Anda di halaman 1dari 12

HIJAB dan CADAR

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Isu
Kontemporer

Dosen Pengampu: Muhamma Syaiful S, Pd, I. M.,Ag.

Oleh:

M.Agus Aji Pramono (2110100977)

SEMESTER IV
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN dan TAFSIR (IAT)
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) KHOZINATUL ULUM
2023
KATA PENGANTAR

Bismillah, Alhamdulillah, Puji Syukur Kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat,
nikmat, hidayah serta inayahNya kepada kita semua sehingga kami dapat diberi kesempatan dapat
menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “HIJAB DAN CADAR” ini dengan tepat
waktu.

Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.
Semoga dengan bacaan sholawat kita kelak diakui sebagai ummatNya dan mendapat syafaatNya
kelak di Yaumil Qiyamah. Aamiin.

Selanjutnya ucapan terimaksih kami haturkan kepada Bapak dosen pengampu mata kuliah
Hermeneutika Bapak Muhammad Syaifu S,Pd, i. M.,Ag. atas bimbingan dan arahan kepada kami
dan dalam penulisan makalah ini. Sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini
meskipun masih terdapat banyak kekurangan di sana-sini. Ucapan terimakasih juga kami haturkan
kepada teman teman yang sudah mendukung dan berkontribusi dalam penulisan makalah ini.

Kami menyadari, tak ada yang sempurna. Begitu pula dengan makalah ini. Masih banyak
kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Maka dari itu, kami
memohon maaf sebesar-sebesarnya jika terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini.

Semoga dengan makalah ini dapat diambil manfaat, dan semoga juga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan teman-teman pembaca. Amiin

Blora, 22 NOVE 2023

Penulis
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Jilbab merupakan kata yang tidak asing lagi diperdengarkan oleh telinga kita
saat ini. Suatukain yang berfungsi sebagai penutup aurat wanita kini sedang ramai
dipergunakan sebagai trend center dunia fashion. Banyak terdapat model dan tipe-
tipe jilbab disugguhkan kepadawanita muslimah untuk mempercantik diri. Bahkan sampai
untuk mengenalkan produk jilbab dengan berbagai model. Karena terdapat fenomena, jilb
abdigunakan hanya saat mengikuti perkulihan agar terlihat rapi dan elegan bersama-sama
temankuliah. Lalu setelah selesai mengikuti perkulihan dan sampai dirumah, kos, atau
bermain jilbab.
inimnya pengetahuan tentang hakikat menggunakan jilbab serta tuntunan yangdiberlakuk
an oleh agama islam, membuat wanita-wanita muslim seenaknya mengenakan jilbab. "ada
dasarnya jilbab berfungsi untuk menutup aurat kewanitaan agar terhindar dari halmaksiat.
akan tetapi, terkadang saat ini hanya digunakan sebagai kedok atau identitas bagiwanita-
wanita tertentu agar terkesan baik, sopan, santun, dan berbudi luhur. Bahkan hanya
dijadikan sebagai trend dan fashion style saja. Bila fenomena ini terus
berkelanjutan, betapa mirisnya kondisi wanita muslim dan harga diri dari wanita muslim
sekarang ini.
B. Rumusan Masalah
1. Defini Hijab?
2. Etika menggunakan Hijab?
3. Definisi Cadar?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Definisi Hijab
2. Untuk mengetahui Etika Berhijab
3. Untuk mengetahui Definisi Cadar
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi HIJAB
Ada dua kosa kata yang digunakan dalam satu makna yang sama, yakni Jilbab Dan
hijab.Yang sering kita ketahui, kedua kosa kata ini cenderung menunjukan kepada wanita
yangmenutup aurartnya dari kepala dan tubuh mereka. Hijab dan Jilbab begitu popular di
kalanganmasyarakat Indonesia, ketika mereka menyebut hijab, kata itu sama dengan jilbab,
dan sebaliknya
Hijab memberikan arti penutup karenamemnunjukan kepada sesuatu yang ditutup.
Tetapi kata Hijab tidak harus mengandung maknakepada seorang wanita muslimah yang
menutup auratnya. Diafragma yang memisahkan antaradada dan perut bisa di artikan
sebagai hijab.Dinamakan Hijab karena satu sama lain tidak dapat melihat. Tetapi, penutup
wajah bagi perempuan dan agar pihak perempuan tidak bisamelihatkan wajahnya kepada
laki-laki dinamakan cadar. Sehingga hijab tidak bisa diartikansebagai alat penutup wajah
wanita (cadar) agar tidak dapat dilihat, karena hijab yang dipakaiwanita muslimah hanya
sebatas Kerudung.1 Jadi, hijab bentuk kata kerjanya adalah ḥajaba diterjemahkan
“menyelubungi, memisahkan, menabiri, menyembunyikan, menutupi”. Hijab juga
diartikan “penutup, selubung, tirai, tabir, pemisah”.2

Selain itu hijab mempunyai dua pengertian yaitu; Yang pertama diartikan pakaian
wanita seperti baju dan kerudung yang bisa menutup mulai ujung kepala sampai ujung
kaki. Dan yang kedua, hijab adalah pemisah antara wanita dengan pria dan menghindari
bercampur dengan pria, yang biasa dikenal dengan “ikhtilat”. Sedangkan makna hijab
dalam aspek sosial adalah suatu sistem yang menyeluruh yang menjadi panduan dasar bagi
pria dan wanita dalam bermuamalah untuk membangun masyarakat. Sehingga hijab tidak

1
Murthadha, Muthahhari, Hijab Gaya Hidup Wanita Islam, Agus Efendi dan Alwiyah Abdurrahman(Bandung:
MIZAN, 1994), hlm. 11.

2
Dahlan abdul azis, Ensiklopedia Hukum Islam (Cet. I; Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996),
h. 545.
hanya dipahami sebagai kewajiban individu tetapi suatu kesadaran publik yang akan
menghantarkan pada kesalehan.

B. Etika Menggunakan Hijab


1. Menutup seluruh badan selain yang dikecualikan.
Syarat ini terdapat dalam firman Allah swt. dalam surat al-Nur /24: 31. Yang artinya
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke
dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-
putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara
lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang
aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan
yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-
orang yang beriman supaya kamu beruntung.3 Dalam ayat di atas ditegaskan kewajiban
untuk menutup seluruh perhiasan, tidak memperlihatkan sedikitpun di antaranya,
kepada pria-pria ajnabi (orang asing), kecuali perhiasan yang tampak tanpa
kesengajaan dari mereka (kaum wanita), maka mereka tidak dihukum karena ketidak
sengajaan itu jika mereka bersegera menutupnya. Al-Hafiẓ Ibnu Kaṡir berkata dalam
Tafsirnya, “Maksudnya, janganlah kaum wanita menampakkan sedikitpun dari
perhiasan mereka kepada pria-pria ajnabi,kecuali yang tidak mungkin disembunyikan.”
Al-Qurṭubĩ berkata, “Pada umumnya wajah dan dua telapak tangan biasanya
berdasarkan tradisi dan dalam ibadah itu tampak, seperti dalam salat dan haji, maka
tepatlah jika pengecualian itu dikembalikan kepadanya.”4
2. Bukan berfungsi sebagai perhiasan

3
Ibnu Kaṡir, Tafsir Ibnu Kaṡir, Juz. 6 (Cet. II; t.t.: Dār al-Ṭayyibah, 1420 H/1999 M), h
4
Syaikh Muḥammad Naṣiruddin al-Albani, Jilbāb al-Mar-atu al-Muslimah, diterjemahkan oleh Hawin Murtaḍa &
Abu Sayyid Sayyaf, Jilbab Wanita Muslimah Menurut Qur’an dan Sunnah (Semanggi, Solo: At-Tibyan, 2011), h.
58. 12Departemen Agama, op. cit., h. 354.
Q.S. al-Nur /24: 31. Yang artinya “…dan janganlah menampakkan perhiasannya
(auratnya) ….” 12 Ayat tersebut mencakup semua bentuk pakaian. Dengan demikian,
ia juga mencangkup pakaian luar bilamana dihiasi dengan berbagai hiasan yang dapat
menarik perhatian kaum laki-laki. Oleh sebab itu, hendaklah pakaian tersebut tidak
berfungsi sebagai perhiasan atau memiliki warna-warna mencolok yang dapat menarik
perhatian.
3. Kainnya harus tebal, tidak tipis (transparan)
Dari Abu Hurairah r.a. , ia berkata , Rasulullah saw. bersabda: yang artinya “Ada dua
golongan yang termasuk ahli neraka. Saya belum pernah melihatnya. Suatu kaum yang
memegang cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk mencambuki manusia dan
wanita-wanita yang berpakaian, tetapi telanjang, sesat, dan menyesatkan. Kepala
mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak
akan mencium aromanya. Sungguh, aroma surga itu tercium dari jarak sekian dan
sekian.” (H. R. Muslim dan Ahmad).5
4. Harus longgar, tidak ketat, sehingga tidak dapat menggambarkan sesuatu dari
tubuhnya. Tujuan dari sebuah pakaian adalah untuk menutup. Sedangkan menutupi
tubuh wanita dari pandangan laki-laki asing adalah sebagai upaya untuk menghindari
fitna dan kerusakan. Tidak diragukan lagi, bahwa pakaian ketat tidak akan mampu
mewujudkan tujuan tersebut. Sebab, ia dapat menampakkan tubuh wanita dan
menonjolkan ukurannya di hadapan laki-laki asing. Tidak disangsikan lagi, hal tersebut
akan mendatangkan fitna dan membangkitkan syahwat serta terjadinya kerusakan. Atas
dasar itu, maka syariat datang untuk melarang wanita mengenakan pakaian ketat.
Syariat mensyaratkan pakaian wanita harus longgar, sehingga tidak menampakkan
sedikit pun dari lekuk tubuh wanita di hadapan laki-laki asing.
5. Tidak diberi wewangian
Islam melarang kaum wanita memakai wewangian saat ia keluar rumah. Hal ini
berdasarkan sejumlah hadis, di antaranya: a. Dari Abu Hurairah r.a. , ia berkata,

5
Muslim bin al-Ḥajjāj Abu al-Ḥusain al-Naisabūrĩ, Ṣahih Muslim, Juz. 6 (Beirut; Dār al- Jĩl, t.th.), h. 168;
(selanjutnya penulis cukup menyebutnya dengan Imam Muslim). Lihat juga: Aḥmad bin Ḥambal Abu Abdillah al-
Syaibānĩ, Musnad Aḥmad bin Ḥambal, Juz. 2 (al-Qāhirah: Muassasah Qurṭubah, t.th.), h. 355-356.; (selanjutnya
penulis cukup menyebut dengan Imam Aḥmad).
Rasulullah saw. bersabda: ‫ (رواه مسلم و‬. َ ‫ت َب ُخ ْو ًر ا فَالَ ت َ ْش َھدْ َم َعنَا ْال ِعشَا َء اْالخِ َر ة‬ َ َ ‫أَیُّ َما ا ْم َر أَةٍ أ‬
ْ ‫صا َب‬
)‫أبوداود و النساءي‬
“Siapa pun perempuan yang memakai bakhur (pengasapan yang beraroma wangi),
maka janganlah ia menyertai kami dalam menunaikan shalat Isya yang akhir.” (H. R.
Muslim, Abu Daud, dan An-Nasa’i).6
6. Tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir.
Syariat Islam telah menetapkan bahwasanya tidak dibolehkan bagi kaum muslimin
secara umum, baik laki-laki maupun perempuan meniru orang-orang kafir, baik dalam
adat, pakaian, dan hal-hal yang berhubungan dengan mereka. Hal tersebut bertujuan
agar tasyabbuh (penyerupaan) tidak menyeret mereka ke arah tasyabbuh terhadap hal-
hal yang mereka anggap baik atau mereka anggap buruk, padahal menyelisihi syariat.
7. Bukan libas syuhrah (pakaian untuk mencari popularitas).
Al-Syaukani mengatakan, “Yang dimaksud dengan pakaian syuhrah adalah pakaian
yang dimaksudkan untuk mencari popularitas di tengah-tengah masyarakat, lantaran
warnanya yang berbeda dengan pakaian yang biasa mereka kenakan sehingga
timbulnya sifat sombong. Pakaian syuhrah tersebut tidak hanya sebatas pakaian mewah
yang dapat diketahui oleh orang-orang yang saking mahal dan mewahnya pakaian
tersebut. Akan tetapi, pakaian syuhrah juga dapat terjadi pada pakaian yang murah dan
jelek. Seperti seorang yang memakai pakaian orang-orang miskin agar orang- orang
melihatnya dan takjub akan pakaiannya serta meyakini bahwa ia adalah seorang yang
zuhud dan ingin memperbaiki kondisi masyarakat.

C. Definisi CADAR

Syeikh Abu Bakar Zaid dalam buku beliau “Hirasatul Fadhilah” berkata: Tidak ada
seorang ulama pun yang mengatakan boleh bagi wanita membuka wajah dan kedua
tangannya di depan umum pada zaman kebobrokan moral, lemahnya rasa beragama dan
kerusakan zaman.Orang-orang yang memperbolehkan bagi wanita membuka wajah dan
kedua telapak tangannya selalu mengambil dalil dari perkataan ulama “Para ulama berbeda
pendapat mengenai wajah dan dua telapak tangan wanita, sebagian mengatakan boleh

6
Imam Muslim, op. cit., h. 144; Abu Dawud, op. cit., h. 175
membukanya dan sebagian lagi mengatakan tidak”. Sebenarnya orang yang menggunakan
dalih ini tidak paham hakekat perbedaan pendapat antara ulama itu, sebenarnya statement
seperti ini hanya disebut dalam Bab “syarat sahnya sholat”. Perbedaan ini adalah aurat
dalam sholat, bukan aurat di tempat umum.

Kita mengatakan bahwa aurat dalam sholat berbeda dengan aurat di tempat umum,
ketika sholat wanita boleh membuka wajahnya secara ijma’, dan membuka kedua telapak
tangannya menurut mayoritasulama, dan boleh membuka telapak kaki menurut ulama
hanafiah. Sedangkan di luar sholat di depan laki-laki yang bukan mahram maka itu semua
tidak boleh di buka!. Ketika sholat wanita hanya berhadapan denganTuhannya, sedangkan
ditempat umum yang dilihat oleh banyak laki-laki yang bukan mahramnya maka
semuatubuhnya adalah aurat!

Bagi siapa saja yang ingin membolehkan bagi wanita membuka wajahnya di depan
umum, para ulama memberikan persyaratan:
1. Boleh membukanya asal bukan pada zaman yang penuh fitnah, dimana kefasikan
merajalela.
2. Hendaknya yang membuka wajah itu bukan gadis.
3. Dan hendaklah wanita itu bukan wanita yang menimbulkan fitnah dari wajahnya
(kecantikan yang membuat pria terpesona).
Adapun memperbolehkan membuka wajah secara mutlak dengan menyandarkan
pendapat itu kepada ulama-ulama, maka itu adalah makar dan manipulasi.”“Suatu ketika
saya pernah membaca satu artikel disana tertulis“Islam mengharamkan zina, membuka
wajahbagi wanita adalah zari’ah (jalan) menuju ke sana, maka hal-hal yang menjurus ke
zina adalah haram juga”Mari kita lihat, Islam mewajibkan wanita membuka
wajahnyadalam ibadah haji dan membolehkan membukanya dalam setiap sholat

.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hijab memberikan arti penutup karenamemnunjukan kepada sesuatu yang ditutup.
Tetapi kata Hijab tidak harus mengandung maknakepada seorang wanita muslimah yang
menutup auratnya. Diafragma yang memisahkan antaradada dan perut bisa di artikan
sebagai hijab.Dinamakan Hijab karena satu sama lain tidak dapat melihat.
Selain itu hijab mempunyai dua pengertian yaitu; Yang pertama diartikan pakaian
wanita seperti baju dan kerudung yang bisa menutup mulai ujung kepala sampai ujung
kaki. Dan yang kedua, hijab adalah pemisah antara wanita dengan pria dan menghindari
bercampur dengan pria, yang biasa dikenal dengan “ikhtilat”.
yang ingin membolehkan bagi wanita membuka wajahnya di depan umum, para
ulama memberikan persyaratan:
1. Boleh membukanya asal bukan pada zaman yang penuh fitnah, dimana kefasikan
merajalela.
2. Hendaknya yang membuka wajah itu bukan gadis.
3. Dan hendaklah wanita itu bukan wanita yang menimbulkan fitnah dari wajahnya
(kecantikan yang membuat pria terpesona).

B. SARAN
Kami menyadari bahwa dalam proses pembuatan karya ilmiah kami masih banyak
kekurangan dari segi penulisan. Maka dari itu kritik dan saran akan kami tampung sebagai
koreksi kami. TERIMA KASIH
DAFTAR PUSTAKA

‘Izzat, Nawāl as-Sa’dāwi dan Hibah Ra’ūf. Al-Mar’ah, Wa ad-Din Wa al-Akhlāq. Cet. I; Dār al-
Fikr al-Mu’āshir, 2000.
Ismā’il, al-Muqaddam Muḥammad Muḥammad Aḥmad. ‘Audat al-Hijāb, al Qism aṡ-Ṡālits. Cet.
VIII; Saudi Arabia, Dār Ṭibah, 2002;
Dikutib dalam M. Quraish Shihab. Jilbab: Pakaian Wanita Muslimah Pandangan Ulama
Masa Lalu & Cendikiawan Kontemporer. Cet. V; Jakarta: Lentera Hati, 2010
Al-Jandul, Sa’id Abdul Aziz. Wanita di antara Fitrah, Hak dan Kewajiban. Cet. I; Jakarta: Darul
Haq, 2003.
Kaṡir, Imam Ibnu. Tafsir Ibnu Kaṡir, Juz 3. Cet. II; t.t.: Dār al-Ṭayyibah, 1420 H/1999 M.
Manẓur, Imam Ibnu. Lisān al-‘Arab, Juz. 4. Al-Qāhirah: Dār al-Ma’ārif, 1119 H. Dikuitb dalam
dan Syamsuddin Ramaḍan al-Nawiy, Hukum Islam Seputar Busana & Penampilan Wanita. Cet. I;
Jogjakarta: Ar Raudhoh Pustaka, 2007.
Muḥammad bin Yusuf, Abu Ḥayyan. Tafsir al-Baḥr al-Muḥiṭ, Juz. 9. t.t.; Mauqi’ al-Tafasĩr, t.th..
Ma’luf, Luwis. Al-Munjid fi al-Lugah Wa al-A’lam. Bairut: Dar al Masyriq, 1977.
Muḥammad, Asy-Syahhat Aḥmad Aṭ-Aṭahhan Wala’. Syurūṭul Hijab. Terj. Abu Hużaifah, Makin
Cantik dan Disayang Allah dengan Jilbab: Pesona Muslimah Berjilbab Sesuai Syari’at. Cet. I;
Solo: Kalifah Publishing, 2011.
Al-Naisabūrĩ, Muslim bin al-Ḥajjāj Abu al-Ḥusain. Ṣahih Muslim. Juz 6. Beirut; Dār al-Jĩl, t.th.
Lihat juga: Aḥmad bin Ḥambal Abu Abdillah al-Syaibānĩ, Musnad Aḥmad bin Ḥambal. Juz 2. al-
Qāhirah: Muassasah Qurṭubah, t.th

Anda mungkin juga menyukai