A. Adab Berpakaian
Islam melarang umatnya berpakaian terlalu tipis atau ketat (sempit sehingga membentuk
tubuhnya yang asli). Kendati pun fungsi utama (sebagai penutup aurat) telah dipenuhi,
namun apabila pakaian tersebut dibuat secara ketat (sempit) maka hal itu dilarang oleh
Islam. Demikian juga halnya pakaian yang terlalu tipis. Pakaian yang ketat akan
menampilkan bentuk tubuh pemakainya, sedangkan pakaian yang terlalu tipis akan
menampakkan warna kulit pemakainya. Kedua cara tersebut dilarang oleh Islam karena
hanya akan menarik perhatian dan menggugah nafsu syahwat bagi lawan jenisnya. Dalam
hal ini Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya, yaitu 1)
kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang
(penguasa yang kejam, 2) perempuan-perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang, yang
cenderung kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka itu tidak bisa
masuk surga dan tidak akan mencium bau surga padahal bau surga itu dapat tercium sejauh
perjalanan demikian dan demikian.” (HR Muslim)
Ada dua maksud yang menjadi kesimpulan pada hadits ini, yaitu sebagai berikut:
Maksud kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi ialah perempuan-perempuan
yang suka menggunakan rambut sambungan (cemara dalam bahasa jawa), dengan maksud
agar rambutnya tampak banyak dan panjang sebagaimana wanita lainnya. Selanjutnya,
yang dimaksud rambutnya seperti atau sebesar punuk unta adalah sebutan bagi wanita
yang suka menyanggul rambutnya. Kedua macam cara tersebut (memakai cemara dan
menyanggul) termasuk perkara yang tecela dalam Islam
Mereka dikatakan berpakaian karena memang mereka menempelkan pakaian pada
tubuhnya, tetapi pakaian tersebut tidak berfungsi sebagai penutup aurat. Oleh karena itu,
mereka dikatakan telanjang. Pada zaman modern seperti sekarang ini, amat banyak
manusia (perempuan) mengenakan pakaian yang amat tipis sehingga warna kulitnya
tampak jelas dari luar. Sementara itu banyak pula perempuan yang memakai pakaian relatif
tebal, namun karena sangat ketat sehinga bentuk lekuk tubuhnya terlihat jelas. Kedua cara
berpakaian seperti itu (terlampau tipis dan ketat) termasuk perkara yang dilarang dalam
Islam.
Ciri-ciri pakaian wanita Islam di luar rumah ialah:
Yaitu seluruh badan. Artinya, termasuklah muka, rambut, kedua telapak tangan (lahir dan
batin) dan kedua telapak kaki (lahir dan batin). Maka wajiblah ditutup atau dilindungi seluruh
badan dari pandangan laki-laki yang ajnabi untuk mengelakkan dari fitnah. Demikian
menurut mahzab Syafei.
Di hadapan perempuan yang kafir Auratnya adalah seperti aurat bekerja yaitu seluruh badan
kecuali kepala, muka, leher, dua telapak tangan sampai kedua siku dan kedua telapak
kakinya. Demikianlah juga aurat ketika di hadapan perempuan yang tidak jelas pribadi atau
wataknya atau perempuan yang rosak akhlaknya.
Ketika sendirian, sesama perempuan dan laki-laki yang menjadi muhramnya Auratnya
adalah di antara pusat dan lutut Walau bagaimanapun, untuk menjaga adab dan untuk
memelihara dan berlakunya hal yang tidak diingini, maka perlulah ditutup lebih dari itu agar
tidak menggiurkan nafsu. Ini adalah penting untuk menghindarkan fitnah.
Salah satu permasalahan yang kerap kali dialami oleh kebanyakan manusia dalam
kesehariannya adalah melepas dan memakai pakaian baik untuk tujuan pencucian pakaian,
tidur, atau yang selainnya. Sunnah-sunnah yang berkaitan dengan melepas dan memakai
pakaian adalah sebagai berikut : Mengucapkan Bismillah. Hal itu diucapkan baik ketika
melepas maupun memakai pakaian. Imam An-Nawawy berkata : “Mengucapkan bismillah
adalah sangat dianjurkan dalam seluruh perbuatan”. Memulai Dengan Yang Sebelah Kanan
Ketika Akan Memakai Pakaian. Berdasarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Apabila
kalian memakai pakaian maka mulailah dengan yang sebelah kanan”.
c. Kaum Lelaki Dilarang Memakai Cincin Emas dan Pakaian Sutra
Dalam hal ini, cincin emas dan pakaian sutra yang dipakai oleh kaum lelaki, Khalifah Ali r.a
pernah berkata:
Artinya: “ Rasulullah SAW pernah melarang aku memakai cincin emas dan pakaian sutra
serta pakaian yang dicelup dengan ashfar.” (HR Thabrani)
Yang dimaksud dengan ashfar ialah semacam wenter berwarna kuning yang kebanyakan
dipakai oleh wanita kafir pada zaman itu. Ibnu umar meriwayatkan sebagai berikut:
ِ ب ْال ُك َّف
ار َفالَ َت ْل َبسْ َها ِ َرَأى َرس ُْو ُل
ِ هللا ص م َع َليَّ َث ْو َبي
ِ ْن م َُعصْ َف َري
ِ اِنَّ َه ِذ ِه مِنْ ِث َيا: ْن َف َقا َل
Artinya: “Rasulullah SAW pernah melihat aku memakai dua pakaian yang dicelup dengn
ashfar maka sabda beliau: Ini adalah pakaian orang-orang kafir, oleh karena itu janganlah
engkau pakai.”
Larangan bagi laki-laki memakai cincin emas dan pakaian dari sutra adalah suatu didikan
moral yang tinggi. Allah telah menciptakan kaum lelaki yang memiliki naluri berbeda dengan
perempuan, memiliki susunan tubuh yang berbeda dengan tubuh perempuan. Lelaki
memiliki naluri untuk melindungi kaum perempuan yang relatif lemah kondosi fisiknya. Oleh
sebab itu, sangat tidak layak kiranya apabila lelaki meniru tingkah laku perempuan yang
suka berhias dan berpakaian indaah serta suka dimanja. Dari sisi lain, larangan ini sekaligus
sebagai upaya pencegahan terhadap sikap hidup bermewah-mewahan, sementara masih
banyak rakyat yang hidup dibawah garis kemiskinan.
b. Berpakaian tidak hanyaa sekedar menutup aurat, tetapi juga jangan ketat dan transparan.
f. Tidak berpakaian yang bergambar makhluk hidup atau ada simbol agama non-muslim.
B. Adab Berhias
Berhias adalah naluri yang dimiliki oleh setiap manusia. Berhias telah menjadi kebutuhan
dasar manusia sesuai dengan tingkat peradaban, dan tingkat sosial. Berhias dalam ajaran
Islam bertujuan untuk ibadah dan mencari ridha Allah. Berhias dalam Bahasa Arab disebut
dengan kata “tazayyana-yatazayyanu”. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, berhias diartikan; “usaha memperelok diri dengan pakaian ataupun lainnya yang
indah-indah, berdandan dengan dandanan yang indah dan menarik.”
Secara istilah berhias dapat dimaknai sebagai upaya setiap orang untuk memperindah diri
dengan berbagai busana, hiasan ataupun yang lain dan dapat memperindah diri bagi
pemakainya, sehingga memunculkan kesan indah bagi yang menyaksikan serta menambah
rasa percaya diri.
Pada hakekatnya berhias itu dapat dikatagorikan sebagai akhlak terpuji sebagai perbuatan
yang dibolehkan bahkan dianjurkan, selama tidak bertentangan dengan prinsip dasar Islam.
َُۡ
ُت َ َل ْ َواوُ َبر ۡشٱ َ ْ َواوُ لُ َك َو ٖد ِج َۡس َم ِ لُ َكدن ۡ َِع ُم َك َت ِني ْ َزاوُ ُذ َخ َمداَ َء ِي َن ََٰبي ْٗۚ ٱۡلَ ُّب ِ ُح َي َلۥ ُههن ََِإ ا وُ فِر
َ ۡس
َ ِنيفِر
ۡس
َ
Artinya : “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid
makan, minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-A’rāf [7]: 31) Nabi Muhammad Saw. menyampaikan
bahwa sesungguhnya Allah itu Indah dan menyukai keindahan. Untuk itu, sebagai umat
Islam harus berusaha supaya dapat menjaga keindahan.
Pada masyarakat yang sudah maju peradabanya, mode pakaian ataupun berdandan sangat
diperhatikan. Berhias juga mencakup penggunaan bahan ataupun alat tertentu untuk
melengkapi dandanan dan penampilan mulai dari bedak, make up, semir rambut, parfum,
wewangian dan sejenisnya. Dalam ajaran Islam, perhiasan tidak sebatas pada penggunaan
pakaian, tetapi mencakup keseluruhan piranti (alat) aksesoris yang lazim digunakan untuk
mempercantik diri, mulai dari kalung, gelang, anting-anting, bross dan lainnya.
Ada beberapa barang perhiasan yang dihalalkan untuk kaum perempuan tetapi diharamkan
untuk kaum laki-laki, di antaranya adalah emas dan sutera asli. Nabi Muhammad Saw.
pernah melihat seorang laki-laki memakai cincin emas di tangannya, kemudian Nabi
melepaskan cincin emas itu dan meletakkanya di sebelah kirinya, seraya bersabda: ”Salah
seorang di antara kalian sengaja mengambil bara api neraka dan meletakkan ditangannya.
Setelah Rasulullah pun pergi, Para sahabat berkata kepada lelaki tersebut, Ambillah
cincinmu itu dan manfaatkanlah, lelaki itu menjawab,’Tidak, demi Allah aku tidak akan
mengambilnya setelah Rasulullah Shallallhu alaihi wa sallam mencapakkannya” (HR.
Muslim)
Rambu-rambu yang harus ditaati oleh seorang muslim dalam berhias antara lain:
a. Niat yang lurus, yaitu berhias hanya untuk beribadah, artinya segala bentuk kegiatan
berhias diorientasikan sebagai bentuk nyata bersyukur atas nikmat dan bertujuan untuk
mendekatkan diri kepada Allah.
Al-Qur’an sudah menjelaskan tentang etika berhias sebagaimana ditegaskan dalam firman
Allah berikut:
Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur manusia dalam segala aspeknya.
Ajaran Islam bukannya hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah (hablum minallah)
tetapi juga mengatur hubungan dengan sesamanya (hablum minannas).
Tidak boleh seorang muslim atau muslimah dalam berhias hanya mementingkan mode atau
adat yang berlaku di suatu masyarakat, sementara batasan-batasan yang sudah ditentukan
agama ditinggalkan. Seorang muslim ataupun muslimah yang berhias (berdandan) sesuai
ketentuan Islam, maka sesungguhnya telah menegaskan jati dirinya sebagai mukmin
ataupun muslim. Seorang yang berhias secara Islami akan merasa nyaman dan percaya diri
dengan dandanannya yang telah mendapatkan jaminan halal secara hukum. Sehingga apa
yang dilakukan akan menjadi motivasi untuk menghasilkan karya yang bermanfaat bagi
sesamanya. Tidak
Berhias secara Islami akan memberikan pengaruh positif dalam berbagai aspek kehidupan,
karena niat berhias adalah untuk ibadah, maka segala aktifitas berhias yang dilakukan
seorang muslim akan menjadi jalan untuk mendapatkan barakah dan pahala dari Allah Swt.
4. Membiasakan Adab Berhias
Sejak awal agama Islam telah menanamkan kesadaran akan kewajiban pemeluknya untuk
menjaga sopan santun dalam kaitannya dengan berhias ataupun berdandan, dengan cara
menentukan bahan, bentuk, ukuran dan batasan aurat yang harus dijaga
Islam memerintahkan berhias yang baik, bagus, dan indah sesuai dengan kemampuan
masing-masing. Dalam pengertian bahwa, perhiasan tersebut dapat memenuhi hajat tujuan
berhias, yaitu mempercantik atau memperelok diri dengan dandanan yang baik dan indah.
Islam mengajarkan untuk hidup secara wajar, berpakaian secara wajar, berhias secara
lazim, jangan kurang dan jangan berlebihan. Ada beberapa hal yang diharamkan dalam
perhiasan:
a. Bagi laki-laki memakai emas dan sutera.
b. Pakaian yang mempertajam bagian tubuh (pakaian ketat)
c. Laki-laki menyerupai wanita dan wanita menyerupai laki-laki.
d. Pakaian yang berlebih-lebihan dan untuk kesombongan.
e. Tato dan mengikir gigi.
f. Menipiskan alis.
g. Menyambung rambut.
Karena itu setiap pribadi muslim haruslah membiasakan diri untuk berpenampilan yang baik,
bagus, indah dan meyakinkan, tidak menyombongkan diri, tidak angkuh, tetapi tetap
sederhana dan penuh kebersahajaan sebagai wujud konsistensi terhadap ajaran Islam.
Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan yang dianjurkan oleh
Islam. Islam memberi kebebasan untuk umatnya dalam bertamu. Tata krama dalam bertamu
harus tetap dijaga agar tujuan bertamu itu dapat tercapai. Apabila tata krama ini dilanggar
maka tujuan bertamu itu justru akan menjadi rusak, yakni merenggangnya hubungan
persaudaran.. Islam telah memberi bimbingan dalam bertamu, yaitu jangan bertamu pada
tiga waktu aurat.
Yang dimaksud dengan tiga waktu aurat ialah sehabis zuhur, sesudah isya’, dan sebelum
subuh. Allah SWT berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang
kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu
tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan
pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi
kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu.
Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain).
Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. (QS An Nur : 58)
Ketiga waktu tersebut dikatakan sebagai waktu aurat karena waktu-waktu itu biasanya
digunakan. Lazimnya, orang yang beristirahat hanya mengenakan pakaian yang sederhana
(karena panas misalnya) sehingga sebagian dari auratnya terbuka. Apabila budak dan
anak-anak kecil saja diharuskan meminta izin bila akan masuk ke kamar ayah dan ibunya,
apalagi orang lain yang bertamu. Bertamu pada waktu-waktu tersebut tidak mustahil justru
akan menyusahkan tuan rumah yang hendak istirahat, karena terpaksa harus berpakaian
rapi lagi untuk menerima kedatangan tamunya.
Cara bertamu yang baik menurut Islam antara lain sebagai berikut:
Artinya: “Jika kamu berbua baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika
kamu berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri….” (QS Al Isra : 7)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan
rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian
itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS An Nur : 27)
Diriwayatkan bahwa:
َ ا ُ ْخرُجْ ِا َلى َه َذا َف َعلِّمْ ُه االِسْ ِتْأ َذ: “اَلِجُ” َف َقا َل ال َّن ِبيُّ ص م ل َِجا ِد ِم ِه: ت َف َقا َل
قُ ْل: ان َف َق َل َل ُه ٍ اِنَّ َر ُجالً اِسْ َتْأ َذ َن َعلى ال َّن ِبيِّ ص م َو ه َُو فِى َب ْي
)“ال َّسالَ ُم َع َل ْي ُك ْم اَ اَ ْد ُخلْ” َف َسم َِع ُه الرِّ َج ْل َفقُ ْل “ال َّسالَ ُم َع َل ْي ُك ْم اَ اَ ْد ُخلْ” َفاَذ َِن ال َّن ِبيُّ ص م َق ْد دَ َخ َل (رواه ابو داود
Artinya: “Bahwasanya seorang laki-laki meminta izin ke rumah Nabi Muhammad SAW
sedangkan beliau ada di dalam rumah. Katanya: Bolehkah aku masuk? Nabi SAW bersabda
kepada pembantunya: temuilah orang itu dan ajarkan kepadanya minta izin dan katakan
kepadanya agar ia mengucapkan “Assalmu alikum, bolehkah aku masuk” lelaki itu
mendengar apa yang diajarkan nabi, lalu ia berkata “Assalmu alikum, bolehkah aku masuk?”
nabi SAW memberi izin kepadanya maka masuklah ia. (HR Abu Daud)
menikmati makanan atau minuman seperti itu. Jika tuan rumah telah mempersilahkan untuk
menikmati, tamu sebaiknya segera menikmatinya, tidak usah menunggu sampai berkali-kali
tuan rumah mempersilahkan dirinya.
Mulailah makan dengan membaca basmalah dan diakhiri dengan membaca hamdalah
Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang artinya: “Jika seseorang diantara kamu
hendak makan maka sebutlah nama Allah, jika lupa menyebut nama Allah pada awalnya,
hendaklah membaca: Bismillahi awwaluhu waakhiruhu.” ( HR Abu Daud dan Turmudzi)
Makanlah dengan tangan kanan, ambilah yang terdekat dan jangan memili
Islam telah memberi tuntunan bahwa makan dan minum hendaknya dilakukan dengan
tangan kanan, tidak sopan dengan tangan kiri (kecuali tangan kanan berhalangan). Cara
seperti ini tidak hanya dilakukan saat bertamu saja. Mkelainkan dalam berbagai suasana,
baik di rumah sendiri maupun di rumah orang lain
c. Lama waktu
Sesuai dengan hak tamu, kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari, termasuk hari
istimewanya. Selebihnya dari waktu itu adalah sedekah baginya. Sabda Rasulullah SAW:
Salah satu cara terpuji yang dapat menyenangkan tamu adalah apabila tuan rumah
mengantarkan tamunya sampai ke pintu halaman. Tamu akan merasa lebih semangat
karena merasa dihormati tuan rumah dan kehadirannya diterima dengan baik.
c. Wanita yang sendirian di rumah dilarang menerima tamu laki-laki masuk ke dalam
rumahnya tanpa izin suaminya
Larangan ini bermaksud untuk menjaga fitnah dan bahaya yang mungkin terjadi atas diri
wanita tersebut. Allah berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)
Artinya: ”…Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada SAW lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena SAW telah memelihara (mereka)…” (QS An Nisa : 34
ِي َمسْ ُئ ْو َل ٌة َعنْ َراعِ َي ِت َها (رواه احمد و البجارى و مسلم و ابو داود و الترمدى و ابن عمر ِ )اَ ْل َمرْ َأةُ َراعِ َي ٌة فِى َب ْي
َ ت َز ْو ِج َها َو ه
Artinya: “ Wanita itu adalah (ibarat) pengembala di rumah suaminya. Dia akan ditanya
tentang pengembalaannya (dimintai pertanggung jawaban).” (HR Ahmad, bukhari, Muslim,
Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Umar)
Oleh sebab itu, tamu lelaki cukup ditemui diluar rumah saja, atau diminta datang lagi (jika
perlu) saat suaminya telah pulang bekerja. Membiarkan tamu lelaki masuk ke dalam rumah
padahal dia (wanita tersebut) hany seorang diri, sama saja dengan membuka peluang besar
akan timbulnya bahaya bagi diri sendiri. Bahaya yang dimaksud dapat berupa hilangnya
harta dan mungkin sekali akan timbul fitnah yang mengancam kelestarian rumah tangganya.