Anda di halaman 1dari 13

Tata Cara Berpakaian Yang Baik Menurut Islam

Cara berpakaian yang baik menurut Islam


macam fungsi pakaian, yakni sebagai penutup aurat, untuk menjaga kesehatan,
dan untuk keindahan. Tuntunan Islam mengandung didikan moral yang tinggi.
Dalam masalah aurat, Islam telah menetapkan bahwa aurat lelaki adalah antara
pusar samapi kedua lutut. Sedangkan bagi perempuan adalah seluruh tubuh
kecuali muka dan telapak tangan.

Mengenai bentuk atau model pakaian, Islam tidak memberi batasan, karena hal
ini berkaitan dengan budaya setempat. Oleh karena itu, kita diperkenankan
memakai pakaian dengan model apapun, selama pakaian tersebut memenuhi
persyaratan sebagai penutup aurat.

Pakaian merupakan penutup tubuh untuk memberikan proteksi dari bahaya


asusila, memberikan perlindungan dari sengatan matahari dan terpaan hujan,
sebagai identitas seseorang, sebagai harga diri seseorang, dan sebuah
kebutuhan untuk mengungkapkan rasa malu seseorang. Dahulu, pakaian yang
sopan adalah pakaian yang menutup aurat, dan juga longgar sehingga tidak
memberikan gambaran atau relief bentuk tubuh seseorang terutama untuk kaum
wanita. Sekarang orang-orang sudah menyebut pakaian seperti itu sudah
dibilang kuno dan tidak mengikuti mode zaman sekarang atau tidak modis.
Timbul pakaian you can see atau sejenis tanktop, dll. Yang uniknya, semakin
sedikit bahan yang digunakan dan semakin ketat pakaian tersebut maka
semakin mahal pakaian tersebut. Ada seseorang yang berkata sedikit mengena,
“Anak jaman sekarang bajunya kayak baju anak kecil, pantesan saya nyari baju
anak rada susah, berebut ama orang dewasa.” Memang tidak salah dia
mengatakan hal seperti itu, toh, itu memang kenyataan. Padahal jika kita tidak
bisa menjaga aurat kita, kita akan kerepotan. Sangat tidak mungkin kita akan
mengumbar aurat di depan umum, jika hal tersebut dilakukan, maka kita bisa
disebut gila. Mau tidak anda disebut gila?

Anehnya, sekarang banyak kaum wanita terutama muslimah yang belomba-


lomba untuk memakai pakaian yang katanya modis tersebut. Pakaian tersebut
sebenarnya digunakan oleh para (maaf) PSK dan WTS untuk memikat
pelanggan, akan tetapi seiring perkembangan waktu, fungsi pakaian tersebut
sudah berubah untuk memikat lawan jenis, sehingga semakin terpikat lawan
jenis, semakin banyak pula kasus tindakan asusila yang sering kita baca di
media cetak, elektronik, atau mungkin kita pernah melihat atau mengalaminya
sendiri. Pelecehan seksual ada di mana-mana. Tidakkah para mukminin dan
mukminat telah diperintahkan oleh Allah di dalam kitab nan suci, al-Qur’an,
surat Al-A’raf ayat 26: (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: Hai, anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu


pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan
pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagaian dari
tanda-tanda Kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. (QS Al
A’raf : 26)

Atau Q.S. Al-Ahzab ayat 59 yang artinya : (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: Hai para Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak


perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka mudah
dikenali karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (QS Al Ahzab : 29)

Tapi mengapa kaum hanya kaum wanita saja yang dibahas? Ya, karena wanita
adalah manusia yang paling dijaga harga dirinya oleh Allah SWT. Sudah dijaga
koq masih tidak bersyukur?

Coba pikirkan, sangat sayangnya Allah kepada wanita, Allah Yang Maha
Penyayang sampai-sampai membahas hal-hal sekecil itu. Maka dari itu marilah
kita menjaga harga diri wanita muslimah kita demi tercapainya masa depan
yang cerah.

b. Adab Berpakaian

Islam melarang umatnya berpakaian terlalu tipis atau ketat (sempit sehingga
membentuk tubuhnya yang asli). Kendati pun fungsi utama (sebagai penutup
aurat) telah dipenuhi, namun apabila pakaian tersebut dibuat secara ketat
(sempit) maka hal itu dilarang oleh Islam. Demikian juga halnya pakaian yang
terlalu tipis. Pakaian yang ketat akan menampilkan bentuk tubuh pemakainya,
sedangkan pakaian yang terlalu tipis akan menampakkan warna kulit
pemakainya. Kedua cara tersebut dilarang oleh Islam karena hanya akan
menarik perhatian dan menggugah nafsu syahwat bagi lawan jenisnya. Dalam
hal ini Rasulullah SAW bersabda:

‫ات‬ٌ َ‫َاري‬
ِ ‫ات ع‬ ٌ َ‫ َو نِ َسا ٌء َكا ِسي‬. ‫اس‬ َ َّ‫ب ْالبَقَ ِر يَضْ ِربُوْ نَ بِهَا الن‬ ِ ‫ار لَ ْم اَ َرهُ َما قَوْ ٌم ِسيَاطٌ َكا االَ ْذنَا‬ِ َّ‫ص ْنقَا ِن ِم ْن اَ ْه ِل الن‬ِ
ً‫ذا‬gg‫ذاً َو َك‬gg‫ ْي َر ِة َك‬g‫ت ْال َمائِالَ ِة الَ يَ ْد ُخ ْلنَ ْال َجنَّةَ َو الَ يَ ِخ ْذ نَ ِر ْي َحهَا لَيُوْ خَ ُذ ِم ْن َم ِس‬ ْ ْ ْ َ َ َّ ٌ
ِ ‫ُم ِميالت َرؤَوْ َسهُن كأشنِ َم ِة البُخ‬ َ ْ
)‫(رواه مسلم‬

Artinya: “Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat
keduanya, yaitu 1) kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi yang
mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam, 2) perempuan-
perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang, yang cenderung kepada
perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka itu tidak bisa masuk
surga dan tidak akan mencium bau surga padahal bau surga itu dapat tercium
sejauh perjalanan demikian dan demikian.” (HR Muslim)

Ada dua maksud yang menjadi kesimpulan pada hadits ini, yaitu sebagai
berikut:

1.
1. Maksud kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi ialah perempuan-
perempuan yang suka menggunakan rambut sambungan (cemara dalam bahasa
jawa), dengan maksud agar rambutnya tampak banyak dan panjang
sebagaimana wanita lainnya. Selanjutnya, yang dimaksud rambutnya seperti
atau sebesar punuk unta adalah sebutan bagi wanita yang suka menyanggul
rambutnya. Kedua macam cara tersebut (memakai cemara dan menyanggul)
termasuk perkara yang tecela dalam Islam
2. Mereka dikatakan berpakaian karena memang mereka menempelkan pakaian
pada tubuhnya, tetapi pakaian tersebut tidak berfungsi sebagai penutup aurat.
Oleh karena itu, mereka dikatakan telanjang. Pada zaman modern seperti
sekarang ini, amat banyak manusia (perempuan) mengenakan pakaian yang
amat tipis sehingga warna kulitnya tampak jelas dari luar. Sementara itu banyak
pula perempuan yang memakai pakaian relatif tebal, namun karena sangat ketat
sehinga bentuk lekuk tubuhnya terlihat jelas. Kedua cara berpakaian seperti itu
(terlampau tipis dan ketat) termasuk perkara yang dilarang dalam Islam.

Ciri-ciri pakaian wanita Islam di luar rumah ialah:

* Pakaian itu haruslah menutup aurat sebagaimana yang dikehendaki syariat.


* Pakaian itu tidak terlalu tipis sehingga kelihatan bayang-bayang tubuh badan
dari luar.
* Pakaian itu tidak ketat atau sempit tapi longgar dan enak dipakai. la haruslah
menutup bagian-bagian bentuk badan yang menggiurkan nafsu laki-laki.
* Warna pakaian tsb suram atau gelap seperti hitam, kelabu asap atau perang.
* Pakaian itu tidak sekali-kali dipakai dengan bau-bauan yang harum
* Pakaian itu tdak ‘bertasyabbuh’ (bersamaan atau menyerupai)dengan pakaian
laki-laki yaitu tidak meniru-niru atau menyerupai pakaian laki-laki.
* Pakaian itu tidak menyerupai pakaian perempuan-perempuan kafir dan
musyrik.
* Pakaian itu bukanlah pakaian untuk bermegah-megah atau untuk menunjuk-
nunjuk atau berhias-hias.

Aurat perempuan yang merdeka (demikian juga khunsa) dalam sholat adalah
seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan yang lahir dan batin hingga
pergelangan tangannya. Oleh karena itu jika nampak rambut yang keluar ketika
sholat atau nampak batin telapak kaki ketika rukuk dan sujud, maka batallah
sholatnya.
Aurat perempuan merdeka di luar sholat Di hadapan laki-laki ajnabi atau bukan
muhram

Yaitu seluruh badan. Artinya, termasuklah muka, rambut, kedua telapak tangan
(lahir dan batin) dan kedua telapak kaki (lahir dan batin). Maka wajiblah
ditutup atau dilindungi seluruh badan dari pandangan laki-laki yang ajnabi
untuk mengelakkan dari fitnah. Demikian menurut mahzab Syafei.

Di hadapan perempuan yang kafir Auratnya adalah seperti aurat bekerja yaitu
seluruh badan kecuali kepala, muka, leher, dua telapak tangan sampai kedua
siku dan kedua telapak kakinya. Demikianlah juga aurat ketika di hadapan
perempuan yang tidak jelas pribadi atau wataknya atau perempuan yang rosak
akhlaknya.

Ketika sendirian, sesama perempuan dan laki-laki yang menjadi muhramnya


Auratnya adalah di antara pusat dan lutut Walau bagaimanapun, untuk menjaga
adab dan untuk memelihara dan berlakunya hal yang tidak diingini, maka
perlulah ditutup lebih dari itu agar tidak menggiurkan nafsu. Ini adalah penting
untuk menghindarkan fitnah.

Salah satu permasalahan yang kerap kali dialami oleh kebanyakan manusia
dalam kesehariannya adalah melepas dan memakai pakaian baik untuk tujuan
pencucian pakaian, tidur, atau yang selainnya. Sunnah-sunnah yang berkaitan
dengan melepas dan memakai pakaian adalah sebagai berikut : Mengucapkan
Bismillah. Hal itu diucapkan baik ketika melepas maupun memakai pakaian.
Imam An-Nawawy berkata : “Mengucapkan bismillah adalah sangat dianjurkan
dalam seluruh perbuatan”. Memulai Dengan Yang Sebelah Kanan Ketika Akan
Memakai Pakaian. Berdasarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Apabila
kalian memakai pakaian maka mulailah dengan yang sebelah kanan”.

c. Kaum Lelaki Dilarang Memakai Cincin Emas dan Pakaian Sutra

Dalam hal ini, cincin emas dan pakaian sutra yang dipakai oleh kaum lelaki,
Khalifah Ali r.a pernah berkata:

)‫اس ْال ُم َعصْ فَ ِر (رواه الطبرانى‬


ِ َ‫اس ْالقَسِّى َو ع َْن لِب‬
ِ َ‫ب َو ع َْن لِب‬ َّ ِ‫نَهَاتِى َرسُوْ ُل هللاِ ص م ع َِن التَّخَ تُ ِم ب‬
ِ َ‫الذه‬

Artinya: “ Rasulullah SAW pernah melarang aku memakai cincin emas dan
pakaian sutra serta pakaian yang dicelup dengan ashfar.” (HR Thabrani)

Yang dimaksud dengan ashfar ialah semacam wenter berwarna kuning yang
kebanyakan dipakai oleh wanita kafir pada zaman itu. Ibnu umar meriwayatkan
sebagai berikut:
‫ار فَالَ ت َْلبَ ْسهَا‬
ِ َّ‫ب ْال ُكف‬ َّ َ‫َرأَى َرسُوْ ُل هللاِ ص م َعل‬
ِ ‫ اِ َّن هَ ِذ ِه ِم ْن ثِيَا‬: ‫ي ثَوْ بَي ِْن ُم َعصْ فَ َري ِْن فَقَا َل‬

Artinya: “Rasulullah SAW pernah melihat aku memakai dua pakaian yang
dicelup dengn ashfar maka sabda beliau: Ini adalah pakaian orang-orang kafir,
oleh karena itu janganlah engkau pakai.”

Larangan bagi laki-laki memakai cincin emas dan pakaian dari sutra adalah
suatu didikan moral yang tinggi. Allah telah menciptakan kaum lelaki yang
memiliki naluri berbeda dengan perempuan, memiliki susunan tubuh yang
berbeda dengan tubuh perempuan. Lelaki memiliki naluri untuk melindungi
kaum perempuan yang relatif lemah kondosi fisiknya. Oleh sebab itu, sangat
tidak layak kiranya apabila lelaki meniru tingkah laku perempuan yang suka
berhias dan berpakaian indaah serta suka dimanja. Dari sisi lain, larangan ini
sekaligus sebagai upaya pencegahan terhadap sikap hidup bermewah-
mewahan, sementara masih banyak rakyat yang hidup dibawah garis
kemiskinan.

3. Tata Krama Berhias

Pada hakikatnya Islam mencintai keindahan selama keindahan tersebut masih


berada dalam batasan yang wajar dan tidak bertentangan dengan norma-norma
agama.

Beberapa ketentuan agama dalam masalah berhias ini antara lain sebagai
berikut:

1. Laki-laki dilarang memakai cincin emas

Sebagaimana larangan yang ditujukan oleh Rasulullah SAW terhadap Ali r.a

1. Jangan bertato dan mengikir gigi

Pada zaman jahiliyah banyak wanita Arab yang menato sebagian besar
tubuhnya, muka dan tangannya dengan warna biru dalam bentuk ukiran. Pada
zaman sekarang ini (khususnya di lingkungan masyrakat kita) bertato banyak
dilakukan oleh kaum lelaki. Dengan bertato ini, mereka merasa mempunyai
kelebihan dari orang lain.

Adapun yang dimaksud dengan mengikir gigi ialah memendekkan dan


merapikan gigi. Mengikir gigi banyak dilakukan oleh kaum perempuan dengan
maksud agar tampak rapi dan cantik. Rasulullah SAW bersabda;

)‫اش َرةَ َو ْال ُم ْشتَوْ ِش َرةَ (رواه الطبرانى‬ َ ‫اش َمةَ َو ْال ُم ْشتَوْ ِش َمةَ َو ْا‬
ِ ‫لو‬ ِ ‫لَ َعنَ َرسُوْ ُل هللاِ ص م اَ ْل َو‬
Artinya: “Rasulullah SAW melaknat perempuan yang menato dan yang minta
ditato, yang mengikir gigi dan yang minta dikikir giginya.” (HR At Thabrani)

1. Jangan menyambung rambut

Selain hadits yang tersebut didepan (dalam hal menyambung rambut) terdapat
pula riwayat sebagai berikut:

‫ا‬ggَ‫ ْع ُرهَا َواِنِّي زَ َّوجْ تُه‬g‫ق َش‬ ْ ‫ابَ ْتهَا ْال ِح‬g‫ص‬
َ ‫ا َ ْم َر‬gَ‫يَةُ ف‬g‫ص‬ ْ َ‫ال‬ggَ‫ي ص م فَق‬
َ َ‫ ِو ُل هللاِ اِ َّن ا ْبنَتِي ا‬g‫ا َر ُس‬ggَ‫ت ي‬ َّ ِ‫راَةَ النَّب‬g ْ َ‫َساَل‬
َ g‫ت اِ ْم‬
)‫صلَةَ (زواه البجارى‬ ْ
ِ ْ‫اصلَةَ َو ال ُم ْستَو‬ ْ
ِ ‫ لَ َعنَ هللاِ ال َو‬: ‫ال‬
َ َ‫ص ُل فِ ْي ِه؟ فَق‬ َ
ِ ‫اَفَأ‬

Artinya: “Seorang perempuan bertanya kepada nabi SAW: Ya Rasulullah,


sesunguhnya anak saya tertimpa suatu penyakit sehingga rontok rambutnya,
dan saya ingin menikahkan dia. Apakah boleh saya menyambung rambutnya?.
Rasulullah menjawab: Allah melaknat perempuan yang melaknat perempuan
yang melaknat rambutnya.” (HR Bukhari)

1. Jangan berlebih-lebihan dalam berhias

Berlebih lebihan ialah melewati datas yang wajar dalam menikmati yang halal.
Berhias secara berlebih-lebiha cenderung kepada sombong dan bermegah-
megahan yang sangat tercela dalam Islam. Setipa muslim dan muslimat harus
dapat menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat menyebabkan kesombongan,
baik dalam berpakaian maupun dalam berhias bentuk yang lain. Memoles
wajah dengan bahan make-up terlampau banyak serta menggunakan perhiasan
emas pada leher, kedua tangan dan kedua kaki secara mencolok termasuk
berlebih-lebihan. Perbuatan yang demikian itu tidak lain adalah bermaksud
untuk menarik perhatian pihak lain, terutama lawan jenisnya. Apabila yang
dimaksudkan adalah untuk menarik perhatian suaminya maka hal itu baik
untuk dilakukan. Akan tetapi, apabila yang dimaksud itu semua orang (selain
suami) maka hal itu termasuk perbuatan yang dialranga dalam Islam. Selain
menjurus kepada sikap sombong, berlebih-lebihan termasuk perbuatan tabzir,
sedangkan tabzir dilarang oleh Allah SWT. (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: “26) Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan


haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah
kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. 27) Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah
sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS Al Isra : 26-27)

Bertatakrama Dalam Bertamu dan Menerima Tamu

4. Tata Krama Bertamu


Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan yang
dianjurkan oleh Islam. Islam memberi kebebasan untuk umatnya dalam
bertamu. Tata krama dalam bertamu harus tetap dijaga agar tujuan bertamu itu
dapat tercapai. Apabila tata krama ini dilanggar maka tujuan bertamu itu justru
akan menjadi rusak, yakni merenggangnya hubungan persaudaran.. Islam telah
memberi bimbingan dalam bertamu, yaitu jangan bertamu pada tiga waktu
aurat.

Yang dimaksud dengan tiga waktu aurat ialah sehabis zuhur, sesudah isya’, dan
sebelum subuh. Allah SWT berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan


wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu,
meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum
sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah
hari dan sesudah sembahyang Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. Tidak ada
dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka
melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang
lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS An Nur : 58)

Ketiga waktu tersebut dikatakan sebagai waktu aurat karena waktu-waktu itu
biasanya digunakan. Lazimnya, orang yang beristirahat hanya mengenakan
pakaian yang sederhana (karena panas misalnya) sehingga sebagian dari
auratnya terbuka. Apabila budak dan anak-anak kecil saja diharuskan meminta
izin bila akan masuk ke kamar ayah dan ibunya, apalagi orang lain yang
bertamu. Bertamu pada waktu-waktu tersebut tidak mustahil justru akan
menyusahkan tuan rumah yang hendak istirahat, karena terpaksa harus
berpakaian rapi lagi untuk menerima kedatangan tamunya.

5. Cara Bertamu yang Baik

Cara bertamu yang baik menurut Islam antara lain sebagai berikut:

1. Berpakaian yang rapi dan pantas

Bertamu dengan memakai pakaian yang pantas berarti menghormati tuan


rumah dan dirinya sendiri. Tamu yang berpakaian rapi dan pantas akan lebih
dihormati oleh tuan rumah, demikian pula sebaliknya. Allah SWT berfirman:
(lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: “Jika kamu berbua baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu
sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu
sendiri….” (QS Al Isra : 7)
1. Memberi isyarat dan salam ketika datang

Allah SWT berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah


yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada
penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.”
(QS An Nur : 27)

Diriwayatkan bahwa:

‫ َذا‬g َ‫ رُجْ اِلَى ه‬g‫ اُ ْخ‬: ‫ ِه‬g‫ال النَّبِ ُّي ص م لِ َجا ِد ِم‬ َ َ‫ “اَلِجُ” فَق‬: ‫ال‬ َ َ‫ت فَق‬ ٍ ‫اِ َّن َر ُجالً اِ ْستَأْ َذنَ عَلى النَّبِ ِّي ص م َو هُ َو فِى بَ ْي‬
َ‫ا َ ِذن‬gَ‫لْ ” ف‬gg‫الَ ُم َعلَ ْي ُك ْم اَ اَ ْد ُخ‬g‫“الس‬
َّ ْ‫ل‬ggُ‫ لْ فَق‬g‫الرِّج‬
َ ُ‫ ِم َعه‬g‫لْ ” فَ َس‬gg‫الَ ُم َعلَ ْي ُك ْم اَ اَ ْد ُخ‬g‫“الس‬
َّ ْ‫ قُل‬: ُ‫اال ْستِأْ َذانَ فَقَ َل لَه‬
ِ ُ‫فَ َعلِّ ْمه‬
)‫َخَل (رواه ابو داود‬ َ ‫النَّبِ ُّي ص م قَ ْد د‬

Artinya: “Bahwasanya seorang laki-laki meminta izin ke rumah Nabi


Muhammad SAW sedangkan beliau ada di dalam rumah. Katanya: Bolehkah
aku masuk? Nabi SAW bersabda kepada pembantunya: temuilah orang itu dan
ajarkan kepadanya minta izin dan katakan kepadanya agar ia mengucapkan
“Assalmu alikum, bolehkah aku masuk” lelaki itu mendengar apa yang
diajarkan nabi, lalu ia berkata “Assalmu alikum, bolehkah aku masuk?” nabi
SAW memberi izin kepadanya maka masuklah ia. (HR Abu Daud)

1. Jangan mengintip ke dalam rumah

Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Dari Sahal bin Saad ia berkata: Ada
seorang lelaki mengintip dari sebuh lubang pintu rumah Rasulullah SAW dan
pada waktu itu beliau sedang menyisir rambutnya. Maka Rasulullah SAW
bersabda: “Jika aku tahu engkau mengintip, niscaya aku colok matamu.
Sesungguhnya Allah memerintahkanuntuk meminta izin itu adalah karena
untuk menjaga pandangan mata.” (HR Bukhari)

1. Minta izin masuk maksimal sebanyak tiga kali

Jika telah tiga namun belum ada jawaban dari tuan rumah, hendaknya pulang
dahulu dan datang pada lain kesempatan.

1. Memperkenalkan diri sebelum masuk

Apabila tuan rumah belum tahu/belum kenal, hendaknya tamu


memperkenalkan diri secara jelas, terutama jika bertamu pada malam hari.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits yang artinya: “dari Jabir ra Ia berkata: Aku
pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu aku mengetuk pintu rumah beliau.
Nabi SAW bertanya: “Siapakah itu?” Aku menjawab: “Saya” Beliau bersabda:
“Saya, saya…!” seakan-akan beliau marah” (HR Bukhari)

Kata “Saya” belum memberi kejelasan. Oleh sebab itu, tamu hendaknya
menyebutkan nama dirinya secara jelas sehingga tuan rumah tidak ragu lagi
untuk menerima kedatangannya

1. Tamu lelaki dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan rumah hanya
seorang wanita

Dalam hal ini, perempuan yang berada di rumah sendirian hendaknya juga
tidak memberi izin masuk tamunya. Mempersilahkan tamu lelaki ke dalam
rumah sedangkan ia hanya seorang diri sama halnya mengundang bahay bagi
dirinya sendiri. Oleh sebab itu, tamu cukup ditemui diluar saja.

1. Masuk dan duduk dengan sopan

Setelah tuan rumah mempersilahkan untuk masuk, hendajnya tamu masuk dan
duduk dengan sopan di tempat duduk yang telah disediakan. Tamu hendaknya
membatasi diri, tidak memandang kemana-mana secara bebas. Pandangan yang
tidak dibatasi (terutama bagi tamu asing) dapat menimbulkan kecurigaan bagi
tuan rumah. Tamu dapat dinilai sebagai orang yang tidak sopan, bahkan dapat
pula dikira sebagai orang jahat yang mencari-cari kesempatan. Apabila tamu
tertarik kepada sesuatu (hiasan dinding misalnya), lebih ia berterus terang
kepada tuan rumah bahwa ia tertarik dan ingin memperhatikannya.

1. Menerima jamuan tuan rumah dengan senang hati

Apabila tuan rumah memberikan jamuan, hendaknya tamu menerima jamuan


tersebut dengan senang hati, tidak menampakkan sikap tidak senang terhadap
jamuan itu. Jika sekiranya tidak suka dengan jamuan tersebut, sebaiknya
berterus terang bahwa dirinya tidak terbiasa menikmati makanan atau minuman
seperti itu. Jika tuan rumah telah mempersilahkan untuk menikmati, tamu
sebaiknya segera menikmatinya, tidak usah menunggu sampai berkali-kali tuan
rumah mempersilahkan dirinya.

1. Mulailah makan dengan membaca basmalah dan diakhiri dengan membaca


hamdalah

Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang artinya: “Jika seseorang diantara
kamu hendak makan maka sebutlah nama Allah, jika lupa menyebut nama
Allah pada awalnya, hendaklah membaca: Bismillahi awwaluhu waakhiruhu.” (
HR Abu Daud dan Turmudzi)
1. Makanlah dengan tangan kanan, ambilah yang terdekat dan jangan memili

Islam telah memberi tuntunan bahwa makan dan minum hendaknya dilakukan
dengan tangan kanan, tidak sopan dengan tangan kiri (kecuali tangan kanan
berhalangan). Cara seperti ini tidak hanya dilakukan saat bertamu saja.
Mkelainkan dalam berbagai suasana, baik di rumah sendiri maupun di rumah
orang lain

1. Bersihkan piring, jangan biarkan sisa makanan berceceran

Sementara ada orang yang merasa malu apabila piring yang habis digunakan
untuk makan tampak bersih, tidak ada makann yang tersisa padanya. Mereka
khawatir dinilai terlalu lahap. Islam memberi tuntunan yang lebih bagus, tidak
sekedar mengikuti perasaan manusia yang terkadang keliru. Tamu yang
menggunakan piring untuk menikmati hidangan tuan rumah, hendaknya piring
tersebut bersih dari sisa makanan. Tidak perlu menyisakan makanan pada pring
yang bekas dipakainya yang terkadang menimbulkan rasa jijik bagi yang
melihatnya.

1. Segeralah pulang setelah selesai urusan

Kesempatan bertamu dapat digunakan untuk membicarakan berbagai


permasalahan hidup. Namun demikian, pembicaraan harus dibatasi tentang
permasalahan yang penting saja, sesuai tujuan berkunjung. Hendaknya
dihindari pembicraan yang tidak ada ujung pangkalnya, terlebih membicarakan
orang lain. Tamu yang bijaksana tidak suka memperpanjang waktu
kunjungannya, ia tanggap terhadap sikap tuan rumah. Apabila tuan rumah tekah
memperhatikan jam, hendaknya tamu segera pamit karena mungkin sekali tuan
rumah akan segera pergi atau mengurus masalah lain. Apabila tuan ruamh
menghendaki tamunya untuk tetap tinggal dahulu, hendaknya tamu pandai-
pandai membaca situasi, apakah permintaan itu sungguh-sungguh atau hanya
sekadar pemanis suasana. Apabila permintaan itu sungguh-sungguh maka tiada
salah jika tamu memperpanjang masa kunjungannya sesuai batas kewajaran.

6. Lama Waktu Bertamu Maksimal Tiga Hari Tiga Malam

Terhadap tamu yang jauh tempat tinggalnya, Islam memberi kelonggaran


bertamu selama tiga hari tiga malam. Waktu twersebut dikatakan sebagai hak
bertamu. Setelah waktu itu berlalu maka habislah hak untuk bertamu, kecuali
jika tuan rumah menghendakinya. Dengan pembatasan waktu tiga hari tiga
malam itu, beban tuan rumah tidak telampau berat dalam menjamu tamuhnya.

7. Tata Krama Menerima Tamu


a. Kewajiban Menerima Tamu

Sebagai agama yang sempurna, Islam juga memberi tuntunan bagi uamtnya
dalam menerima tamu. Demikian pentingnya masalah ini (menerima tamu)
sehingga Rasulullah SAW menjadikannya sebagai ukuran kesempurnaan iman.
Artinya, salah satu tolak ukur kesempurnaan iman seseorang ialah sikap dalam
menerima tamu. Sabda Rasulullah SAW:

َ ‫َم ْن َكاَنَ ي ُْؤ ِمنُ بِا هللاِ َو ْاليَوْ ِم االَ ِخ ِر فَ ْاليُ ْك ِر ْم‬
)‫ض ْيفَهُ (رواه البخارى‬

Artinya: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia
memuliakan tamunya.” (HR Bukhari)

b. Cara Menerima Tamu yang Baik

1) Berpakaian yang pantas

Sebagaimana orang yang bertamu, tuan rumah hendaknya mengenakan pakaian


yang pantas pula dalam menerima kedatangan tamunya. Berpakaian pantas
dalam menerima kedatangan tamu berarti menghormati tamu dan dirinya
sendiri. Islam menghargai kepada seorang yang berpakaian rapih, bersih dan
sopan. Rasululah SAW bersabda yang artinya: “Makan dan Minunmlah kamu,
bersedekahlah kamu dan berpakaianlah kamu, tetapi tidak dengan sombong dan
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah amat senang melihat bekas nikmatnya
pada hambanya.” (HR Baihaqi)

2) Menerima tamu dengan sikap yang baik

Tuan rumah hendaknya menerima kedatangan tamu dengan sikap yang baik,
misalnya dengan wajah yang cerah, muka senyum dan sebagainya. Sekali-kali
jangan acuh, apalagi memalingkan muka dan tidak mau memandangnmya
secara wajar. Memalingkan muka atau tidak melihat kepada tamu berarti suatu
sikap sombong yang harus dijauhi sejauh-jauhnya.

3) Menjamu tamu sesuai kemampuan

Termasuk salah satu cara menghormati tamu ialah memberi jamuan kepadanya.

4) Tidak perlu mengada-adakan

Kewajiban menjamu tamu yang ditentukan oleh Islam hanyalah sebatas


kemampuan tuan rumah. Oleh sebab itu, tuan rumah tidak perlu terlalu repot
dalam menjamu tamunya. Bagi tuan rumah yang mampu hendaknya
menyediakan jamuan yang pantas, sedangkan bagi yang kurang mampu
henaknya menyesuaikan kesanggupannya. Jika hanya mampu memberikan air
putih maka air putih itulah yang disuguhkan. Apabila air putih tidak ada,
cukuplah menjamu tamunya dengan senyum dan sikap yang ramah

5) Lama waktu

Sesuai dengan hak tamu, kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari,
termasuk hari istimewanya. Selebihnya dari waktu itu adalah sedekah baginya.
Sabda Rasulullah SAW:

)‫ص َدقَةُ َعلَ ْي ِه (متفق عليه‬


َ ‫اَلضِّ يَافَةُ ثَالَثَةُ اَي ٍَّام فَ َما َكانَ َو َرا َء َذالِكَ فَه َُو‬

Artinya: “ Menghormati tamu itu sampai tiga hari. Adapun selebihnya adalah
merupakan sedekah baginya,.” (HR Muttafaqu Alaihi)

6) Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu pulang

Salah satu cara terpuji yang dapat menyenangkan tamu adalah apabila tuan
rumah mengantarkan tamunya sampai ke pintu halaman. Tamu akan merasa
lebih semangat karena merasa dihormati tuan rumah dan kehadirannya diterima
dengan baik.

c. Wanita yang sendirian di rumah dilarang menerima tamu laki-laki masuk ke


dalam rumahnya tanpa izin suaminya

Larangan ini bermaksud untuk menjaga fitnah dan bahaya yang mungkin
terjadi atas diri wanita tersebut. Allah berfirman: (lihat al-qur’an onlines di
google)

Artinya: ”…Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada SAW lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena SAW telah memelihara
(mereka)…” (QS An Nisa : 34

Rasulullah SAW bersabda;

ِ ‫ئُوْ لَةٌ ع َْن َر‬g‫ت زَ وْ ِجهَا َو ِه َي َم ْس‬


‫و داود و‬gg‫لم و اب‬gg‫ارى و مس‬gg‫د و البج‬gg‫ا (رواه احم‬ggَ‫اعيَتِه‬ ِ ‫اَ ْل َمرْ أَةُ َر‬
ِ ‫اعيَةٌ فِى بَ ْي‬
)‫الترمدى و ابن عمر‬

Artinya: “ Wanita itu adalah (ibarat) pengembala di rumah suaminya. Dia akan
ditanya tentang pengembalaannya (dimintai pertanggung jawaban).” (HR
Ahmad, bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Umar)

Oleh sebab itu, tamu lelaki cukup ditemui diluar rumah saja, atau diminta
datang lagi (jika perlu) saat suaminya telah pulang bekerja. Membiarkan tamu
lelaki masuk ke dalam rumah padahal dia (wanita tersebut) hany seorang diri,
sama saja dengan membuka peluang besar akan timbulnya bahaya bagi diri
sendiri. Bahaya yang dimaksud dapat berupa hilangnya harta dan mungkin
sekali akan timbul fitnah yang mengancam kelestarian rumah tangganya.

Sumber
http://islami-mp3indo.blogspot.co.id/p/tata-cara-dalam-islam.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai