Anda di halaman 1dari 17

wanita dan wanita seperti laki-laki". Sedangkan dalam riwayat yang lain disebutkan.

"Ertinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat orang laki-laki yang menyerupai
wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki". (Hadits Riwayat Bukhari) Hadis di atas
menunjukkan kepada kita larangan bagi laki-laki untuk menyerupai wanita, baik itu dengan
cara melembutkan suara mahupun dengan menirukan gerakan, pakaian, perhiasan, dan lain
sebagainya dari karakter kewanitaan. Dan menunjukkan larangan bagi wanita untuk
menyerupai laki-laki, baik itu dengan cara mengkasarkan suaranya mahupun dengan cara
meniru gerakan dan pakaian mereka.

Musuh-musuh Islam telah berusaha menggunakan cara yang sangat buruk untuk
merosakkan Islam dan menghancurkan akidah yang bersemayam dalam diri para
pemeluknya dengan cara menyebarluaskan pakaian-pakaian wanita yang menyerupai
pakaian laki-laki, misalnya celana/seluar, kemeja, jaket dan bahkan sepatu. Padahal
mereka semua mengetahui bahawa Islam melarang wanita menyerupai laki-laki.
Penyerupaan wanita seperti orang laki-laki merupakan awal dari cara perosakan agama
Islam dalam diri wanita Muslimah.

Mengapa wanita dilarang melakukan itu ??

Kerana mereka mempunyai kedudukan sebagai isteri, saudara dan sekaligus ibu rumah
tangga. Tidak diragukan lagi, sebagai seorang isteri, wanita akan memberikan pengaruh
terhadap suaminya, saudara dan putera-puterinya. Apabila wanita itu baik, maka akan
memberikan pengaruh positif, dan apabila rosak maka akan memberikan pengaruh negatif.
Wanita merupakan tiang umat, apabila dia baik maka seluruh umat akan baik dan
sebaliknya apabila rosak maka akan rosak pula seluruh umat.

Sedangkan alasan penyerupaan itu, kerana penyerupaan wanita seperti orang laki-laki
merupakan tindakan yang keluar dari fitrahnya sebagai wanita yang telah diciptakan oleh
Allah Azza wa Jalla. Penyerupaan ini termasuk dosa besar, kerana adanya laknat bagi
pelakunya.

Yang paling selamat bagi setiap wanita Muslimah adalah memelihara fitrah yang telah
diciptakan Allah Subhanahu wa Ta'ala baginya, tidak menyerupai laki-laki dalam segala hal,
meski dalam hal memakai sandal sekalipun.

Dari Ibnu Abi Malikah, dia berkata : Dikatakan kepada Aisyah Radhiyallahu Anha, "Ada
seorang wanita yang memakai sandal". Maka Aisyah berkata. "Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam melaknat wanita yang menyerupai laki-laki". (Hadis shahih. Diriwayatkan oleh
Imam Abu Daud (4099) melalui Ibnu Juraij, dari Abu Abi Malikah)

Islam mengharamkan perempuan memakai pakaian yang membentuk dan tipis sehingga
nampak kulitnya. Termasuk diantaranya ialah pakaian yang dapat mempertajamkan
bahagian-bahagian tubuh, khususnya tempat-tempat yang membawa fitnah, seperti: buah
dada, paha, dan sebagainya.

Dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya itu: (l) Kaum
yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang
(penguasa yang kejam);
(2) Perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada
perbuatan maksiat dan mencenderungkan orang lain kepada perbuatan maksiat, rambutnya
sebesar punuk unta. Mereka ini tidak akan dapat masuk syurga, dan tidak akan mencium
bau syurga, padahal bau syurga itu tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian."
(Riwayat Muslim, Babul Libas)

Mereka dikatakan berpakaian, kerana memang mereka itu melilitkan pakaian pada
tubuhnya, tetapi pada hakikatnya pakaiannya itu tidak berfungsi menutup aurat, kerana itu
mereka dikatakan telanjang, kerana pakaiannya terlalu tipis sehingga dapat
memperlihatkan kulit tubuh, seperti kebanyakan pakaian perempuan sekarang ini.

Bukhtun adalah salah satu macam daripada unta yang mempunyai kelasa (punuk) besar;
rambut orang-orang perempuan seperti punuk unta tersebut kerana rambutnya ditarik ke
atas. Dibalik keghaiban ini, seolah-olah Rasulullah melihat apa yang terjadi di zaman
sekarang ini yang kini diwujudkan dalam bentuk penataan rambut, dengan berbagai macam
mode dalam salon-salon khusus, yang biasa disebut salon kecantikan, di mana banyak
sekali laki-laki yang bekerja pada pekerjaan tersebut dengan upah yang sangat tinggi.

Tidak cukup sampai di situ saja, banyak pula perempuan yang merasa kurang puas dengan
rambut asli pemberian Allah. Untuk itu mereka belinya rambut palsu yang disambung
dengan rambutnya yang asli, supaya nampak lebih menyenangkan dan lebih cantik,
sehingga dengan demikian dia akan menjadi perempuan yang menarik dan memikat hati.

Satu hal yang sangat mengherankan, justeru persoalan ini sekarang sering dikaitkan
dengan masalah penjajahan politik dan kejatuhan moral, dan ini dapat dibuktikan oleh
suatu kenyataan yang terjadi, di mana para penjajah politik itu dalam usahanya untuk
menguasai rakyat sering menggunakan sesuatu yang dapat membangkitkan syahwat dan
untuk dapat mengalihkan pandangan manusia, dengan diberinya kesenangan yang kiranya
dengan kesenangannya itu manusia tidak lagi mahu memperhatikan persoalannya yang
lebih umum.

"Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri


orang mu'min: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, kerana itu mereka tidak diganggu.
Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Ahzab: 59).

Firman Allah SWT di atas telah jelas menegaskan tentang kewajiban para muslimah untuk
menutup auratnya. Semestinya melalui ayat ini tidak ada lagi keraguan-keraguan atau
perbezaan pendapat tentang wajibnya memakai jilbab untuk menutup aurat. Harusnya juga
tidak ada lagi orang tua atau para pendidik yang melarang anak-anak wanitanya atau para
anak didiknya untuk memakai jilbab.

Mungkin masih segar dalam ingatan kita bagaimana para muslimah di awal-awal
perjuangannya untuk mengenakan busana muslimah mendapat berbagai tentangan,
hinaan, bahkan siksaan. Meraka mendapatkan berbagai tekanan baik dari sekolah mahupun
dari orang tua. Banyak di antara mereka yang dikeluarkan dari sekolah bahkan diusir dari
rumah dan dijauhi oleh keluarganya. Tetapi itu semua tidak menyurutkan langkah para
muslimah untuk tetap istiqomah di jalannya bahkan jumlahnya semakin bertambah.

Seiring dengan berjalannya waktu dan dengan bantuan Allah SWT, perlahan-lahan jilbab
mulai dapat diterima di tengah masyarakat. Dengan kebenaran pemerintah tentang
diperbolehkannya memakai jilbab di sekolah cukup membawa angin segar bagi para
muslimah untuk tetap menutup aurat ketika bersekolah. Akan tetapi cubaan lain kembali
datang menggoncang keberadaan jilbab dengan adanya isu jilbab beracun. Di mana-mana
muslimah dicurigai sebagai penyebar racun yang mematikan. Bahkan ada muslimah yang
digeledah kerana dituduh membawa racun dibalik jubahnya.

Sekali lagi dengan kebesaran Allah itu semua tidak menggoyahkan keeksistensian jilbab dan
kini para muslimah semakin banyak yang mengenakan jilbab secara bebas. Bahkan jilbab
sudah diterima oleh pelbagai kalangan. Sekarang kita dapat menemukan para muslimah
dengan jilbabnya bebas berkifrah di berbagai bidang baik di sekolah, di kampus, dan di
pejabat. Secara kuantiti, kita boleh berbangga dengan banyaknya para muslimah yang
bersedia menutup auratnya. Di satu sisi ini memang fenomena yang menggembirakan
tetapi di sisi lain memprihatinkan. Memprihatinkan kerana banyak muslimah yang
mengenakan jilbab tanpa memperhatikan rambu-rambu yang jelas tentang aturan memakai
jilbab. Mereka memakai jilbab tetapi pendek atau mengenakan pakaian yang ketat.
Kelihatannya mereka menganggap jilbab seakan-akan model pakaian baru yang sedang
trend dan harus diikuti sehingga mereka-walaupun kita tidak tahu niat mereka yang
sebenarnya- hanya memakai jilbab tanpa mengerti bagaimana aturan jilbab muslimah yang
diharuskan oleh syariat.

Berikut ini adalah rambu-rambu atau syarat-syarat jilbab muslimah:

1. Menutup seluruh badan selain yang dikecualikan, menurut ijma' para ulama bahagian
yang dikecualikan itu adalah wajah dan telapak tangannya. Ada kaum muslimah yang tidak
mengindahkan rambu ini sehingga dia memakai jilbab tetapi lengannya di biarkan terbuka
atau telapak kakinya terbuka. Ada juga yang tetap mengenakan rok yang memperlihatkan
betis mereka.

2. Bukan berfungsi sebagai perhiasan, rambu ini berdasarkan firman Allah SWT yang
ayatnya terdapat dalam surat An-Nur: 31, iaitu: "...Dan janganlah kaum wanita itu
menampakkan perhiasan mereka..." Secara umum kandungan ayat ini juga mencakup
pakaian biasa jika dihiasi dengan sesuatu, yang menyebabkan kaum lelaki melirikkan
pandangan kepadanya. Perintah mengenakan jilbab bermaksud untuk menutupi perhiasan
wanita. Maka tidaklah masuk akal bahawa jilbab itu akhirnya berfungsi sebagai hiasan. Kini
banyak kaum muslimah yang memakai jilbab dengan tidak mengulurkan kain tudungnya
untuk menutupi dada mereka tetapi dibentuk sedemikian rupa dengan cara dililitkan di
leher sehingga terkadang lehernya terbuka tak tertutup jilbab atau membiarkan bahagian
rambutnnya terlihat. Kecenderungan para muslimah untuk memakai jilbab kini didukung
penuh oleh berbagai jenis mode yang banyak terdapat di pasaran sehingga perkembangan
model-model busana muslimah semakin marak. Mereka berlumba-lumba merancang
busana muslimah sehingga fungsinya sedikit berubah. Ditambah berbagai aksesori dan
riasan membuat busana muslimah berubah fungsi sebagai perhiasan dan menambah
kecantikan wanita sehingga wanita yang memakainya dapat menjadi pusat perhatian.

3. Harus longgar, tidak ketat, sehingga tidak dapat menggambarkan sesuatu dari tubuhnya.
Entah ada semacam mode baru dalam dunia perjilbaban, kini muncul istilah jilbab gaul.
Entah apa artinya, mungkin menggambarkan sipemakainya walaupun memakai jilbab tetapi
tetap dapat bermodel, bergaul akrab dengan sesiapa sahaja termasuk dengan lawan jenis,
bahkan mungkin masih boleh berjalan-jalan di shopping complex. Indikasi jilbab gaul salah
satunya adalah berpakaian ketat. Walaupun pakaiannya panjang, tetap sahaja dapat
menggambarkan lekuk tubuhnya, misalnya rok ketat, kemeja atau kaus ketat, dan
celana/seluar panjang. Pakaian model seperti ini tentu sahaja melanggar aturan jilbab
muslimah yang sesuai dengan syariat.
4. Kainnya harus tebal dan tidak tipis. Tentu sahaja jika busana muslimah berfungsi untuk
menutup aurat maka bahannya harus tebal dan tidak tipis. Jika bahannya tipis ertinya sama
sahaja ia tidak menutup auratnya bahkan memancing godaan dan menampakkan
perhiasannya. Hal ini seperti yang diterangkan oleh Rasulullah saw dalam hadis berikut ini:
"Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian namun (hakikatnya)
telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat bongkol (punuk) unta. Kutuklah mereka
kerana sebenarnya mereka itu adalah kaum wanita yang terkutuk."

5. Tidak diberi/memakai wangi-wangian atau perfume. Ini berdasarkan berbagai hadis yang
melarang kaum wanita untuk memakai wangi-wangian bila mereka keluar rumah, seperti
yang tertera dalam hadis berikut ini: Dari Abu Musa Al-Asya'ri bahawasanya ia berkata:
Rasulullah saw telah bersabda: "Siapapun perempuan yang memakai wangi-wangian, lalu ia
melewati kaum lelaki agar mereka mendapat baunya, maka ia adalah penzina. (HR. An-
Nasai, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi)

Walaupun ada larangan bagi muslimah untuk memakai wangi-wangian bukan bererti
muslimah harus tampil dengan bau yang tidak sedap. Muslimah harus tetap menjaga
kebersihan tubuh, pakaian, dan jilbabnya agar tidak menimbulkan bau badan yang dapat
mengganggu dan menimbulkan fitnah baru iaitu adanya penilaian orang bahawa orang yang
memakai jilbab mempunyai bau yang tidak sedap. Perawatan tubuh tetap diperbolehkan
bagi muslimah asal tidak jatuh pada perbuatan tabarruj atau berhias.

6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki. Masalah ini ditegaskan dalam hadis Rasulullah
berikut ini: Dari Abu Hurairah yang berkata: "Rasulullah melaknat pria/lelaki yang memakai
pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria/lelaki." (HR. Abu dawud, Ibnu
Majah, Al-Hakim, dan Ahmad).

7. Tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir. Dalam syari'at islam telah ditetapkan
bahawa kaum muslimin, baik laki-laki mahupun wanita, tidak diperbolehkan bertasyabuh
(menyerupai) orang-orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan
berpakaian dengan pakaian khas mereka.

8. Bukan Libas syuhrah (pakaian untuk mencari populariti). Larangan ini berdasarkan hadis
berikut: "Berdasarkan hadis Ibnu Umar ra. Yang berkata: Rasulullah saw bersabda:
"Barangsiapa mengenakan pakaian syuhrah (untuk mencari populariti) di dunia, nescaya
Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya
dengan api naar." (HR. Ibnu Najah dan Abu Dawud). Asy-Syaukani dalam Nailul Authar
memberikan definisi tentang libas syuhrah iaitu setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan
meraih populariti di tengah-tengah orang banyak/publik, baik pakaian tersebut mahal, yang
dipakai oleh seseorang untuk berbangga dengan dunia dan perhiasannya, mahupun pakaian
yang bernilai rendah yang dipakai seseorang untuk menampakkan kezuhudannya dan
dengan tujuan riya.

Semua ini adalah adalah rambu-rambu yang sudah ditetapkan syari'at untuk mengatur
bagaimana seorang muslimah berjilbab dan menutup auratnya. Tentang maraknya berbagai
model busana muslimah sekarang ini, bukan bererti kita tidak boleh menyukainya bahkan
memakainya, asalkan semuanya tidak melanggar rambu-rambu yang sudah dijelaskan di
atas dan yang lebih penting kita harus dapat menjaga hati kita agar busana muslimah yang
kita kenakan tidak menyeret kita ke neraka kerana niat kita berubah dari ingin menjalankan
perintah Allah SWT untuk menutup aurat menjadi riya atau mencari populariti. Semoga
Allah SWT tetap menjaga hati kita agar senantiasa bersikap dan berbuat hanya untuk
mencari keridhaan-Nya. Amin
Bila wanita menjaga auratnya dari pandangan lelaki bukan muhram, bukan sahaja dia
menjaga maruah dirinya, malah maruah wanita mukmin keseluruhannya. Harga diri wanita
terlalu mahal. Ini kerana syariat telah menetapkan supaya wanita berpakaian longgar
dengan warna yang tidak menarik serta menutup seluruh badannya dari kepala hingga ke
kaki.

Kalau dibuat perbandingan dari segi harta dunia seperti intan dan berlian, ianya dibungkus
dengan rapi dan disimpan pula di dalam peti besi yang berkunci. Begitu juga diumpamakan
dengan wanita, Kerana wanita yang bermaruah tidak akan mempamerkan tubuh badan di
khalayak umum. Mereka masih boleh tampil di hadapan masyarakat bersesuaian dengan
garisan syarak. Wanita tidak sepatutnya mengorbankan maruah dan dirinya semata-mata
untuk mengejar pangkat, darjat, nama, harta dan kemewahan dunia.

Menyentuh berkenaan pakaian wanita, alhamdulillah sekarang telah ramai wanita yang
menjaga auratnya, sekurang-kurangnya dengan memakai tudung. Dapat kita saksikan di
sana sini wanita mula memakai tudung. Pemakaian tudung penutup aurat sudah melanda
dari peringkat bawahan hingga kepada peringkat atasan. Samada dari golongan pelajar-
pelajar sekolah hinggalah kepada pekerja-pekerja pejabat-pejabat. Walaupun pelbagai gaya
tudung diperaga dan dipakai, namun pemakaiannya masih tidak lengkap dan sempurna.
Masih lagi menampakkan batang leher, dada dan sebagainya. Ada yang memakai tudung,
tetapi pada masa yang sama memakai kain belah bawah atau berseluar ketat dan
sebagainya. Pelbagai warna dan pelbagai fesyen tudung turut direka untuk wanita-wanita
Islam kini.

Ada rekaan tudung yang dipakai dengan songkok di dalamnya, dihias pula dengan
kerongsang (broach) yang menarik. Labuci warna-warni dijahit pula di atasnya. Dan
berbagai-bagai gaya lagi yang dipaparkan dalam majalah dan suratkhabar fesyen untuk
tudung. Rekaan itu kesemuanya bukan bertujuan untuk mengelakkan fitnah, sebaliknya
menambahkan fitnah ke atas wanita.

Walhal sepatutnya pakaian bagi seorang wanita mukmin itu adalah bukan sahaja menutup
auratnya, malah sekaligus menutup maruahnya sebagai seorang wanita. Iaitu pakaian dan
tudung yang tidak menampakkan bentuk tubuh badan wanita, dan tidak berhias-hias yang
mana akan menjadikan daya tarikan kepada lelaki bukan muhramnya. Sekaligus pakaian
boleh melindungi wanita dari menjadi bahan gangguan lelaki yang tidak bertanggungjawab.

Bilamana wanita bertudung tetapi masih berhias-hias, maka terjadilah pakaian wanita Islam
sekarang walaupun bertudung, tetapi semakin membesarkan riak dan bangga dalam diri.
Sombong makin bertambah. Jalan mendabik dada. Terasa tudung kitalah yang paling
cantik, up-to-date, sofistikated, bergaya, ada kelas dan sebagainya. Bertudung, tapi masih
ingin bergaya.

Kesimpulannya, tudung yang kita pakai tidak membuahkan rasa kehambaan. Kita tidak
merasakan diri ini hina, banyak berdosa dengan Tuhan mahupun dengan manusia. Kita
tidak terasa bahawa menegakkan syariat dengan bertudung ini hanya satu amalan yang
kecil yang mampu kita laksanakan. Kenapa hati mesti berbunga dan berbangga bila boleh
memakai tudung?

Ada orang bertudung tetapi lalai atau tidak bersembahyang. Ada orang yang bertudung tapi
masih lagi berkepit dan keluar dengan teman lelaki . Ada orang bertudung yang masih
terlibat dengan pergaulan bebas. Ada orang bertudung yang masih menyentuh tangan-
tangan lelaki yang bukan muhramnya. Dan bermacam-macam lagi maksiat yang dibuat oleh
orang-orang bertudung termasuk kes-kes besar seperti zina, khalwat dan sebagainya.

Jadi, nilai tudung sudah dicemari oleh orang-orang yang sebegini. Orang Islam lain yang
ingin ikut jejak orang-orang bertudung pun tersekat melihat sikap orang-orang yang
mencemari hukum Islam. Mereka rasakan bertudung atau menutup aurat sama sahaja
dengan tidak bertudung. Lebih baik tidak bertudung. Mereka rasa lebih bebas lagi.

Orang-orang bukan Islam pula tawar hati untuk masuk Islam kerana sikap umat Islam yang
tidak menjaga kemuliaan hukum-hakam Islam. Walaupun bertudung, perangai mereka
sama sahaja dengan orang-orang bukan Islam. mereka tidak nampak perbezaan agama
Islam dengan agama mereka.

Lihatlah betapa besarnya peranan tudung untuk dakwah orang lain. Selama ini kita tidak
sedar diri kitalah agen bagi Islam. Kita sebenarnya pendakwah Islam. Dakwah kita bukan
seperti pendakwah lain tapi hanya melalui pakaian.

Kalau kita menutup aurat, tetapi tidak terus memperbaiki diri zahir dan batin dari masa ke
semasa, kitalah punca gagalnya mesej Islam untuk disampaikan. Jangan lihat orang lain.
Islam itu bermula dari diri kita sendiri.

Ini tidak bermakna kalau akhlak belum boleh jadi baik tidak boleh pakai tudung. Aurat,
wajib ditutup tapi dalam masa yang sama, perbaikilah kesilapan diri dari masa ke semasa.
Tudung di luar tudung di dalam (hati). Buang perangai suka mengumpat, berdengki,
berbangga, ego, riak dan lain-lain penyakit hati.

Walau apapun, kewajipan bertudung tidak terlepas dari tanggungjawab setiap wanita
Muslim. Samada baik atau tidak akhlak mereka, itu adalah antara mereka dengan Allah.
Amat tidak wajar jika kita mengatakan si polanah itu walaupun bertudung, namun tetap
berbuat kemungkaran. Berbuat kemungkaran adalah satu dosa, manakala tidak menutup
aurat dengan menutup aurat adalah satu dosa lain. Kalau sudah mula menutup aurat, elak-
elaklah diri dari suka bertengkar. Hiasi diri dengan sifat tolak ansur. Sentiasa bermanis
muka. Elakkan pergaulan bebas lelaki perempuan. Jangan lagi berjalan ke hulu ke hilir
dengan teman lelaki. Serahkan pada Allah tentang jodoh. Memang Allah sudah tetapkan
jodoh masing-masing. Yakinlah pada ketentuan qada' dan qadar dari Allah.

Apabila sudah menutup aurat, cuba kita tingkatkan amalan lain. Cuba jangan tinggal solat
lagi terutama dalam waktu bekerja. Cuba didik diri menjadi orang yang lemah-lembut.
Buang sifat kasar dan sifat suka bercakap dengan suara meninggi. Buang sikap suka
mengumpat, suka mengeji dan mengata hal orang lain. jaga tertib sebagai seorang wanita.
Jaga diri dan maruah sebagai wanita Islam. Barulah nampak Islam itu indah dan cantik
kerana indah dan cantiknya akhlak yang menghiasi peribadi wanita muslimah. Barulah
orang terpikat untuk mengamalkan Islam. Dengan ini, orang bukan Islam akan mula
hormat dan mengakui "Islam is really beautiful." Semuanya bila individu Islam itu sudah
cantik peribadinya. Oleh itu wahai wanita-wanita Islam sekalian, anda mesti mengorak
langkah sekarang sebagai agen pengembang agama melalui pakaian.
______________________
Terbitan : 16 Julai 2003

Ke atas Home

Diterbitkan oleh :
Lajnah Penerangan dan Dakwah, DPP Kawasan Dungun, Terengganu
http://clik.to/tranung atau http://www.tranungkite.cjb.net
Email : webmaster@tranungkite.net
atau : tranung2000@yahoo.com

Berdasarkan maklum balas yang diterima, ramai pembaca tidak sempat


membeli majalah Al Islam keluaran Februari kerana kehabisan di pasaran.
Penulis menyiarkan dalam ruangan ini salah satu rencana yang dipercayai
menjadi punca Al Islam mendapat sambutan luar biasa. Rencana bertajuk
Rambut Wanita Bukan Aurat ditulis oleh Ustaz Zainudin Idris, pengikut Shah
Waliyullah ad-Dihlawi (ulama reformis India).

Beliau menghasilkan rencana itu pada 10 Februari 1989 sebagai


jawapan kepada kawan-kawannya yang keliru mengenai aurat wanita.
Bagaimanapun, kerana ruang yang terbatas, penulis tidak dapat menyiarkan
sepenuhnya rencana bahagian pertama itu.

Berikut disiarkan rencana Ustaz Zainudin itu.

[1]      Pertikaian mengenai hukum aurat dan pakaian wanita sebenarnya telah
lama berlaku di kalangan umat Islam. Setiap golongan bermati-matian dengan
pegangan masing-masing tanpa menganalisis secara teliti sumber asal al-
Quran, sunah dan ijmak para ulama. Selain itu mereka tidak merenungi
tentang apakah hikmat yang terkandung dalam risalah Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wassalam yang begitu umum dengan kitab suci al-Quran
yang amat berhikmat lagi maha agung. Al-Quran diturunkan bukan untuk
orang Arab sahaja malah untuk manusia sejagat.

[2]      Perkataan aurat menjadi sebutan biasa di kalangan orang kita dengan
pengertian anggota-anggota yang diharamkan melihatnya sama ada lelaki
dengan perempuan atau perempuan dengan perempuan atau lelaki dengan
lelaki. Asal perkataan `aurat' daripada bahasa Arab yang bermaksud `keaiban'
atau setiap sesuatu bahagian anggota yang ditutup oleh manusia secara
mengejut dan malu.

[3]      Imam Waliyullah memberi takrif aurat di dalam kitab Hujjatullah al-
Balighah pada halaman 688, jilid 2; beliau berkata:

[4]      “Ketahuilah bahawa menutup aurat, saya maksudkan ialah anggota-
anggota yang mendatangkan keaiban dengan sebab ia terbuka di hadapan
khalayak ramai mengikut adat umat yang sederhana hidupnya seperti yang
terdapat pada bangsa Quraisy pada masa itu, ia termasuk di dalam pokok
(asas) tamadun yang diakui di sisi setiap golongan yang dinamakan manusia,
dan ia di antara perkara yang membezakan manusia daripada sekalian
pelbagai jenis haiwan. Dengan sebab itu syariat mewajibkan menutup aurat
tersebut, dua kemaluan manusia (qubul/depan dan dubur/belakang), dua buah
kemaluan, ari-ari dan bahagian anggota yang mengiringinya termasuk pangkal
kedua-dua paha dikira yang paling jelas dari segi agama bahawa ia termasuk
ke dalam bahagian aurat.

[5]      Tidaklah perlu mendapatkan dalil lagi mengenai perkara itu.
Persabdaan Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam menunjukkan, apabila seseorang
kamu mengahwini amahnya maka janganlah ia lihat pada auratnya. Riwayat
yang lain pula Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: Maka janganlah
lihat kepada anggota yang di bawah pusat dan di atas lutut.

[6]      Nabi s.a.w bersabda lagi: Tidakkah engkau tahu bahawa paha itu
aurat? Asal hukum menutup aurat di dalam syarak difaham daripada firman
Allah taala di dalam surah al-A'raf, ayat 26. Allah berfirman: Wahai anak Adam
sesungguhnya Kami turunkan pakaian yang menutup kemaluan kamu dan
pakaian menutup seluruh tubuh dan pakaian takwa (sederhana) itu lebih baik.

[7]      Pada ayat ini Allah mendedahkan kepada kita tiga jenis pakaian
manusia, sebagaimana yang dinyatakan di dalam al-Quran. Pertama yang
menutup dua kemaluan seperti pakaian Adam dan Hawa, sebagaimana Allah
berfirman: Mulailah mereka berdua menutup atas mereka dengan dua daun
syurga. (surah al-A'raf, ayat 22)
[8]      Kedua, pakaian yang menutup seluruh tubuh seperti burung. Ini adalah
pakaian berhias-hias. Ketiga, yang berasaskan kesederhanaan, kecergasan
dan keadilan itu adalah lebih baik (libasataqwa).

[9]      Sebenarnya para imam Islam telah pun menetapkan aurat yang wajib
ditutup dan yang tidak wajib ditutup. Imam as-Syafii sebagai contoh mengikut
adat resam Arab dan perasaan mereka yang mana kaum perempuannya suka
menutup seluruh badan dan kaum lelakinya menutup sekadar tiga per empat
badan. Imam Hanafi mengikut adat Ajam (Parsi) yang resamnya tidak jauh
dengan Arab. Akan tetapi Imam Malik, guru kepada Imam as-Syafii
menetapkan aurat mengikut adat resam orang-orang di sebelah Eropah. Dia
membenarkan kaum lelaki menutup dua kemaluan sahaja dan begitu juga
dengan kaum wanitanya. Jika terbuka buah dada dan belakang sekalipun
dikirakan sembahyang mereka sah, apakah lagi di luar sembahyang.

[10]    Imam Abu Bakar al-Jassas di dalam kitab Ahkamul Quran, jilid 3,
halaman tiga berkata: “Sesungguhnya telah bersetuju ummah bahawa apa
yang ditunjukkan oleh ayat (al-Quran) adalah mesti menutup aurat.”

[11]    Kemudian beliau mengemukakan beberapa hadis yang sahih daripada


Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam dan athar para sahabat untuk menerangkan
maksud aurat sebagaimana yang terdapat pada ayat 26 daripada surah al-
A'raf di atas pada halaman 30, jilid tiga, beliau berkata:

[12]    “Telah datang beberapa athar daripada Nabi shallallahu ‘alaihi


wassalam berhubung dengan masalah ini (menutup aurat) di antaranya hadis
Bahzun bin Hakim yang diriwayatkan daripada bapanya dan diriwayatkan pula
daripada neneknya, beliau berkata: “Aku bertanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam aurat kami apakah yang kami gunakan dan apa yang kami
tinggalkan? Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: Hendaklah
engkau peliharakan aurat engkau kecuali isterimu atau perempuan yang kamu
miliki. Lalu aku bertanya: “Wahai Rasulullah! Jika kami berseorangan?”

[13]    Baginda bersabda: “Sesungguhnya Allah lebih patut dimalukan kepada-


Nya.”
[14]    Dalam riwayat Abu Said al-Khudri daripada Nabi shallallahu ‘alaihi
wassalam baginda bersabda: “Tidak harus seseorang lelaki yang memandang
aurat seorang lelaki yang lain dan tidak harus seseorang wanita memandang
aurat wanita yang lain.”

[15]    Pada hadis yang lain baginda bersabda: “Dilaknat mereka yang melihat
kemaluan saudaranya.”

[16]    Allah berfirman dalam surah an-Nur, ayat 30: Suruhlah kepada orang
mukmin hendaklah mereka rendahkan pandangan mereka dan mengawal
kemaluan mereka; itu lebih baik untuk mereka; sesungguhnya Allah amat
mengetahui apa yang mereka buat.

[17]    Pada ayat 31 firman-Nya: Suruhlah para mukminat rendahkan


pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka; dan janganlah mereka
menampakkan perhiasan mereka melainkan apa yang zahir daripadanya.

[18]    Ibnu al-Arabi berkata dalam al-Futuhat al-Makkiah jilid 1, halaman 521
pada bahagian `pada menyatakan batas aurat: “Sebahagian ulama
mengatakan bahawa aurat lelaki itu hanyalah dua kemaluannya sahaja (qubul
dan dubur). Manakala sebahagian ulama pula mengatakan aurat lelaki itu dari
pusat ke lutut. Di sisi kami (Ibnu al-Arabi) hanyalah dua kemaluannya sahaja
yang dikira aurat yang hakiki, iaitu anggota-anggota manusia yang dicaci,
dibenci dan dianggap buruk melihatnya. Dua kemaluan itu adalah tempat
kepada apa yang kami sebutkan itu adalah menepati hukum haram, anggota-
anggota selain daripada dua kemaluan itu dari pusat ke atas dan dari lutut ke
bawah adalah menepati hukum syubhat yang sepatutnya berjaga-jaga kerana
berternak di sempadan kawasan larangan itu hampir-hampir termasuk ke
dalamnya.”

[19]    Pada bahagian `Batas aurat perempuan' pula beliau berkata:


“Sebahagian ulama mengatakan keseluruhan tubuh perempuan aurat kecuali
muka dan dua tapak tangan. Ada pula ulama yang mengatakan demikian
dengan tambahan tapak kakinya tidak termasuk aurat.

[20]    Ada yang mengatakan perempuan keseluruhannya aurat.


[21]    Ada pun mazhab kami (Ibnu al-Arabi), aurat pada perempuan hanyalah
dua kemaluannya sebagaimana Allah berfirman: Mulailah mereka menutup
atas kedua mereka dengan daun dari syurga. (Al-A'raf, ayat 22). Allah
menyamakan di antara Adam dan Hawa pada menutup aurat keduanya (iaitu
dua kemaluan). Jika perempuan diarah menutup adalah mazhab kami, tetapi
bukannya tutupan itu kerana aurat malahan itu adalah undang-undang syarak
yang berkehendakkan menutup dan tidaklah pasti menutup sesuatu itu kerana
ia aurat.

[22]    Dengan huraian itu jelaslah bahawa walaupun segala nas, pendapat
para ulama muhaqqiqin boleh dikatakan telah ittifak (bersepakat) dan ijmak
mengakui bahawa aurat sebenar yang dikehendaki oleh Allah supaya manusia
menutupnya itu hanyalah dua kemaluan (qubul dan dubur) sahaja sama ada
pada kaum lelaki atau perempuan tanpa sebarang perbezaan kerana menutup
dua kemaluan itu adalah suatu sifat yang membezakan di antara manusia dan
haiwan sebagaimana berlalu keterangan Hujjatul Islam Shah Waliyullah ad-
Dihlawi, termasuklah anggota-anggota yang berhampiran dengannya seperti
kedua-dua batang paha dan buah kemaluan lelaki serta ari-ari. Semuanya
dikira termasuk ke dalam bahagian aurat. Akan tetapi di akhir huraiannya,
Shah Waliyullah menegaskan bahawa semua hadis yang menerangkan
masalah aurat dan meletakkan batasan-batasannya adalah berlawanan. Ini
bererti keterangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam itu tidak sama dalam
masalah ini.

[23]    Mengikut pendapat Shah Waliyullah semua hadis itu sahih (jelas), maka
semuanya boleh dijadikan panduan.

[24]    Pengertian aurat ini memang dimaklumi di kalangan umat Arab zaman
silam. Al-Quran dan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam tidak memberi
makna yang jelas atau keputusan yang tidak boleh dipertikaikan. Dengan
sebab itu perkhilafan (beza) pendapat di kalangan para ulama Islam tidak
timbul sama sekali, tetapi apa yang berlaku adalah sebagaimana yang kita
semua saksikan pada hari ini. Punca perbahasan mengenai masalah aurat ini
hanya timbul daripada kefahaman yang semata-mata diambil daripada hadis-
hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam yang keterangannya berlawanan dan
juga pendapat para ahli tafsir yang memberi keterangan di bawah ayat-ayat
yang tidak sarih (jelas). Kerana sebab itulah Imam Ibnu Rusyd rahimahullah
taala telah memberi penjelasan dalam Bidayatul Mujtahid, jilid 1; halaman
114: “Para ulama keseluruhannya telah ittifak (sepakat) mengatakan bahawa
menutup aurat itu suatu kewajipan yang mutlak, tetapi mereka berselisih
faham tentang penutupan itu adakah ia merupakan suatu syarat yang
terkandung di dalam beberapa syarat bagi sah sembahyang ataupun tidak.

[25]    Demikian pula mereka berlainan faham tentang batas-batas aurat pada
lelaki dan perempuan, tetapi yang ternyata di dalam mazhab Imam Malik
bahawa menutup aurat itu termasuk di dalam bahagian amalan sunat di dalam
sembahyang sahaja. Di dalam mazhab Abu Hanifah dan as-Syafii menutup
aurat itu sebahagian amalan fardu di dalam sembahyang. Sebab perselisihan
mereka di dalam menentukan perkara itu ialah kerana hadis-hadis dan athar
sahabat yang menjadi tunjang kepada masalah itu didapati saling bercanggah
kenyataannya serta para sahabat telah berbeza dalam memahami maksud
firman Allah (al-A'raf, ayat 31):

[26]    Wahai anak-anak Adam pakailah perhiasan kamu pada setiap kali ke
masjid. Adakah suruhan Allah dengan menggunakan perhiasan itu
menunjukkan suruhan wajib atau sunat jua.

[27]    Apakah yang dimaksudkan dengan perhiasan (az-ninah) itu? Imam


Assudi mengatakan maksud perhiasan pada ayat itu ialah pakaian yang
menutup aurat. Riwayat daripada Abu Hanifah, beliau berkata: Aurat terbahagi
kepada dua bahagian, aurat mughallazah (aurat berat) dan aurat mukhaffah
(aurat ringan).

[28]    Aurat mughallazah itu adalah qubul dan dubur dan aurat mukhaffah,
iaitu anggota-anggota selain daripada apa yang telah disebut ia daripada
aurat.''

Akhir sekali penulis ingin terangkan di sini bahawa rencana bahagian kedua
akan disiarkan dalam majalah Al Islam keluaran Mac yang akan berada di
pasaran esok.

 
 
HIMPUNAN RISALAH DALAM BEBERAPA PERSOALAN UMMAH :
BUKU 1
Penyusun : Hafiz Firdaus Abdullah

Pengenalan
 
 
Dalam sebuah hadisnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam
bersabda:
 
ْ ‫ْال َمرْ أَةُ َع ْو َرةٌ فَإِ َذا َخ َر َج‬
ُ َ‫ت ا ْستَ ْش َرفَهَا ال َّش ْيط‬
.‫ان‬
 
“Wanita adalah aurat, apabila dia keluar maka syaitan menghias-
hiaskannya (untuk menarik perhatian lelaki).”
 
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Imam al-Tirmizi rahimahullah (279H) dan
ia disahihkan oleh Syaikh Nashr al-Din al-Albani. [Shahih Sunan al-Tirmizi
(Maktabah al-Ma‘arif, Riyadh 2000) – hadis no: 1173] Hadis di atas
memperjelaskan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
 
  “Dan janganlah mereka (kaum wanita) memperlihatkan perhiasan
tubuh mereka kecuali yang zahir daripadanya.” [Surah al-Nur 24:31]
 
Antara hukum yang dapat diambil daripada hadis dan ayat di atas
adalah pemutlakan wanita sebagai aurat yang dengan itu dia wajib melindungi
dirinya daripada dilihat oleh orang lain. Hukum ini merupakan kesepakatan
umat Islam dari dahulu hingga kini. Akan tetapi mereka berbeza pendapat
apakah anggota yang dimaksudkan dengan firman Allah: “kecuali yang zahir
daripadanya”. Sebahagian ilmuan berpendapat ia adalah muka dan telapak
tangan. Sebahagian lagi berpendapat ia adalah muka, telapak tangan dan
telapak kaki. Sebahagian lagi berpendapat ia adalah bentuk badan wanita di
mana sekalipun telah berpakaian yang menutup seluruh tubuh, secara zahir
dia tetap dapat dikenali sebagai seorang wanita. Maka pengenalan
berdasarkan zahir bentuk badan adalah sesuatu yang tidak dapat dielak, lalu
dia tidak dihukum kerananya. Walauapa pun antara tiga pendapat ini, wilayah
perbezaan ini adalah amat kecil dan ia tidak mencemari kesepakatan umat
tentang batas aurat dan pakaian para muslimah.
 
Pada bulan Febuari yang lepas umat Islam Malaysia dikejutkan oleh
sebuah artikel berjudul Memahami Aurat Wanita yang dimuatkan dalam
majalah al-Islam dan akhbar Mingguan Malaysia (15 Feb 2004). Artikel
tersebut dipilih oleh Astora Jabat dan beliau mendakwa ia asalnya ditulis oleh
seorang yang bernama Zainudin Idris. Artikel tersebut turut mendapat
perhatian penulis. Ringkasnya ia mendakwa bahawa aurat yang wajib ditutup
oleh kaum wanita mengikut syari‘at Islam hanyalah kemaluan depan dan
belakangnya. Bahkan beliau menulis: “Jika terbuka buah dada dan belakang
sekalipun dikirakan sembahyang mereka sah, apakah lagi di luar
sembahyang.”
 
Sejauh mana kebenaran artikel tersebut? Penulis tertarik untuk mengkaji
dan menganalisanya. Artikel ini – alhamdulillah – adalah hasil kajian dan
analisa penulis sekadar mampu. Sebelum ini penulis telah mengarang artikel
seumpama dalam bentuk yang lebih ringkas dan dihantar ke beberapa forum
di internet. Artikel tersebut telah berkembang luas dengan beberapa tambahan
daripada orang lain, alhamdulillah.
 
Dalam mengusahakan artikel ini, ingin ditekankan bahawa yang menjadi
tumpuan penulis ialah dalil dan metode perbahasan Zainudin Idris dan bukan
peribadi beliau. Pendek kata bukan siapa yang menulis tetapi apa yang
ditulisnya. Oleh itu metode perbahasan penulis dalam artikel ini ialah:
1. Mengemukakan (copy and paste) artikel Memahami Aurat Wanita oleh
Zainudin Idris daripada laman Utusan Online bertarikh 15 Febuari 2004.
Ini bertujuan memudahkan para pembaca yang tidak sempat membaca
artikel tersebut sebelum ini. Kemudian penulis memberi nombor bagi
setiap perenggan kerana analisa penulis ke atas artikel tersebut adalah
berdasarkan perenggan demi perenggan.

2. Menukil seperenggan demi seperenggan daripada artikel Memahami


Aurat Wanita dengan setiap nukilan disebut nombor perenggannya.
Misalnya: “Disebut dalam perenggan pertama.”

3. Kemudian diikuti dengan analisa penulis, didahului dengan “Analisa.”


 
Walau pun penulis cuba untuk tidak mengkritik peribadi saudara Zainudin
Idris, beberapa soalan tetap perlu difikirkan tentang siapakah “Zainudin Idris”
pada asalnya. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan persoalan ini
menjadi penting:
1. Siapakah Zainudin Idris? Identiti Zainudin Idris tidak dikenali dalam
dunia penulisan berhubung dengan isu keagamaan di negara ini.
Menurut Astora Jabat dalam ruangan E-Mail Pembaca bertarikh 22
Februari 2004, Zainudin Idris adalah seorang guru yang mempunyai
sekolah pondok sendiri di Kelantan. Benarkah demikian kerana sehingga
kini kita tidak mengetahui kewujudan sebuah sekolah pondok yang
mana anak-anak muridnya hanya berpakaian menutup kemaluan depan
dan belakang sahaja.

2. Dalam ruangan Respons Pembaca edisi Al-Islam bulan April 2004,


mukasurat 82, Astora Jabat telah meminta agar Zainudin Idris tampil
kehadapan bagi membuktikan bahawa beliau adalah penulis asal artikel
Memahami Aurat Wanita. Malah Astora sendiri mencadangkan agar
Zainudin Idris mengemukakan gambar photonya atau membenarkan
jurugambar Al Islam mengambil gambar beliau. Sehingga ke tarikh
penulis (Hafiz Firdaus) mengarang artikel ini (15 Jun 2004), permintaan
Astora Jabat di atas masih belum dikabulkan oleh Zainudin Idris. Semua
ini mengarah kepada satu pertanyaan - Adakah “Zainudin Idris” benar-
benar wujud?

3. Dua soalan pertama di atas mengarah kepada soalan ketiga, iaitu


wujudkah kemungkinan bahawa ”Zainudin Idris” hanyalah nama
samaran (nama pena) manakala orang sebenar di belakang nama
tersebut ialah Astora Jabat sendiri? Dalam pelbagai forum perbincangan
di alam maya (internet), majoriti berpendapat bahawa orang sebenar di
belakang nama “Zainudin Idris” ialah Astora Jabat. Pendapat ini
didasarkan kepada pelbagai kesamaan dalam metode perbahasan
antara Astora Jabat dan Zainudin Idris. Dikatakan strategi Astora
menggunakan nama “Zainudin” adalah untuk mengalih tumpuan
pembaca dan menyelamatkan dirinya daripada dikritik hasil daripada
artikel-artikel yang bakal dikemukakan.
Tiga persoalan di atas penulis serahkan kepada para pembaca untuk
dianalisa dan dicari jawapannya. Sepertimana yang disebut sebelum ini,
tumpuan penulis di sini ialah menganalisa dalil dan metode perbahasan
pengarang artikel Memahami Aurat Wanita tanpa mengambil kira sama ada ia
ditulis oleh saudara Zainudin Idris atau siapa jua. Berikut dikemukakan artikel
Memahami Aurat Wanita oleh saudara Zainudin Idris.
 
 

Anda mungkin juga menyukai