

Metode yang digunakan ‘Aisyah adalah metode perbandingan, yaitu:

a) Perbandingan antara al-Qur’an dengan Hadits.


b) Perbandingan antara satu riwayat dengan riwayat lain
c) Perbandingan antara Hadits fi’ly dengan Hadits qauly.
d) Perbandingan antara Hadits dengan logika.
e) Perbandingan antara Hadits dengan konteks sosio-kultural.

Sedangkan standar yang digunakan untuk mengkritik sebuah Hadits, beliau


menggunakan standar :

Al-Qur’an dan ilmu yang terkait dengan al-Qur’an seperti Asbab al- Nuzul,
munasabah dan tafsir. Hadits-Hadits yang beliau dengar langsung dari Nabi atau
yang beliau saksikan. Logika, pemahaman Kepribadian Nabi SAW.

Dengan demikian ‘Aisyah telah menetapkan standarisasi tersendiri untuk


mengkritik sebuah Hadits. Sanad bukanlah satu-satunya komponen yang dapat
menentukan ke-shahih-an Hadits, matn Hadits juga mempunyai peranan yang
sangat dominan dalam menentukan ke-shahih-an Hadits.
Berdasarkan standarisasi yang digunakan oleh ‘Aisyah inilah ilmu kritik Hadits,
terutama pada kritik matan, mengalami perkembangan. ‘Aisyah bukan satu-satunya
sahabat yang melakukan kritik Hadits pada masa Nabi SAW. ataupun pada masa
sahabat, ‘Umar ibn Khaththab juga pernah melakukan hal yang sama, akan tetapi
karena intensitas kritik yang dilakukan oleh ‘Aisyah maka terlihat pola yang
digunakan oleh ‘Aisyah dalam melakukan kritik. Sehingga Imam al-Zarkasyi
mengumpulkan kritik-kritik ‘Aisyah terhadap Hadits-Hadits yang diriwayatkan oleh
sahabat lain dalam karya beliau yang berjudul: Al-Ijabah li Irad ma Adrakathu
‘Aisyah ‘ala Shahabah yang berisi 80 Hadits yang dikritik oleh ‘Aisyah terhadap 22
sahabat. Dengan kenyataan yang telah digambarkan diatas, dapat disimpulkan
bahwa ‘Aisyah adalah kritikus Hadits pertama dalam islam yang telah
menggunakan standarisasi dan metode yang baku.

6. Metode kritik hadits Nabi Muhammad SAW yang umum digunakan oleh para
cendekiawan Islam

a) Kritik Sanad (Criticism of Chains of Transmission):

• Tahqiq al-'Ilal (Investigation of Flaws): Penelitian terhadap kecacatan


dalam rantai transmisi hadis, seperti keberadaan perawi yang tidak
dikenal atau diragukan keandalannya.

• Tahqiq al-Tawatur (Investigation of Multiplicity): Penelitian terhadap


jumlah laporan hadis yang sama dari berbagai sumber yang berbeda
untuk menegaskan kebenaran hadis.

• Tahqiq al-Irsal (Investigation of Attribution): Penelitian terhadap apakah


setiap narator dalam rantai transmisi hadis bertemu secara langsung
dengan narator sebelumnya dalam rantai.
b) Kritik Matn (Criticism of Text):

• Tahqiq al-Ma'nawi (Investigation of Meaning): Penelitian terhadap


substansi dan makna hadis untuk memastikan konsistensi dengan ajaran
Islam dan prinsip-prinsip moral.

• Tahqiq al-Mawdu'at (Investigation of Fabrications): Penelitian terhadap


hadis-hadis palsu atau terdapat kesalahan yang disengaja dalam teks
hadis.

c) Kritik Rijal (Criticism of Narrators):

• Tahqiq al-'Adalah (Investigation of Integrity): Penelitian terhadap karakter,


kejujuran, dan integritas narator hadis.

• Tahqiq al-Dabt (Investigation of Precision): Penelitian terhadap


kemampuan narator untuk mengingat dan mentransmisikan hadis secara
akurat.

d) Kritik Teks dan Konteks Historis (Criticism of Text and Historical Context):

• Tahqiq al-Waqi' (Investigation of Historical Context): Penelitian terhadap


konteks sejarah, sosial, dan budaya di mana hadis itu disampaikan untuk
memahami konteksnya dengan lebih baik.

e) Kritik Komparatif (Comparative Criticism):


• Tahqiq al-Muqayyad (Investigation of Specificity): Penelitian terhadap
keunikan hadis atau kesesuaian dengan hadis-hadis lain.

• Tahqiq al-Mutaba'at (Investigation of Consistency): Penelitian terhadap


kesesuaian hadis dengan Al-Quran dan hadis-hadis lain yang diterima.

Dengan menggunakan berbagai metode kritik ini, para cendekiawan Islam berusaha
untuk memeriksa, memilah, dan memvalidasi keabsahan hadis-hadis Nabi
Muhammad SAW, sehingga dapat menyampaikan ajaran yang benar dan otentik
kepada umat Islam.

BAB III

PENUTUP

Demikian malakah ini kami buat, tiada gading yang tak retak, segala khilaf mohon
ma’af. kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna sehingga penulis
sangat mengharap dan menghargai masukkan, kritik, atau saran dari pembaca atau
pendengar, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Aamiin.

Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.

Anda mungkin juga menyukai