Di
S
U
S
U
N
OLEH
RAMAWATI
Guru mapel
Ustazah wardah
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul Jilbab Mahkota Akhwat. Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas
Mata Pelajaran.
Dalam menyusun makalah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Bapak/Ibu Dosen selaku Dosen Mata Pelajaran
2. Orang tua tercinta yang selalu mendukung, mendoakan, dan memberikan
bantuan baik moral maupun materil.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
guna menyempurnakan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar .... i
Daftar Isi . ii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah .. 3
Bab II Pembahasan
4
7
8
11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, pemakaian jilbab dalam arti pakaian yang menutup seluruh tubuh
wanita atau busana muslimah kecuali wajah dan tangannya yang pernah menurun
dalam banyak masyarakat Islam sejak akhir abad ke-19, kembali marak sekitar dua
puluh tahun terakhir ini dan kelihatannya dari hari ke hari semakin banyak peminatnya
di tanah air. Ini dapat dilihat dari betapa banyak nya para remaja yang mengenakan
jilbab pergi ke sekolah. Demikian jugA, hampir setiap perguruan tinggi baik negeri
maupun swasta makin merebakpemakaian jilbab, termasukdi kantor-kantor,instansi
pemerintah maupun swasta,yang tak sungkan-sungkan lagi mengenakan busana
muslimah.Ini merupakan pemandanganyang tampaknyamenandai era baru Islam di
Indonesia. Persoalan tersebut menjadi semakin marak dan mendunia setelah pemerintah
Perancis merencanakan bahkan kini menetapkan larangan penggunaan simbol-simbol
agama di Perancis, dan salah satu diantaranya yang mereka nilai sebagai simbol agama
adalah jilbab. Pro kontra tentang kebijakan itu lahir bukan saja di Prancis tetapi banyak
dibelahan dunia. 1
Banyak analisa yang muncul tentang faktor-faktor yang mendukung tersebarnya
fenomena berjilbab dikalangan kaum muslimat. Kita tidak dapat menyangkal bahwa
mengentalnya kesadaran beragama merupakan salah satu faktor utamanya, namun itu
bukanlah satu-satunya faktor. Karena, alasan pemakaian atau gerak-gerik yang
diperagakannya seringkali tidak sejalan dengan tuntutan agama dan budaya masyarakat
Islam. Disini jilbab mereka pakai bukan sebagai tuntutan agama, tetapi sebagai salah
satu mode berpakaian.
Salah satu faktor yang diduga sebagai pendorong maraknya pemakaian jilbab
adalah faktor ekonomi. Mahalnya salon-salon serta tuntutan gerak cepat dan praktis,
menjadikan untuk sementara perempuan memilih jalan pintas dengan mengenakan
jilbab. Boleh jadi juga maraknya berjilbab itu sebagai sikap penentangan terhadap
dunia Barat yang sering kali menggunakan standar ganda sambil melecehkan umat
1 M. Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah (Jakarta: Lentera Hati, 2004),2.
Islam dengan agamanya. Memang, sikap demikian dapat lahir dari siapa pun yang
tersinggung kehormatannya.2
Ada juga yang menduga bahwa pemakaian jilbab adalah simbol pandangan
politik guna membedakan sementara wanita yang berada dibawah panji-panji kelompok
itu dengan wanita-wanita yang lain atau non muslimah. Lalu kelompok-kelompok ini
berpegang teguh dengannya dan memberinya corak keagamaan, sebagaimana dilakukan
sementara pria yang memakai pakaian longgar dan panjang (ala Mesir) atau ala Saudi
Arabia atau ala India dan Pakistan dan menduga bahwa itru adalah pakaian Islami.
Sampai hari ini persepsi orang tentang busana muslimah (jilbab) terbagi dalam
dua kelompok. Kelompok pertama yang nampaknya kelompok mayoritas adalah
kelompok perempuan Islam yang sesantiasa mengikuti perkembangan mode tanpa
mempedulikan ketentuan-ketentuan syariat dalam hal menutup aurat. Mereka
persepsikan bahwa busana muslimah itu kuno, out of date, ketinggalan zaman dan
sebutan-sebutan lain yang kurang simpatik. Kemompok kedua mencakup perempuanperempuan yang menggunakan busana muslimah secara kaku tanpa mempedulikan
bahkan menafikan, pentingnya mode busana, karena selama ini mode mengandung
konotasi jahili. Diantara kelompok-kelompok ini adalah wanita-wanita Islam yang
merasa terpanggil untuk berbusana muslimah sesuai dengan tuntutan syariat, tetapi
tidak siap menjauhkan diri dari mode busana yang tengah berkembang.3
Sebagai agama universal, Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw
merupakan suatu sistem hidup yang lengkap dan senantiasa memberikan pedoman
hidup kepada umatnya mulai dari paling dasar hingga paling puncak. Oleh karena itu,
Islam bukan suatu agama yang hanya terletak dalam kehidupan pribadi yang sematamata mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya sebagaimana konsepsi agamaagama selain Islam, melainkan memberikan pedoman hidup yang utuh dan menyeluruh,
jasmani ruhani, material spiritual, individual sosial, duniawi dan ukhrawi. Tak
berlebihan kiranya bila Gibb (1973:12) mengatakan bahwa Islam is indeed much more
than a system of teology, it is complete civillzation.4
2 Rauf Shalabi>, Shaykh al-Islam Abd al-Hamid (Kuwait: Dar al-Qalam, 1982), 633-
634.
3 Nina Sutiretna, Anggun Berjilbab (Bandung: Mizan, 1993), 7.
Sebagai sistem hidup yang lengkap, Islam memberikan berbagai formula untuk
dijadikan pegangan, seperti dalam berpolitik, menata struktur kemasyarakatan,
mengendalikan laju sirkulasi ekonomi, menentukan sistem pendidikan dan membina
kebudayaan yang luhur.
Demikian juga dalam masalah tata busana, dalam ajaran Islam, pakaian bukan
semata-mata masalah kultural, namun lebih jauh dari itu merupakan tindakan ritual dan
sakral yang dijanjikan pahala saebagai imbalannya oleh Allah Swt, bagi yang
mengenakan secara benar. Oleh karena itu, dalam masalah pakaian, Islam menetapkan
batasan-batasan tertentu untuk laki-laki dan perempuan. Khusus untuk perempuan,
Islam mempunyai busana tersendiri yang khas, yang akan menunjukkan jati dirinya
sebagai seorang muslimah. Dengan demikian, busana muslimah merupakan pakaian
abadi, busana sepanjang zaman, yang akan tetap hadir ditengah-tengan revolusi dan
reinkarnasi mode busana perempuan.
Masalah yang paling sering menimbulkan salah paham adalah persepsi
kebanyakan orang bahwa busana muslimah terkesan ketinggalan zaman (out of date),
dan sebagainya. Padahal, Islam tidak mengharuskan mengenakan mode seperti itu.
Islam hanya memberikan batasan-batasan tertentu yang justeru memberikan
perlindungan terhadap wanita-wanita yang mengenakannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Pengertian Jelbab
Dalam khasanah kosa kata bahasa Indonesia, istilah yang lebih populer untuk
busana muslimah adalah jilbab. Untuk menunjukkan busana muslimah, juga digunakan
istilah hijab.5 Kata ini, dalam bahasa Arab, berarti tirai atau tabir dan dalam Alquran
digunakan secara luas misalnya dalam surat al-Araf ayat 46. Namun sebenarnya ayat
Alquran yang berkenaan dengan busana muslimah secara jelas hanyalah jilbab (QS. alAhzab (33): 59), sedangkan ayat yang menggunakan kata hijab itu terutama berbicara
tentang istri-istri Rasulullah dan tidak berbicara tentang pakaian. Oleh karena itu,
meskipun kata hijab digunakan dalam hadis sebagai sinonim kata jilbab, dalam tulisan
ini cenderung menggunakan kata jilbab sebagai istilah yang paling tepat untuk busana
muslimah.
Secara etimologis, kata jilbab bersal dari bahsa Arab dalam bentuk jamaknya
jalabab seperti tercantum dalam QS. al-Ahzab ayat 59 yang berbunyi :
Artinya : Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anakanak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka
Murthadha Muthahhari, Hijab: Gaya Hidup Wanita Islam, Terj. Agus Effendi dan
Alawiyah Abdurrahman (Bandung: Mizan, 1990).
5
yang menutupi keseluruhan tubuhnya, dan kain selubung yang menutupi tubuhnya
ketika mereka keluar rumah. 9
Merujuk dari berbagai pendapat diatas dapat dipahami bahwa arti jilbab memiliki
ragam makna yang terdapat di kamus dan dalam kitab terjemahan Alquran dalam
bahasa Indonesia. Sebagian besar tetap mencantumkan kata aslinya sekalipun dengan
memberi catatan kaki, sebagian yang lain menerjemahkannya sebagai baju mantel, kain
selubung, baju dalam dan baju kurung. Sedangkan dalam bahasa asing, jilbab
diterjemahkan dengan kata-kata overgarment, loose outer covering, outer cloak, outer
wrapper, omslagdoeken, overkleederen, ubergewand, obe and voile. Tentu saja tidak
semua terjemahan itu tepat, terutama karena ada yang menerjemahkan jilbab identik
dengan kerudung (veil), cadar atau tirai penutup muka (voile). Padahal kerudung
(khimar) tidak sama dengan jilbab. Selain itu, memang harus kita akui bahwa tidak
semua kata dari suatu bahasa dapat diterjemahkan dengan tepat sesuai dengan makna
yang dikehendaki dalam bahasa aslinya, karena latar belakang sosio-kultural pada
masing-masing masyarakat pemakai bahasa itu memang berbeda-beda.
Dari berbagai terjemahan yang diungkapkan di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa yang dimaksud dengan jilbab adalah busana muslimah, yaitu suatu pakaian
yang tidak ketat atau longgar dengan ukuran yang lebih besar yang menutup seluruh
tubuh perempuan, kecuali muka dan telapak tangan sampai pergelangan. Pakaian
tersebut dapat merupakan baju luar semacam mantel yang dipakai untuk menutupi
pakaian dalam, asalkan kainnya tidak tipis atau jarang. Sedangkan bentuk atau
modenya tidak mempunyai aturan khusus karena tidak dirinci dalam Alquran maupun
hadis. Jadi, tergantung kepada kehendak dan selera masing-masing asalkan tetap
memenuhi syarat dalam hal menutup aurat.
Yang dimaksud pakaian dalam dalam tulisan ini berbeda dengan pakaian dalam
(underwear) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Karena yang dimaksud dengan
pakaian dalam yang biasa kita kenal adalah pakaian yang khusus dipakai pada bagian
dalam, tertutup oleh baju dan celana seperti kaos dalam, singlet, kutang (BH) dan
celana dalam. Sedangkan yang dimaksud pakaian dalam dalam konteks bahasa Arab,
terutama yang berkaitan dengan surat al-Ah}za>b ayat 59 di atas, adalah pakaian
9
Bachtiar Surin, Terjemahan dan Tafsir Alquran (Bandung: Fa. Sumatra, 1978), 942.
seorang perempuan yang mengenakan blus dan rok (tentunya setelah mengenakan
kutang (BH) dan celana dalam). Jadi, setelah mengenakan pakaian dalam tersebut, jika
seorang perempuan hendak keluar rumah ia harus mengenakan jilbabnya sebagai
pakaian luar. Tetapi apabila pakaian dalamnya cukup tebal (blus lengan panjang dan rok
menutup mata kaki), maka tidak perlu memakai pakaian luar lagi, hanya tinggal
menambah kerudung dan kaus kaki dan inipun bisa disebut sebagai salah satu model
jilbab.
Dikalangan bangsa Arab sebelum Islam, maksud pemakaian jilbab berbeda-beda,
tetapi pada umumnya perempuan yang berjilbab dipandang sebagai perempuan yang
merdeka sehingga mereka tidak akan diganggu atau diikuti oleh laki-laki yang masih
tetap terlihat. Pada masa itu, bangsa Arab menganggap bahwa perempuan yang tidak
mengenakan jilbab adalah perempuan jilbab atau perempuan bermartabat rendah,
sehingga mudah dihina atau diperlakukan tidak senonoh oleh kaum laki-laki. Dengan
mengenakan jilbab, orang menjadi tahu bahwa perempuan itu adalah perempuan suci
dan sopan yang tidak dapat diperlakukan semena-mena. Selain itu, pemakaian jilbab
juga dimaksudkan untuk melindungi badan dari suhu udara maupun terik padang pasir.
bukanlah
berarti
merendahkan
martabat
wanita,
melainkan
lembut dengan motif bunga yang cantik, dihiasi dengan benang-benang emas dan perak
atau meletakkan berbagai pernak-pernik perhiasan pada jilbab mereka.
3. Kainnya Harus Tebal, Tidak Tipis
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda tentang dua kelompok yang
termasuk ahli neraka dan beliau belum pernah melihatnya, Dua kelompok termasuk
ahli neraka, aku belum pernah melihatnya, suatu kaum yang memiliki cambuk seperti
ekor sapi, mereka memukul manusia dengan cambuknya dan wanita yang kasiyat
(berpakaian tapi telanjang, baik karena tipis atau pendek yang tidak menutup
auratnya), mailat mumilat (bergaya ketika berjalan, ingin diperhatikan orang), kepala
mereka seperti punuk onta. Mereka tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya,
padahal baunya didapati dengan perjalanan demikian dan demikian. (HR. Muslim)
Banyak wanita muslimah yang seakan-akan berjilbab, namun pada hakekatnya
tidak berjilbab karena mereka memakai jilbab yang berbahan tipis dan transparan.
4. Tidak Diberi Wewangian atau Parfum
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkaitan tentang wanitawanita yang memakai wewangian ketika keluar rumah, Siapapun perempuan yang
memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan
baunya, maka ia adalah pezina. (HR. Tirmidzi)
5. Tidak Menyerupai Pakaian Laki-Laki
Terdapat hadits-hadits yang menunjukkan larangan seorang wanita menyerupai
laki-laki atau sebaliknya (tidak terbatas pada pakaian saja). Salah satu hadits yang
melarang penyerupaan dalam masalah pakaian adalah hadits dari Abu Hurairah
radhiallahuanhu, ia berkata Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat pria
yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria. (HR. Abu
Dawud)
Artinya : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mumin dan tidak pula bagi
perempuan yang muminah,.apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka.pilihan (yang
lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah
dan Rasul-.....Nya maka sesungguhnya dia telah sesat, dengan
kesesatan yang nyata (Q.S. Al-Ahzab:36)
2. Jilbab Itu Iffah (Kemuliaan)
Allah SWT menjadikan kewajiban menggunakan hijab sebagai tanda Iffah
(menahan diri dari maksiat). Allah Subhanahu wa Taala berfirman yang artinya : Hai
Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang
mumin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
diganggu. (Q.S. Al-Ahzab: 59)
Itu karena mereka menutupi tubuh mereka untuk menghindari dan menahan diri
dari perbuatan jelek (dosa), karena itu mereka tidak diganggu. Maka orang-orang fasik
tidak akan mengganggu mereka. Dan pada firman Allah karena itu mereka tidak
diganggu sebagai isyarat bahwa mengetahui keindahan tubuh wanita adalah suatu
bentuk gangguan berupa fitnah dan kejahatan bagi mereka.
3. Jilbab itu kesucian
Allah SWT mensifati jilbab sebagai kesucian bagi hati orang-orang mumin,
laki-laki maupun perempuan. Karena mata bila tidak melihat maka hatipun tidak
berhasrat. Pada saat seperti ini, maka hati yang tidak melihat akan lebih suci. Ketiadaan
fitnah pada saat itu lebih nampak, karena hijab itu menghancurkan keinginan orangorang yang ada penyakit di dalam hatinya, Allah SWT berfirman yang berbunyi :
tunduk
dalam
berbicara
sehingga
10
10 Ibnu Abbas, Tanwirul Miqbas min Tafsir Ibn Abbas. www. altafsir. com
11 Sayyid Qutb. Fi Zhilalil Quran. www. altafsir.com
11
3. 631
12
kain
menampakkan
kudung
kedadanya,
perhiasannya
kecuali
dan
janganlah
kepada
suami
lelaki
mereka,
atau
putera-putera
saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budakbudak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki
yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan
14 Al-Quran DEPAG
13
a. Agar tidak memamerkan perhiasan kecuali sekadar yang biasa terlihat darinya
seperti cincin dan gelang tangan.
b. Wajib menutupi dada dan leher dengan selendang, kerudung atau jilbab.
c. Perhiasan hanya boleh diperlihatkan kepada sepuluh kelompok manusia yang
disebutkan dalam ayat tersebut
d. Janganlah sengaja menghentakkan kaki agar diketahui atau didengar orang
perhiasan yang tersembunyi (gelang kaki dan lain-lain)
2. Pendapat Imam Madzab Empat
a. Madzab hanafi : Tidak diperbolehkan melihat wanita lain kecuali wajah
dan kedua telapak tangannya, jika tidak dikhawatirkan timbul syahwat.
b. Madhab Maliki : Aurat wanita merdeka terhadap laki laki asing, yakni yang
bukan mahramnya, ialah seluruh tubuhnya selain wajah dan telapak tangan.
Adapun selain itu bukanlah aurat
c. Madhab Syafi'i : Adapun wanita merdeka, maka seluruh tubuhnya adalah
aurat, kecuali wajah dan telapak tangan. Imam Nawawi berkata : Hingga
pergelangan tangan, berdasarkan firman Allah: dan janganlah mereks
menampakkan perhiasannya kecuali apa yang biasa tampak dari padanya.15
d. Madhab Hanbali : Imam Ahmad Bin Hanbal berkata: Seluruh tubuhnya
adalah aurat kecuali wajahnya saja
e. Demikian alasan boleh dirujuk kepada hadits Nabi SAW yang berbunyi :
3. Menurut Ulama Kotemporer
a. Menurut Wahbah Az-Zuhaili
Menurut Wahbah Az-Zuhaili, ayat jilbab menunjukkan wajibnya
menutup wajah wanita. Karena para ulama dan mufassir seperti Ibnul
Jauzi, At-Thabari, Ibnu Katsir, Abu Hayyan, Abu Suud, Al-Jashash, dan
Ar-Razi menafsirkan mengulurkan jilbab adalah menutup wajah,
badan, dan rambut dari orang-orang asing (yang bukan muhrim) atau
ketika keluar untuk sebuah keperluan.16
15 Abu Zakaria Muhyiddin Yahya al-Nawawy, Al- Majmu' ala Sarh Muhaddab, (Beirut
14
tentang
masalah
aurat
wanita
yang
boleh
perhiasannya
kecuali
apa
yang
biasa
tampak
adalah
seluruh
tubuhnya
kecuali
wajah
dan
telapak
adalah
17 Yusuf Qardawy, Hadyu al-Islam Fatawy Mu'asirah, terj : As'ad Yasin,( Jakarta :
15
dikenal, seperti celak dan kutek yang tidak pernah lepas dari
wanita.18
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Untuk menetapkan kewajiban hijab bagi kaum wanita, kita juga bisa merujuk
sirah kaum wanita muslimah pada zaman Rasulullah. Mereka selalu menutupi tubuh
dan rambut mereka ketika berada di hadapan non muhrim, [Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat di Tahlile nu wa Amali az Hijab dar Asre Hadzir, hal 49] seperti yang kita lihat
18 Lihat, Murtadha Muthahhari, Wanita dan Hijab (Terj. Oleh Nashib Musthafa),
16
dari hadis tentang kedatangan Rasulullah bersama Jabir ke rumah Sayyidah Fathimah
as.
Begitu juga dengan akal manusia, akal manusia juga dapat membuktikan
kewajiban hijab bagi kaum wanita. Akal akan senantiasa memerintahkan segala
perbuatan yang membawa manfaat dan akan memerintahkan untuk melakukan hal itu,
begitu juga sebaliknya akal akan selalu memperingatkan manusia dari hal-hal yang
membahayakan manusia.
Oleh karena itu, ketika melihat bahwa hijab akan memberikan keamanan,
ketenangan atau dapat memupuk rasa cinta kasih di antara sesama maka akal yang sehat
dan tidak tertawan oleh hawa nafsu akan memerintahkan untuk berhijab. Wallahu alam
3.2Saran
Setelah membaca penjelasan pada bab sebelumnya, penulis menyarankan
kepada wanita muslimah yang merasa belum berhijab, untuk segera berhijab guna
melaksanakan perintah Allah SWT. Karena perintah untuk berhijab tidak lain untuk
melindungi dan menjaga kehormatan kaum muslimah sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
https://makalahsekolahan.blogspot.co.id/2015/05/makalah-tentang-hijab.html
http://abiubaidah.com/jilbab-mahkota-muslimah.html/
http://mankasan.blogspot.co.id/2011/09/jilbab-dalam-perspektif-islam.html
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=185712&val=6439&title=NILAI%20JILBAB%20SEBAGAI
%20MAHKOTA%20PEREMPUAN%20MUSLIMAH
http://zetinovitasari96.blogspot.co.id/2016/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html
17
http://riskadiani.blogspot.co.id/2014/07/kerudung-jilbabdanpermasalahannya.html
http://riaviinola.blogspot.co.id/2015/12/hijab-mahkota-akhwat.html
18