Disusun oleh:
1. Alfiah Nurul F.I.P
2. Andi Nur Hikmah
3. Maria Shofa Salsabila
4. Omi Shobrina
5. Wahyuni Usman
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, hingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Fenomena Tren Fashion Hijabers Dilihat dari Sudut Pandang Teori
Identitas. Shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan
sahabatnya.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan baik secara moril maupun materil, sehingga tersusunlah karya
ilmiah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca sekalian.
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Satu hal yang menjadi pertanyaan kita adalah bagaimana tren fashion hijab tersebut
dengan cepatnya mampu memberikan perubahan pandangan yang signifikan dalam
kehidupan sosial masyarakat dari yang sebelumnya dianggap hanya sebagai simbol/identitas
suatu agama menjadi sebuah budaya yang identik dengan modernitas. Kita perlu tahu
mengapa bisa terjadi pergeseran fungsi hijab pada zaman dahulu dan sekarang yang
mengubah stereotype hijab itu sendiri secara simbolis. Oleh sebab itu, dalam makalah ini
penulis akan mengemukakan teori identitas serta pengaruhnya dalam perkembangan tren
fashion hijab masa kini.
4
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
Beberapa tahun belakangan ini, muncul tren baru dalam berbusana. Namun bukan
busana Barat yang menampilkan sebagian tubuh, yang menjadi trend. Pakaian yang sedang
menjadi trend di Indonesia sekarang ini adalah pakaian ala Hijabers. Pakaian muslimah yang
modis dengan berbagai gaya dan pernak-pernik kerudungnya.
Salah satu kebangkitan penggunakan jilbab oleh kebanyakan wanita sekarang ini
adalah munculnya fashion designer muda yang fokus pada baju-baju muslimah yaitu Dian
Pelangi. Bisa dikatakan bahwa Dian Pelangi merupakan ikon dari hijabers, dia pula yang
mempopulerkan kata Hijabers. Menurut Dian, penggunaan kata hijabers itu sendiri agar lebih
terlihat internasional karena diluar negeri jilbab disebut hijab.
Dr. Nur Syam (2005) dalam bukunya Bukan Dunia Berbeda, Sosiologi Komunikasi
Islam mejelaskan bahwa gaya berpakaian islami pun telah memasuki paradoks globalisasi.
Di satu sisi ingin seseorang ingin menampilkan gaya berpakaian Islam dengan jilbab sebagai
tutup kepala, tetapi di sisi lain penonjolan ekspresi tubuh juga tetap kentara dalam hal ini
keindahan oleh kasat mata. Jilbab modis yang kontemporer telah menjadi tren yang digemari
kalangan perempuan hakikatnya menjadi contoh bekerjanya sistem global paradoks yang
sangat menonjol.
6
nilai-nilai keislaman. Hijabers Community melalui nilai dan norma merepresentasikan
identitas muslimah yang taat terhadap nilai-nilai keislaman namun dalam wujud yang modern
dengan praktik pemakaian jilbab fashionable.
Dari beberapa pengertian yang kami ambil dari kamus KBBI, maka terjadi ketidak
sesuaian makna hijabers itu sendiri dengan apa yang dimaksudkan. Kata hijabers bermaksud
untuk menyebut orang-orang yang berjilbab namun modis. Sedangkan kata Hijab adalah
kata dalam bahasa Arab yang berarti penghalang. Pada beberapa negara berbahasa Arab serta
negara-negara Barat, kata hijab lebih sering merujuk kepada kerudung yang digunakan oleh
wanita muslim (seperti jilbab). Pada kenyataannya hijab sendiri merupakan apa saja yang
dapat menutup dan membatasi yang lain dari sesuatu yang lainnya. Di indonesia lebih dikenal
istilah tirai daripada hijab untuk merujuk pada arti kata yang sama. Sementara saat ini hijab
diartikan dengan memakai jilbab dengan cara dimodifikasi. Saat ini hijab merupakan sebuah
tren bagi para perempuan. Hijab menjadi sebuah fashion di Indonesia, tidak hanya gaya
berkerudungnya tetapi juga cara berpakaian dan asesoris yang digunakannya.
Dalam era globalisasi, di satu sisi hijab modern mengangkat martabat Muslimah
dalam menutup auratnya, namun di sisi lain bagi perempuan yang belum mengenali hijab
7
modern atau yang tidak berminat mengunakan gaya hijab modern, mereka seolah
termarginalisasikan. Apalagi hijab modern kini diidentikkan dengan high class di Indonesia.
Sehingga mereka akan dianggap sebagai kaum yang tidak selaras dengan perkembangan
zaman dan biasa-biasa saja. Sedangkan bagi para wanita yang hanya memakai jilbab sebagai
bagian dari trend semata, mereka tidak mampu memahami hakikat dan fungsi hijab yang
sebenarnya..
Identitas, merupakan satu unsur kunci dari kenyataan subyektif, dan sebagaimana
semua kenyataan subyektif berhubungan secara dialektis dengan masyarakat. Identitas
dibentuk oleh proses-proses sosial yang ditentukan oleh struktur sosial. Kemudian identitas
tersebut dipelihara, dimodifikasi, atau bahkan dibentuk ulang oleh hubungan sosial.
Sebaliknya, identitas-identitas yang dihasilkan oleh interaksi antara organisme, kesadaran
individu, dan struktur sosial bereaksi dengan struktur yang sudah diberikan, memelihara,
memodifikasi, atau bahkan membentuknya kembali.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Graham Nichols Dixon pada tahun 2008
yang berjudul Instant Validation: Testing Identity in Facebook, menunjukkan bahwa identitas
tidak hanya sekedar proses atau bagian dari atribut seseorang, tetapi secara dramatis
konstruksi identitas itu tidak berada dalam kondisi statis; bermakna bahwa identitas itu secara
simultan terus-menerus dikonstruksi. Sementara menurut Erving Goffman, setiap aktivitas
individu pada dasarnya melibatkan partisipan lain dan setiap individu memiliki keinginan
untuk tampil sebaik-baiknya demi pemenuhan kebutuhan dari partisipan tersebut.
Menurut Stuart Hall, pada dasarnya identitas terbagi menjadi tiga konsep subjek yang
berbeda, yaitu:
8
b. The Sociological Subject
Subjek (individu) yang dihasilkan dari relasi yang terjadi di wilayah sosial. Identitas dalam
konsep ini menghubungkan apa yang disebut yang di dalam sebagai wilayah pribadi dan
yang di luar sebagai wilayah sosial. Subjek yang sebelumnya memiliki identitas yang stabil
dan menyatu selanjutnya akan terfragmentasi tidak hanya menjadi satu melainkan beberapa
identitas; yang terkadang hal demikian menimbulkan kontradiksi atau identitas yang
unresolved identities. Identitas terbentuk dari interaksi yang terjadi antara diri dan
lingkungan sosialnya; subjek pada dasarnya tetap memiliki sesuatu yang esensi dalam diri
mereka yang disebut sebagai the real me, namun hal ini semakin terbentuk dan
dimodifikasi karena ada proses dialogis yang secara terus-menerus dengan dunia kultural
yang di luar serta identitas yang ditawarkan kepadanya.
Menurut Kamus besar bahasa Indonesia identitas berarti iden.ti.tas /idntitas/ n ciri-
ciri atau keadaan khusus seseorang; jati diri. Itu artinya bahwa identitas merujuk pada
keadaan orang , keadaan seseorang dikontruksi oleh banyak hal. Menurut Goffman dalam
(Nasrullah, 2012, hal. 113) bahwa setiap aktivitas seseorang melibatkan orang lainnya.
Sedangkan menurut Woodward dalam (Tjahjono, 2008) identitas memberikan gambaran
tentang diri seseorang sehingga dapat diketahui asal usulnya.
Sosiolog Prancis Pierre Bourdieu (Giddens, 2006) melihat kelompok kelas dapat
diidentifikasi menurut tingkat mereka bervariasi dari modal budaya dan ekonomi. Ia menilai
9
bahwa individu atau kelompok saat ini tidak lagi membedakan diri menurut faktor ekonomi
saja akan tetapi juga menurut selera budaya dan perburuan kesenangan. Menurut Giddens, hal
ini ada kaitannya dengan faktor-faktor budaya seperti pola gaya hidup dan konsumsi.
Identitas disusun untuk tingkat yang lebih besar sekitar pilihan gaya hidup seperti cara
berpakaian, yang makan, cara merawat tubuh seseorang dan tempat untuk bersantai.
Dalam konteks kekinian, jilbab menjadi simbol identitas, status, kelas dan kekuasaan.
Menurut Nasaruddin Umar, misalnya, pakaian adalah ekspresi yang paling khas dalam
bentuk material dari berbagai tingkatan kehidupan sosial sehingga jilbab menjadi sebuah
eksistensi sosial, dan individu dalam komunitasnya. Pada awalnya, jilbab di Indonesia hanya
dianggap sebagai simbol busana kaum pinggiran, selain itu pemakaiannya pun sangat dibatasi
oleh ruang dan waktu, misalnya pada saat melayat, shalat tarawih berjamaah di masjid, atau
pada hari raya baik Idul Fitri maupun Idul Adha, sedang perempuan yang mengenakan jilbab
kemanapun ia pergi biasanya adalah seorang perempuan yang sudah berhaji (hajjah). Namun,
hal tersebut telah mengalami perubahan yang cukup drastis. Saat ini perempuan terlihat
sangat lumrah memakai jilbab dalam kesempatan apapun baik itu resmi maupun tidak resmi,
10
baik itu berhubungan dengan kegiatan keagamaan maupun untuk sekedar kegiatan santai dan
berkumpul bersama teman. Pemakaian jilbab di masa kini memiliki simbol dan representasi
yang berbeda sesuai dengan tujuan pemakainya untuk menciptakan identitas yang ingin
dicitrakan oleh si pemakai tersebut.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Para hijabers memilih tempat high-class untuk berkumpul, dari situ mereka ingin
menunjukkan identitas mereka kepada lingkungan sosial mereka. Mereka mencitrakan diri
mereka sebagai kaum wanita kelas atas yang modis nan anggun namun tetap menjaga nilai-
nilai Islami. Dalam ranah estetika pun para hijabers dengan sendirinya dianggap sebagai
kelompok wanita dengan sense tinggi dan modern di bidang fashion.
Gaya berbusana ala hijabers menuai banyak pro dan kontra. Disatu sisi fenomena
hijabers dinilai positif karena mengkampanyekan pakaian tertutup namun masih tetap modis.
Dilain sisi banyak pihak yang menilai bahwa fenomena hijabers merupakan upaya
meminggirkan aturan baku dalam berhijab itu sendiri. Aturan-aturan tidak boleh ketat, dan
bukan digunakan sebagai perhiasan ditepis oleh para hijabers ini lalu diganti dengan aturan
yang mereka buat sendiri. Perempuan cantik, memakai make-up, menggunakan kerudung
dengan aneka gaya menjadi citra dari hijabers itu sendiri.
12
Tidak hanya itu, ada upaya penginternasionalisasian jilbab yang coba dibangun oleh
komunitas hijabers itu. Selain itu hijabers community membangun identitas mereka melalui
simbol-simbol dan kebudayaan yang mereka pakai. Hijabers Community ditinjau dari teori
identitas ingin menonjolkan sisi stylish-nya sebagai simbol modernitas dibanding sisi
kereligiusannya sebagai simbol agama karena didalam hijabers itu sendiri sebenarnya lebih
banyak fashion- nya daripada acara mengaji. Hijabers Community menciptakan identitas
mereka sendiri, yaitu identitas wanita muslimah yang taat namun modis dan stylish. Pada
akhirnya, karakter serta identitas hijab itu akan terbentuk berdasarkan tujuan dan citraan yang
ingin diciptakan oleh si pemakainya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Nasrullah, R.2012. Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber. Jakarta: Kencana Prenada
Grup Media.
Dr Nur Syam. Bukan Dunia Berbeda Sosiologi Komunitas Islam. Surabaya: Pustaka Eureka.
2005
http://id.wikipedia.org/wiki/Jilbab
http://id.wikipedia.org/wiki/Hijab
http://labyrinthisme.blogspot.com/2013/10/teori-identitas-hijab.html
14