Sebagai identitas atau pembeda jilbab, tidak bisa kita alih fungsikan hanya
menjadi model atau tren berpakaian saja. Sebagai media penutup aurat, jilbab tentu
memiliki nilai lebih dibanding hanya sebagai asesoris pelengkap belaka. Namun,
akhir-akhir ini banyak terjadi salah pemahaman mengenai trend pemakaian jilbab.
Ada yang menggunakan jilbab hanya sebagai gaya berpakaian saja. Dan ada juga
yang melebih-lebihkan jilbab sehingga selain memakai tutup kepala, mereka juga
menambahinya dengan memakai niqab atau cadar.
Fungsi dari jilbab dan cadar juga sangat berbeda. Jilbab sebagai penutup
kepala sedang cadar biasa digunakan sebagai penutup wajah. Jika berbicara tentang
hukum penggunaannya. Sampai saat ini pun masih banyak perbedaan baik pendapat
antara ulama’ salaf dan ulama’ khalaf ataupun antar madzhab. Perbedaan ini dipicu
karena tidak adanya nash shārih baik dari al-Qur’an maupun hadits. Sebenarnya
perbedaan ini baik adanya dan memang seharusnya terjadi. Sebab pada dasarnya
manusia memang tidak bisa dituntut untuk seragam. Namun harus diseimbangkan
dengan adanya kesadaran dalam perbedaan.
Cadar dari waktu ke waktu pembahasannya serasa tak pernah lekang. Entah
karena ada muatan apa di belakangnya sehingga isu-isu cadar atau hijrah atau syar'I
selalu dimunculkan lagi dan lagi. Sebagaimana pembahasan mengenai ucapan
selamat natal dan peringatan tahun baru. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia,
problematika mengenai cadar pun meluas ke penjuru dunia. Salah satunya adalah
Mesir yang memiliki Al-Azhar sebagai tonggak utama penyelesaian hukum
ين ِزينََت ُه َّن إِاَّل َما ظَ َهَر ِمْن َها ِ ِ ضن ِمن أَب ِ ِ ِ
َ صا ِره َّن َوحَيْ َفظْ َن ُف ُر
َ وج ُه َّن َواَل يُْبد َ ْ ْ َْ ض
ُ َوقُ ْل لْل ُم ْؤمنَات َي ْغ
Dalam kitab I’anah at-Thālibien karya Abu Bakar Utsman Bin Syatha’
dijelaskan bahwa Ibnu Abbas r.a dan Aisyah r.ha berpendapat bahwa yang
dikecualikan dari ayat tersebut adalah wajah dan kedua telapak tangan. Sebab jika
kedua anggota tubuh tersebut wajib tertutup maka dalam ihram pun semestinya kedua
anggota tersebut wajib tertutupi. Dijelaskan juga dalam kitab tersebut bahwa aurat
wanita itu terbagi menjadi empat yakni, ketika berada dihadapan lelaki ajnabi maka
auratnya seluruh badan, jika berada di hadapan mahram atau dalam keadaan sepi
maka auratnya dari pusar sampai lutut, jika berada di hadapan wanita kafir maka apa
yang perlu ditutupi asal orang kafir tersebut tidak menghinanya atau “yang
sepantasnya sebagai muslimah”, dan terakhir keadaan yang paling shalihah yakni
sebaiknya yang dilakukan oleh perempuan adalah menutup seluruh anggota badan
kecuali wajah dan telapak tangan.
Ada yang berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat termasuk seluruh
yang tampak dlahir-nya. Namun pendapat ini dibantah ulama’ lain menggunakan
tendensi firman Allah SWT Surah al-Ahzab ayat 59. Yakni yang dimaksudkan dari
ayat tersebut adalah ada anggota yang dalam adat kebiasaan atau kehidupan sehari-
hari tidak biasa tertutup yaitu wajah dan telapak tangan. Karena di dalam haji pun dua
anggota tersebut tetap terbuka dan tidak ada perintah menutupinya samasekali.
Pembicaraan mengenai cadar atau jilbab kiranya sudah sering kita temui
akhir-akhir ini. Apalagi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini banyak pengguna
cadar yang memakai cadar dengan dalih hijrah menuju kebaikan. Sebagai generasi
millennial seharusnya kita tidak perlu kaget dalam menanggapi hal tersebut atau
dalam falsafah jawa dikatakan “aja gumunan”. Sebab perkembangan zaman tentu
akan mendatangkan banyak kebudayaan baru atau membawa kembali budaya yang
sudah lama dan sebagai manusia kita tidak bisa untuk menghindari fenomena
tersebut. Sebagai masyarakat yang baik tentunya kita tidak perlu kaget menghadapi
hal-hal baru semacam itu. Baik yang memakai cadar entah itu menganggapnya
sebagai kewajiban atau bahkan yang tidak memakai jilbab sekalipun. Saya rasa
semua memiliki nilai-nilai kebaikan tersendiri asal tidak saling merendahkan atau
melukai satu sama lain. Sebab fanatisme terhadap sesuatu mampu mendatangkan
bahaya terutama bagi kehidupan sosial yang kita jalani.