Anda di halaman 1dari 13

Analisis Kajian Tafsir lisan Tentang Jilbab oleh KH.

Husein Muhammad dalam


platform You Tube

Oleh : Nasrullah (205104010005), M. Nur Wahyudi (205104010004), Adila Putri


Maghfiroh (204104010062)

Abstract

Hijab is a garment that must be worn by all Muslim women. Hijab itself is a piece of
cloth that covers the head to the chest. In the Qur'an itself contains the command to
wear the hijab. Among them are verses 53 and 59 of Surah Al-Ahzab and verses 30
and 31 of Surah An-Nur. However, there are still many differences of opinion among
scholars' regarding the meaning of hijab. The point of this research is to discuss how
KH's ijtihad reasoning. Husein Muhammad in establishing the law of hijab in Islam
which is broadcast on You Tube. This study uses a qualitative method through a
descriptive-analytical approach to Teun Van Djik's critical discourse analysis
(AWK), which combines the three dimensions of discourse, namely text structure
analysis, social cognition analysis and social context analysis in one unified analysis.
According to K.H Husein Muhammad revealed that wearing the hijab is not part of
religious teachings, but rather the culture of the Islamic community as an expression
of the situation and conditions of the times. Every person and every culture can
interpret it differently and that's fine.

Keywords : Hijab, K.H Husein Muhammad, social cognition

Abstrak

Jilbab adalah pakaian yang wajib dikenakan oleh semua wanita muslimah. Jilbab
sendiri adalah sehelai kain yang menutupi kepala sampai dada. Dalam Al Qur‟an
sendiri berisi perintah untuk berhijab. Diantaranya adalah ayat 53 dan 59 surat Al-
Ahzab dan ayat 30 dan 31 surat An-Nur. Namun, pemaknaan terhadap hijab masih
terdapat banyak perbedaan pendapat dikalangan ulama‟. Pokok penilitian ini adalah
membahas bagaimana nalar ijtihad KH. Husein Muhammad dalam menetapkan
hukum jilbab dalam islam yang ditayangkan di You Tube. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan deskriptif-analitis analisis
wacana kritis (AWK) Teun Van Djik, dimana penggabungan pada ketiga dimensi
wacana yakni analisis struktur teks, analisis kognisi sosial dan analisis konteks sosial
dalam satu kesatuan analisis. Menurut K.H Husein Muhammad mengungkapkan
bahwa memakai jilbab bukanlah bagian dari ajaran agama, tapi lebih kepada budaya
masyarakat islam sebagai ekspresi atas situasi dan kondisi zamannya. Setiap orang
dan setiap budaya bisa memaknainya secara berbeda dan itu sah-sah saja.
Kata Kunci : Jilbab, KH. Husein Muhammad, Kognisi sosial

I. INTRODUCTION
1. Fakta Sosial
Perempuan seringkali dianggap sebagai makhluk yang lemah, ketika
perempuan melakukan aksi –dalam hal ini dicontohkan dengan mata yang lalang,
dada yang terbuka karena tidak tertutup lapisan yang longgar atau pakaian dengan
model leher rendah- maka reaksi dari lawan jenis yang lebih kuat akan
menyebabkan ia kalah dan jatuh. Pendapat yang dikemukakan ini agaknya
mewakili beberapa jika tidak bisa dikatakan sebagian besar pandangan terhadap
perempuan.1
Pendapat tersebut juga diperkuat realitas yang menunjukkan bahwa
perempuanlah yang cenderung menjadi objek seks -baik karena struktur psikologis
maupun pendidikan sosial yang diterimanya- dibandingkan dengan pria. Hal ini
karena sex appeal yang dimiliki perempuan dalam penampilan fisik tubuhnya
dapat memicu rangsangan pada pria hingga merubah perempuan sebagai objek
seks dalam realita menjadi fantasi seks, dan hal itu tidak berlaku secara umum bagi
wanita yang melihat pria, karena pria sebagai objek seks dalam realita tidak lantas
menjadi fantasi seks dalam pikiran perempuan. Hal tersebutlah yang kemudian
diduga menjadikan Islam mewajibkan hijab atas wanita dan bukan atas pria, meski
pada dasarnya pria juga merupakan objek seks dalam realita.2
Permasalahan pewajiban penggunaan jilbab bagi perempuan ini tidak lantas
berhenti pada satu kesepakatan. Pembahasan mengenai masalah ini juga samai
permasalahan aurat perempuan. Di mana masalah aurat ini juga menimbulkan
perbedaan pendapat. Khususnya tentang batas-batas yang diperbolehkan bagi
kaum perempuan untuk memperlihatkan anggota tubuhnya. Sebagian pakar

1
Darby Jusbar Salim, Busana Muslim dan Permasalahannya, (Jakarta: Proyek Pembinaan
Kemahasiswaan Dirjend Pembinaan Kelembagaan Agama Islam DEPAG RI, 1984), hal. 4.
2
Sayid Muhammad Husain Fadhlullah, Dunia Wanita dalam Islam, (Jakarta: Lentera, 2000),
hal. 110
menyatakan bahwa seluruh tubuh perempuan adalah aurat sehingga harus ditutup.
Sementara sebagai pakar lain menyatakan bahwa wajah dan telapak tangan
bukanlah aurat sehingga diperbolehkan untuk diperlihatkan. Sampai pada cakupan
yang cukup luas itulah jilbab menjadi bahan perdebatan, diskusi, hingga tolak ukur
keimanan seseorang. Persoalan jilbab memang bukan hal baru, namun belakangan
ini permasalahan tentang jilbab kembali mencuat.
Pada realitanya masyarakat bersepsi Bahwa perempuan muslimah yang baik
dan taat adalah mereka yang mengenakan jilbab. Sehingga yang muncul kemudian
adalah anggapan bahwa muslimah yang tidak berjilbab itu belum menjalankan
agama secara benar jika tidak ingin menyebutnya tidak taat. Jadi kemudian jilbab
dijadikan patokan bagi religius atau tidaknya seorang muslimah.
Tetapi jika melihat kondisi sekarang perempuan muslimah yang berjilbab
tidaklah seideal, seanggun, apa yang digambarkan sebagai musimah taat. Shibab
menyatakan ada perempuan-perempuan yang memakai jilbab namun tingkah
lakunya tidak sejalan dengan tuntunan agama dan budaya masyarakat Islam.
Perempuan berjilbab bisa berdansa dengan lelaki yang bukan muhramnya. Jilbab
dalam konteks ini disebut oleh Shihab sebagai mode berpakaian yang merambah
kemana-mana dan bukan sebagai tuntunan agama.3
Penafsiran ayat-ayat tentang jilbab selalu menjadi kontroversi hingga saat
ini. Ulama masih berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat tentang jilbab. Disini
KH. Husein Muhammad berpandangan bahwa jilbab itu tidak wajib bagi wanita
muslimah namun juga tidak dilarang untuk menggunakannya. Karena Beliau
mengatakan yang di maksud bahwa jilbab pada surah al-ahzab ayat 59 bukanlah
kain yang menutup kepala dan sebagian tubuh perempuan tetapi adalah kain yang
menutup, melekat di atas kain yang menutupi tubuh.
Dari pemaparan diatas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji penafsiran ayat
jilbab menurut perpektif KH. husein muhammad dalam platform youtube.

3
M. Qurashi Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah: pandangan ulama masa lalu dan cendekiawan
kontemporer,( Jakarta: Lentera Hati, 2014), hal. 114
2. Fakta Literatur
Kajian tentang jilbab dalam kajian terdahulu memang banyak akan tetapi
sedikit yang menggunakan kajian perspektif ulama‟ modern yang dianggap
kontroversi dengan ulama‟-ulama‟ klasik, diantaranya :
1. Nalar Ijtihad Jilbab Dalam Pandangan M. Quraish Shihab (Kajian Metodologi)(
A Wartini 2014)
2. Konstruks Pemikiran Quraish Shihab Tentang Hukum Jilbab Kajian
Hermeneutika Kritis(Thohari - Jurnal Salam, 2011)
3. Jilbab gaul dan jilbab besar (Suatu Variasi Islam dalam Masyarakat Modern)(
N Ridlowati, S Rasyidah – 2007)

3. Rumusan Masalah
Kajian ini bertujuan untuk melengkapi apa yang belum ada pada kajian
terdahulu, yaitu ingin mengupas tuntas tentang permasalahan berhijab dan juga
hukum berhijab dalam pandangan islam, untuk mencapai tujuan tersebut,
setidaknya ada 3 rumusan masalah akan penulis bahas, Pertama, bagaimana
hukum berhijab menurut islam?. Kedua Bagaimana hukum berhijab menurut KH.
Husein Muhammad?. Ketiga Bagaimana Model Teun A. Van Dijk pada kajian
jilbab menurut KH. Husein Muhammad?
4. Argumen/Hipotesis
Tulisan ini didasarkan pada suatu argumen bahwa pada zaman modern ini
banyak yang menganggap bahwa Bahwa perempuan muslimah yang baik dan taat
adalah mereka yang mengenakan jilbab. Tetapi jika melihat kondisi sekarang
perempuan muslimah yang berjilbab tidaklah seideal, seanggun, apa yang
digambarkan sebagai musimah taat.
Buktinya ada perempuan-perempuan yang memakai jilbab namun tingkah
lakunya tidak sejalan dengan tuntunan agama dan budaya masyarakat Islam.
Perempuan berjilbab bisa berdansa dengan lelaki yang bukan muhramnya.
Kondisi dan konteks yang dinamis inilah yang hendak disikapi oleh para
kaum feminis untuk mencoba merespon ayat-ayat yang secara tekstual-literal
mengandung bias-bias patriarki. Jadi, sama sekali tidak bermaksud merubah
Alquran, tetapi memberi alternatif baru dalam memahami Alquran, yaitu dengan
menangkap gagasan utamanya (maghza) dibalik makna literal.Maka dari itu
penulis ingin mendeskripsikan perspektif KH. Husein Muhammad tentang jilbab
dengan menggunakan metodologi pendekatan wacana model teun A. Van Djik.
II. LITERATURE REVIEW (FOUNDATION)
1. Jilbab
Jilbab disini memiliki arti selendang menurut orang Arab. namun di Indonesia
sendiri jilbab dimaknai sebagai kerudung atau kain yang menutupi kepala sampai
dada. Jilbab pada dasarnya adalah pakaian yang menutupi aurat semua wanita
Muslim. Sedangkan falsafah maknanya ada pada bahasanya, hijab berasal dari
bahasa Arab dan jamaknya jalabib dan terdapat dalam surah Al-Qur'an ayat 59.
Para ulama telah merumuskan ruang lingkup dan batasan-batasan tentang
makna jilbab, sehingga terdapatlah berbagai macam definisi. Imam ar-Razi
menyatakan bahwa kata jilbab berasal dari kata jalbu, artinya menarik atau
menghimpun, sedangkan jilbab berarti pakaian lebar seperti mantel.Demikian juga
dalam kamus lisan al-Arab dijelaskan bahwa jilbab adalah baju yang lebih luas
dari pada khimar, namun berbeda dengan rida‟ yang digunakan oleh perempuan
untuk menutupi kepala dan dadanya.4
Namun di indonesia sendiri kata jilbab lebih berarti kepada kerudung atau
penutup kepala dan dada bagi perempuan. Walaupun demikian, dari berbagai
pendapat mengenai jilbab di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jilbab adalah
busana muslimah, yaitu suatu pakaian yang tidak ketat atau longgar dengan ukuran
yang lebih besar yang menutup seluruh tubuh perempuan, kecuali wajah dan
telapak tangan.

4
Imam Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, (Beirut: Darul Fikri, 1386 H), 272.
2. Jilbab Menurut KH. Husein Muhammad
Di dalam Al-Qur'an disampaikan surah al Ahzab ayat 59, yang artinya "Wahai
nabi katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan perempuan
muslim hendaklah mengukurkan jilbabnya karena sebagai wanita beriman
hendaklah mengulurkan jilbabnya agar mereka dapat di kenal dan tidak akan di
sakiti.
Menurut K.H Husein Muhammad, Jilbab itu sebetulnya bukanlah kain yang
menutup kepala dan bagian tubuh perempuan tetapi kain yang menutup melekat di
atas kain yang menutup tubuh kita.
Sebelum ayat al-Qur'an surah al-ahzab ayat 59 turun, seluruh masyarakat
arabia di berbagai negara wilayah timur tengah bahwa permpuan-perempuan
dengan latar belakang yang berbeda-beda agama maupun tradisi menggunakan
kain untuk menutup kepala, kenapa? Karena di kondisikan dengan situasi letak
geografis yang ada di wilayah tersebut, yang tempatnya panas dan berdebu sebab
padang pasir.
Wajar saja jika mereka menggunakan kain sebagai penutup kepala. Al-Qur'an
telah menyebutkan agar dapat dikenal sebagai umat muslim ataupun sebagai
perempuan merdeka, jadi hijan dan jilbab itu dalam arti bukan sebagai pembeda
bagi orang beriman dan tidak beriman karena sufah menjadi bagian dari tradisi.
3. Analisi wacana Teun Van Djik
Analisis wacana Teun A. Van Djik mengacu pada penggabungan pada ketiga
dimensi wacana yakni analisis struktur teks, analisis kognisi sosial dan analisis
konteks sosial dalam satu kesatuan analisis. Pada bangunan teks yang diteliti
adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang digunakan untuk
menegaskan topik tertentu. Tahap kognisi sosial yang dibahas adalah proses
produksi pada teks, dan pada tahap ketiga yaitu konteks sosial membahas tentang
bangunan wacana yang berkembang dimasyarakat akan suatu masalah yang
mempengaruhi kognisi penulis.5
Teun A. Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur atau
tingkatan dan masing-masing bagian saling mendukung. Teun A. Van Djik
membaginya ke dalam tiga tingkatan.Yaitu struktur makro, super struktur dan
struktur mikro.
1. Struktur Makro (Tematik).
Elemen tematik merupakan makna global (Global Meaning) dari satu
wacana. Tema merupakan gambaran umum mengenai pendapat atau gagasan
yang disampaikan seseorang atau wartawan. Tem nunjukkan konsep dominan,
sentral, dan hal yang utama dari isi suatu berita.
2. Superstruktur (Skematik/ Alur)
Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari
pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-
bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk satu kesatuan
arti. Sebuah berita terdiri dari dua skema besar. Pertama summary yang
ditandai dengan judul dan lead. Kemudian kedua adalah story yakni isi berita
secara keseluruhan.
3. Struktur Mikro
Yakni dengan mencari beberapa unsur di bawah ini:
a. Analisis Semantik

b. Analisis kalimat (Sintaksis).

c. Lreksikon (Makna Kata)

d. Stailistik (Retoris)

5
Yusar, F., Sukarelawati, S., & Agustini, A. (2020). Kognisi Sosial Dalam Proses Analisis Wacana
Kritis Model Van Dijk Pada Buku Motivasi. Jurnal Komunikatio, 6(2).
III. METHODS
1. Pilihan objek material
Pemahaman Jilbab dalam perspektif KH. Husein Muhammad dipilih sebagai
objek kajian studi ini karena tiga pertimbangan : Pertama, Untuk Klarifikasi
pemahaman masyarakat yang mengatakan bahwa perempuan yang muslimah
adalah perempuan yang berhijab Sehingga yang muncul kemudian adalah
anggapan bahwa muslimah yang tidak berjilbab itu belum menjalankan agama
secara benar.
Jadi kemudian jilbab dijadikan patokan bagi religius atau tidaknya seorang
muslimah. Padahal ada perempuan-perempuan yang memakai jilbab namun
tingkah lakunya tidak sejalan dengan tuntunan agama dan budaya masyarakat
Islam. Perempuan berjilbab bisa berdansa dengan lelaki yang bukan mahramnya.
Kedua, Untuk mengkaji kembali teks-teks agama yang bias gender dan dirasa
mendiskriminasi kaum perempuan. Salah satu pembahasan besar KH. Husein
adalah persoalan “patriarkhi”, yang oleh kaum feminis Islam dianggap sebagai
asal usul dari seluruh kecenderungan missoginis yang mendasari penulisan teks-
teks keagamaan yang bias gender.
Ketiga, Untuk mengetahui penyebab terjadinya bias gender dalam teks-teks
agama, dengan melihat konteks makro dan mikro pada suatu ayat al-qur‟an.
2. Tipe penelitian dan jenis data
Data penelitian ini diperoleh melalui proses penelitian kualitatif dari jurnal
atau karya lain yang berhubungan dengan topik yang dibahas. Penulis kemudian
juga menggunakan metode netnografi yang diambil dari media online channel
YouTube dan menggunakan hasil penelitian berupa data deskriptif yang akurat dan
sistematis tentang masalah, situasi dan fenomena. Tujuan penelitian kualitatif ini
adalah untuk merangkum, menjelaskan, dan mengevaluasi secara kritis suatu
topik, masalah, atau bidang penelitian.
Pada saat yang sama, teknik pengumpulan data dapat dilakukan secara virtual
melalui media online seperti YouTube. Teknik pengumpulan data yang digunakan
terdiri dari data primer melalui analisis konten konten yang diposting, mengikuti
beberapa aspek termasuk konten diskusi yang lebih spesifik terkait dengan item
konten yang termasuk dalam konten. Data sekunder diperoleh dari sumber-sumber
seperti buku, artikel, dan majalah. Jenis pendekatan yang peneliti gunakan dalam
proses pengumpulan data adalah teknik netnografi yang bertujuan mempelajari
fenomena dan isu yang terjadi di masyarakat melalui media sosial.
 Data primer : https://youtu.be/bGX0DpSMAVo
 Data sekunder : https://youtu.be/IVIH2V1XGfY, https://youtu.be/iQfubvo7-HE
3. Partisipan : Sumber informasi
Berdasarkan metode yang digunakan maka dalam penelitian ini data yang
diperoleh melalui media online, seperti: channel YouTube, maupun media online
lainnya. Kajian online tersebut dapat berupa pengajian, webinar, podcast,
talkshow, dll. Kemudian untuk mengenal lebih dalam sosok KH. Husein
Muhammad, penulis mencari biografi tokoh melalui google, karena keterbatasan
penulis dalam melakukan proses wawancara dengan tokoh.
4. Proses Penelitian
Data dalam studi ini dikumpulkan dengan metode pengamatan, analisis, dan
kesimpulan. Pengamatan dilakukan pada channel youtube yang berjudul ragam
makna hijab dalam islam dan konten lain yang masih berhubungan dengan tema
tersebut. Setelah pengamatan dilakukan, peneliti menganalisis materi yang
disampaikan oleh tokoh KH.Husein Muhammad Kemudian peneliti
menyimpulkan sebagai tujuan akhir dari studi ini.
5. Teknik Analisis Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data primer dan data
sekunder. Data Primer dengan Melacak Berbagai Aspek Konten yang Diposting
Melalui Analisis Konten Konten membahas objek konten yang lebih spesifik yang
terkandung di dalam konten. data sekunder yang berasal dari sumber seperti buku,
artikel, dan majalah.
Analisis data dilakukan dalam dua bentuk. Pertama, pengolahan data
mengikuti langkah-langkah Huberman (2000). Tahap ini dimulai dengan
pengorganisasian data observasi dan wawancara penyajian data dalam bentuk
ringkasan dan sinopsis berdasarkan topik penelitian lapangan, dan penelaahan data
untuk proses akhir. Kedua, analisis dimulai dengan 'representasi' data yang
diperoleh baik dari observasi maupun wawancara, diikuti dengan penjelasan untuk
menemukan pola atau tren data, dan interpretasi tentang pentingnya data yang
dikumpulkan.
IV. Discusions
Ada dua kosa kata yang banyak digunakan orang untuk makna yang sama.
Hijab dan jilbab, keduanya adalah pakaian perempuan yang menutup kepala dan
tubuhnya. Al Qur‟an menyebut kata hijab untuk tirai, pembatas, penghalanga ataupun
penyekat. Yakni sesuatu yang menhalangi, membatasi, memisahkan antara dua
bagian yang berhadapan sehingga saling melihat atau memandang.6

‫سـَٔلُ ْوهُنَّ ِم ْن َّو َر ۤا ِء ِح َجاب‬


ْ َ‫سا َ ْلت ُ ُم ْوهُنَّ َمتَاعًا ف‬
َ ‫َواِذَا‬

“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri


Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih suci
bagi hatimu dan hati mereka.”
Hijab dengan begitu bukanlah satu bentuk pakain yang dikenakan perempuan.
Akan tetapi dalam perkembangan sosialnya khususnya di Indonesia, hijab menjadi
sebutan pakaian perempuan sebagaimana jilbab dan busana muslimah. Sedangkan
jilbab di dalam Alquran disebutkan dalam surah Al-Ahzab: 59

َ َ‫س ۤا ِء ْال ُمؤْ ِمىِيْهَ يُ ْدوِيْه‬


َ‫علَ ْي ِه َّه ِم ْه َج ََلبِ ْيبِ ِه َّه ٰٰلِكَ اَد ْٰو ٰٓى ا َ ْن يُّ ْع َر ْفه‬ َ ِ‫اجكَ َوبَ ٰىتِكَ َوو‬ ُّ ِ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الىَّب‬
ِ ‫ي قُ ْل ِّّلَ ْز َو‬
‫غفُ ْى ًرا َّر ِح ْي ًما‬ ‫فَ ََل يُؤْ َٰيْهَ َو َكانَ ه‬
َ ُ‫ّٰللا‬

6
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 11 (Jakarta ; lentera hati, 2007),310
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.”
Bila dipahami secara tekstual, ayat tersebut merupakan seruan kepada istri
Nabi untuk mengenakan jilbab, namun dengan berkembangnya ilmu fiqh dan tafsir
para ulama menafsirkan bahwa ayat tersebut ditujukan untuk semua perempuan
muslim. Akan tetapi yang ingin dijelaskan oleh KH. Husein disini bukanlah sekedar
makna jilbab semata, melainkan asal usul pemakaian jilbab.

Dalam masalah ini, KH. Husein menjelaskan terlebih dahulu latar belakang
turunnya ayat tersebut (asbab al-nuzul). Ayat ini turun karena pada suatu ketika istri
Nabi keluar rumah pada malam hari untuk suatu keperluan, ditengah jalan ia digoda
oleh laki-laki munafik. Lantas istri Nabi mengadu pada Nabi tentang yang
dialaminya. Setelah Nabi menegur laki-laki tersebut, mereka menyangka bahwa
perempuan itu adalah perempuan budak, kemudian turunlah (QS. Al-Ahzab: 59).7

Menurut KH. Husein Muhammad dari keterangan diatas, bahwa mengenakan


jilbab secara historinsya adalah untuk membedakan antara perempuan merdeka dan
perempuan budak. Agar lebih mudah membedakan keduannya maka diperintahkan
untuk memakai jilbab sebagai identitas dirinya. Karena pada masa itu perempuan
budak mendapat tempat yang kurang baik, sehingga sering kali menjadi objek
pelecehan seksual laki-laki. Apabila jilbab dijadikan sebagai identitas perempuan
merdeka dengan perempuan budak, sementara saat ini budak sudah tidak ada lagi,
maka pemakaian jilbab menurut KH. Husein Muhammad sudah tidak lagi menjadi
keharusan dan kewajiban yang mesti dikenakan oleh perempuan. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa jilbab sebagai pakaian perempuan tidak harus berupa
pakaian yang menutup seluruh tubuh, sebagaimana yang banyak dipahami oleh para

7
Jalaluddin Abi „Abdurrahman al-Suyuti, Lubabu al-Nuqul fi Asbab Al-Nuzul (Beirut:
Muassasatu al-kutu al-Thaqafiyyah, 2002), 214.
mufassir klasik, melainkan pakaian yang bisa menutup tubuhnya menuurut rasa
kepantasan dengan pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan dalam segala aspek.

Pandangan semacam ini boleh jadi memang cukup liberal, sehingga


pengertian jilbab dalam Alquran menjadi bersifat kondisional. Sebab, rasa kepantasan
daerah satu dengan lainnya tentu saja akan berbeda. Misalnya saja di Indonesia,
penggunaan jilbab tidak bisa dismakan dengan negara Arab saudi. Di samping
kebudayaan dan kehidupan sosial yang berbeda, kebanyakan perempuan Arab tinggal
di rumah dengan kekayaan yang melimpah dari sang suami, sedangkan perempuan di
Indonesia tidak demikian. Pada umumnya di Indonesia gaji suami tidak sebesar
sebesar gaji suami di Arab, sehingga untuk menutupi kebutuhan keluarga, perempuan
harus ikut bekerja di luar rumah. Seperti ikut bekerja diladang, sawah, berjualan,
bahkan ada yang menjadi buruh atau pembantu.

Dari apa yang dikemukakan oleh KH. Husein Muhammad tersebut, tampak
bahwa dalam menafsirkan ayat tentang jilbab, ia lebih cenderung melihat dimensi
ideal moralnya daripada legal formalnya. Adapun dimensi ideal moral dari ayat jilbab
adalah bahwa perempuan harus bersikap sopan, bersahaja, dan memakai pakaian
yang memenuhi standar kesopanan, meski tidak harus menutupi rambut kepalanya.
Hal tersebut, memang lebih baik daripada perempuan yang memakai busana
muslimah lenngkap dengan jilbabnya, tetapi busananya sanagat ketat sehingga
terlihat lekuk-lekuk tubuhnya yang terkesan hanya “membugkus”. Apalagi gaya
hidupnya justru bertentangan dengan semangat pakaian yang dikenakannya.

V. Conclusion
Kesimpulan dari deskripsi di atas, bahwa mengenakan jilbab secara
historinsya adalah untuk membedakan antara perempuan merdeka dan perempuan
budak. sementara saat ini budak sudah tidak ada lagi, maka pemakaian jilbab menurut
KH. Husein Muhammad sudah tidak lagi menjadi keharusan dan kewajiban yang
mesti dikenakan oleh perempuan. Karena jilbab sebagai pakaian perempuan tidak
harus berupa pakaian yang menutup seluruh tubuh, melainkan pakaian yang bisa
menutup tubuhnya menurut rasa kepantasan dengan pertimbangan-pertimbangan
kemanusiaan dalam segala aspek. K.H Husein Muhammad mengungkapkan bahwa
memakai jilbab bukanlah bagian dari ajaran agama, tapi lebih kepada budaya
masyarakat islam sebagai ekspresi atas situasi dan kondisi zamannya. Setiap orang
dan setiap budaya bisa memaknainya secara berbeda danl itu sah-sah saja.

REFERENCES

dotcom, s. (2020). ragam makna jilbab dalam islam kh husein muhammad.


https://youtu.be/bGX0DpSMAVo.

Husein, S. M. (2000). Dunia Wanita dalam islam. jakarta: Lentera .

mandzur, I. I. (1386 H). Lisan al-Arab. Beirut: Darul Fikr.

muhammad, k. h. (2020). jilbab dan aurat. aksara satu.

salim, D. j. (1984). busana muslim dan permasalahannya. jakarta: proyek pembinaan


kemahasiswaan dirjend pembinaan kelembagaan agama islam DEPAG RI.

Shihab, M. Q. (2014). Jilbab Pakaian Wanita Muslimah . jakarta: lentera hati.

shihab, q. (2007). Tafsir al misbah. jakarta: lentera hati.

Yusar, sukarelawati, & agustini. (2020). kognisis sosial dalam proses analisis wacana
kritis model van djik pada buku motivasi. Jurnal komunikasi, 6(2).

Anda mungkin juga menyukai