Anda di halaman 1dari 15

Komparasi Hijab Menurut Pandangan M.

Quraisy Shihab dan Syekh Ali


Ashobuni”

BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian.
Dalam geliat dunia yang semakin maju, tak menutup kemungkinan bahwa ilmu
pengetahuan juga semakin berkembang dan luas. Agama merupakan jalan hidup yang
harus ditempuh oleh manusia untuk mewujudkan kehidupan yang aman, tentram dan
sejahtera dengan aturan, nilai, atau norma yang mengatur kehidupan manusia yang
dianggap sebagai kekuatan mutlak, gaib dan suci yang harus diikuti serta ditaati.
Wanita merupakan makhluk yang diciptakan Allah dengan berjuta keindahan.
Agama islama merupakan salah satu dari sekian agama yang ada di dunia. Islam
merupakan agama yang rahmatan lil’alamin, terutama terhadap metamorfosis wanita
seluruh dunia.
Kehadiran agama islam merupakan pembebas wanita dari belenggunya. Hal ini
terbukti dengan adanya keadaan wanita sebelum hadirnya islam dari berbagai tempat.
Sebelum islam diturunkan, terutama di Negara Arab, keadaan wanita saat itu
sangatlah buruk, rendah bahkan tidak berharga sedikitpun. Bagi mereka, orang masa
jahiiliyah Arab, wanita dianggap aib. Jika dibandingkan dengan benda yang berharga,
justru wanita kebalikan daripada benda tersebut. Dari mereka (orang jahiliyah),
wanita bukanlah apa-apa, tidak satupun dari mereka menjaga kehormatannya, tidak
peduli dengan perasaan wanita yang mana sikap tersebut berdampak pada psikis dan
psikologis kehidupan wanita. Para istri orang jahiliyah saat melahirkan anak dan itu
bukanlah anak laki-laki, dengan teganya mereka mengubur hidup-hidup, walaupun itu
adalah darah dagingnya sendiri.
Namun metamorfosa wanita ketika islam datang yang diturunkan oleh Allah
Swt di bawa oleh Nabi Muhammad s.a.w, tidak lagi sama seperti sebelumnya.
Dengan hadirnya islam di bumi ini, wanita wanita mendapatkan hak yang sama
dengan laki-laki. Dikembalikan pada fitrahnya yang mulia dalam tatanan norma
keluarga dan masyarakat sesuai aturan yang digariskan Allah SWT. Perempuan;
sebagai anak, istri dan ibu memiliki kemuliaannya masing-masing. Tentu saja,
kemuliaan itu diberikan simultan dengan keshalihan akhlak sang perempuan1.

1
Kitab fiqhul mar’ah
Sehingga demi menjaga kehormatan wanita, Islampun memberikan aturan-
aturan yang salah satunya adalah dengan berhijab. Hijab merupakan salah satu dari
sekian banyak isu yang menimbulkan pro dan kontra. Hijab sendiri merupakan salah
satu dari sekian kewajiban yang dibebankan kepada wanita yang berpredikat muslim.
Hijab sendiri dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah kain lebar yang
dipakai wanita muslim untuk menutupi kepala dan rambut, termasuk telinga, hingga
leher dan dada.2 Yang sehingga ketika seorang muslimah mengenakan hijab ia akan
menutupi bagian tubuh yang tak semestinya dilihat oleh banyak orang. Dalam al-
qur’an Allah berfirman :

‫سا ِء ا ْل ُمؤْ ِمنِينَ يُ ْدنِينَ َعلَ ْي ِهنَّ ِمنْ َجاَل بِيبِ ِهنَّ َذلِ َك أَ ْدنَى أَنْ يُ ْع َر ْفنَ فَاَل‬
َ ِ‫يَا أَيُّ َها النَّبِ ُّي قُ ْل أِل َ ْز َوا ِج َك َوبَنَاتِ َك َون‬
‫يُؤْ َذيْنَ َو َكانَ هَّللا ُ َغفُو ًرا َر ِحي ًما‬
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka“. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena
itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59).3
Dalam bukunya M. Quroish Shihab mengartikan Hijab pada bahasa mulanya
memiliki arti sesuatu yang menghalangi anatara dua lainnya. Maksudnya seseorang
yang menghalangi orang lain sehingga tidak dapat bertemu dengan siapa yang
diinginkannya untuk dia temui. Hijab dikatakan sebagai penutup. Dalam video
yang berdurasi 5 menit M. Quroish Shihab juga mengatakan bahwa hijab dapat
diartikan sebagai menggunakan pakaian yang terhormat.
Demikian dengan syekh Ali Ashobuni yang menginterpretasikan makna hijab
dengan pakaian yang menutupi aurat, baginya seluruh wanita wajib menutup aurat
dengan hijab yang syar’ie, yakni dengan tidak manampakkan telapak tangan dan
wajah. Oleh karenanya tujuan hijab adalah agar tidak menimbulkan fitnah serta
tidak diganggu oleh lelaki “ajnabiyah”.
Pada beberapa Negara berbahasa Arab serta Negara-negara Barat, kata Hijab
lebih sering mengarah pada kata “jilbab”. Tetapi dalam islam hijab tidak terbatas
pada jilbab saja, melainkan pula pada penampilan dan perilaku manusia setiap
harinya. Hijab berarti tirai atau pemisah. Dalam kamus bahasa arab jilbab sendiri
diartikan sebagai baju kurung panjang sejenis jubah. Sedangkan khimar berarti
tutup, tudung, tutup kepala wanita, dengan demikian hijab disini sesuai dengan
pernyataan Al-Khayyat yakni masyarakat terbiasa menggunakan kata hijab untuk
2
Kbbi
3
Qs. Al-ahzab :59)
4
menunjukkan pakaian muslimah dan jilbab
Dalam ayat tersebut pula disebutkan untuk para istri, anak nabi dan isteri-isteri
orang mukmin. Jika dalam ayat tersebut diperuntukkan pada nabi, maka segala
tingkah laku beliau, perkataan belia, ketentuan beliau, patut dijalankan. Namun
realitanya, seorang putri dari tokoh mufassir, yang menafsirkan al-qur’an tidak
mengenakan hijab, seperti halnya Najwa Shihab putri dari mufassir M. Quroash
Shihab yang tak diragukan lagi tafsirannya. Begitu pula dengan putri dari presiden
Indonesia juga seorang anak dari keturunan kiyai, Ahmad Wachid Hasyim atau
akrabnya disapa Gus Dur tidak mengenakan jilbab.
Lantas dari konteks diatas yang penulis buat, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dan mengangkat judul”Komparasi Hijab Menurut
Pandangan Hijab M. Quraisy Shihab dan Syekh Ali Ashibuni”
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks masalah diatas, dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hijab menurut pandangan Quraisy Shihab?
2. Bagaimanakah hijab menurut pandangan Syekh Ali Ash-shobuni ?
3. Bagaimanakah komparasi hijab menurut pendapat Quraisy shihab dengan
Syekh Muhammad Ali Ash-shobuni?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dapat dicapai penilitian adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan hijab menurut pandangan Quraisy Shihab
2. Mendiskripsikan hijab menurut pandangan Syekh Ali Ashobuni
3. Mendiskripsikan komparasi hijab menurut pandangan Quraisy Shihab dan
Syekh Muhammad Ali Ashobuni .

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan:
1. Dapat menambah khazanah keilmuan, khususnya pada permasalahan hijab yang
mengarah pada pengertian jilbab, hal-hal yang berkaitan dengannya,
diantaranya :pengertian hijab itu sendiri, hukum penggunaan hijab, dasar atau
dalilnya, fungsi, alasan penggunaan, serta diharapkan dapat mengetahui

4
Apriliani, F. (2018). konsep jilbab dalam al-qur’an.
komparasi hijab jilbab dengan pendapat seseorang yang seseorang tersebut
berpengaruh dalam informasi mengenai hijab/jilbab.

E. Definisi Operasional.

Guna memudahkan dalam mengungkap maksud judul risalah ini maka

perlu penulis kemukakan pengertian dan batasan judul yang penulis maksudkan.

1. Hijab dalam kamus Bahasa Indonesia adalah: tirai, tutup, penghalang,


dsb5. Dalam kamus islam definisi hijab adalah tirai atau tabir. Namun
pengertian hijab sendiri (‫ )حجاب‬merupakan kata bahasa arab yang berarti
penghalang6, yang kemudian kata ini lebih mengarah pada kata “jilbab”.
Sedang dalam khazanah ilmu islam hijab tidak terbatas hanya pada jilbab
tetapi juga pada perilaku serta penampilan manusia pada setiap harinya.
Namun dalam hal ini peneliti membahas hijab dalam arti jilbab.
2. Syekh Muhammad Ali ash-Shobuni merupakan seorang
3. Quraish Shihab merupakan seorang

Berdasarkan definisi opersaional diatas, maka judul risalah ini adalah “


Komparasi Hijab Menurut Syehk Muhammad Ali ash-SHobuni dan Quraish
Shihab”.

5
KBBI
6
Ahmad Warson Munawir, Kamus Al Munawwir Arab-Indonesia terlengkap (Surabaya:
2002), Cet ke-XXV, h. 237v
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. HAKIKAT HIJAB
1. Pengertian Hijab
Kiranya penting melihat makna dari kata hijab, dimana pada abad ini kata ini
biasa digunakan untuk menunjukkan pakaian wanita. Kata ini memberi makna
“penutup”, karena menunjuk pada suatu alat oenutup. Penutup yang dirujuk sebagai
hijab muncul dibalik kata tabir7
Hijab dalam kamus Bahasa Indonesia adalah: tirai, tutup, penghalang, dsb 8.
Dalam kamus islam definisi hijab adalah tirai atau tabir. Namun pengertian hijab
sendiri (‫اب‬K‫ )حج‬merupakan kata bahasa arab yang berarti penghalang9, yang kemudian
kata ini lebih mengarah pada kata “jilbab”. Sedang dalam khazanah ilmu islam hijab
tidak terbatas hanya pada jilbab tetapi juga pada perilaku serta penampilan manusia
pada setiap harinya.
Hijab merupakan kebutuhan primer serta kewajiban yang tidak boleh
ditinggalkan oeh setiap wanita, karena hijab merupakan sarana penunjang yang
menjaga batasan anrara pria dan wanita. Dan kewajiban bagi perempuan muslimah
adalah sebagai bentuk tabir penutup antara dirinya dan pria asing tatkala seorang
wanita diharuskan keluar dari rumahnya ketika dalam keadaan mendesak, dan agama
islam telah meletakkan bagi wanita syarat-syarat dan ketentuan tertentu serta adab
yang ada dalam masalah kebutuhan yang mendesak bagi dirinya, serta seberapa besar
perhatian dan penjagaannya seorang wanita terhadap hijabnya maka sebesar itu pula
penjagaan lingkungan masyarakat terhadap dirinya10.
Adapun makna filosofis hijab bagi wanita dalam islam adalah wanita haruslah
menutup tubuhnya dalam pergaulannya dengan laki-klaki yang menurut hukum
agama bukan muhrim dan tidak boleh memamerkan dirinya. Dimana hal ini telah

7
Murtadha Muthahari, Hijab Citra Wanita Terhormat (Jakarta: Pustaka Zahra, 2003), h.
17
8
KBBI
9
Ahmad Warson Munawir, Kamus Al Munawwir Arab-Indonesia terlengkap (Surabaya:
2002), Cet ke-XXV, h. 237v
10
Ahmad bin Abdul Ghafur ‘Atha, al-Hijaab was sufuur, h.47,73,75,88,148.
ditetapkan oleh ayat-ayat al-Qur’an yang merujuk pada masalah ini dan
dikukukahkan oelh para fuqaha. Batas-batas penutup ini dapat dilihat dengan
menggunakan al-Qur’an dan sunnah-sunnah Rasul saw sebagai sumber.11
Dalam literatur lain disebutkan pula bahwa hijab dimaksudkan untuk
mengurangi dan mencegah terjadinya fitnah jinsiyah atau godaan seksuan baik
dengan menjaga pandangan, tidak mengubah intoansi suara bicara wanita supaya
terdengar lebih menarik dan menggugah, menutup aurat dan lain sebagainya.12
Kata hijab terkadang juga bermakna sesuatu yang menutupi salah satu bagian
tubuh, namun jumlahnya dalam hadist hanya sedikit, seperti hadist yang dicantumkan
dalam Shahih Bukhari dari Sayidina Abu Hurairah ra, belia berkata, Rasulullah saw
bersabda:

ِ ‫ َغْير ِعْيس بْ ِن مرمَيَ َذ َهب يطْعن فَطًعن يِف احلِج‬,‫إصبعِ ِه ِحنْي َ يولَ ُد‬ ِِ
‫اب‬ َ ََ َُ َ َ َْ َ َ ُْ َ ْ ‫آد َم يَطْعُ ُن الشَّْيطَا ُن يِف َجْنَبْيه ب‬
َ ‫ُك ُّل بَيِن‬

“setiap manusia ketika lahir ditusuk oleh setan dengan jari-jarinya, kecuali isa
putra Maryam. Setan berusaha menusuknya, namun ia hanya dapat menusuk hijab
(tirai).”13
Makna hijab dalam kisah Isa bin Maryam inilah yang sering digunakan oleh
para fuqaha dan penulis zaman ini. Mereka mengartikan kata hijab dengan “ segala
jenis pakaian yang menutupi badan”. Badan disini yang mereka maksud adalah badan
wanita. Sebagian mereka juga lebih mempersempit bahwa maksud hijab adalah
pakaian yang menutupi kepala dan wajah. Penyempitan makna ini sama sekali tidak
berlawanan dengan bahasa Arab, namun makna ini tidak dikenal dalam bahasa al-
Qur’an dan as-Sunnah, serta istilah para sahabat.14
Sehingga dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hijab bisa diartikan
dalam beberapa kata yaitu, hijab diartikan sebagai “penutup” namun tidak dalam
fungsi menutupi saja, lalu kedua hijab diartikan sebagai “tirai, penghalang, tabir, serta
11
Apriliani Fatimah, “ Konsep Hijab Al-Qur’an” , (skripsi, fakultas Ushuluddin UIN Raden Intan,
Lampung, 2018), h 36
12
Ibid, h;
13
HR. Bukari(3287), dan Muslim (2399)
14
Abdulaziz,”Hijab Busana Muslimah Sesuai Syariat dan Fitrah”, (Solo; Darul Minhaj, 2018) cet.ii, h42
pemisah” namun bukan sebuah sekat atau dinding yang menghalangi wanita dalam
menjalankan kehidpuan sehari-hari dari laki-laki, sedang pengertian hijab yang
selanjutnya berarti hijab adalah “ mencegah dari penglihatan orang lain “. Sehingga
secara garis besar hijab berarti sebagai sesuatu yang memiliki fungsi menutup wanita
( baik itu keindahan yang dimilikinya) dari penglihatan orang lain selain suami, serta
sanak saudara, dan hijab juga berarti memsisahkan kontak tubuh ( dari bersentuhan,
bersalaman, bersenggolan dsb) wanita dari laki-laki lain selain suami dan sanak
saudranya.
Namun dalam penelitian ini akan membahas hijab dalam artian jilbab.
B. KEHIDUPAN MUFASSIR
1. Syekh Muhammad Ali ash-Shobuni
a. Riwayat Hidup
Muhammad Ali ash-Shobuni adalah seorang pemikir baru yang cukup produktif
falam menghasilkan karya tulis, khususnya dalam bidang tafsir al-Quran (mufassir).
Adalah seorang professor dalam bidang syrai’ah dan dirasah Islamiyah (Islamic
Studies) di Universitas King Abdul Aziz Makkah al-Mukarramah.15
Bernama lengkap Muhammad Ali bin Jamil ash-Shobuni, lahir pada tahun
1930M, Syiria di Kota Halb Syu’ba ( Aleppo). Dilahirkandari keluarga cendekiawan
muslim, orang tuanya merupakan ulama terkemuka di daerahnya. Beliau belajar ilmu-
ilmu agama seperti faroidh, ilmu bahasa arab kepada ayahnya sendiri yakni Syeh
Jamil, seorang ulama senior di Aleppo.
Sejak kanak-kanak, beliau sudah memperlihatkan bakat dan kecerdasan dalam
menyerap berbagai ilmu agama.
Dalam penilaian Syaikh Abdullah al-Hayyat, Khatib Masjid al-Haram, dan
penasihat kementrian Pengajaran Arab Saudi Ali ash-Shobuni adalah seorang ulama’
yang memilki disiplin ilmu yang beragam. Salah satu cirinya adalah aktivitas beliau
yang mencolok dalam bidang Ilmu dan Pengetahuan. Beliau banyak menggunakan
kesempatannya berkompetisi dengan waktu guna membuahkan karya ilmiyah yang

15
Muhammad Yusuf, Studi Kitab Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: Teras, 2006), h. 49.
bermanfaat dan memberi sinergi pencerahan, yang merupakan penelaahan,
pembahasan dan penelitian yang cukup lama.16
b. Pendidikan
Muhammad Ali ash-Shobuni memulai belajarnya dari kecil di Suriah hingga
menamatnkan Tsanawiyah (setingkat Smu), kemudian melanjutkan belajar di
Universitas al-Azhar Mesri, sehingga ia mendapat gelar Lc (sama dengan gelar
Sarjana/S1) pada thun 1371 H/ 1952 M. lalu beliau tetap melanjutkan studinya di
universitas yang sama dan merampungkan gelar Magisternya pada tahun 1954 M
dalam bidang spesialisasi hukum syar’i. 17
Dalam menuangkan pemikirannya, ash-Shobuni tidak tergesa-gesa dan tidak
sekedar mengejar kuantitas karya tulis semata, namun menekankan pada bobot
ilmiah, kedalaman pemahaman, serta mengedepankan kualitas dari karya tulis ilmiah
yang dihasilkan, agar mendekati kesempurnaan dan memprioritaskan validitas serta
tingkat kebenaran. Sehingga karya-karyanya di lingkungan ulama islam dianggap
memiliki karakter tersendiri bagi seorang pemikir baru. Lebih dari itu, hasil karyanya
diniliai penting bagi umat islam dan para pecinta ilmu guna masa-masa yang akan
datang.18
c. Karya-Karya Syekh Muhammad Ali ash-Shobuni
Berikut merupakan karya beliau yang cukup popular, antara lain:
1. Ikhtisar Tafsir Ibn Katsir
Merupakan ringkasan kitab tafsir karya Ibnu Katsir. Dalam ringkasan kitab
tersebut Syekh Ali ash-Shobuni menempuh metode maudhu’i (tematik). Dari upaya
inilah, umat islam dapat membaca tafsir bnu Katsir secara mudah, ringkas dan
komprehensif, serta para pembaca diharapkan dapat merencanakan kandungan
substansinya secara memadai.
2. Rawai’l al-Bayan di Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur’an
Merupakan kitab tafsir maudhu’i (tematik) terhadap ayat-ayat hukum yang ada
dalam al-Qur’an. Dalam artian, kitab ini kaum muslim dapat mengambil rujukan
16
ibid
17
Ibid h. 507-508
18
Muhammad Yusuf, Studi Kitab Tafsir Kontemporer, h. 49-50
hukum-hukum ( masadir al-ahkam), juga sebagai marja’ al-awwal (rujukan utama),
yakni al-Qur’an. Melalui karya Syekh ash-Shobuni ini, umat islam memperoleh
informasi yang banyak dan bermanfaat, karena dapat mengetahui hukum-hukum
positif keagamaan, kemasyarakatan, dan sebagainya. Sehingga umat islam tidak pelik
dalam memahami al-Qur’an secara utuh.
Merupakan salah satu kitab Syekh ash-Shobuni yang sangat menarik.
Dikatakan demikian karena ini dalah karya pilihan yang telah ia lalui selama 10 than
pengalamannya dalam penelaahan iliah. Hal ini sebagimana yang diungkapkan dalam
pengantra tafsir tersebut “… aku hidup cukup lama dengan kondisi yang mulia utu
hingga 10 tahun, akupun sudah menorehkan karya-karya berbentuk buku, dimana
yang terakhir adalah kitab yang ku beri judul…”19
Kitab tafsir Rawa’il al-Bayan ini masuk dalam kategori tafsirul ahkam atau
dalam istilah lain tafsir Ahkam. Sebagaimana tafsir-tafsir dalam masa kini, metode
penulisan Syekh ash-Shobuni dalam kitab Rawa’I al-Bayan hamper tidak jauh
berbeda. Hanya penafsir menegaskan bahwa banyak hal yang di tafsirkannya itu,
sehingga beliau merumuskan 10 langkah dalam menafsirkan al-Qur’an.
Karya tafsir Syehk ash-Shobuni yang tampak menjelaskan dalil dapat meng-
istinbath hukum, atau mengeluarkan hukum dari dalilnya, sehingga Rawa’I a –Bayan
dapat dikatakan sebagia tafsir yang menampilkan ketetapan-ketetapan hukum dari
ayat hukum serta dapat menetapkan Syekh ash-Shobuni mengikuti cara Ahli Ushul,
yaitu menggunakan Ijtihad.
Kitab ini juga dikategorikan Mujtahid Tarjih, yaitu ulama yang mampu
menguatkan (mentarjih) salah satu pendapat dari satu imam mahzab dari pendapat-
pendapat imam lain atau dapat menguatkan pendapat salah satu imam mahzab dari
pendapat murid atau iamam yang lain.
3. Al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an
Merupakan karya yang pada mulanya merupaka “diktat” utama kuliah bagi
kajian tentang ilmu-ilmu al-Qur’an (Qur’anic Studies) secara lengkap. Kitab ini

19
Muhammad Ali Ash-Shabuni , Rawai’ul Bayan Fi Tafsir Ayat Al-Ahkam min Al-Quran,
vol. I ( Damaskus: Maktabah Al Ghazali, 1980), Cet ke III, h. 10.
disusun dengan sistematika standar ilmiah,penyajian ringkas, dan meliputi sejumlah
wacana keilmuwan penting dan aktual dimana sangat diperlukan bagi proses
pendalaman seluk beluk al-Qur’an.
4. Safwah at-Tafsir li al-Qur’an al-Karim
Merupakan karya mutakhir Syekh ash-Shobuni dan menjadi karya yang
monumentalnya dalam bidang tafsir. Kitab tafsir yang dihimpun dari berbagai kitab
tafsir besar yang secara rinci, ringkasm serta sistematis sehingga jelas dan lugas.
2. M. Quraish Shihab
a. Riwayat Hidup
Quraish Shihab lahir pada tangga 16 Februari 1944 di rappang, Sulawesi
selatan. Berasal dari ekturunan keluarga Arab terpelajar. Ayahnya bernama
Abdurahman Shihab (1905-1986) merupakan seorang guru besar dalam bidang tafsir,
juga pernah menduduki jabatan Rektor IAIn Alaudin, dan merupakan salah seorang
pendidik Universitas Muslim Indonesia (UMI) yang berada di Ujung Pandang.
Ayah beliau merupakan tamatan Jam’iyatul Khair , Jakarta. Sebuah lembaga
pendidikan islam tertua di Indonesia yang mengedepankan gagasan islam modern .
disamping berwiraswasta, sejak muda ayah beliau juga disibukkan dengan berdakwah
dan mengajar. Di tengah kesibukkan ayahnya itu selalu menyisakan waktunya, baik
pagi maupun petang, guna membaca kitab Tafsir. 20
Sejak kecil, Quraish Shihab telah menjalani pergumulan dan cintanya terhadap
al-Qura’an pada umur 6-7 tahun, oleh ayahnya, beliau disuruh mengikuti pelajaran al-
Qur’an yang diadakan sang ayah sendiri. Pada waktu lain, menyuruh membaca al-
Qur’an yahanya juga menguraikan secara sekilas kisah-kisah dalam al-Qur’an.
Berawal dari sinilah menurut beliau benih-benih kecintaan terhadap al-Qur’an mulai
bersemi.21
b. Pendidikan
Berdasar latar belakang yang sedemikian rupa, tak mengherankan jika minat
beliau pada studi agama, khususnya al-Qur’an sebagai area of cocern, sangat besar

20
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an ( Bandung: Mizan, 2001), Cet. XXII, h. i
21
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2001), Cet. XXII, h. 6.
hal ini terlihat dari pendidikan lanjytan yang dipilih. Setelah menyelesaikan
pendidikan dasarnya di Ujung Pandang. Beliau melanjutkan pendidikan
menengahnya di Malang sambil nyantri di Pesantren Darul Hadist al faqihiyyah.
Setamatnya dari pesantren, beliau berangat ke Kairo, Mesir. Keinginan beliau
terlaksana atas beasiswa dari pemerintah Sulawesi, sejak di Indonesia minat beliau
adalah studi al-Qur’an tak mengehrankan ketika sekolah di Mesir beliau megambil
jurusan Tafsir dan Hadist Universitas al-Azhar. 22
Pada tahun 1967, beliau telah merampungkan studi dan meraih gelas Lc pada
fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadist Universitas al-Azhar. Dan pada tahun
berikutnya 1969 bergelar MA untuk spesialis bidang tafsir al-Qur’an. Dengan tesis
berjudul Al i’jaz Al-Tasyri’I al-Qur’an al- Karim.23
Pada tahun 1980, beliau kembali ke Kairo dan melanjutkan pendidikan di
Universitas yang sama, program Doktor Universitas al-Azhar, dan meraih gelar
Doktor bidang ilmu-ilmu al-Qur’an. Merupakan orang pertaa di Asia Tenggara yang
meraih gelar doctor dalam bidang ilmu-ilmu al-Qur’an dari Universitas al-Azhar.24
c. Karir
Setelah gelar yang diperoleh, pada tahun 1984, Quraish Shihab ditugaskan di
fakultas UShuluddin dan program Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang sekarang telah berubah menjadi UIN Syarif Hidayatullah. Kemudian pada tahun
25
1992-1998 beliau menjabat sebagai rector IAIN Syarif Hidayatullah, sampai
sekarang beliau tercatat sebagai guru besar Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah
dalam bidang illmu-ilmu al-Qur’an.Karir beliau yang lain adalah menjabat sebagai
ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat. Anggota badan Lajnah Pentashih
al-Qur’an Departemen Agama. Pada tahun 1995 beliau mengikuti studi dan latihan
strategic management selama sepuluh minggu di satu dareha kecil Amhers,

22
Arief Subhan, Loc.Cit., h. 10
23
M. Quraish Shihab, Loc.Cit., h. 6.
24
M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran atas Berbagai Persoalan Umat (Bandung :
Mizan, 2000), h. v.
25
M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi: Al Quran dan Dinamika Kehidupan
Masyarakat (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. i
Massachutes, Amerika Serikat .26 Pada tahun 1998 beliau juga menjabat sebagai
Menteri Agama, setelah itu diangkat sebagai duta besar RI Mesir, Jibouti dan
Somalia.
d. Karya- karya Quraish Shihab.
Disamping belia dikenal sebagi pakar tafsir, beliau merupakan ulama yang
produktif dalam menghasilkan karya-karya ilmiah. Ditengah kesibukannya mengajar
dan memangku jabatan yang penting, beliau masih terlihat dalam berbagai kegiatan
ilmiah, dalam maupun luar negeri baik dalam rangka kunjungan kegiatan ataupun
seminar-seminar. Adapun karya-karya beliau antara lain:
a) Tafsir al-Qur’an al-Karim: Tafsir atas Surat-Surat Pendek Berdasarkan
Urutan Turunnya Wahyu, Pustaka Hidayah, BAndnung, 1997.
b) Tafsir al-Manaw Keistimewaan dan Kelemahannya, IAIN Alaudin Ujung
Pandang, 1984
c) Mahkota Tuntunan Ilahi Tafsir suarh al-Fatihah, Utama Jakarta, 1977
d) Filsafat Hukum Islam, Departemen Agama, Jakarta 1998.
e) yang tersembunyi, Lentera Hati, Jakarta, 1999
f) Lentera Hati: Kisah dan Hkmah Kehidupan Masyarakat, Miza, Bandung, 1999
g) Wawasan al-Qur’an, Tafsir Maudhu’I atas berbagai persoalan, Mizan,
Bandung 2000.
h) Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Lentera Hati,
Jakarta, 2002.
i) Membumikan al-Qur’an, Mizan, Bandung 2002
j) Mukjizat al-Qur’an , di tinjau dari Aspek Kebahasan Isyarat Ilmiah dan
Pemeberitaan Gaib, Penerbit al-Mizan, Bandung, 2002.
Tafsir Misbah pada awalnya ditulis beliau di Kairo pada Jum’at 4 Robi’ul Awal
120 H bertepatan tanggal 18 Juni 1999 M, ditulis berseri terdiri dari 15 volume dan
bentuk tampilan yang lux dengan hard cover.27 Dalam mpenulisan tafsir al-Misbah

26
M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qura’an; Ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat
Ilmiah dan Pemberitahan Gaib (Bandung: Penerbit Mizan, 2002), h. 9.
27
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah;Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol I
(Jakarta: Lentera Hati, 2004), h. xiii.
beliau mempunyai sistematika yang berbeda dengan karanagn tafsir yang sebelumnya
yang dianggap terlalu rumit, dan memakan waktu yang lama untuk memahaminya.
Beliau menggunakan metode tahlili (analisis).28
Sedang motif tafsir adalah kecenderungan para penafsir dalam menafsirkan
ayat-ayat dalam al-Qur’an tafsir al-Misbah menggnakan corak tafsir sastra budaya
dan kemasyarakatan atau Adab al- Ijtimaiy, yaitu tafsir yang menitik beratkan
penjelasan ayat-ayat al-Qur’an pada segi-segi ketelitian redaksinya kemudian susunan
kandungan ayat-ayat tersebut dalam satu redaksi yang indah dan tujuan- tujuan al-
Qur’an yaitu membawa petunjuk dalam kehidupan, lalu menggabungkannya dengan
pengertian ayat tersebut dengan hukum alam yang berlaku dalam msyarakat dan
pembangunan dunia. 29

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan hal yag sangat penting dalam penelitian, karena
berhasil tidaknya suatu penelitian sangat ditentukan oleh bagaimana penelitii memilih

28
Dr.Abd.Al-Havy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar (Jakarta: Grafindo, 1996),
h. 12 ).
23
Ahmad Syirbasyi, Studi Tentang Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an Al-Karim(Jakarta: Kalam
29

Mulia, 1999), h. 235.


metode yang tepat30. Guna mendapat hasil penelitian yang ilmiah dan sistematis maka
peneliti menggunakan seperangkat metode berikut:

1. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), oleh karena
itu sumber data penelitian dari kitab-kitab atau buku-buku karya tokoh yang diteliti
maupun referensi lain yang menunjang atau berkaitan dengan pokok pembahasan31.
2. Sumber Data
Data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data
sekunder. Adapun data primer adalah kitab Mukhtashor Tafsir al-Ayatul Ahkam karya
Syekh Muhammad Ali Ashobuni dan Tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab.
Sedang data sekunder meliputi kitab-kitab maupun buku-buku atau referensi lain
yang berkaitan dengan masalah hijab wanita muslimah ataupun yang berkaitan
dengan tokoh yang peneliti kaji dalam penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapaun langkah-langkah pengumpulan data sebagai berikut:
a. Peneliti menetapkan pokok masalah yang hendak dibahas
b. Peneliti mengkaji literatur yang membahas tema-tema hijab secara universal
yang kemudian peneliti fokuskan pada hal yang berkaitan dengan jilbab,
khimar, dan libas.
c. Peneliti menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan masalah
hijab, dalam penelitian ini berkaitan denagn jilbab, khimar dan libas.
d. Peneliti menyusun pembahasan dalam kerangka bab dan sub bab. Dalam
memaparkan penafsiran, peneliti memaparkan tafsiran ayat berdasar
kandungan ayat.
e. Peneliti melengkapi pemaparan dengan mencantumkan asbabun nuzul,
pendapat para ulama’ serta hadist-hadist di dalamnya.
f. Peneliti membuat kesimpulan dari penelitian yang dibuat.

30
Suharsini Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 22
31
M. Ahmadi Anwar, Prinsip-prinsip Metodologi Research (Yogtakarta: Sumbangsih,
1975), h. 2.
4. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif komparatif,


yakni dimana penelitian mendiskripsikan pemikiran Syekh Muhammad Ali ash-
Shobuni dan Quraish Shihab tentang hijab muslimah, kemudian dilakukan komparasi
atau membandingkan pemikrian kedua tokoh tersebut. Dengan demikian, data yang
terkumpul kemudian dianalisis dengan metode komparasi (muqarran)32 guna
membandingkan pemikiran Syekh Muhammad Ali ash-Shibuni dan Quraish Shihab
tentang hijab.

5. Teknik Penyimpulan Data


Peneliti menggunakan metode deduktif, yakni suatu pola yang pemahaman
dimuali dengan mengambil kaidah-kaidah yang bersifat umum, guna mendapat
kesimpulan pengetahuan yang bernilai khusus33. Dalam hal ini peneliti menyimpulan
penafsiran Syekkh Muhammad Ali ash-Shobuni dan Quraish Shihab yang kemudian
dijadikan jawaban dari rumusan masalah dalam penelitian.

32
Hasani Ahmad Said, “Diskursus Munasabah Al-Quran Dalam Tafsir AlMishbah”, Jakarta: Amzah,
2015), h. 122
33
Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Yogyakarta: Paradigma, 2005),
Cet. I, h. 58

Anda mungkin juga menyukai