Anda di halaman 1dari 12

KRITIK MATAN HADIS DAN URGENSINYA

A. Kritik Matan Hadis dan Urgensinya


1. Definisi Kritik Matan Hadis1
Kata k itik e asal da i ahasa Yu a i krites yang artinya
seo a g haki , krinein e a ti e ghaki i , kriterion e a ti dasa
pe ghaki a . Dala ko teks tulisa i i kata k itik dipakai u tuk
menunjuk kepada kata an-naqd dalam studi hadis. Dalam literatur Arab
kata an-naqd dipakai u tuk a ti k itik , atau e isahka ya g aik
da i ya g u uk. Kata an-naqd i i telah digu akan oleh beberapa
ulama hadis sejak awal abad kedua Hijriah, hanya saja istilah ini belum
popule di kala ga e eka. Kata an-naqd dala pe ge tia te se ut
tidak dijumpai dalam Al-Qu a aupu hadis. Na u kata ya g
memiliki pengertian yang sama disebutkan dalam al-Qu a , yaitu kata
yamiz yang berarti memisahkan sesuatu dari sesuatu yang lain. Bahkan
seorang pakar hadis abad ketiga Hijriah, Imam Muslim (w. 261 H=875 M)
memberi judul bukunya yang membahas metode kritik hadis dengan al-
Tamyiz2. Sebagian ulama menamakan istilah an-naqd dalam studi hadis
dengan sebutan al-jarh wa at-tadil sehingga dikenal cabang ilmu hadis,
al-jarh wa at-tadil yaitu ilmu untuk menunjukkan ketidaksahihan dan
keandalan. Memperhatikan pengertian dan perkembangan istilah
te se ut, dala ahasa I do sia ide tik de ga kata e yeleksi ya g
secara leksikal memiliki arti menyaring atau memilih.
Dari pengertian kata atau istilah kritik di atas, dapat ditegaskan
bahwa yang dimaksud dengan kritik matan hadis (naqd al-matn) dalam
konteks ini ialah usaha untuk menyeleksi matan hadis sehingga dapat

1
http://uin-suka.info/ejurnal/index.php?option=com_content&task=view&id=35&Itemid=1
diakses tanggal 18 Desember 2010.
2
Muhammad Mustafa Azami, Metodologi Kritik Hadis, terj. A. Yamin, (Jakarta: Pustaka
Hidayah,1992), hlm. 81, dalam http://laluemha.blogspot.com/2008/12/kritik-matan-hadits.html
diakses tanggal 17 Desember 2010.

1
ditentukan antara matan hadis yang sahih atau lebih kuat dan yang tidak.
Kesahihan yang berhasil diseleksi dalam kegiatan kritik matan tahap
pertama ini baru pada tahap menyatakan kesahihan matan menurut
eksistensinya. Pada tahap ini belum sampai pada pemaknaan matan
hadis, kendatipun unsur-unsur interpretasi matan boleh jadi ada
terutama jika menyeleksi matan dengan cara melihat tolok ukur
kesahihan matan hadis. Bila terdapat matan hadis yang sangat rumit
dikritik atau diseleksi berkaitan dengan pemaknaannya, maka hal
te se ut dise ahka kepada studi matan hadis tahap kedua yang
menangani interpretasi atau pemaknaan matan.

2. Urgensi Kritik Matan Hadis


Hadis adalah teks normatif kedua setelah Al-Quran yang
mewartakan prinsip dan doktrin ajaran Islam. Sebagai teks kedua setelah
Al-Quran, hadis tidaklah sama dengan Al-Qu a , baik pada tingkat
kepastian teks ( at I al-wurud) maupun pada taraf kepastian argument
( at I al-dalalah). Pada tingkat kepastian teks, hadis dihadapkan pada
fakta tidak ada jaminan otentik yang secara eksplisit menjamin kepastian
teks, sebagaimana yang dimiliki oleh Al-Qu a . Tidak ada ya ja i a
otentisitas teks ini memaksa disiplin ilmu ini, melalui para pengkajinya,
bersusah payah merumuskan secara swadaya (tanpa campur tangan
Tuhan) konsep yang diharapkan bisa menjamin akan otentisitasnya3.
Demi mewujudkan hal ini, para pengkaji ilmu hadis telah berhasil
merumuskan sejumlah disiplin ilmu yang berkompeten untuk menilai
hadis baik dari aspek sanad maupun matan. Beragam ilmu yang konsen
dengan kritik sanad (jalur transmisi periwayatan) muncul, sebut saja
misalnya ilmu rijal al-hadis, tabaqat ar-ruwat, tarikh ar-rijal, dan al-jarh

3
Salamah Noorhidayati, M.Ag., Kritik Teks Hadis: Analisis Tentang ar -Riwayah bi al-Ma a da
Implikasinya bagi Kualitas Hadis, (Teras: Yogyakarta, 2009), hal. 7.

2
wa at-ta dil. Fokus dari semua disiplin ilmu ini adalah tentang hal-ihwal
para perawi hadis, baik dari segi ke- adil-an maupun ke-dabit-annya. Dari
kajian tersebut, memunculkan terminologi-terminologi yang tersebar
dalam Ulu al-Hadis yang sering dan banyak diarahkan kepada
keberadaan jalur transmisi hadis. Misalnya, mutawatir, ahad, mauquf,
a tu , u sal, aziz, ga ib, dan lain sebagainya yang relatif bisa
menunjukkan posisi dominatif ilmu rijal hadis daripada kritik matan.
Fokus pada aspek periwayatan hadis yang dianggap terlalu
berlebihan mengakibatkan minimnya disiplin ilmu yang secara khusus
mengkaji hadis dari aspek yang kedua, aspek matan. Bukti yang tegas dari
hal ini adalah banyaknya kitab-kitab yang mengulas jalur periwayatan
hadis baik secara langsung maupun tidak, jumlahnya lebih banyak
dibandingkan dengan kitab yang khusus mengkaji persoalan matan.
Padahal, sebagai sebuah teks normatif setelah Al-Qu a , hadis
memuat sejumlah konsep, ajaran, doktrin, tuntunan hidup dan lain
sebagainya, yang kesemuanya itu terangkum dalam matan. Menyajikan
redaksi matan yang bisa dipertanggungjawabkan adalah tujuan kajian
sanad sehingga sebuah teks bisa benar-benar dipertanggungjawabkan.
Tidak ada jaminan bahwa jika sanad suatu hadis sahih, maka
demikian juga redaksi matan-nya. Kesahihan matan tidak mesti
berbanding lurus dengan kesahihan sanad. Banyak hal yang penting dikaji
secara mendalam terkait dengan redaksi matan hadis, sehingga kajian
hadis seharusnya tidak mencukupkan kajiannya hanya dengan mengkritik
jalur transmisi hadis, dan menomorduakan kritik atas teks matan
(redaksi) hadis.
Penting juga untuk diketahui bahwa sebelum hadis-hadis
didokumentasikan dalam bentuk kitab-kitab (abad ke-2, ke-3 H dan
seterusnya), hadis telah terkontaminasi oleh pemalsuan karena berbagai

3
kepentingan, seperti politik, semangat beribadah yang berlebihan, fanatik
aliran dan lain sebagainya4.

A.1. Sejarah Kritik Matan Hadis5

a. Masa Sahabat
Sejak kapan muncul kritik matan hadis? Proses memilah
matan antara yang benar dan yang salah sudah dilakukan oleh para
sahabat pada masa Rasulullah. Imam Muslim meriwayatkan melalui
jalur Anas bin Malik, ada seorang dari dusun datang kepada
‘asulullah, ka i e de ga ia e ta ya, Hai Muha ad, telah
datang kepada kami utusanmu, menjelaskan bahwa Allah mengirim
e gkau se agai ‘asul? eliau e jawa , e a . ‘iwayat i i
menunjukkan ada upaya mencari kebenaran berita di masa
Rasulullah. Untuk masa sekarang, konfirmasi orang Badui tentang
berita itu disebut penelitian. Konfirmasi tentang matan Hadis juga
dilakukan oleh sahabat senior seperti Abu Bakar dan Umar dengan
gayanya masing-masing di saat Rasulullah sudah tiada. Ketika
didatangi seorang nenek untuk meminta bagian warisan cucunya, Abu
Baka e kata, saya tidak mendapatkan dalil dalam Al-Qu a da
saya tidak pernah mendengar Rasulullah memberi bagian bagi
e ek. Ke udia A u Baka e a yaka hal i i kepada o a g
banyak. Al-Mughi ah elapo ka , saya e de ga ‘asulullah
e ei agia e ek sepe e a . A u Baka e ta ya, siapa
o a g lai ya g e de ga kasus i i? Muha ad i Masla ah
naik saksi atas kebenaran al-Mughirah. Dengan konfirmasi ini, Abu
Bakar memberikan bagian warisan nenek tersebut seperenam.

4
Prof. Dr. Muh. Zuhri, Telaah Matan Hadis: Sebuah Tawaran Metodologis, (LESFI: Yogyakarta,
2003) hal. 41.
5
Ibid... hal. 42.

4
“iti Aisyah U ul Muk i i , e olak e e apa hadis yang
diriwayatkan Abu Hurairah. Kasus yang dikutip di beberapa buku Ilmu
Hadis adalah, “iti Aisyah e olak hadis iwayat A u Hu ai ah ya g
isi ya e yataka oa g ati itu disiksa ka e a dita gisi oleh
kelua ga ya, da hadis ya g isi ya a ak aki at zina itu tidak masuk
su ga. Kedua hadis i i dik itik se agai e te ta ga de ga
kandungan ayat al-Qu a ya g e yataka ahwa seseo a g itu
tidak e a ggu g dosa o a g lai . Sedangkan pada hadis pertama
ada kesalahan periwayatan. “iti Aisyah e jelaskan sabab wurud
hadis ini. Ketika itu, Rasulullah melintas di dekat orang Yahudi yang
seda g e a gisi seo a g a ggota kelua ga ya. Me eka
e a gisi ya, se e ta a, ia ayit disiksa di ku u ya. “iti Aisyah
ke udia e kata, Cukuplah kalia de ga Al-Qu a . Adapu
kesalahan periwayatan hadis kedua adalah bahwa sebenarnya hadis
itu menuturkan peristiwa ketika Rasulullah bersama dengan
seseorang, diejek olah orang munafiq. Rasulullah kemudian bertanya
“iapa ya g e ghala gi aku e sa a si pola i i? si Munafiq
e kata, Ia pu ya a ak zi a. ‘asulullah e yataka , ya g e zi a
itulah yang punya tiga keburukan (terancam tidak masuk surga),
uka a ak ya.
Bagaimana pun, kritik matan didasari oleh sebuah motivasi
untuk mengetahui apakah sebuah informasi berasal dari Rasulullah.
Keraguan ini tiada lain dimaksudkan untuk menjaga hadis dari
pemalsuan. Para sahabat tidak mengalami kesulitan memahami hadis
Nabi secara harfiyah, karena bahasanya sesuai dengan konteks
mereka. Bila ada kesulitan, mereka dapat langsung bertanya ke
Rasulullah.

5
b. Masa Pasca Sahabat
Kritik periwayatan hadis juga dilakukan oleh para ulama
dengan cara yang dilakukan oleh para sahabat seperti contoh
sebelumnya, terutama ketika terjadi penyebaran hadis audhu
(palsu) karena kepentingan tertentu, utamanya kepentingan politik.
Selepas terbunuhnya khalifah Usman, suhu politik dalam masyarakat
Islam memanas, apalagi ketika khalifah Ali berhadapan dengan
Mu awiyah dala pe a g esa . Pe sete ua i i, e u ulka
doktrin-doktrin agama berupa hadis-hadis audhu , sehi gga pa a
ula a pe lu e eliti apakah hadis itu adhu atau tidak de ga
melihat redaksi hadis, apakah susunan katanya layak diucapkan oleh
Rasulullah atau tidak.
Sebagai contoh, hadis riwayat Ibn Majah yang berisi tentang
ramalan bahwa umat Muhammad itu ada 5 generasi, masing-masing
40 tahun. Generasi Rasulullah dan para sahabat disebut ahli ilmu dan
iman, generasi kedua, antara 40-80 tahun adalah ahli berbuat baik
dan taqwa, generasi ketiga, antara 80-120 tahun adalah ahli
bersilaturahmi, generasi keempat, antara 120-160 tahun, adalah
generasi yang saling menjauhi dan memutus hubungan, dan generasi
terakhir adalah generasi kacau dan semrawut. Hadis ini dinilai
audhu karena hanya menyebut 5 generasi, bagaimana dengan
generasi setelah 200 tahun dan berikutnya? Mustahil ungkapan
janggal ini berasal dari Rasulullah.

3. Bagian-bagian Matan yang Diteliti


Penting untuk diketahui bahwa kritik hadis bukan
dimaksudkan untuk menilai salah atau membuktikan ketidakbenaran
sabda Nabi, akan tetapi lebih merupakan uji perangkat yang memuat
informasi tentang beliau, termasuk uji kejujuran si pembawa

6
informasi (informator). Kritik hadis bertujuan untuk menguji dan
menganalisis secara kritis apakah fakta sejarah kehadisan itu dapat
dibuktikan, termasuk komposisi kalimat yang terekspos dalam
ungkapan redaksional (matan). Pada level ini, pengujian matan hadis
lebih fokus pada aspek kebahasaan.
Tapi lebih jauh lagi, kritik hadis bergerak pada level menguji
apakah kandungan ungkapan matan itu dapat diterima sebagai suatu
kebenaran historis serta dapat dipercaya. Target yang hendak dibidik
dalam kritik ini adalah pada isi kandungan (substansi doktrinal) yang
terdeskripsikan dalam redaksi hadis6.

4. Tolok Ukur Kritik Matan Hadis


Tolok ukur penelitian matan yang dikemukakan oleh para ulama
tidaklah seragam, diantaranya Al-Khathib Al-Baghdadi (w. 463 H)
menjelaskan bahwa matan hadis yang maqbul (bisa diterima sebagai
hujjah) adalah7:
1. Tidak bertentangan dengan akal sehat.
2. Tidak bertentangan dengan hukum Al-Qu a ya g telah uhka .
3. Tidak bertentangan dengan hadis mutawatir.
4. Tidak bertentangan dengan amalan yang sudah menjadi
kesepakatan ulama masa lalu (salaf).
5. Tidak bertentangan dengan dalil yang sudah pasti.
6. Tidak bertentangan dengan hadis ahad yang kualitas
kesahihannya lebih kuat.
Selain itu, masih ada lagi tolok ukur penting yang tidak disebutkan
misalnya tentang susunan bahasa dan fakta sejarah. Ada pula tolok ukur

6
Salamah Noorhidayati, M.Ag., Kritik Teks Hadis: Analisis Tentang ar -Riwayah bi al-Ma a da
Implikasinya bagi Kualitas Hadis, (Teras: Yogyakarta, 2009), hal. 9.
7
Yu aha Ilyas da M, Mas udi dala Pe ge a ga Pe iki a Te hadap Hadis (LPPI UMY:
Yogyakarta, 1996) hal. 8-9.

7
yang dikemukakan oleh Shalah al-Din al-Adlabi yang mengemukakan
bahwa tolok ukur penelitian matan ada 4, yakni:
1. Tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Qu a .
2. Tidak bertentangan dengan hadis yang kualitasnya lebih kuat.
3. Tidak bertentangan dengan akal yang sehat, indera, dan sejarah.
4. Susunan pernyataannya menunjukkan ciri sabda kenabian.
Butir-butir tolok ukur di atas, yang dapat dinyatakan sebagai
kaidah kesahihan matan, oleh jumhur ulama dinyatakan sebagai tolok
ukur untuk meneliti kepalsuan suatu hadis. Menurut jumhur ulama,
tanda-tanda matan hadis yang palsu adalah:
1. Susunan bahasanya rancu.
2. Isinya bertentangan dengan akal yang sehat dan sangat sulit
diinterpretasikan secara rasional.
3. Isinya bertentangan dengan hukum alam (sunnatullah).
4. Isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam.
5. Isinya bertentangan dengan sejarah.
6. Isinya bertentangan dengan petunjuk Al-Qu a ataupu hadis
mutawatir yang telah mengandung petunjuk secara pasti.
7. Isinya berada di luar kewajaran dari petunjuk umum ajaran Islam.
Meskipun sudah ada perumusan mengenai tolok ukur penelitian
kesahihan matan hadis, perlu juga diperhatikan bahwa tingkat akurasinya
juga ditentukan oleh ketetapan metodologis dalam penerapannya, untuk
itu kecerdasan, keluasan pengetahuan, kecerdasan peneliti sangat
dibutuhkan dalam proses ini. Lebih jauh, Imam al-Nawawi (w. 676 H)
menyatakan bahwa hubungan sanad dengan matan diibaratkan
hubungan hewan dengan kakinya, jadi penelitian matan barulah
bermanfaat bila sanad hadis yang bersangkutan telah memenuhi syarat
untuk hujjah. Bila sanad bercacat berat, maka matan tidak perlu diteliti
sebab tidak akan bermanfaat untuk hujjah.

8
Husein Yusuf (1996)8, menyatakan bahwa hadis yang matan-nya
sahih adalah hadis yang matan-nya memenuhi kriteria-kriteria sebagai
berikut:
1. Sempurnanya Formasi Kata dan Kalimat
Kehalusan bahasa Muhammad SAW bukan saja teruji oleh
kaidah bahasa, tetapi juga terseleksi dalam pilihan kata-
katanya, sehingga problema seksual pun beliau ungkapkan
dengan dan melalui keindahan dan kesopanan berbahasa.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyatakan standar
lemahnya suatu kata terletak pada makna yang dikandungnya,
dan bukan langsung pada kata dan redaksinya itu sendiri.
Sehingga dapat dimaklumi kalau seorang rawi terpaksa
meriwayatkan suatu hadits dengan makna, akibat
ketidakmampuan dalam mengungkapkan kata-kata hadis
tersebut dengan baik. Kedustaan akan tampak tatkala dia
mengatakan bahwa kata-kata itu pun berasal dari Muhammad
SAW.
2. Kesempurnaan Makna
Makna hadis seharusnya dan semestinya tidak
bertentangan dengan potensi positif manusia dan juga tidak
bertentangan dengan ilmu pengetahuan dan penalaran logis
dan juga sunnatullah. Matan yang tidak memenuhi ketentuan
di atas dapat dilihat dalam contoh-contoh di bawah ini:
Te u g adalah o at segala a a pe yakit
Me a da g wajah ya g a tik adalah i adah
Kapal Na i Nuh tawaf di Baitullah tujuh putaran dan
salat dua akaat di a a I ahi .

8
Prof. Drs. H.M. Husein Yusuf, Kriteria Hadis Sahih: Kritik Sanad dan Matan dalam Drs. Yunahar
Ilyas, LC. da D s. M. Mas udi, Pe ge a ga Pe iki a Te hadap Hadis, LPPI UMY: 1996 , hal.
34 – 37.

9
3. Sesuai dengan Al-Qu a da Hadis Mutawati
Hadis yang ditelaah dengan analisis kritis dapat
digolongkan shahih al-matan bila tidak bertentangan Al-
Qu a da hadis mutawatir. Pertentangan dengan salah satu
dari keduanya sudah cukup bukti untuk mengatakan bahwa
matan hadis tersebut ditolak, apalagi berlawanan dengan
keduanya. Contoh:
A ak zi a tidak aka asuk su ga sa pai tujuh tu u a
Yang hal itu berlawanan dengan Al-Qu a su at al-A a ayat
164:

 ...      

Da seseo a g ya g e dosa tidak aka memikul dosa orang


lai .

4. Sesuai dengan Fakta Sejarah


Matan suatu hadis dalam banyak hal perlu
dikonfirmasikan dengan fakta sejarah. Matan hadis yang
menyalahi fakta sejarah digolongkan ke dalam matan ghairu
shahih. Sebagai contoh, sebuah riwayat yang menyatakan
bahwa Muhammad menetapkan pembayaran upeti atas
penduduk Khaibar, sekaligus melenyapkan eksploitasi dan
perbudakan di antara mereka setelah perang Khaibar itu. Hal
ini jelas menyalahi fakta dan kenyataan sejarah, karena upeti
(jizyah) baru diundangkan setelah perang Tabuk yang terjadi
dua tahun setelah perang Khaibar.

10
5. Matan Hadis Tidak Syadz dan Tidak Ber- illat
Memvonis suatu Hadis dengan syadz (janggal), yaitu
membandingkan Hadis dengan Hadis lain yang sama, namun
Hadis pertama mempunyai sanad yang kalah shahih dengan
sanad yang terdapat dalam Hadis kedua. Maka Hadis pertama
disebut dengan sanad shahih namun matan-nya syadz. Hadis
tersebut dha if sekalipun sanadnya shahih.
Memvonis Hadis dengan illah (cacat), karena salah satu
perawinya diketahui kecacatan sehingga diragukan dalam
menyampaikan suatu Hadis. Walau seungguhnya sepintas
Hadis tersebut shahih secara sanad. Dalam illah ini memang
sangat dibutuhkan kejelian dan kedalaman dalam meneliti diri
perawi.

5. KESIMPULAN
Hadis sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-Quran,
sangat penting untuk diteliti, baik dari sisi kritik sanad maupun matan.
Keduanya ibarat dua sisi mata uang yang berbeda namun tidak bisa
dipisahkan. Tolok ukur atau kriteria penelitian matan hadis, menjadi
sangat penting untuk ditetapkan di awal sebelum menentukan
metodologi atau pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian
matan hadis.

11
REFERENSI

http://laluemha.blogspot.com/2008/12/kritik-matan-hadits.html diakses tanggal 17


Desember 2010.
Ilyas, Yu aha , D s. L . Da Mas udi, M., D s., Pengembangan Pemikiran
Terhadap Hadis, Yogyakarta, LPPI Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, 1996.
Noorhidayati, Salamah, M.Ag., Kritik Teks Hadis: Analisis tentang Ar-Riwayah bi
al-Ma a da I plikasi ya bagi Kualitas Hadis, Yogyakarta, TERAS, 2009.
Zuhri, Muh., Prof. Dr., Telaah Matan Hadis: Sebuah Tawaran Metodologis,
Yogyakarta, LESFI, 2003.

12

Anda mungkin juga menyukai