Anda di halaman 1dari 12

AMINAH

Dimalam yang sunyi, suara jangkrik yang begitu nyaring, dan semilir angin melalu lintang
tanpa henti. Yang menemaniku setiap hari.

Sedih, gelisa, risau, berat beban ini memikul amanah ini. Kelas 11 SMA, seharusnya aku lebih
fokus belajar untuk meraih cita-cita. Tapi, apalah daya aku harus bisa membagi waktu untuk
belajar, mendaur mbak-mbak santri, jaga malam, dan tidur.

Pondok As-Salafiyah As-Syafiiyah adalah tempatku menimbah ilmu, mencari ridho kyai bu nyai
guru, dan menjalankan amanah. Disini aku dididik untuk menjadi pribadi yang lebih baik
(akhlaq), mengasah bakat, dan pintar dalam ilmu agama dan ilmu dunia.

kelvin duduk bersantai digazebo depan, sesekali senyum tipis menghiasi wajahnya. Yang
membuat para kaum hawa luluh.

“Eh… kamu! jadi tidak nanti malam kita kumpul?.” Tanya Ali.

“Just so so, kalau berbicara.” Jawabku.

“kenapa sih kamu? Perasaanku aku berbica ini bias saja. Apa yang ada dipikiranmu sekarang?
Ceritalah!.” Bujuknya.

“Gimana aku tidak galau besok adalah hari dimana kita diberi amanah oleh pondok.”
Curhatku.

“Percayalah vin, kita diberi amanah seperti ini berarti kita itu dianggap mampu dan bias
melaksanakan amanah ini. Jangan dibuat beban jalani saja.” Sembari tersenyum dan menepuk
pundakku.

Didalam hatiku sedikit lega meski beban ini terus mengikutiku. Oh ya, tadi adalah Aam teman
+ sahabatku dipondok.
Malam harinya ada perkiraan 200 santri berkumpul dan mengetahui apa jabatan dan tugas
nya masing-masing. Terkejud bukan main aku dan temanku yg lain menjadi ketua keamanan
pondok (amni). Ku terdiam dan merenung Allah memberi amanah seperti ini adalah bukti
bahhwa Allah saying pada kita. Semalam aku tidak bisa tidur membayangkan dibenci, ditakuti,
dijahui oleh mbak dan kang-kang santri.

Keesokan harinya hati ini semakin berdebar dan takut akan amanah yang besar ini. Malam
pelantikan pun dimulai dengan mengenakan kopyah hitam, koko putih, dan sarung hijau
seragam kebanggaan pondok kita. Ketika nama-nama anggota keamanan disebutkan oleh ustad
semua para santri baik putra dan putri pun berteriak histeris. Atas nama Ahmad Ali Al-Ghozini
(Ali), Muhammad Akbar Ramadhan (Akbar), Muhammad Arshad Ardana (Arshad), Muhammad
saputra (Putra), dan waakhwatuha sebagai anggota keamanan pondok dan Muhammad Kelvin
Maulana (Kelvin) sebagai ketua keamanan pondok. Ketika semua nama dan bidang sudah
disebutkan dari jauh terlihat dengan gagah dan aura begitu bersinar Almukarom Kyai Hj. Zubair
pun rawuh dan memberi wejangan dan do’a kepada kita. Tersentuh rasanya hati ini
memantapkan dan menguatkan mental Bismillah… Lahaulah… semuaku pasrahkan dan ku
abdikan.

Seketika malam hari itu juga kita semua melaksanakan tugas masing-masing. Aku pun
bergegas menuju tempatku menjaga yakni perbatasan asrama putra dan putri. Ternyata disana
sudah ada Akbar dan Arshad.

“Assalamu’alaikum.” Menepuk pundak mereka.

“Wa’alaikum salam.” Ekspresi terkejut.

“Maaf ya, aku terlambat.” Memohon.

“Tak apa, malah kita yang terlalu bersemangat.”

“Dari pada kita tidak ngapa-ngapain yuk kita lalaran alfiah saja. Selagi ada waktu sengang kita
manfaatkan yang baik-baik.” Seruanku.

“Ayo……!!
‫قل محمد هوابن مالك‬.........

Tanpa mereka sadari selama membaca nadoman ada yang diam-diam mendengarkan mereka
lalaran.

“Eh! sudah jam 12.00 nih, waktunya kita keliling asrama.”seruan Akbar.

“Oh ya, ayo!.” Jawabku dan Arshad bersamaan.

Kita keliling asrama tidak lupa ditemani oleh senter dan kentongan yang terbuat dari kayu.
Selama kita perjalanan kita selalu membaca 3336X ‫ الستغفروهللا‬Ini sudah menjadi ijazah yang
paten (pasti) dari kyai. Tiba-tiba ada suara yang memangil kita.

“Kang, kang… merinio diluk.” Sembari melambaikan tangan.

Kita langsung menoleh kebelakang dan terkejut..

“Oh ngge kyai enten nopo.” Seketika menundukkan diri (seperti orang lagi rukuk) dan berjalan
menuju beliau.

“Lapo sampean iki?.” Tanglet beliau.

“Niki kyai keliling asrama kale maos ijazah.”

“Oh y awes, mari keliling merinio neh ya kate tak jak sholat malem.”

“Oh ngge kyai. Kulo kundur riyen.”

“Ya.” Meningalkan kita

Seketika kita mempercepat langkah kita.

“Ayo teman, cepat sedikit kalau berjalan takut beliau menunggu kita terlalu lama.” seruku dan
terburu-buru.

“Sampun kyai .” mengaturi beliau dan seperti biasa ketawaduan kita kepada beliau sebagai
santri tidak lupa.

“loh wes ta? Ya wes ayo saiki!.” Seru beliau.


Beliau tidak pernah melupakan keistiqomahan beliau sholat tahajud, wiridan setiap hari, dan
selalu menjaga wudhu beliau. Itu semua yang selalu beliau ajarkan pada santrinya.

“Luruskan barisan dan rapatkan shof Allahu akbar.” Seraya mengangkat tangan.

“Assalamu’alaiku waroh matullahi wabarokatuh.”

“Alhamdulillah.” Dalam hatiku.

“Sudah jam berapa ini?.” Tanyaku sembari meluruskan kaki dan tidur terlentang.

“sudah jam 02.30.”jawab Arshad.

“sudah waktunya kita membangunkan kang-kang santri dan menanyai Putra dan Ali beserta
teman-teman yang lainnya apakah mereka sudah sholat atau belum.”

“Ayo.” Berdiri dan bergegas membangunkan kang-kang.

“Itu Putra dan Ali, kita samperin.” Menunjuk dan berjalan menuju dia.

“Put Al, sudah sholatkah kamu?” Tanya Arshad.

“Sudah.” Jawab dengan kompak.

“Ayo, kita bangunkan kang-kang santri!.”

“Ayo!!!.” Rasa semangat.

Merdunya suara ayam berkokok, indahnya kuning matahari yang terbit dilangit cerah,
indahnya alam semesta yang tiada tandingannya. Dihari minggu yang cerah ini kegiatan kang
dan mbak santri adalah rokan ma’had. Aku dan teman-teman menjaga dan membersihkan
perbatasan asrama putri dan putra.

“Ali!, kita jaga + rokan dimana?.” Tanya Akbar.

“Ditempat biasa kita jaga malam (perbatasan asrama putra dan laki)” jawab Ali.

“ohh.. disana, yuk kita ambil peralatan membersih dulu!.” Seruan Akbar.
Setelah Ali dan Akbar mengambil peralatan membersih mereka bergegas menuju tempat
rokan dan disana sudah banyak kang dan mbak santri yang lagi membersihkan area tersebut.

“Bar, lihat itu!.” Dengan wajah yang serius dan tatapan mata yang tajam.

“Ada apa Li?.” Tanya Akbar dan memandang apa yang dilihat Ali.

“Lihat itu ada mbak dan kang yang lagi berduaan dibawah pohon. Yuk kita ciduki bersama dan
kita takzir karena sudah melangar keamanan.”

Ali dan Akbar lari dengan kencang guna menciduki mereka.

“Hayo…! Lagi ngapain kalian mencari kesempatan dalam kesempitan ya.. bukanya ini adalah
wilayah asrama putri yang haram hukumnya akang memasukinya?.” Tanya Ali dengan tegas.

“Tidak-tidak, kami tidak ngapa-ngapain kitalagi menyapu.” Jawab mbak santri dengan wajah
yang ketakutan dan ragu menjawabnya.

“Jelas-jelas melangar kok ngeyel kalian. Ayo ikut kami!.” Saut Ali.

“Mau dibawa kemana? Kami malu.” Tanya kang santri.

“Kamu mau kami rundingkan dan akan kami sowankan kepada pak kyai.” Jawab Akbar dengan
jawaban yang sewot.

Kami bawa mereka menuju beskem dan kami rundingkan.

“Ada apa ini?.” Tanya Kelvin

“Aku dan Ali habis menciduki mbak dan kang santri berduaan dibawah pohon perbatasan
asrama putri dan putra.” Jawab Akbar.

“Oh begitu ya sudah kalau gitu jika dia benar-benar bersalah kita sowankan saja kepada pak
kyai.”

Aku keluar dari beskem dengan membuka pintu pelan-pelan dan berkata.

“Ayo ikut kami?.” Ajakkanku tanpa melihat siapa perempuan yang melangar itu.

Dog, dog suara ketukan pintu ndalem sembari mengucapkan salam.


“Assalamua’alaikum pak kyai…”

“Wa’alaikum salam, onok opo le?.” Tanya beliau.

“Niki kyai enten mbak lan kang santri sampun ngelangar peraturan keamanan.”

“Sopo le? kongkonen merene aku pingin ngerti.”

“Niki kyai.”

“Loh alah arek iki toh.”

“Nopo o kyai?.” Tanyaku dengan wajah kebingunggan.

“Arek iki leh sak dolor ponaan e kyai.”

“Ya allah, kyai ngapunten ngapunten kulo mboten semerap.” Dengan rasa bersalah dan malu.

“Gak popo le, arek loro iki adek kakak jenenge adike Aminah lan mase Salman.”

Dalam hatiku berkata Aminah, Aminah siapa ya? Gak mungkin kalau Aminah yang aku kenal.
Aku masih bertanya-tanya dan belum melihat wajahnya dengan jelas.

“Tetep ya le, andaikan arek loro iki ngelangar takziren ae gak popo.”

“Ngge kyai, ngapunten sanget. Matur nuwun kyai.”

Aku bergegas keluar dari ndalem dan kepo dengan Aminah apakah dia temanku dulu waktu sd
atau tidak.

“Hai kamu!!!.’

“Aku, kamu memangilku?.” Tanya dia balik kepadaku dengan wajah yang masih menunduk.

“Iya kamu siapa lagi. Kamu Aminah!.”

“Kenapa kamu memangilku.” Dan menatapku.

“Bukan main ternyata di adalah temanku sewaktu aku sd.” Dengan wajah terkejut dan kagum
dengan perubahan dia sewaktu sd.
“Kamu Aminah teman sdku bukan?.” Tanyaku dengan ekspresi wajah yang masih tak yakin.

“Kamu siapa?.” Tanya dia kepadaku dengan wajah kebingungan.

“Aku Kelvin temanmu dulu sd.”

“Kelvin?.”

“Iya aku Kelvin.” Dengan wajah yang meyakinkan.

“Oh Kelvin yang dulu sukanya ganggu anak perempuan di sekolah.”

“Hee… iya.” Ekspresi wajah malu dan mengaruk kepala.

“Kok yang diingat itu sih kan itu dulu sekarang mah sudah beda dan berubah.”

“Sudah-sudah kok malah kita mengobrol panjang kan kita gak boleh berbicara dan berduaan
seperti ini. Nanti kamu yang malah melangar sendiri. Assalamu’alaikum!.” Pergi dan
meninggalkanku.

“Wa’alaikum salam!!!.” Sahut dengan suara yang keras dari belakang.

Ternyata teman-teman mendengarkan perbincanganku dengan Aminah dari awal.

“Loh kalian ada disini?.” Tanyaku dengan ekspresi wajah yang ketakutan karena ketahuan.

“Ada yang lagi berbunga-bunga nih ketemu sama Aminah ponaan pak kyai yang cantik dan
sopan itu.” Mengodaku.

“Sudah-sudah jangan bahas itu.” Menghindar dari pembicaraan.

Pukul sudah menunjukkan jam 09.00 dan rokan ma’had pun sudah selesai. Waktunya ngambil
makan pagi yang sudah dimasakkan kang-kang yang lain tadi. Ketika aku makan, hati kecilku
berkata Subhanaallah cantiknya Aminah yang sekarang lebih sopan dan kalem. Astangfirullah
haladzim, lagi ngapain sih kamu Vin gak boleh seorang laki-laki memikirkan seorang
perempuan yang bukan mukhrim.

“Hai Vin!!, lagi ngapain kamu? makan kok ngelamun nanti tersendat loh.” Mengetakku.

“Eh Putra, gak ngelamun kok.” Mengeles.


Semenjak Kelvin bertemu dengan Aminah Kelvin sering melamun dan pada akhirnya dia
bercerita kepada kita tentang apa yang ia fikirkan selama ini. Malam yang begitu sunyi dan
angin semilir pun menusuk tulang.

“Sebenarnya Aminah itu seseorang yang selama ini aku sukai dan aku cintai. Sebelum aku
mengenal agama islam lebih dalam masa kelamku menyelimuti diriku aku mencintai Aminah
diluar kendaliku hinga suatu ketika aku mengajak dia berpacaran tapi dia menolakku dengan
alasan dia mau melanjutkan sekolah dipesantren dan dia menjelaskan kepadaku “Maaf,
bukannya aku menolak permintaanmu mengajakku berpacaran tapi orang tuaku melarang
anak-anaknya untuk berpacaran dan aku berfikir jika kita berpacaran kita tidak akan sering
ketemu, aku dipesantren dan kamu sekolah diluar.” Dengan sigap aku mengiyakannya. Hingga
aku sudah tidak memikirkannya lagi dan memutuskan untuk mondok pada kelas sepuluh sma.
Ternyata allah menakdirkanku bertemu dengannya lagi dalam lingkungan yang baik. Apakah ini
pertanda jika dia akan menjadi cintaku seutuhnya.

“Emangnya kamu mencintai dia dari kelas berapa?.” Tanya Putra

“Aku mencintai dia ketika aku dan dia sama-sama mengikuti lomba dia ikut lomba qiroah dan
aku ikut lomba adzan. Suaranya merdu dan indah didengar. Perkiraan aku masih kelas tiga sd
dan dia merasakan cinta kepadaku ketika kelulusan sd.”

“Berarti kalian saling cinta sudah sembilan tahun.” Saut Putra.

“Bisa jadi!.” Dengan ekspresi mengerutkan kedua alis dan mengangkat kedua tangan.

Diwaktu yang sama Aminah pulah menceritakan kisah cintanya kepada temannya dikamar
diapun mencintaiku pula hingga saat ini.

Keesokan harinya tiba-tiba ada pangilan namaku dikantor. Aku bergegas pergi menuju kantor,
ternyata umi’ dan abi menjeputku dan tidak menjelaskan kenapa aku diizinkan pulang.

“Siapa Vin yang memangilmu kekantor?.” Tanya Arshad.

“Umi’ kale abi mengajakku pulang.” Jawabku dengan terburu-buru.

“Alasan apa kok diizinkan pulang?.”


“Gak tau ya… umi’ dan abi tidak menjelaskan kepadaku.” Dengan ekspresi wajak kebingungan.

Ditengah perjalanan menuju kerumah aku

“umi’ enten nopo niki kok kulo wangsul?.” Tanyaku.

“wes alah le engkok sampean iku ngerti-ngerti dewe opo o umi’ ngajak sampean wangsul.”

“Abi nopo o se kok kulo wangsul?.” Tanyaku semakin penasaran.

“wes talah le manut o ae opo jare umi’ mu.” Berusaha meredahkan rasa penasaranku.

Rasa penasaranku semakin kuat. Sampailah dirumah aku langsung menuju kedapur dan
bertanya kepada mbok.

“Mbok jenengan semerap a nopo o umi’ kale abi ndereaken kulo wangsul.”

“Mboten semerap kulo le. Umi’ kale abi mboten cerios nopo-nopo.”

Kabar aku pulang terdengar sampai mbak-mbak santri termasuk Aminah mengetahuinya.
Hinga dia mengirim surat kepada Ali menanyai tentangku kenapa aku pulang. Dan Ali pun
membalas surat tersebut “Aku dan teman-teman pun tidak tau kenapa dia pulang.” Kecemasan
pun menghantui diri Aminah.

Disore harinya aku mendengar ada suara mobil yang berparkir di garasi rumah sepontan aku
pergi dari atas kasur dan melihat luar dari jendela. Tamu yang tidak aku kenal. Tiba-tiba umi’
memangilku

“Vin Kelvin, metuo nak gantio klambi seng apik terus mendisor o paranono umi ndek ruang
tamu.”

“Enten acara nopo mi’ kok kulo dikengken ganti?.”

“Wes le mendisor o.”

“Engge mi’, sekedap.”

Aku turun dari kamarku dan menuju ruang tamu. Disana sudah ada

“Salim le, iki pak Rasyid lan keluargane. Iki koncoe abi pas jek sma.”
“Enten nopo niki abi kok pak salim teng mriki?.”

“iki iku jawaban dari semua yang kau tanyakan kepada umi’ lan abi mau.”

Aku masih bingung dengan jawaban abi. Dan aku pun dibisiki umi’ kalau dia perempuan yang
ada didepanku itu adalah wanita yang akan dijodohkan kepadaku. Aku pun langsung teringat
kepada Aminah, bagaimana perasaan dia kalau tau aku dijodohkan dengan wanita lain yang aku
belum mengenalinya dan mencintainya.

“Ya wes ya le, dijalani ae dikek. Dan pean sak iki fokus sekolah.”

Aku terdiam dan langsung minta kembali kepondok. Keesokan harinya aku kembali kepondok.
Sesampainya aku dipondok aku langsung mengajak teman-temanku makan yang tadi sudah
disipkan oleh umi’ untukku.

“Kamu pulang kenapa Vin?.” Tanya teman-temanku.

“Sejujurnya aku pulang kemaren itu abi dan umi’ menjodohkan ku dengan wanita anak dari
teman abi waktu sma.”

“Yang benar kamu Vin, kasihan Aminah. Sampai dia tau kalau kamu dijodohkan bagaimana
perasaannya.” Saut Akbar.

“Entah!.” Sautku.

Hari tiap hariku lalui tanpaku sadari ternyata selama ini Aminah mengetahuinya jika aku
dijodohkan dengan wanita lain. Tapi mengapa dia tidak menanyaiku tentang perasaan ini.

“Vin, kamu ditimbali pak kyai di ndalem beliau.”

“Ada apa beliau mencariku?.” Tanyaku kepada kang santri.

“Kurang tau y…”

Aku bergegas menuju ndalem dan menemui pak kyai.

“Enten nopo pak kyai?.”

“Iki le entok surat tekan Aminah ponaan pak kyai.” Sembari menyodorka surat tersebut.
“Oh ngge pak kyai matur nuwun.”

“Gak popo le turutono keinginan kedua orang tuamu. Jika itu yang terbaik ridho kedua orang
tua itu lebih penting dari pada hawa nafsu yang menyelimuti dirimu.”

“Ngge… pak kyai. Kulo kundur riyen ngge.”

“Iyo le.”

Dengan hati yang begitu berdebar saat membuka apa isi dari amplop tersebut ternyata…
“Selama ini aku selalu mendengarkan bacaan lalaran nadhommu karena aku rindu dengan
suara indahmu. Maaf, jika perbuatan ini melangar peraturan keemanan. Aku sudah tau semua
cerita tentang kamu dijodohkan dengan wanita lain yang belum kamu mengenalinya dan
mencintainya. Cinta akan tumbuh ketika kita berusaha menghapus memori cinta pada masa
lalu. sayangi dia dan lupakan aku. Trim .”

Sungguh hati yang begitu lembut dan ikhlas menerima semua takdir Allah semoga engkau
mendapatkan pendampin hidup yang lebih baik dariku.

Anda mungkin juga menyukai

  • Cerpen Via
    Cerpen Via
    Dokumen11 halaman
    Cerpen Via
    Isnaini Azizah12
    Belum ada peringkat
  • Cerpen Kiki
    Cerpen Kiki
    Dokumen16 halaman
    Cerpen Kiki
    Isnaini Azizah12
    Belum ada peringkat
  • Cerpen Rizka
    Cerpen Rizka
    Dokumen12 halaman
    Cerpen Rizka
    Isnaini Azizah12
    Belum ada peringkat
  • Cerpen Sari
    Cerpen Sari
    Dokumen8 halaman
    Cerpen Sari
    Isnaini Azizah12
    Belum ada peringkat
  • Cerpen Firda Reihan
    Cerpen Firda Reihan
    Dokumen8 halaman
    Cerpen Firda Reihan
    Isnaini Azizah12
    Belum ada peringkat
  • Cerpen Aini
    Cerpen Aini
    Dokumen13 halaman
    Cerpen Aini
    Isnaini Azizah12
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 Komparasi Hijab
    BAB 1 Komparasi Hijab
    Dokumen15 halaman
    BAB 1 Komparasi Hijab
    Isnaini Azizah12
    Belum ada peringkat
  • Cerpen Acil
    Cerpen Acil
    Dokumen13 halaman
    Cerpen Acil
    Isnaini Azizah12
    Belum ada peringkat