Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“PENERIMAAN MASYARAKAT TENTANG WANITA


BERCADAR”

DISUSUN OLEH

YOPICHANDRA

1608015113

KELAS E FILSAFAT HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNINERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hijab, jilbab dan cadar tidak terlepas dari kehidupan seorang wanita
muslimah. Hukum memakai jilbab atau hijab yang juga berarti pembatas
pandangan adalah wajib dalam islam dan hal ini berlaku bagi seluruh muslimah
di belahan dunia manapun. Mirisnya di Indonesia sendiri masyarakat masih suka
memandang negatif wanita yang mengenakan cadar dengan menyebutnya
berlebih-lebihan atau bahkan lebih parah menyebutnya dengan sebutan teroris,
sama seperti perlakuan masyarakat barat terhadap para muslimah yang
memandang wanita bercadar sebagai orang yang berbahaya . Cadar atau yang
dikenal dengan penutup wajah dalah sebuah kain yang merupakan bagian dari
hijab yang dikenakan untuk menutupi bagian wajah kecuali mata. Muslimah
biasa mengenakan cadar saat ia keluar rumah untuk menjaga dirinya dari
pandangan buruk lawan jenis dan dijauhkan dari niat jahat. Budaya cadar sendiri
sering dianggap sebagai budaya masyarakat Timur Tengah. cadar juga disebut
dengan sebutan Niqab oleh masyarakat Arab pada umumnya Kebiasaan
mengenakan cadar sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW terlepas apakah itu
wajib hukumnya atau sunnah apabila dikenakan Hal ini dibuktikan dalam hadits
Rasulullah SAW dimana pada saat berihram wanita tidak diperkenankan
menggunakan niqab atau cadar penutup wajah dan kaos tangan. Mengenakan
cadar atau niqab mungkin wajar-wajar saja bagi mereka, kaum muslimah yang
tinggal di negara islam atau negara Arab. namun, berbeda halnya dengan para
wanita yang mengenakan cadar di negara berkembang seperti di Indonesia.
Meskipun Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia,
tetap saja budaya mengenakan cadar atau niqab masih asing. Masyarakat juga
cenderung berpikiran negatif pada mereka, wanita muslimah yang mengenakan
cadar. Terlepas dari pandangan orang-orang atau masyarakat tersebut, islam
adalah agama yang mulia yang menjunjung kehormatan wanita. Wanita yang
mengenakan cadar menurut islam bukanlah sesuatu yang tabu justru merupakan
hal yang terpuji, karena dengan mengenakan hijab lengkap dengan cadarnya,
seorang wanita bisa membuktikan bahwa dirinya mengikuti perintah Allah SWT
dan mengikuti perintah berhijab secara sempurna.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pandangan masyarakat tentang wanita bercadar ?
2. Apakah ada hukum yang mengatur tentang wanita bercadar ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. MASYARAKAT TENTANG WANITA BERCADAR

Di beberapa negara memang ada semacam kebijakan yang mengatur


penggunaan jilbab. Ada yang melarang menggunakan jilbab, atau ada juga yang hanya
melarang penggunaan cadar. Negara-negara yang melakukan pelarangan itu adalah
negara-negara yang terkenal dengan semboyan kebebasannya. Disatu sisi mereka
berteriak soal kebebasan, tetapi disisi lain mereka melakukan pelarangan tersebut.
Pernah ada seorang teman yang berpendapat, wajar saya jika negara-negara tersebut
melakukan pelarangan terhadap penggunaan cadar. Karena jika orang-orang
diperbolehkan menggunakan cadar, itu bisa dimanfaatkan untuk berbuat kejahatan.
Misalnya, seorang lelaki yang menyamar menjadi wanita bercadar melakukan perbuatan
terorisme. Itu bisa bahaya. Atau orang-orang yang dicari-cari polisi, menggunakan
cadar untuk mengelabui. Menarik juga pendapat temanku itu, dan aku sepakat.
hehehe…:D Tetapi bagaimana pengaturan soal jilbab dalam Islam? Setidaknya ada 2
ayat yang menyinggung soal jilbab. “…Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
kedadanya…” (QS. An-Nur : 31) “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab ayat 59). Jadi, Islam memerintahkan para
perempuan untuk mengenakan jilbab/kerudung. Menggunakan jilbab atau kerudung
menurut kedua ayat Al-Qur’an yang aku tafsirkan, hukumnya wajib. Adapun alasan-
alasan bagi mereka yang enggan menggunakan jilbab, biarlah Tuhan yang menjadi
hakim. Yang jelas, menurutku, jilbab itu wajib berdasarkan ayat Al-Qur’an diatas. Lalu
bagaimana dengan cadar? Menurutku, cadar tidak wajib dalam Islam. Sepanjang yang
aku ketahui, tidak ada aturan soal cadar. Cadar itu berfungsi untuk menutup sebagian
wajah, walaupun ada yang untuk menutup seluruh wajah. Pernah aku melihat wanita
menggunakan cadar yang menutupi seluruh wajahnya. Persepsi masyarakat terhadap
perempuan bercadar yaitu sangat negatif karena mereka tidak diterima, dikucilkan
bahkan tidak di anggap oleh masyarakat dan juga keluarganya sendiri. Perempuan
yang memakai cadar juga di identikan dengan teroris dan juga penaganut aliran sesaat
yang marak terjadi saat ini dan perempuan memakai cadar juga sangat tertutup dan
kurang berinteraksi dengan masayarakat lainnya, sehingga hal tersebut menperkuat
persepsi masyarakat terhadap mereka karena masyarakat menganggap mereka
menutup-nutupi perbuatan mereka. di Desa To’bi persepsi masyarakat terhadap
perempuan bercadar itu sangat negtif atau dengan kata lain mereka tidak diterima di
tengah-tengah masyarakat karena masyarakat menganggap mereka seperti anggota
teroris atau bahkan pengikut aliran sesat. Perempuan bercadar didesa tersebut di
kucilkan atau bahkan tak di anggap sebagian masyarakat tentang keberadaan mereka.
Karena mereka sanagat menonjol bukan hanya karena cara berpakaiananya yang
berbeda dengan masyarakat lain tetapi juga dengan sifat, sikap dan kelakukannya yang
sangat tertutup dan bahkan menghindari masayarakat. Faktor penyebab yang membuat
perempuan di desa To’bia bercadar yaitu adanya kesadaran dari diri individu bahwa
menutup aurat itu di wajibkan atau di haruskan dalam agama, mereka juga
beranggappan bahwa memakai cadar juga salah satu cara untuk menutup aurat, ada
juga penyebab mereka memakai cadar karena pengaruhi dari luar seperti paksaan
oleh suami sendiri dan juga karena tuntutan organisasi yang membuat mereka bercadar
tapi lama kelamaan mereka memakai cadar itu karena dirinya sendiri bukan lagi karena
paksaan orang lain, karena meraka juga berinteraksi dengan masyarakat lain yang
membuat mata mereka terbuka bahwa menutup aurat atau bercadar itu adalah hal
yang indah bukan lagi hal yang tidak dapat diterima oleh pikiran, hati seseorang dan
juga memakai cadar itu membuat seorang perempuan bila keluar rumah itu merasa
aman dan nyaman.
B. HUKUM YANG MENGATUR WANITA BERCADAR

Wanita bercadar seringkali diidentikkan dengan orang arab atau timur-


tengah. Padahal memakai cadar atau menutup wajah bagi wanita adalah ajaran
Islam yang didasari dalil-dalil Al Qur’an, hadits-hadits shahih serta penerapan
para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam serta para ulama yang mengikuti
mereka. Sehingga tidak benar anggapan bahwa hal tersebut merupakan sekedar
budaya timur-tengah.Berikut ini sengaja kami bawakan pendapat-pendapat para
ulama madzhab, tanpa menyebutkan pendalilan mereka, untuk membuktikan
bahwa pembahasan ini tertera dan dibahas secara gamblang dalam kitab-kitab
fiqih 4 madzhab. Lebih lagi, ulama 4 madzhab semuanya menganjurkan wanita
muslimah untuk memakai cadar, bahkan sebagiannya sampai kepada anjuran
wajib. Beberapa penukilan yang disebutkan di sini hanya secuil saja, karena
masih banyak lagi penjelasan-penjelasan serupa dari para ulama madzhab.

a) Madzhab Hanafi

Pendapat madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai


cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika
dikhawatirkan menimbulkan fitnah.

Asy Syaranbalali berkata:

‫و‬DD‫ وه‬، ‫ح‬DD‫ا في األص‬D‫ا وظاهرهم‬D‫ا باطنهم‬D‫ا وكفيه‬D‫ورة إال وجهه‬DD‫رة ع‬D‫دن الح‬D‫ع ب‬D‫وجمي‬
‫المختار‬

“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan
dalam serta telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan
merupakan pilihan madzhab kami“ (Matan Nuurul Iidhah)

Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin berkata:


‫ وليس‬،‫وتها‬DD‫ذا ص‬DD‫ وك‬، ‫ة‬DD‫ وقدميها في رواي‬، ‫وجميع بدن الحرة عورة إال وجهها وكفيها‬
‫ا بين‬DD‫ف وجهه‬DD‫ع من كش‬DD‫ذا تمن‬DD‫ ول‬، ‫ة‬DD‫ؤدي إلى الفتن‬DD‫ا ي‬DD‫ وإنم‬، ‫به‬DD‫ورة على األش‬DD‫بع‬
‫الرجال للفتنة‬

“Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan
dalam. Dalam suatu riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga
suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama wanita. Jika
cenderung menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di
hadapan para lelaki” (Ad Durr Al Muntaqa, 81)

Al Allamah Al Hashkafi berkata:

َ ‫ه َو‬DD‫يًئ ا علي‬DD‫ َدلَت ش‬D‫س‬


‫ ُه‬D‫جا َفت‬ َ ‫و‬DD‫ ول‬، ‫ها‬DD‫ا ال رأس‬DD‫ لكنها تكشف وجهه‬، ‫والمرأة كالرجل‬
‫ بل يندب‬، ‫جاز‬

“Aurat wanita dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah wanita
itu dibuka sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang wanita memakai
sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh, bahkan dianjurkan” ( Ad
Durr Al Mukhtar, 2/189)

Al Allamah Ibnu Abidin berkata:

‫ ألنه مع الكشف قد يقع‬، ‫ُتم َن ُع من الكشف لخوف أن يرى الرجال وجهها فتقع الفتنة‬
‫النظر إليها بشهوة‬

“Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan


dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah
dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya dengan syahwat” ( Hasyiah
‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189)

Al Allamah Ibnu Najiim berkata:

‫ تمنع المرأة الشابة من كشف وجهها بين الرجال في زماننا للفتنة‬: ‫قال مشايخنا‬
“Para ulama madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda untuk
menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini, karena
dikhawatirkan menimbulkan fitnah” (Al Bahr Ar Raaiq, 284)

Beliau berkata demikian di zaman beliau, yaitu beliau wafat pada tahun
970 H, bagaimana dengan zaman kita sekarang?

b) Mazhab sayfi’i

Pendapat madzhab Syafi’i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan


mahram) adalah seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita
memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah
pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i.

Asy Syarwani berkata:

‫ وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه‬، ‫ عورة في الصالة‬: ‫إن لها ثالث عورات‬
‫ جميع بدنها حتى الوجه والكفين‬: ‫وعورة بالنسبة لنظر األجانب إليها‬ . ‫والكفين‬
‫ كعورة الرجل »اهـ ـ أي ما بين‬: ‫على المعتمد وعورة في الخلوة وعند المحارم‬
‫السرة والركبة ـ‬

“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat -sebagaimana
telah dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan,
(2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu seluruh tubuh termasuk
wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, (3) aurat
ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara
pusar dan paha” (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj , 2/112)

* Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata:

‫ وأما عورتها عند النساء المسلمات‬. ‫ وهذه عورتها في الصالة‬: ‫غير وجه وكفين‬
‫ وأما عند الرجال األجانب‬. ‫ فما بين السرة والركبة‬، ‫مطل ًق ا وعند الرجال المحارم‬
‫فجميع البدن‬
“Maksud perkataan An Nawawi ‘aurat wanita adalah selain wajah dan
telapak tangan’, ini adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita
muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah
antara pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan
mahram adalah seluruh badan” (Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al Minhaj ,
411)

* Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib,


berkata:

‫ أما‬، ‫ وهذه عورتها في الصالة‬، ‫وجميع بدن المرأة الحرة عورة إال وجهها وكفيها‬
‫خارج الصالة فعورتها جميع بدنها‬

“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Ini
aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah seluruh
badan” (Fathul Qaarib, 19)

* Ibnu Qaasim Al Abadi berkata:

‫ ووجوب سترهما في‬. ‫ ما عدا الوجه والكفين‬D‫فيجب ما ستر من األنثى ولو رقيقة‬
‫ بل لخوف الفتنة غالبًا‬، ‫الحياة ليس لكونهما عورة‬

“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan,
walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak
tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara
umum keduanya cenderung menimbulkan fitnah” ( Hasyiah Ibnu Qaasim
‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)

Taqiyuddin Al Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata:

‫ والمرأة متن ّقبة إال أن تكون في مسجد‬، ‫و ُيكره أن يصلي في ثوب فيه صورة وتمثيل‬
‫ فإن خيف من النظر إليها ما يجر إلى الفساد‬، ‫وهناك أجانب ال يحترزون عن النظر‬
‫حرم عليها رفع النقاب‬
“Makruh hukumnya shalat dengan memakai pakaian yang bergambar
atau lukisan. Makruh pula wanita memakai niqab (cadar) ketika shalat.
Kecuali jika di masjid kondisinya sulit terjaga dari pandnagan lelaki ajnabi.
Jika wanita khawatir dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga menimbulkan
kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab (cadar)” ( Kifaayatul
Akhyaar, 181)

c) Madzhab hambali

Imam Ahmad bin Hambal berkata:

‫كل شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر‬

“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya”


(Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31)

* Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’,


berkata:

« ‫ اهـ إال وجهها فليس‬. ‫ صرح به في الرعاية‬، ‫وكل الحرة البالغة عورة حتى ذوائبها‬
‫ وأما خارجها فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى الرجل‬. ‫عورة في الصالة‬
‫والخنثى وبالنسبة إلى مثلها عورتها ما بين السرة إلى الركبة‬

“Setiap bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula
sudut kepalanya. Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah…
kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di
luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya
jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan sesama
wanita, auratnya antara pusar hingga paha” ( Raudhul Murbi’, 140)

Ibnu Muflih berkata:


« ‫ فإذا‬، ‫ظفرها عورة‬: ‫ وال تبدي زينتها إال لمن في اآلية ونقل أبو طالب‬: ‫قال أحمد‬
‫مها ز ًرا‬
ّ ‫ي أن تجعل لكـ‬ ُ ‫ وال‬، ‫خرجت فال تبين شيًئ ا‬
َّ ‫ وأحبُّ إل‬، ‫ فإنه يصف القدم‬، ‫خ َّفها‬
‫عند يدها‬

“Imam Ahmad berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka


(wanita) menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang
disebutkan di dalam ayat‘. Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau
(Imam Ahmad): ‘Kuku wanita termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak
boleh menampakkan apapun bahkan khuf (semacam kaus kaki),
karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika
mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan’” ( Al Furu’,
601-602)

Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan


matan Al Iqna’ , ia berkata:

« « ‫ « والوجه » من الحرة البالغة « عورة خارجها » أي الصالة‬. ‫ الكفان‬: ‫وهما » أي‬


‫» باعتبار النظر كبقية بدنها‬

“’Keduanya, yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar
shalat karena adanya pandangan, sama seperti anggota badan lainnya”
(Kasyful Qanaa’, 309)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:

‫القول الراجح في هذه المسألة وجوب ستر الوجه عن الرجال األجانب‬

“Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajib hukumnya bagi
wanita untuk menutup wajah dari pada lelaki ajnabi” (Fatawa Nurun ‘Alad
Darb, 
d) Madzhab maliki

Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun


memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika
dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama Maliki
berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.

* Az Zarqaani berkata:

‫ حتى‬، ‫وعورة الحرة مع رجل أجنبي مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها‬
‫ ولو‬D‫ فله رؤيتهما مكشوفين‬، ‫ وأما الوجه والكفان ظاهرهما وباطنهما‬ . ‫صتها‬
َّ ‫دالليها وق‬
، ‫ كنظر ألمرد‬، ‫ إال لخوف فتنة أو قصد لذة فيحرم‬، ‫شابة بال عذر من شهادة أو طب‬
‫كما للفاكهاني والقلشاني‬

“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain
wajah dan telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan
wajah, telapak tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan dilihat oleh
laki-laki walaupun wanita tersebut masih muda baik sekedar melihat
ataupun untuk tujuan pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau
lelaki melihat wanita untuk berlezat-lezat, maka hukumnya haram,
sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga diungkapkan oleh Al
Faakihaani dan Al Qalsyaani” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176)

* Ibnul Arabi berkata:

، ‫ أو لحاجة‬، ‫ فال يجوز كشف ذلك إال لضرورة‬، ‫ وصوتها‬، ‫ بدنها‬، ‫والمرأة كلها عورة‬
‫ أو سؤالها عما يَعنُّ ويعرض عندها‬، ‫ أو داء يكون ببدنها‬، ‫كالشهادة عليها‬

“Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya.


Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan
mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita
dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah
persoalan)” (Ahkaamul Qur’an, 3/1579)
* Al Qurthubi berkata:

‫ إن المرأة اذا كانت جميلة‬: ‫خويز منداد ــ وهو من كبار علماء المالكية ـ‬
ُ ‫قال ابن‬
‫ فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجو ًزا أو مقبحة جاز‬، ‫وخيف من وجهها وكفيها الفتنة‬
‫أن تكشف وجهها وكفيها‬

“Ibnu Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika


seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya
menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua
atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya” ( Tafsir Al
Qurthubi, 12/229)

* Al Hathab berkata:

‫ قاله‬. ‫خشي من المرأة الفتنة يجب عليها ستر الوجه والكفين‬


ُ ‫واعلم أنه إن‬
‫ وهو ظاهر‬، ‫ ونقله عنه الشيخ أحمد زرّوق في شرح الرسالة‬، ‫القاضي عبد الوهاب‬
‫التوضيح‬

“Ketahuilah, jika dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib menutup


wajah dan telapak tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul Wahhab,
juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah. Dan inilah
pendapat yang lebih tepat” (Mawahib Jaliil, 499)

* Al Allamah Al Banaani, menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas:

‫ ونقل‬، ‫ المذهب‬D‫ إنه مشهور‬: ‫وهو الذي البن مرزوق في اغتنام الفرصة قائاًل‬
ً ‫الحطاب أي‬
‫ وإنما على‬، ‫ أو ال يجب عليها ذلك‬، ‫ضا الوجوب عن القاضي عبد الوهاب‬
‫صل الشيخ زروق في‬
َّ ‫ وف‬. ‫ وهو مقتضى نقل َم َّواق عن عياض‬، ‫الرجل غض بصره‬
‫فيستحب‬
ُ ‫ وغيرها‬، ‫شرح الوغليسية بين الجميلة فيجب عليها‬

“Pendapat tersebut juga dikatakan oleh Ibnu Marzuuq dalam


kitab Ightimamul Furshah, ia berkata: ‘Inilah pendapat yang masyhur
dalam madzhab Maliki’. Al Hathab juga menukil perkataan Al Qadhi Abdul
Wahhab bahwa hukumnya wajib. Sebagian ulama Maliki menyebutkan
pendapat bahwa hukumnya tidak wajib namun laki-laki wajib
menundukkan pandangannya. Pendapat ini dinukil Mawwaq dari Iyadh.
Syaikh Zarruq dalam kitab Syarhul Waghlisiyyahmerinci, jika cantik maka
wajib, jika tidak cantik maka sunnah” ( Hasyiyah ‘Ala Syarh Az
Zarqaani, 176)
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_4913.shtml) 18 MARET 2018

https://ressay.wordpress.com/2010/04/28/pendapat-tentang-cadar/

Anda mungkin juga menyukai