Anda di halaman 1dari 26

JILBAB KAUM MUSLIMAH

MAKALAH

Diajukan Sebagai Tugas Remedial Mata Kuliah Zikwaf Pada Program Studi Hukum
Keluarga ( Ahwal Syakhsiyyah ) di Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nahdhatul Ulama
( STISNU ) Nusantara Tangerang

Dosen Pengampu :
Muflih Adi Laksono, Lc., MA

Oleh Kelompok 14 :

Muhammad Khoiril Nim : 20.01.00.67

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA


STISNU NUSANTARA TANGERANG
TAHUN 2022

0
ABSTRAK

Jilbab adalah baju kurung longgar yang dilengkapi dengan kerudung yang
menutupi kepala, sebagian wajah dan dada. Jilbab menggambarkan ketaatan seorang
muslim wanita terhadap ajaran Islam, karena Islam memang mewajibkan wanita
untuk menutup auratnya auratnya, dan cadar adalah salah satu aurat yang menutupi
kepala sampai dada wanita. Dalam kehidupan bermasyarakat, sebagian orang
menganggap bahwa seorang wanita muslimah yang berhijab harus bisa menjaga
perilaku dan bahasanya agar tetap baik dan sopan sebagaimana seharusnya kesucian
kerudung yang dikenakannya.

Setelah hijab sebagai gaya hidup wanita modern di kalangan mahasiswi,


Alasan mahasiswi memakai hijab adalah karena dapat melindungi mereka dari
matahari dan hujan. Selain itu memakai hijab melindungi dari zina. Dampak hijab
yang terjadi adalah dampak positif dan dampak negatif. Positifnya banyak siswi saat
ini yang memilih untuk menggunakan cadar dalam segala hal aktivitas dan ada juga
dampak negatifnya yaitu jilbab yang masih terlihat, ada yang terlihat oleh telinga, dan
ada pula yang sudah pasti tidak syar'i. Dengan hijab sebagai gaya hidup wanita
modern, banyak mahasiswa yang ingin memakainya hijab karena model hijab
sekarang lebih modern, variatif dan simple. Jilbab paling sering digunakan saat
kegiatan formal seperti pergi ke kuliah, jalan-jalan, dan bekerja.

Saat ini trend fashion muslimah di sejajarkan dengan trend fashion yang lain.
Namun, fashion para perempuan muslim sekarang menjadi buruk karena munculnya
fenomena jilboobs. Jilbobs adalah gabungan kata jilbab dan boobs “ payudara”.
Jilboobs merupakan pakaian jilbab yang memakai pakaian ketat sehingga payudara
terlihat sangat menonjol.

Kata Kunci : Hijab, Gaya Hidup, Mahasiswa.

A. Latar Belakang Masalah

1
Jilbab adalah salah satu isu yang paling sering di salah pahami oleh kalangan
non-Muslim, bahkan juga kalangan Muslim, begitu pula menurut Muhammad
Quraish Shihab menyatakan dalam tafsir tematis dunia islam yang membahas tentang
pemikiran dan peradaban ditemukan bahwa menyangkut jilbab menyatakan ketidak
ada keharusan untuk mengenakannya. Padahal yang selama ini M. Quraish Shihab
mengemukakan hanyalah aneka pendapat pakar tentang persoalan jilbab tanpa
menetapkan satu pilihan. Ini karena hingga saat itu belum lagi dapat men-tarjih-kan
salah satu dari sekian pendapat yang beragam itu.1

beranggapan jilbab baik. Tetapi jangan paksakan orang pakai jilbab karena
ada ulama yang berpendapat bahwa jilbab tidak wajib. Ada ulama yang berkata wajib
menutup aurat. Sedangkan aurat diperselisihkan oleh ulama apa itu aurat, karena
harus diakui bahwa kebanyakan ulama terdahulu bahkan hingga kini, cenderung
berpendapat bahwa aurat wanita mencakup seluruh tubuh mereka kecuali wajah dan
kedua telapak tangannya, akan tetapi, harus diakui bahwa pendapat lain yang lebih
longgar disamping kenyataan menunjukan bahwa banyak kalangan keluarga ulama
yang terpandang yang wanita-wanitanya baik anak-anak maupun istri tidak
mengenakan jilbab. Di Indonesia misalnya sebagian ulama Muslimat Nahdatul
Ulama, atau Aisyiah. Ini, lebih-lebih sekitar belasan tahun lalu tidak berjilbab.2

Dalam bukunya yang berjudul “Jilbab (Pakaian Wanita Muslimah)”


pemakaian jilbab dalam arti pakaian yang menutup seluruh tubuh wanita atau kecuali
wajah dan tangannya yang pernah mengendur dalam banyak masyarakat Islam sejak
akhir abad XIX, kembali marak sekitar dua puluh tahun terakhir ini dan kelihatannya
dari hari kehari semakin banyak peminatnya. Persoalan tersebut menjadi semakin
marak dan terangkat ke dunia internasional setelah Pemerintah Prancis merencanakan

1
M. Quraish Shihab, Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah, (Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2004), hlm.
xiii-xiv.
2
Ibid 249.

2
bahkan kini telah menetapkan larangan penggunaan symbol-simbol agama adalah
jilbab.3
Junaeman pun membenarkan, memakai jilbab bukanlah suatu kewajiban bagi
perempuan Islam. Itu hanyalah ketentuan Al-Qur’an bagi para istri dan anak-anak
perempuan Nabi, dan semua perempuan beriman di masa itu untuk menutup tubuh
mereka atau bagian dari tubuh mereka atau bagian dari tubuh mereka sedemikian
rupa sehingga tidak mengundang kaum munafik untuk menghina mereka. Jadi ‘illat
hukumnya adalah perlindungan terhadap perempuan. Jika perlindungan itu tidak
dibutuhkan lagi karena system keamanan yang sudah demikian maju dan terjamin,
tentu perempuan dapat memilih secara cerdas dan bebas apakah ia masih mau
menggunakan jilbab atau tidak.4
Hijab dan jilbab adalah hal yang membentuk prilaku muslimah saat ini.
Perintah syara' bagi muslim perempuan. Hijab dan jilbab sebagai hal yang fenomenal
mengundang pertanyaan, apakah ia merupakan kesadaran beragama bagi kaum
muslim perempuan, atau adalah trend baru berbusana, ataukah kedua- duanya.
Namun pendapat Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz bahwa berdasarkan dalil-dalil syar’i
menunjukan bahwa menutup wajah bagi wanita adalah wajib ketika mereka bersama-
sama dengan orang yang bukan mahramnya, karena wajah, termasuk perhiasan
wanita (sumber daya tarik-pent) yang di larang untuk ditampakan.5
Menurut yang Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz ketahui tidak ada perbedaan
pendapat di kalangan ulama mengenai wajibnya menutup kepala dan rambut bagi
wanita. Perbedaan tatacara berhijab bagi perempuan muslim di berbagai dunia Islam,
tidak terkecuali di Indonesia, adalah sebuah perwajahan fikih hijab dan jilbab. Di
Timur Tengah sendiri kita dapat membandingkan negara Arab Saudi dengan Negara-

3
Ibid ix-x.
4
Juneman, Psychology of Fashion Fenomena Perempuan [Melepas] Jilbab ,(Yogyakarta: LKis, 2010),
hlm. xiii.
5
Asy-Syikh Al-Allamah Abdul Aziz Bin Baaz Pentahqiq & Penta’liq Usamah Bin Abdul Fattah Al
Baththah, Al-Ahkam Asy-Syar’iyah Fii Al-Fataawa An-Nisaaiyah (Fatwa-fatwa Syaikh Bin Baaz Tentang
Wanita, (Penerjemah AM Fatchul Umam, Kairo: Daarut Taqwa Editor Tim Risalah Usroh, 2003), hlm.
92.

3
negara Islam di Afrika seperti Mesir, Marokko dan sebagainya. Dapat dikatakan Arab
Saudi menganut paham hijab total aurat perempuan (bercadar), tetapi di Mesir
perempuan muslimah sebagian besar menganut berhijab/berjilbab dengan
menampakkan wajah dan kedua tangan.6
Dalam makalah ini memiliki rumusan masalah yaitu: 1.) Pengertian jilbab 2.)
Pentingnya jilbab bagi para kaum muslimah dalam surat al ahzhab dan an-nur 3.)
caranya berjilbab yang baik
Dan memiliki tujuan masalah, yaitu: 1.) mengetahui pengertian jilbab 2.)
mengetahui sangatlah penting nya jilbab bagi kaum muslimah 3.) mengetahui cara
berjilbab sesuai syariat islam

B. Pembahasan
1. Pengertian Jilbab
Banyak kata dari bahasa arab yang berkaitan dengan kata jilbab
diantaranya:
Jalbabahu: albasahu jilbaaba: artinya memakaikan baju kurung
panjang, tajalbaba: labisal jilbaaba: memakai baju kurung
panjang. Kata ‘jilbab’ jamaknya ‘jalabibb’, yaitu artinya baju
kurung panjang. Jadi yang dimaksud dengan jilbab adalah pakaian
yang luas atau lapang, artinya pakaian yang dapat menutup anggota
tubuh seorang wanita kecuali wajah dan kedua telapak tangan.
Dengan demikian seluruh anggota tubuh wanita adalah aurat
kecuali wajah dan pergelangan tangan.7

Pengertian jilbab di atas merupakan pengertian yang diartikan dalam kata


bahasa arab, selanjutnya pengertian jilbab menurut pengertian kamus. “Dalam kamus

6
Jasmani, HIijab, Jilbab, Menurut Hukum Fikih, (Yogyakarta: PTIQ , 2012), hlm. 15.
7
Rafi’udin, Bagaimana Menjadi Wanita Penghuni Surga,.. 11.

4
besar bahasa Indonesia, bahwasanya pengertian jilbab adalah kerudung lebar yang
dipakai wanita muslim untuk menutupi kepala dan leher sampai dada”.8
Berjilbab merupakan kewajiban yang diperintahkan Allah SWT dalam Al
Qur’an bahwa seorang wanita muslim harus menutupi bagian kepala dan dadanya
dengan khimar dan tubuhnya dengan jilbab (busana panjang dan longgar), Allah
berfirman dalam surat Al Ahzab:59 :

َّ‫ك َو ِن َس ۤا ِء ْالمُْؤ ِم ِني َْن ي ُْد ِني َْن َع َلي ِْهنَّ ِمنْ َجاَل ِبي ِْب ِه ۗن‬ َ ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها ال َّن ِبيُّ ُق ْل اِّل َ ْز َوا ِج‬
َ ‫ك َو َب ٰن ِت‬
‫ان هّٰللا ُ َغفُ ْورً ا رَّ ِح ْيمًا‬ َ ‫ٰذل َِك اَ ْد ٰن ٓى اَنْ يُّعْ َر ْف َن َفاَل يُْؤ َذي ۗ َْن َو َك‬
Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-
isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu
mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.9

Firman Allah terdapat juga dalam surah an-Nur:31 yang isinya memerintahkan
wanita untuk menutup aurat dengan kerudung. Yang berbunyi:

‫َوقُل ِل ّلْ ُمْؤ ِمنَٰ ِت يَغْضُ ضْ َن ِم ْن َأبْ َصٰ ِر ِه َّن َوحَي ْ َف ْظ َن فُ ُروهَج ُ َّن َواَل يُ ْب ِد َين ِزينَهَت ُ َّن‬
‫اَّل َما َظه ََر ِمهْن َا ۖ َولْ َيرْض ِ ْب َن خِب ُ ُم ِر ِه َّن عَىَل ٰ ُج ُيوهِب ِ َّن ۖ َواَل يُ ْب ِد َين ِزينَهَت ُ َّن اَّل‬
‫ِِإ َ َأ ٓا َأ ٓا ِ َ َأ َأ ٓا َأ َأ ٓا ِ َ َأ ِإ‬
‫ل ُب ُعولهِت ِ َّن ْو َءاب َ هِئ ِ َّن ْو َءاب َ ء بُ ُعولهِت ِ َّن ْو بْنَ هِئ ِ َّن ْو بْنَ ء بُ ُعولهِت ِ َّن ْو خ َ ْٰوهِن ِ َّن‬
‫ِإ‬
‫َأ ْو بَىِن ٓ خ َ ْٰوهِن ِ َّن َأ ْو بَىِن ٓ َأخ َ َٰوهِت ِ َّن َأ ْو ِن َسٓاهِئ ِ َّن َأ ْو َما َملَ َك ْت َأيْمَٰ هُن ُ َّن َأ ِو ٱلتَّٰ ِب ِع َني‬
ِۖ ‫غَرْي ِ ُأ ۟وىِل ِإ ٱ ْرب َ ِة ِم َن ٱ ّ ِلر َج ِال َأ ِو ٱ ِّلط ْف ِل ٱذَّل ِ َين لَ ْم ي َ ْظه َُرو ۟ا عَىَل ٰ َع ْو َ ٰر ِت ٱل ِن ّ َسٓاء‬
‫ِإْل‬

8
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia,” 3 Ed. (Jakarta: Balai Pustaka,
2005), 473.
9
Qs. Al-Ahzab (33): 59.

5
‫َواَل يَرْض ِ ْب َن ِبَأ ْر ُج ِله َِّن ِل ُي ْعمَل َ َما خُي ْ ِف َني ِمن ِزينَهِت ِ َّن ۚ َوتُوبُ ٓو ۟ا ىَل ٱهَّلل ِ مَج ِ ي ًعا َأي ُّ َه‬
‫ِإ‬ ِ ْ ْ ‫مُك‬َّ َ ِ ْ ‫ٱ‬
‫ون‬َ ُ ‫ح‬ ‫ل‬ ‫ف‬ ُ ‫ت‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫ل‬
َ َ ُ‫ون‬ُ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ْؤ‬ ‫م‬ ‫ل‬
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-
putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau
wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua
agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian
kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.10

Ayat ini merupakan perintah Allah SWT, kepada wanita-wanita mukminat


agar menahan pandangannya dari apa yang diharamkan Allah untuk dilihat oleh kaum
wanita, memelihara kemaluannya dari perbuatan zina dan dari penglihatan orang dan
hendaklah mereka tidak menampakkan perhiasannya kecuali apa yang biasa tampak,
yaitu wajah, kedua telapak tangan dan kaki. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kerudung kedadanya.11

2. Didalam Tafsir Ibnu Katsir Surat an-nur ayat 31:

Disebutkan bahwa latar belakang turunnya ayat ini seperti yang disebutkan
oleh Muqatil ibnu Hayyan, telah sampai kepada kami bahwa Jabir ibnu Abdullah Al
Ansari pernah menceritakan bahwa Asma binti Marsad mempunyai warung di
perkampungan Bani Harisah, maka kaum wanita mondar-mandir memasuki
warungnya tanpa memakai kain sarung sehingga perhiasan gelang kaki mereka
kelihatan dan dada mereka serta rambut depan mereka kelihatan. Maka berkatalah
Asma, "Alangkah buruknya pakaian ini." Maka Allah menurunkan firman-Nya:

10
An-Nuur (24): 31.
11
Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya:Pt Bina Ilmu, 2004),487.

6
Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan
pandangannya.” (An-Nur: 31), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah Swt.:

‫ص ِار ِه َّن‬ ِ ْ ‫ات ي ْغض‬


ِ ِ
َ ‫ض َن م ْن َْأب‬ ُ َ ‫َو ُق ْل لْل ُمْؤ ِمَن‬
Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan
pandangannya.” (An-Nur: 31)
Yakni dari apa yang diharamkan oleh Allah bagi mereka, yaitu memandang
kepada selain suami mereka. Karena itulah kebanyakan ulama berpendapat bahwa
wanita tidak boleh memandang lelaki lain yang bukan mahramnya, baik dengan
pandangan berahi ataupun tidak, secara prinsip. Sebagian besar dari mereka
berdalilkan kepada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Imam
Turmuzi melalui hadis Az-Zuhri dari Nabhan maula Ummu Salamah yang
menceritakan kepadanya bahwa Ummu Salamah pernah bercerita kepadanya bahwa
pada suatu hari dia dan Maimunah berada di hadapan Rasulullah Saw. Ummu
Salamah melanjutkan kisahnya, "Ketika kami dalam keadaan demikian, tiba-tiba
datanglah Ibnu Ummi Maktum. Ibnu Ummi Maktum masuk menemui Rasulullah.
Kejadian ini sesudah Rasulullah Saw. memerintahkan kepada kami agar berhijab.
Maka Rasulullah Saw. bersabda:

"ُ‫"احتَ ِجَبا ِم ْنه‬


ْ
'Berhijablah kamu berdua darinya!'
Maka saya (Ummu Salamah) bertanya, 'Wahai Rasulullah, bukankah dia buta tidak
dapat melihat kami dan tidak pula mengetahui kami?' maka Rasulullah Saw.
bersabda:

"‫ص َرانِ ِه‬


ِ ‫ان َْأنتُما؟ َألَستُما تُْب‬
َ ْ َ ِ ‫"َأو َع ْمَي َاو‬
َ
'Apakah kamu berdua juga buta? Bukankah kamu berdua dapat melihatnya?'.”
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Ulama lainnya berpendapat bahwa kaum wanita diperbolehkan memandang
lelaki lain tanpa berahi. Seperti yang disebutkan di dalam kitab sahih, bahwa
Rasulullah Saw. menyaksikan orang-orang Habsyah sedang memainkan atraksi
dengan tombak mereka di hari raya di dalam masjid, sedangkan Aisyah Ummul
Mu’minin menyaksikan pertunjukan mereka dari balik tubuh Nabi Saw., dan Nabi
Saw. menutupinya dari pandangan mereka hingga Aisyah bosan, lalu pulang.

7
Firman Allah Swt.:

‫وجهُ َّن‬
َ ‫ظ َن فُُر‬
ْ َ‫َوَي ْحف‬
dan memelihara kemaluannya. (An-Nur: 31)
Sa'id ibnu Jubair mengatakan, maksudnya yaitu memelihara kemaluannya dari
perbuatan keji.
Menurut Qatadah dan Sufyan, dari perbuatan yang tidak dihalalkan baginya.
Sedangkan menurut Muqatil, dari perbuatan zina. Abul Aliyah mengatakan bahwa
semua ayat Al-Qur'an yang menyebutkan perintah memelihara kemaluan maksudnya
adalah memeliharanya dari perbuatan zina, kecuali ayat ini yang mengatakan: dan
memelihara kemaluannya. (An-Nur: 31) Yang dimaksud ialah agar jangan sampai
kelihatan oleh seorang pun.
Firman Allah Swt.:

‫ظهَ َر ِم ْنهَا‬
َ ‫ين ِز َينتَهُ َّن ِإال َما‬ ِ
َ ‫َوال ُي ْبد‬
dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak
darinya. (An-Nur: 31)
Yaitu janganlah mereka menampakkan sesuatu dari perhiasannya kepada
lelaki lain, kecuali apa yang tidak bisa disembunyikan. Menurut Ibnu Mas'ud, hal
yang dimaksud adalah seperti kain selendang dan pakaiannya; yakni sesuai dengan
pakaian tradisi kaum wanita Arab yang menutupi seluruh tubuhnya, sedangkan
bagian bawah pakaian yang kelihatan tidaklah berdosa baginya bila
menampakkannya, sebab bagian ini tidak dapat disembunyikan. Hal yang sama
berlaku pula pada pakaian wanita lainnya yang bagian bawah kainnya kelihatan
karena tidak dapat ditutupi. Pendapat yang sama dikatakan oleh Al-Hasan, Ibnu Sirin,
Abul Jauza, Ibrahim An-Nakha'i dan lain-lainnya.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya, (An-Nur: 31) Yakni wajahnya,
kedua telapak tangannya, dan cincinnya.
Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, Ata, Ikrimah, Sa'id ibnu
Jubair, Abusy Sya'sa, Ad-Dahhak, dan Ibrahim An-Nakha'i serta lain-lainnya.
Pendapat ini dapat dijadikan tafsir terhadap pengertian perhiasan yang dilarang bagi
kaum wanita menampakkannya, seperti apa yang dikatakan oleh Abu Ishaq As-
Subai'i, dari Abul Ahwas, dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya. (An-Nur: 31) Yaitu anting-anting,
kalung, gelang tangan, dan gelang kaki.

8
Menurut riwayat lain yang bersumber dari Ibnu Mas'ud dalam sanad yang
sama, perhiasan itu ada dua macam, yaitu perhiasan yang tidak boleh diperlihatkan
kecuali hanya kepada suami, seperti cincin dan gelang. Dan perhiasan yang boleh
terlihat oleh lelaki lain, yaitu bagian luar dari pakaiannya.
Az-Zuhri mengatakan bahwa tidak boleh ditampakkan kepada mereka yang
disebutkan nama-namanya oleh Allah Swt. selain gelang, kerudung dan anting-anting
tanpa membukanya. Adapun bagi orang lain secara umum, maka tidak boleh ada
yang tampak dari perhiasannya kecuali hanya cincin.
Malik telah meriwayatkan dari Az-Zuhri sehubungan dengan makna firman-
Nya: kecuali yang (biasa) tampak darinya. (An-Nur: 31) Yakni cincin dan gelang
kaki. Dapat pula dikatakan bahwa Ibnu Abbas dan para pengikutnya bermaksud
dengan tafsir firman-Nya yang mengatakan, "Kecuali apa yang biasa tampak
darinya," adalah wajah dan kedua telapak tangan.
Pendapat inilah yang terkenal di kalangan jumhur ulama. Hal ini diperkuat
oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud di dalam kitab sunannya,
bahwa telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ka'b Al-Intaki dan Muammal
ibnul Fadl Al-Harrani; keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami
Al-Walid, dari Sa'id ibnu Basyir, dari Qatadah, dari Khalid ibnu Duraik, dari Aisyah
r.a., bahwa Asma binti Abu Bakar masuk ke dalam rumah Nabi Saw. dengan
memakai pakaian yang tipis (cekak) Maka Nabi Saw. memalingkan muka darinya
seraya bersabda:

"‫َأن ُي َرى ِم ْنهَ ا ِإاَّل َه َذا‬


ْ ‫ص لُ ْح‬
ْ ‫ إن الم رأة إذا بلغت المحيض لم َي‬،‫اء‬ ُ ‫َأس َم‬
ْ ‫"َي ا‬
‫َوَأ َش َار ِإلَى َو ْج ِه ِه َو َكفَّ ْي ِه‬
Hai Asma, sesungguhnya wanita itu apabila telah berusia balig, tidak boleh ada yang
terlihat dari tubuhnya kecuali hanya ini. Nabi Saw. bersabda demikian seraya
mengisyaratkan ke arah wajah dan kedua telapak tangannya. Akan tetapi, Abu Daud
dan Abu Hatim Ar-Razi mengatakan bahwa hadis ini mursal karena Khalid ibnu
Duraik belum pernah mendengar dari Siti Aisyah r.a.
Firman Allah Swt.:

‫ض ِر ْب َن بِ ُخ ُم ِر ِه َّن َعلَى ُجُيوبِ ِه َّن‬


ْ ‫َوْلَي‬
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. (An-Nur: 31)
Yakni kain kerudung yang panjang agar dapat menutupi dada dan bagian
sekitarnya, agar berbeda dengan pakaian wanita Jahiliah. Karena sesungguhnya

9
wanita Jahiliah tidak berpakaian seperti ini, bahkan seseorang dari mereka lewat di
hadapan laki-laki dengan membusungkan dadanya tanpa ditutupi oleh sehelai kain
pun. Adakalanya pula menampakkan lehernya dan rambut yang ada di dekat
telinganya serta anting-antingnya. Maka Allah memerintahkan kepada wanita yang
beriman agar menutupi seluruh tubuhnya, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt.
dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:

‫ين َعلَ ْي ِه َّن ِم ْن‬ِ ِ ِ َ ِ‫ك َوَبَنات‬َ ‫ألز َوا ِج‬


َ ‫ك َونِ َس اء اْل ُم ْؤ ِمن‬
َ ‫ين ُي ْدن‬ ْ ‫ُق ْل‬ ‫النبِ ُّي‬
َّ ‫َي ا َُّأيهَ ا‬
‫َأن ُي ْع َر ْف َن فَال يُْؤ َذ ْي َن‬
ْ ‫َْأدَنى‬ ‫ك‬َ ‫َجالبِيبِ ِه َّن َذِل‬
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri
orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu
mereka tidak diganggu. (Al-Ahzab: 59)
Dan dalam ayat berikut ini Allah Swt. berfirman:

‫ض ِر ْب َن بِ ُخ ُم ِر ِه َّن َعلَى ُجُيوبِ ِه َّن‬


ْ ‫َوْلَي‬
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudungnya ke dadanya. (An-Nur: 31)
Al-khumur adalah bentuk jamak dari khimar, artinya kain kerudung yang dipakai
untuk menutupi kepala; dikenal pula dengan sebutan muqani'.
Sa'id ibnu Jubair telah mengatakan sehubungan dengan makna firmannya:
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudungnya ke dadanya. (An-Nur: 31)
Maksudnya, menutupi bagian leher dan dadanya; maka tidak boleh ada sesuatu pun
dari bagian tersebut yang tampak.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu
Syabib, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Yunus, dari ibnu Syihab, dari
Urwah, dari Aisysah r.a. yang mengatakan, "Semoga Allah merahmati kaum wanita
Muhajirin pertama. Ketika Allah menurunkan firman-Nya: 'Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kerudungnya ke dadanya.' (An-Nur: 31) maka mereka membelah
kain sarinya, lalu mereka jadikan sebagai kerudung."
Imam Bukhari mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im,
telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Nafi', dari Al-Hasan ibnu Muslim, dari
Safiyyah binti Syaibah, bahwa Aisyah r.a. pernah mengatakan bahwa ketika ayat ini
diturunkan, yaitu firman-Nya: Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudungnya
ke dadanya. (Ah-Nur: 31) Maka mereka melepaskan kain sarungnya, lalu mereka
robek dari pinggirnya, kemudian robekan itu mereka jadikan kain kerudung (pada
saat itu juga).

10
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdullah ibnu Yunus, telah menceritakan
kepadaku Az-Zunji ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu
Usman ibnu Khaisam, dari Safiyyah binti Syaibah yang menceritakan, "Ketika kami
sedang berada di rumah Aisyah, dan kami memperbincangkan tentang wanita Quraisy
serta keutamaan mereka; maka Siti Aisyah berkata, "Sesungguhnya kaum wanita
Quraisy memang mempunyai suatu keutamaan, dan sesungguhnya demi Allah, aku
belum pernah melihat wanita yang lebih utama daripada wanita Ansar dalam hal
keimanan dan kepercayaannya kepada kitabullah dan wahyu yang diturunkan.
Sesungguhnya ketika diturunkan firman-Nya: Dan hendaklah mereka menutupkan
kain kerudungnya ke dadanya. (An-Nur: 31) Maka kaum lelaki mereka berbalik
kepada kaum wanitanya seraya membacakan kepada mereka apa yang baru
diturunkan oleh Allah Swt. Seorang lelaki dari mereka membacakannya kepada
istrinya, anak perempuannya, saudara perempuannya, dan kaum kerabatnya yang
wanita. Sehingga tiada seorang wanita pun melainkan bangkit melepaskan kain
sarinya, lalu dipakainya sebagai kerudung karena membenarkan dan iman kepada
wahyu dari Allah Swt. yang baru diturunkan. Sehingga mereka di belakang
Rasulullah memakai kerudung semua, seakan-akan pada kepala mereka terdapat
burung gagak'."
Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini melalui jalur lain dari Safiyyah binti
Syaibah dengan sanad yang sama.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, bahwa Qurrah ibnu Abdur Rahman pernah
menceritakan kepadanya dari Ibnu Syihab, dari Urwah, dari Aisyah yang mengatakan
bahwa semoga Allah merahmati kaum wanita Muhajirin pertama, ketika Allah
menurunkan firman-Nya: Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudungnya ke
dadanya. (An-Nur: 31) Maka mereka membelah kain sari mereka, lalu mereka
jadikan sebagi kerudungnya. Abu Daud telah meriwayatkannya melalui hadis Ibnu
Wahb dengan sanad yang sama.
Firman Allah Swt.:

‫ين ِز َينتَهُ َّن ِإال ِلُب ُعولَتِ ِه َّن‬ ِ


َ ‫َوال ُي ْبد‬
dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka. (An-Nur:
31)
Ba'lun yang bentuk jamaknya adalah bu'ul artinya suami.

11
ِ ‫اء بعولَتِ ِه َّن َأو َْأبَناِئ ِه َّن َأو َْأبَن‬
‫اء ُب ُعولَتِ ِه َّن َْأو ِإ ْخ َوانِ ِه َّن َْأو َبنِي‬ ِ ‫ِئ‬
ْ ْ ُ ُ ‫َْأو َآبا ِه َّن َْأو َآب‬
ِ ِ‫َأخوات‬ ِ ِ ِ ‫ِإ‬
‫ن‬
َّ‫ه‬
َ َ ‫ْخ َوانه َّن َْأو َبني‬
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra
suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-
saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara perempuan mereka. (An-
Nur: 31)
Mereka yang disebutkan di atas adalah mahram wanita, mereka diperbolehkan
memperlihatkan perhiasannya kepada orang-orang tersebut, tetapi bukan dengan cara
tabarrujj.
Ibnul Munzir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Harun,
telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan
kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah
menceritakan kepada kami Daud, dari Asy-Sya'bu, dari Ikrimah sehubungan dengan
makna ayat ini, yaitu firman-Nya: dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,
kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka.
(An-Nur: 31), hingga akhir ayat. Lalu ia berkata bahwa Allah Swt. tidak
menyebutkan paman dari pihak ayah, tidak pula paman dari pihak ibu; karena
keduanya dinisbatkan kepada anak keduanya. Untuk itu seorang wanita tidak boleh
meletakkan kain kerudungnya di hadapan pamannya, baik dari pihak ayah maupun
dari pihak ibu. Demikian itu karena dikhawatirkan keduanya akan menggambarkan
keadaannya kepada anak-anak keduanya.
Adapun terhadap suami, sesungguhnya hal tersebut hanyalah untuk suaminya.
Karena itu, seorang wanita dianjurkan merias dan mempercantik dirinya di hadapan
suaminya, yang hal seperti itu tidak boleh dilakukannya di hadapan lelaki lain.
Firman Allah Swt.:

‫َْأو نِ َساِئ ِه َّن‬


atau wanita-wanita Islam. (An-Nur: 31)
Yakni seorang wanita diperbolehkan menampakkan perhiasannya kepada
wanita muslimat, bukan wanita kafir Ummi agar mereka tidak menceritakan keadaan
kaum wanita muslimat kepada kaum laki-laki mereka. Perbuatan ini sekalipun
dilarang terhadap semua wanita, hanya terhadap wanita kafir zimmi lebih berat
larangannya, mengingat tiada suatu norma pun yang melarang mereka untuk
menceritakan hal tersebut. Adapun wanita muslimah, sesungguhnya ia mengetahui
bahwa perbuatan menceritakan perihal wanita lain (kepada lelaki) adalah haram

12
sehingga ia menahan dirinya dari melakukan hal tersebut. Rasulullah Saw. telah
bersabda:

"‫ تَْن َعتُهَا ِل َز ْو ِجهَا َك ََّأنهُ َي ْنظُ ُر ِإلَ ْيهَا‬،َ‫اش ُر المرأةَ المرأة‬
ِ ‫"اَل تُب‬
َ
Janganlah seorang wanita menceritakan (menggambarkan) keadaan wanita lain
kepada suaminya, (hingga) seakan-akan suaminya memandang ke arahnya.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahihnya
masing-masing melalui Ibnu Mas'ud.
Sa'id ibnu Mansur telah meriwayatkan di dalam kitab sunannya, telah
menceritakan kepada kami Isma'il ibnu Ayyasy, dari Hisyam ibnul Gazi, dari Ubadah
ibnu Nissi, dari ayahnya, dari Al-Haris ibnu Qais, bahwa Khalifah Umar menulis
surat kepada Abu Ubaidah yang isinya sebagai berikut: Amma Ba'du, sesungguhnya
telah sampai berita kepadaku yang mengatakan bahwa sebagian dari kaum wanita
muslimat sering memasuki tempat mandi sauna bersama wanita-wanita musyrik, dan
hal itu terjadi di daerah wewenangmu. Maka tidak dihalalkan bagi wanita yang
beriman kepada Allah dan hari kemudian memperlihatkan auratnya kepada wanita
lain kecuali wanita yang seagama dengannya.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: atau
wanita-wanita Islam. (An-Nur: 31) Yakni kaum wanita muslimat, bukan kaum wanita
musyrik. Wanita muslimat tidak diperbolehkan memperlihatkan auratnya di hadapan
wanita musyrik.
Abdullah telah meriwayatkan di dalam kitab tafsirnya dari Al-Kalbi, dari Abu
Saleh, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: atau wanita-wanita
Islam. (An-Nur: 31) Yaitu kaum wanita muslimat; wanita muslimat tidak boleh
menampakkan perhiasannya kepada wanita Yahudi, juga kepada wanita Nasrani.
Perhiasan yang dimaksud ialah bagian leher, anting-anting, bagian yang ditutupi oleh
kain kerudung, dan anggota lainnya yang tidak halal dilihat kecuali hanya oleh
mahramnya.
Sa'id telah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Lais,
dari Mujahid yang mengatakan bahwa wanita muslimat tidak boleh menanggalkan
kain kerudungnya di hadapan wanita musyrik, karena Allah Swt. telah berfirman:
atau wanita-wanita Islam. (An-N ur:31) Sedangkan wanita musyrik bukan termasuk
mereka.
Telah diriwayatkan dari Makhul dan Ubadah ibnu Nissi, bahwa keduanya
telah menghukumi makruh bila ada wanita Nasrani, wanita Yahudi, dan wanita
Majusi menyambut wanita muslimat.

13
Adapun mengenai apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Abu
Umair, telah menceritakan kepada kami Damrah, bahwa Ata telah meriwayatkan dari
ayahnya yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw. tiba di Baitul Maqdis, maka
yang menyambut kedatangan istri-istri Rasulullah Saw. adalah wanita-wanita Yahudi
dan Nasrani. Riwayat ini jika sahih, maka ditakwilkan karena keadaan darurat, atau
dianggap sebagai suatu pekerjaan, kemudian dalam peristiwa tersebut tidak ada aurat
yang terbuka, dan hal itu merupakan suatu keharusan yang tidak dapat dielakkan.
Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
Firman Allah Swt.:

‫ت َْأي َم ُانهُ ّن‬


ْ ‫َْأو َما َملَ َك‬
atau budak-budak yang mereka miliki. (An-Nur: 31)
Ibnu Jarir mengatakan, yang dimaksud adalah budak perempuan yang
musyrik. Dalam kasus ini wanita muslimat diperbolehkan memperlihatkan
perhiasannya kepada budak-budak perempuannya, sekalipun mereka musyrik, karena
mereka adalah budaknya. Demikianlah menurut pendapat yang dianut oleh Sa'id
ibnul Musayyab.
Tetapi menurut kebanyakan ulama, bahkan wanita muslimat diperbolehkan
memperlihatkan perhiasannya kepada budak-budaknya, baik yang laki-laki maupun
yang perempuan. Mereka mengatakan demikian dengan berdalilkan sebuah hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud yang mengatakan:

‫ َع ْن‬،‫ َع ْن ثَ ابِ ٍت‬،‫ َح َّدثََنا َُأب و ُج َم ْي ٍع َس ِال ُم ْب ُن ِد َين ٍار‬،‫يس ى‬ ِ


َ ‫َح َّدثََنا ُم َح َّم ُد ْب ُن ع‬
ِ َ‫النبِ َّي ص لَّى اللَّه علَ ْي ِه وس لَّم َأتَى ف‬
:‫ قَ ا َل‬.‫اط َم ةَ بِ َع ْب ٍد قَ ْد َو َهَب هُ لَهَ ا‬ َّ ‫َأن‬ َّ ،‫س‬ ٍ ‫ََأن‬
َ َ َ َ ُ َ
‫ت بِ ِه‬ ْ َّ‫ َوِإ َذا َغط‬،‫ْأس هَا لَ ْم َيْبلُ ْغ ِر ْجلَ ْيهَ ا‬ ِ
َ ‫ب ِإ َذا قََّنعت بِ ه َر‬ ٌ ‫اط َم ةَ ثَ ْو‬ِ َ‫وعلَى ف‬
َ َ
:‫صلَّى اللَّهُ َعلَ ْي ِه َو َس لَّ َم َم ا تَْلقَى قَ ا َل‬َ ‫النبِ ُّي‬
َّ ‫ َفلَ َّما َرَأى‬،‫ْأسهَا‬
َ ‫ِر ْجلَ ْيهَا لَ ْم َيْبلُ ْغ َر‬
"‫وك َو ُغاَل ُم ِك‬ِ ‫ ِإَّنما ُهو َأب‬،‫"ِإَّنه لَ ْيس علَ ْي ِك بْأس‬
ُ َ َ ٌ َ َ َ ُ
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Isa, telah menceritakan kepada
kami Abu Jami' Salim ibnu Dinar, dari Sabit, dari Anas, bahwa Nabi Saw. datang
kepada Fatimah dengan membawa seorang budak laki-laki yang telah diberikan

14
kepadanya. Sedangkan saat itu Fatimah memakai pakaian yang apabila digunakan
untuk menutupi kepalanya, maka bagian kedua kakinya tidak tertutupi semua; dan
apabila digunakan untuk menutupi kedua kakinya, maka bagian kepalanya tidak
tertutupi. Ketika Nabi Saw. melihat keadaan Fatimah kebingungan, maka beliau
bersabda: Sesungguhnya tidak mengapa bagimu (berpakaian seperti itu) karena yang
datang hanyalah ayahmu dan budakmu.
Al-Hafiz ibnu Asakir menyebutkan di dalam kitab tarikhnya mengenai
biografi Khudaij Al-Himsi maula Mu'awiyah, bahwa Abdullah ibnu Mas'adah Al-
Fazzari adalah seorang budak yang berkulit sangat hitam; dia adalah seorang budak
yang dihadiahkan oleh Nabi Saw. kepada putrinya Siti Fatimah, lalu Siti Fatimah
memeliharanya dan memerdekakannya. Kemudian sesudah itu ia melakukan perang
tanding dengan Mu'awiyah dalam Perang Siffin; dia adalah orang yang paling keras
dalam membela Ali ibnu Abu Talib r.a.

‫ َع ْن‬،‫ َع ْن َن ْبهَان‬،‫ي‬ِّ ‫الز ْه ِر‬ُّ ‫ َع ِن‬،‫ان ْب ُن ُعَي ْيَنة‬ ُ ‫ َح َّدثََنا ُس ْفَي‬:‫َأح َم ُد‬
ْ ‫ام‬ ‫وقَ َ ِإْل‬
ُ ‫ال ا َم‬ َ
َ ‫ "ِإ َذا َك‬:‫ال‬
‫ان‬ َ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ ِ َّ َ ‫َأن رس‬
َ ‫ول الله‬ ُ َ َّ ‫ت‬ ْ ‫ َذ َك َر‬،َ‫ُِّأم َسلَ َمة‬
.”ُ‫ب ِم ْنه‬ ْ ‫ َفْلتَ ْحتَ ِج‬،‫ان لَهُ َما ُيَؤ ِّدي‬ َ ‫ َو َك‬،‫ِإِل ْح َدا ُك َّن ُم َكاتَب‬
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu
Uyaynah, dari Az-Zuhri, dari Nabhan, dari Ummu Salamah yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila salah seorang di antara kamu (hai kaum
wanita) mempunyai budak yang mukatab, dan dia mempunyai kemampuan untuk
melunasi transaksi kitabahnya, maka hendaklah kamu berhijab darinya.
Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui Musaddad, dari Sufyan As-Sauri dengan
sanad yang sama.
Firman Allah Swt.:

{‫ال‬ ِّ ‫اإلرَب ِة ِم َن‬


ِ ‫الر َج‬
ْ ‫ين َغ ْي ِر ُأوِلي‬
ِ
َ ‫} َِأو التَّابِع‬
atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita).
(An-Nur: 31)
Yakni seperti orang-orang sewaan dan para pelayan yang tidak sepadan.
Selain dari itu akal mereka kurang dan lemah, tiada keinginan terhadap wanita pada
diri mereka dan tidak pula berselera terhadap wanita.

15
Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud adalah lelaki dungu yang tidak mempunyai
nafsu syahwat.
Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud adalah lelaki yang tolol.
Sedangkan menurut Ikrimah, yang dimaksud adalah laki-laki banci yang
kemaluannya tidak dapat berereksi. Hal yang sama dikatakan oleh bukan hanya
seorang dari kalangan ulama Salaf.
Di dalam kitab sahih disebutkan melalui hadis Az-Zuhri, dari Urwah, dari
Aisyah, bahwa dahulu ada seorang lelaki banci yang biasa masuk menemui istri
Rasulullah Saw. dan mereka menganggapnya termasuk orang lelaki yang tidak
mempunyai keinginan terhadap wanita. Pada suatu hari Nabi Saw. masuk ke dalam
rumahnya, sedangkan lelaki tersebut sedang menggambarkan perihal seorang wanita.
Lelaki itu mengatakan bahwa wanita tersebut apabila datang, maka melangkah
dengan langkah yang lemah gemulai; dan apabila pergi, ia melangkah dengan lemah
gemulai disertai dengan goyangan pantatnya.
Maka Rasulullah Saw. bersabda:

"‫ن‬
َ ‫علي ُك‬ ‫ اَل يدخلَ ّن‬،‫اهَنا‬
ُ ‫"َأاَل ََأرى َه َذا َي ْعلَ ُم َما َه‬
Bukankah kulihat orang ini mengetahui apa yang ada di sini? Jangan biarkan orang
ini masuk menemui kalian!
Maka Rasulullah Saw. mengusir lelaki itu, kemudian lelaki itu tinggal di
padang sahara, ia masuk (ke dalam kota) setiap hari Jumat untuk mengemis meminta
makanan.
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu
Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari
Zainab binti Abu Salamah, dari Ummu Salamah yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. masuk ke dalam rumahnya, sedangkan saat itu di hadapan Ummu Salamah
terdapat seorang lelaki banci, juga Abdullah ibnu Abu Umayyah (saudara laki-laki
Ummu Salamah). Lelaki banci itu berkata, "Hai Abdullah, jika Allah memberikan
kemenangan kepadamu atas negeri (kota) Taif besok, maka boyonglah anak
perempuan Gailan. Karena sesungguhnya dia bila datang menghadap melangkah
dengan langkah yang lemah gemulai, dan bila pergi, ia melangkah dengan lemah
gemulai disertai dengan goyangan pantatnya." Perkataannya itu terdengar oleh
Rasulullah Saw.
maka beliau bersabda kepada Ummu Salamah:

16
"‫"اَل َي ْد ُخلَ َّن َه َذا َعلَ ْي ِك‬
Jangan biarkan orang ini masuk menemuimu!
hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab
Sahihain, melalui hadis Hisyam ibnu 'Urwah.
Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur
Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Az-Zuhri, dari Urwah ibnuz
Zubair, dari Aisyah r.a. yang telah menceritakan: Dahulu ada seorang waria biasa
menemui istri-istri Nabi Saw. dan mereka menganggapnya termasuk orang-orang
yang tidak mempunyai keinginan kepada wanita. Kemudian Nabi Saw. masuk sedang
waria itu berada pada salah seorang dari istri-istrinya sedang menceritakan perihal
seorang wanita seraya mengatakan, "Bahwa sesungguhnya dia kalau datang seakan-
akan datang dengan memperlihatkan empat anggota tubuhnya dan bila pergi seakan-
akan pergi dengan memperlihatkan kedelapan anggota tubuhnya."
Maka Nabi Saw. bersabda:

"‫ه َذا‬
َ ‫اهَنا؟ اَل يدخلَ َّن َعلَ ْي ُك ْم‬
ُ ‫"َأاَل ََأرى َه َذا َي ْعلَ ُم َما َه‬
Ingatlah, menurutku orang ini mengetahui apa yang ada di sana, jangan biarkan orang
ini masuk menemuimu lagi!
Maka mereka menghalanginya (untuk masuk).
Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui Abdur
Razzaq dengan sanad yang sama dari Ummu Salamah:

Firman Allah Swt:

ِ ‫النس‬ ِ ‫ظهروا علَى عور‬ َِّ ِّ


{‫اء‬ ِّ
َ ‫ات‬ َ ‫} َِأو الط ْف ِل الذ‬
َ ْ َ َ ُ َ ْ ‫ين لَ ْم َي‬
atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. (An-Nur: 31)
Yakni anak-anak kecil mereka yang masih belum mengerti keadaan wanita dan aurat
mereka seperti perkataannya yang lemah lembut lagi merdu, lenggak-lenggoknya
dalam berjalan, gerak-gerik, dan sikapnya. Apabila anak lelaki kecil masih belum
memahami hal tersebut, maka ia boleh masuk menemui wanita.
Adapun jika seorang anak lelaki menginjak masa pubernya atau dekat usia pubernya
yang telah mengenal hal tersebut dan ia dapat membedakan wanita yang jelek dan
wanita yang cantik, maka tidak diperkenankan lagi baginya masuk menemui wanita
(lain).

17
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan sebuah hadis dari Rasulullah Saw.
yang telah bersabda:

"‫الح ْمو؟‬
َ ‫ت‬ َ ‫ َأفَ َر َْأي‬،‫ َيا َر ُسو َل اللَّ ِه‬:‫ قَالُوا‬."‫اء‬
ِ ‫النس‬
َ ِّ ‫ول َعلَى‬ ُّ ‫ِإَّيا ُك ْم و‬
َ ‫الد ُخ‬ َ
‫ت‬
ُ ‫"الح ْمو اْل َم ْو‬
َ :‫ال‬َ َ‫"ق‬
"Janganlah kalian masuk menemui wanita.” Dikatakan, "Wahai Rasulullah,
bagaimanakah pendapatmu tentang (masuk menemui) saudara ipar?” Rasulullah Saw.
menjawab, "(Masuk menemui) saudara ipar artinya maut.”

Firman Allah Swt.:

{‫ض ِر ْب َن بِ َْأر ُجِل ِه َّن‬


ْ ‫}وال َي‬
َ
Dan janganlah mereka memukulkan kakinya. (An-Nur: 31), hingga akhir ayat.

Di masa Jahiliah bila seorang wanita berjalan di jalan, sedangkan ia memakai


gelang kaki; jika tidak ada laki-laki yang melihat dirinya, ia memukul-mukulkan
kakinya ke tanah sehingga kaum lelaki mendengar suara keroncongan gelangnya
(dengan maksud menarik perhatian mereka). Maka Allah melarang kaum wanita
mukmin melakukan hal semacam itu. Demikian pula halnya bila seseorang wanita
memakai perhiasan lainnya yang tidak kelihatan, bila digerakkan akan menimbulkan
suara dan dapat menarik perhatian lawan jenisnya; hal ini pun termasuk ke dalam apa
yang dilarang oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: Dan janganlah mereka
memukulkan kakinya. (An-Nur: 31), hingga akhir ayat.
Termasuk ke dalam apa yang dilarang ialah memakai parfum bila keluar
rumah, sebab kaum laki-laki akan mencium baunya.
Abu Isa At-Tirmizi mengatakan:

‫ َع ْن ثَابِ ِت ْب ِن ُع َمارة‬،‫ َح َّدثََنا َي ْحَيى ْب ُن َس ِع ٍيد القَّطَّان‬،‫َح َّدثََنا ُم َح َّم ُد ْب ُن َب َّش ٍار‬
َّ ‫ َع ِن‬،ُ‫ضي اللَّهُ َع ْنه‬
‫النبِ ِّي‬ ِ
َ ‫ َع ْن َأبِي ُم‬،‫س‬ ٍ ‫ َع ْن ُغَن ْيم ْب ِن قَ ْي‬،‫اْل َحَن ِف ِّي‬
َ ‫وسى َر‬
‫فمرت‬ َّ ‫ت‬ ْ ‫ط َر‬
َ ‫استَ ْع‬ ِ َ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
ْ ‫ َواْل َم ْرَأةُ ِإ َذا‬،ٌ‫ " ُك ُّل َع ْي ٍن َزانَية‬:‫ال‬ َ
ً‫س فَ ِه َي َك َذا َو َك َذا" َي ْعنِي َزانَِية‬
ِ ‫بِاْل َم ْجِل‬

18
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan
kepada kami Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan, dari Sabit ibnu Imarah Al-Hanafi, dari
Ganim ibnu Qais, dari Abu Musa r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Setiap
mata ada zinanya. Seorang wanita bila memakai wewangian, lalu melewati suatu
majelis, maka dia (akan memperoleh dosa) anu dan anu. Yakni dosa zina mata.
Dalam bab yang sama telah diriwayatkan hadis yang sama melalui Abu Hurairah.
Hadis ini hasan sahih. Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui
hadis Sabit ibnu Imarah dengan sanad yang sama.

‫اصِم ْب ِن ُعَب ْي ِد‬ِ ‫ ع ِن ع‬،‫َأخبرَنا س ْفيان‬


َ َ ُ َ ُ َ َ ْ ،‫ير‬ ٍ ِ‫ َح َّدثََنا ُم َح َّم ُد ْب ُن َكث‬:‫ال َُأبو َد ُاو َد‬
َ َ‫ق‬
:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،ُ‫ض َي اللَّهُ َع ْنه‬
ِ ‫ ر‬،َ‫ ع ْن َأبِي ُهر ْيرة‬،‫ ع ْن عب ْي ٍد مولَى َأبِي ر ْهم‬،‫اللَّ ِه‬
َ َ َ َ ُ ْ َ َُ َ
ِ ِ ‫لقيتْه امرَأةٌ وج َد ِم ْنها ِريح‬
ِ ‫الط‬
،‫َأمةَ اْل َجَّب ِار‬
َ ‫ َيا‬:‫ص ٌار فَقَا َل‬َ ‫ َوِل َذْيلهَا ِإ ْع‬،‫يب‬ َ َ َ َ َْ
:‫ قَا َل‬.‫ َن َع ْم‬:‫ت‬ ْ َ‫بت؟ قَال‬ِ ‫طَّي‬
َ َ‫[ولَهُ] ت‬ ْ َ‫ِجْئ ِت ِم َن اْل َم ْس ِج ِد؟ قَال‬
َ :‫ قَا َل لَهَا‬.‫ َن َع ْم‬:‫ت‬
َّ َّ ِ َّ َّ ‫اسِم‬ ِ َ‫ت ِحبِّي َأبا اْلق‬ ُ ‫ِإِّني َس ِم ْع‬
ُ‫ "اَل َي ْقَب ُل الله‬:‫صلى اللهُ َعلَ ْيه َو َسل َم َيقُو ُل‬َ َ
‫ َحتَّى تَْر ِج َع فَتَ ْغتَ ِس َل ُغسلها ِم َن اْل َجَن َاب ِة‬،‫طيبت ِلهَ َذا اْل َم ْس ِج ِد‬َ َ‫ام َر ٍَأة ت‬
ْ َ‫"صاَل ة‬
َ
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kasir,
telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Asim ibnu Ubaidillah, dari Ubaid maula
Abu Rahm, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa ia bersua dengan
seorang wanita yang terendus darinya bau parfum yang wangi, sedangkan kepangan
rambutnya menjulur kelihatan. Maka Abu Hurairah berkata kepadanya, "Hai
Umayyah, tersia-sialah amalmu, bukankah kamu baru datang dari masjid?" Umayyah
menjawab, "Ya." Abu Hurairah bertanya, "Apakah engkau memakai wewangian?"
Umayyah menjawab, "Ya." Abu Hurairah berkata bahwa ia pernah mendengar
kekasihnya, yaitu Abul Qasim Saw. (nama julukan Nabi Saw.) telah bersabda: Allah
tidak akan menerima salah seorang wanita yang memakai wewangian dalam masjid
ini sebelum ia kembali, lalu mandi seperti mandi jinabahnya (untuk membersihkan
wewangian yang menempel di tubuhnya).

19
Ibnu Majah meriwayatkannya dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Sufyan ibnu
Uyaynah dengan sanad yang sama.

،‫وب ْب ِن َخ ِال ٍد‬


َ ‫ َع ْن َُّأي‬،‫وسى ْب ِن ُعَبيدة‬
ِ ِ ِ
َ ‫ضا م ْن َحديث ُم‬ ُّ ‫َو َر َوى التِّْر ِم ِذ‬
ً ‫ي َْأي‬
ُ‫"الر ِافلَة‬
َّ :‫ال‬ َ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَ ْي ِه وسلم ق‬ ِ َّ َ ‫َأن رس‬
َ ‫ول الله‬
ٍ ِ َ ‫ع ْن م ْيم‬
ُ َ َّ ‫ونةَ بِ ْنت َس ْعد؛‬ ُ َ َ
ِ ‫ َكمثَ ِل ظُْلم ِة يوِم اْل ِقي‬،‫َأهِلها‬ ِ ِ ِّ ‫ِ"في‬
‫ور لَهَا‬
َ ‫امة اَل ُن‬
ََ َْ َ َ َ ْ ‫الز َينة في َغ ْي ِر‬
Imam Turmuzi meriwayatkannya pula melalui hadis Musa ibnu Ubaidah, dari
Ayyub ibnu Khalid, dari Maimunah binti Sa'd, bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Wanita yang berdandan secara mencolok bukan untuk suaminya,
perihalnya sama dengan kegelapan di hari kiamat, tiada nur (cahaya) baginya.
Termasuk ke dalam bab ini disebutkan bahwa mereka (kaum wanita) dilarang
berjalan di tengah jalan, karena hal seperti ini mengandung pengertian tabarruj
(memamerkan diri atau mengundang perhatian lawan jenis).

‫ ْاب َن ُم َح َّم ٍد َع ْن َأبِي‬:‫يز َي ْعنِي‬ ِ ‫ َح َّدثََنا َع ْب ُد اْل َع ِز‬،‫ َح َّدثََنا القَ ْعَنبِي‬:‫ال َُأبو َد ُاو َد‬
ّ َ َ‫ق‬
‫ َع ْن َح ْم َزةَ ْب ِن َأبِي‬،‫يه‬ ِ ِ‫ ع ْن َأب‬،‫اس‬ ِ ِ
َ ٍ ‫ َع ْن َش َّداد ْب ِن َأبِي َع ْم ِرو ْب ِن ح َم‬،‫ان‬ ِ ‫اْلَي َم‬
‫صلَّى اللَّهُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ َّ ِ ِ
َ ‫ ََّأنهُ َسم َع َر ُسو َل الله‬:‫ َع ْن َأبِيه‬،‫ي‬ ِّ ‫ص ِار‬ ْ ‫ُأس ْي ٍد‬
َ ‫اَأْلن‬ َ
ِ ‫اء ِفي الطَّ ِري‬
‫ق‬ ِ ‫النس‬
َ ِّ ‫الر َجا ُل َم َع‬ِّ ‫ط‬ َ َ‫اختَل‬ ْ ‫َيقُو ُل َو ُه َو َخ ِار ٌج ِم َن اْل َم ْس ِج ِد َوقَ ِد‬
ِ َ‫ "است‬:‫اء‬
‫ فَِإ َّنهُ لَ ْي َس لَ ُك َّن‬،‫ْأخ ْر َن‬ ِ ‫ال رسو ُل اللَّ ِه صلَّى اللَّه علَ ْي ِه وسلَّم ِل ِّلنس‬
ْ َ ََ َ َ ُ َ ُ َ َ َ‫فَق‬
‫ق‬
ُ‫ص‬ ِ
َ ‫ فَ َك َانت اْل َم ْرَأةُ تُْل‬،"‫ق‬ِ ‫ات الطَّ ِري‬ ِ َّ‫ علَ ْي ُك َّن بِحاف‬،‫يق‬
َ
َّ
َ َ ‫َأن تَ ْحق ْقن الط ِر‬ ْ
‫صو ِقهَا بِ ِه‬ ِ ُ َّ‫ َحتَّى ِإ َّن ثَْوَبهَا ِلَيتَ َعل‬،‫بِاْل ِج َد ِار‬
ُ ُ‫ م ْن ل‬،‫ق بِاْل ِج َد ِار‬
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami At-Taglabi. telah
menceritakan kepada kami Abdul Aziz (yakni Ibnu Muhammad), dari Ibnu Abul
Yaman,dari Syaddad ibnu Abu Amr ibnu Hammas, dari ayahnya, dari Hamzah ibnu
Abu Usaid Al-Ansari, dari ayahnya, bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. saat
beliau berada di luar masjid, sedangkan kaum lelaki dan kaum wanita bercampur di

20
jalanan. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepada kaum wanita: Minggirlah kalian (hai
kaum wanita), karena sesungguhnya tidak diperkenankan bagi kalian menutupi
tengah jalan; kalian harus mengambil sisi jalan (trotoar). Setelah itu pinggiran jalan
dipakai untuk jalan wanita, sehingga kain mereka menyentuh tembok karena
dekatnya mereka dengan tembok yang ada di sisi jalan.

Firman Allah Swt.:

َ ُ‫َوتُوبُوا ِإلَى هَّللا ِ َج ِميعًا َأيُّهَا ْال ُمْؤ ِمن‬


َ ‫ون لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِح‬
‫ُون‬
Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya
kalian beruntung. (An-Nur: 31)
Artinya, kerjakanlah segala sesuatu yang telah Aku perintahkan kepada kalian, yaitu
dengan menghiasi diri dengan sifat-sifat yang terpuji dan akhlak-akhlak yang mulia
ini. Tinggalkanlah tradisi masa lalu di zaman Jahiliyah, yaitu dengan meninggalkan
sifat dan akhlaknya yang rendah, karena sesungguhnya keberuntungan yang paling
prima berada dalam jalan mengerjakan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah
dan Rasul-Nya,dan meninggalkan segala sesuatu yang dilarang oleh keduanya. Hanya
kepada Allah sajalah kita memohon pertolongan.

3. Di dalam tafsir jalalain surat an-nur ayat 31 :

(Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan


pandangannya) daripada hal-hal yang tidak dihalalkan bagi mereka melihatnya (dan
memelihara kemaluannya) dari hal-hal yang tidak dihalalkan untuknya (dan janganlah
mereka menampakkan) memperlihatkan (perhiasannya, kecuali yang biasa tampak
daripadanya) yaitu wajah dan dua telapak tangannya, maka kedua perhiasannya itu
boleh dilihat oleh lelaki lain, jika tidak dikhawatirkan adanya fitnah.

Demikianlah menurut pendapat yang membolehkannya. Akan tetapi menurut


pendapat yang lain hal itu diharamkan secara mutlak, sebab merupakan sumber
terjadinya fitnah. Pendapat yang kedua ini lebih kuat demi untuk menutup pintu
fitnah. (Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya) hendaknya
mereka menutupi kepala, leher dan dada mereka dengan kerudung atau jilbabnya(dan
janganlah menampakkan perhiasannya) perhiasan yang tersembunyi, yaitu selain dari
wajah dan dua telapak tangan (kecuali kepada suami mereka) bentuk jamak dari lafal

21
Ba'lun artinya suami (atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra
mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-
putra saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara-saudara perempuan mereka,
atau wanita-wanita Islam atau budak-budak yang mereka miliki) diperbolehkan bagi
mereka melihatnya kecuali anggota tubuh antara pusar dan lututnya, anggota tersebut
haram untuk dilihat oleh mereka selain dari suaminya sendiri. Dikecualikan dari lafal
Nisaaihinna, yaitu perempuan-perempuan yang kafir, bagi wanita Muslimat tidak
boleh membuka aurat di hadapan mereka.

Termasuk pula ke dalam pengertian Maa Malakat Aymaanuhunna, yaitu


hamba sahaya laki-laki miliknya (atau pelayan-pelayan laki-laki) yakni pembantu-
pembantu laki-laki (yang tidak) kalau dibaca Ghairi berarti menjadi sifat dan kalau
dibaca Ghaira berarti menjadi Istitsna (mempunyai keinginan) terhadap wanita(dari
kalangan kaum laki-laki) seumpamanya penis masing-masing tidak dapat bereaksi
(atau anak-anak) lafal Ath-Thifl bermakna jamak sekalipun bentuk lafalnya tunggal
(yang masih belum mengerti) belum memahami(tentang aurat wanita) belum
mengerti persetubuhan, maka kaum wanita boleh menampakkan aurat mereka
terhadap orang-orang tersebut selain antara pusar dan lututnya.

(Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan


yang mereka sembunyikan) yaitu berupa gelang kaki, sehingga menimbulkan suara
gemerincing. (Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang
beriman) dari apa yang telah kalian kerjakan, yaitu sehubungan dengan pandangan
yang dilarang ini dan hal-hal lainnya yang dilarang (supaya kalian beruntung")
maksudnya selamat dari hal tersebut karena tobat kalian diterima. Pada ayat ini
ungkapan Mudzakkar mendominasi atas Muannats.12

4. Berjilbab Sesuai Syari’ah


Pakaian wanita yang benar dan sesuai dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya
memiliki syarat-syarat. Jadi dalam menggunakan jilbab sesuai syar’i adalah dengan
memenuhi syarat-syarat pakaian muslimah itu sendiri.13

12
Tafsir jalalain surat an-nur : 31
13
Nazla Putri Utari Dan Nina Siti S. Siregar, “Pemaknaan Penggunaan Jilbab Syar’i Dikalangan
Mahasiswa Psikologi (Studi Pada Forum Mahasiswa Islam Psikologi ( Formasi ) Ar Ruuh
Universitas Medan Area,” Jurnal Simbolika 1, No. 1 (April 2015): 64.

22
Beberapa syarat-syarat memakai jilbab yang baik di antaranya:
a. Menutupi aurat yaitu menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak
tangan.
b. Tidak tipis dan transparan.
c. Longgar dan tidak memperlihatkan lekuk-lekuk dan bentuk tubuh (tidak
d. ketat), jilbab lebar dan menutup dada, jilbab longgar tidak menampakkan
bentuk tubuh.
e. Bukan pakaian laki-laki atau menyerupai pakaian laki-laki.
f. Bukan merupaakan pakaian yang mengan-dung sensasi di masyarakat
(pakaian syuhrah).
g. Tidak memakai riasan atau make up tebal.
h. Tidak menggunakan wewangian atau par-fum.
i. Kenakan jilbab dan hijab syar’i berwarna gelap agar terjauh dari lelaki ajnabi
atau asing.14

KESIMPULAN
14
Nazla Putri Utari Dan Nina Siti S. Siregar,.

23
jilbab adalah pakaian yang luas atau lapang, artinya pakaian yang dapat
menutup anggota tubuh seorang wanita kecuali wajah dan kedua telapak tangan.
Dengan demikian seluruh anggota tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan
pergelangan tangan. Hijab dan jilbab adalah hal yang membentuk prilaku muslimah
saat ini. Perintah syara' bagi muslim perempuan.

DAFTAR PUSTAKA

24
M. Quraish Shihab, Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah, (Tangerang Selatan: Lentera
Hati, 2004)

Juneman, Psychology of Fashion Fenomena Perempuan [Melepas] Jilbab ,


(Yogyakarta: LKis, 2010)

Asy-Syikh Al-Allamah Abdul Aziz Bin Baaz Pentahqiq & Penta’liq Usamah
Bin Abdul Fattah Al Baththah, Al-Ahkam Asy-Syar’iyah Fii Al-Fataawa An-
Nisaaiyah (Fatwa-fatwa Syaikh Bin Baaz Tentang Wanita, (Penerjemah AM Fatchul
Umam, Kairo: Daarut Taqwa Editor Tim Risalah Usroh, 2003)

Jasmani, HIijab, Jilbab, Menurut Hukum Fikih, (Yogyakarta: PTIQ , 2012)

Rafi’udin, Bagaimana Menjadi Wanita Penghuni Surga.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia,” 3 Ed.
(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 473.

Qs. Al-Ahzab (33): 59.

An-Nuur (24): 31.

Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya:Pt Bina Ilmu, 2004)

Nazla Putri Utari Dan Nina Siti S. Siregar, “Pemaknaan Penggunaan Jilbab Syar’i
Dikalangan Mahasiswa Psikologi (Studi Pada Forum Mahasiswa Islam Psikologi
( Formasi ) Ar Ruuh Universitas Medan Area,” Jurnal Simbolika 1, No. 1 (April
2015)

25

Anda mungkin juga menyukai