Anda di halaman 1dari 15

TALFIQ

Komitmen seseorang yang telah memeluk Islam adalah tunduk dengan Al-Quran dan
As-Sunnah sebagai salah satu sumber untuk mengetahui esensi islam itu sendiri. Wahyu sebagai
kalimat Tuhan tidak lagi turun menyapa makhluknya. Sedangkan permasalahan umat yang begitu
banyak dan bermacam-macam tidak tertampung dalam dua teks agama. Praktis, harus ada
seorang yang harus bisa menggali secara mendalam hukum islam dari sumber aslinya. Curahan
pikiran seorang mujtahid menjadi salah satu tumpuan agar syariat islam tetap lestari. Bagi para
kaum yang tak dihinggapi kemampuan seperti itu harus tunduk terhadap suatu madzhab tertentu.
Seseorang tidak mungkin menjalankan agama islam secara kamil tanpa mengikuti suatu
instansi madzhab. Karena dalam Al-Quran dan Al-Hadits masih terdapat kalimat yang mujmal,
muqoyyad dan lainnya yang tidak mungkin seorang yang kemampuannya biasa mampu
memahami arti dan maksud teks agama. Perkembangan madzhab pada masa awalpun tumbuh,
bahkan tercacat hampir ratusan. Tiap orang bebas ikut siapa saja dari madzhab ini. Dari sinilah
wacana taqlid bergejolak. Sampai memunculkan perdebatan seputar aturan main dalam bertaqlid,
seperti tata cara bermadhab, berpindah madzhab, perpaduan madzhab dan lainnya. Sampai
muncul konsep talfiq yang menjadi bagian perdebatan kalangan Juris.

1. Pengertian talfiq
Kata talfiq secara etimologi memiliki arti tambal sulam. Ia diumpamakan seperti tindakan
menambal sulam potongan-potongan kain untuk dijadikan sepotong baju yang utuh, atau
seperti kita mengumpulkan beragam hal dari berbagai tempat dan kemudian disusun untuk
dijadikan suatu bentuk yang utuh.1 Sedangkan secara terminologi, ulama dalam beberapa
generasi mendefinisikan berbeda. Definisi talfiq tidak dijumpai dalam literature ulama'
Mutaqoddimin. Menurut Muhammad bin Said Al-Bani talfiq adalah melakukan suatu
amalan dengan tata cara yang sama sekali tidak dikemukakan mujtahid manapun. 2 Dan
pengertian ini hampir diikuti oleh ulama setelahnya. 3 Namun pengertian ini kurang begitu

1
M. ali hasan, Perbandingan Madzhab,(Jakarta: Rajawali Press.1998), hal 89
2
Muhammad Sa'id Al-Bani, 'Umdatut Tahqiq Fit Taqlid Wat Talfiq, (Al-Maktab Al-Islamy.1981),hal 91
3
Wahbah Zuhaily, Ushulul Fiqhi Al-Islamy,(Damaskus:dar Fikr.1986) juz 2 hal 1142; Muhammad bin
Ibrahim al-hafnawi, Tabshirun Nujaba' Fil Ijtihad Wat Taqlid Wat Talfiq Wal Ifta',(Kairo:Dar Al-
Hadits.1995) hal 262; Sa'id Al-Ghonwi, At-Talfiq Fil Fatwa,(Kuwait: Majallah As-Syari'ah.1999),hal
275
komprehensif. Karena definisi ini akan mencakup seorang mujtahid yang berijtihad yang
sebelumnya tidak ada yang berpendapat demikian. Sementara pendapatnya tidak ada unsur
mencampuradukkan pendapat madzhab lain.

Dr. Sayid Muhammad Musa mendefinisikan talfiq dengan memilih hukum-hukum fiqh
dari beberapa madzhab yang mu'tabar.4 Definisi ini dianggap kurang mumpuni. karena
melakukan rukhsoh dari madzhab tertentu itu bisa tanpa talfiq. Dalam kitab Al-Misbah Fi
Rosmi Al-Mufti Wa Manahiju Al-Ifta disebutkan bahwa talfiq adalah keingginan
menggunakan pendapat yang ringan. Pengertian ini juga tidak jami dan mani karena
mengambil pendapat yang ringan adalah bagian dari talfiq. Sehingga setiap talfiq belum tentu
mengambil pendapat yang ringan. Dan mengambil pendapat yang ringan juga belum tentu
talfiq. Majma al-fiqhi mendefinisikan talfiq dengan melakukan amalan ibadah atau
muamalah yang tersusun dari dua madzhab atau banyak. Maksudnya adalah mujtahid
berbeda pendapat dalam masalah ibadah dan muamalah yang mempunyai rukun dan syarat-
syarat. Muqollid kemudian melakukan amaliyah yang rukunnya memakai madzhab ini dan
syaratnya memakai mazhab itu. Dari percampuran ini muncullah suatu bentuk baru yang
tidak pernah diakui mujtahid manapun.

Contoh talfiq dapat dikemukakan sebagai berikut. Ketika berwudlu, khususnya dalam
masalah menyapu kepala, seseorang mengikuti tata cara yang dikemukakan Imam As-Syafi'i.
Imam As-Syafi'i berpendapat bahwa dalam berwudlu seorang cukup menyapu sebagian
kepala. Walaupun hanya disapu satu rambut. Setelah berwudlu, orang tersebut bersentuhan
kulit dengan seorang wanita yang bukam mahromnya. Menurut Imam Syafi'i, wudlu seorang
laki-laki batal apabila ia bersentuhan kulit dengan wanita. Begitu juga sebaliknya. Namun
dalam hal bersentuhan kulit dengan wanita setelah berwudlu, orang tersebut mengikuti
pendapat Imam Abu Hanifah dan meninggalkan pendapat Imam As-Syafi'i. Imam Abu
Hanifah menyatakan bahwa persentuhan kulit tersebut tidak membatalkan wudlu. Dalam
kasus seperti ini pada amalan wudlu terkumpul dua pendapat sekaligus, yaitu pendapat Imam
As-Syafi'i dan pendapat Imam Abu Hanifah. Jika dilihat dari pendapat dua madzhab itu
secara terpisah, maka wudlu tersebut dinyatakan tidak sah. Dalam madzhab Syafi'i wudlu itu
tidak sah karena yang bersangkutan telah bersentuhan kulit dengan wanita yang bukan

4
Dr. Sayid Muhammad Musa, Al-Ijtihad Wa Mada Hajatina Ilahi Fi Hadzal 'Ashri, (Mesir: Dar Kutub
Al-Haditsah), hal 551
mahramnya. Dilihat dari madzhab Hanafi wudlu tersebut pun tidak sah karena orang tersebut
hanya menyapu sebagain kepalanya. Menurut Imam Abu Hanifah, dalam berwudlu kepala
harus disapu seluas dahinya.

Talfiq hanya menggabungkan pendapat antar madzhab. Dalam intern madzhab juga bias
terjadi talfiq antar sesama ulama' semadzhab. Misalnya pendapat Imam Qoffal dan Ibnu
Hajar. Pernyataan ini diutarakan ibnu abidin.
Keinginan melakukan talfiq tidak hanya terdorong keinginan menjalankan ajaran agama
dengan mudah dan ringan. Tapi ada factor lain yang juga menghendaki diadakan talfiq.
1. Dengan hanya mengandalkan satu madzhab saja, permasalahan umat yang begitu
komplek tidak mudah diselesaikan. Bahkan akan menambah gejolak social terhadap
hokum islam. Karena dirasa, hokum islam itu terlalu ketat dan ruwet. Berbeda jika
mengkombinasi madzhab. akan banyak masalah umat yang bisa terselesaikan dan umat
akan menjalankan agamanya dengan tenang dan khusyuk.
2. diakui atau tidak, umat islam sekarang kurang begitu erat memeluk agama islam.
Pemahaman dan perhatian terhadap ilmu keagamaan juga sangat memprihatinkan.
Keadaan mereka pun semakin mendekati jurang kerusakan. Banyak sekali ibadah dan
bahkan muamalah mereka melenceng jauh dari praktek madzhab yang mereka ikuti.
Madzhab yang mereka ikuti sebenarnya mengharamkanya, tapi karena kebutuhan
mendesak, mereka terpaksa menerjangnya. Begitulah problematika masyarakat sekarang.
Konsep talfiq diharap dapat merubah wajah hokum islam. Hokum islam yang dirasa
sangat menyiksa dan membebani. Bukan malah menjadi solusi kehidupan.
3. fanatisme madzhab mulai awal kemunculannya sampai sekarang masih menyisakan
problematika serius. Madzhab selain yang mereka ikuti dianggap kurang mu'tabar atau
tidak kuat. Padahal kalau mereka mau jujur dan mengaku, sebenarnya hasil ijtihad ulama'
terhadap interpretasi teks agama begitu variatif. Perbedaan pasti tidak terelakkan.
Menghilangkan virus fanatisme madzhab ini diharap dapat disembuhkan dengan talfiq.
Agar mereka tahu bahwa pendapat benar bukan hanya ditangan satu orang saja.5

5
Musthofa Az-Zarqo, Fatawa Musthofa Az-Zarqo,(Darul Qolam.1999) hal 373
2. Historitas
Term talfiq muncul karena penyakit taqlid telah mengakar kuat dikalangan islam.
Kemudian talfiq muncul bersamaan dengan era kebangkitan islam. Sehingga muncul
pernyataan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Di zaman Rosulullah Saw, sahabat, dan tabiin
tidak dijumpai pemikiran tentang talfiq tersebut. Bahkan di zaman imam madzhab yang
empat pun tidak ditemui pembahasan talfiq. Karena tidak seorang pun dari mereka yang
melarang orang lain untuk mengikuti pendapat siapapun di antara mereka.6 Talfiq muncul
menjadi diskursus ilmiah di kalangan umat muslim sejak abad ke-7 H. 7 Jamaluddin Al
Qasimy sendiri menemukan talfiq menjadi term tersendiri muncul pada abad ke-5, karena
pada masa tersebut terjadi goncangan fanatisme dan politisasi madzhab tapi dalam sisi
prakteknya, talfiq sudah ada sejak dulu.8 Menurut riset yang dilakukan Dr. Ghazi Al-Athiby,
talfiq baru menjadi bahan perbincangan ilmiah setelah abad keenam, sebab tidak ada literatur
yang menyebutkan tentang talfiq pada masa sebelumnya.9

3. Hukum Talfiq
Hukum talfiq dalam madzhab masih derselisihkan oleh ulama'. Namun, Sebelum menuju
pembahasan hokum talfiq, perlu kiranya dijelaskan factor apa yang menyebabkan ulama' ini
berbeda pendapat mengenai hokum talfiq. Ada yang menyatakan bahwa sebenarnya yang
menjadi penyebab ulama' berbeda hokum tentang talfiq adalah karena perbedaan ulama'
tentang hokum menyatakan pendapat baru (qoulun taslits) 10. Sehingga, ada ulama' senior
hanafiyah, al-muthi'I11, yang menyatakan bahwa kasus talfiq adalah sama dengan qoulun
tsalit. Hal tersebut juga dinyatakan prof. Dr. Wahbah az-zuhaily dalam kitabnya yang beliau
ambil dari kitab 'umdatut tahqiq fit taqlid wat talfiq.12 Padahal qoulun tsalits dengan talfiq
punya banyak perbedaan.
Menurut Prof. Dr. Ghozi bin Mursyid Bin Kholaf At-Tabi'I, penyebab hokum talfiq
diperselisihkan ulama' adalah karena perbedaan ulama' tentang apakah seseorang itu boleh

6
Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.1996), juz 5 hal 1786
7
Wahbah Zuhaily, Ushulul Fiqhi Al-Islamy,(Damaskus:Darul Fikr.1986) juz 2 hal 1142
8
Muhammad bin Muhammad bin Qosim, Al fatwa fil islam, (Beirut: Dar Kutub Al-Ilmiyah.1973) hlm.
104
9
Dr. Ghazi Al-Athiby, At-Talfiq Bainal Madzahib Al Fiqhiyyah Wa Alaqatuhu Fi Taisiril Fatwa, hlm. 6
10
Untuk pembahasan tentang maksud qoulun tsalits, akan dijelaskan selanjutnya.
11
Muhammad Bakhit Al-Muthi' ,Sullamul Wushul,('Alimul Kutub), juz 4 hal 629
12
Wahbah Zuhaily, Ushulul Fiqhi Al-Islamy,(Damaskus:Darul Fikr.1986), Juz 2 hal 1144
berpindah madzhab atau tidak. Bagi ulama' yang membolehkan berpindah madzhab tentu
membolehkan talfiq. Adapun ulama' yang melarang berpindah ke madzhab lain, mereka juga
ada yang melarang keras. Dan ada yang memboelhkakn dengan syarat.13
Setidaknya ada tiga kubu ulama' menanggapi hukum talfiq :
Pertama: kubu yang sama sekali tidak membolehkan talfiq. Ini adalah pendapat
kebanyakan ulama.14 Mereka adalah Abdul Ghoni An-Nabilisi,15 Muhammad bin Ahmad As-
Saffarini,16 syeikh Ibnu Abdul Bari, Abdullah Al-Alawi As-Sinqithi, 17 Muhammad Bakhit Al-
Muthii,18 Syekh Muhammad Al-Amin As-Singkithi.19 Al-Haskafi dari dari madzhab Hanafi
mengkalim terjadi ijma bahwa talfiq tidak diperbolehkan.20 Pendapat Muta`akhirin
21
Syafi'iyah juga menguatkan bahwa talfiq itu dilarang. diantaranya Al-Ghozali, Al Jalalul
Mahalli, Imam Qoffal dan lain-lain. Imam al-Ghazali melarang praktik talfiq dengan alasan
hal tersebut condong mengikuti hawa nafsu, sementara syariat, menurut beliau datang untuk
mengekang liarnya hawa nafsu. Sehingga setiap perkara harus dikembalikan syariat bukan
kepada hawa nafsu. Beliau menyitir ayat al-Quran yang berbunyi : Jika kamu berselisih
paham tentang suatu perkara, m a k a kembalikanlah kepada Allah Swt.
Kedua: mutlak boleh. Pendapat ini dilansir oleh Muhammad bin Arofah Ad-Dasuqi. 22
Beliau mentarjih sendiri pendapat ini.
Ketiga: boleh dengan syarat. Tetapi beberapa Ulama' berbeda syarat apa saja yang harus
dipenuhi.
a. Al-Karmi, Ar-Rohibani, As-Syathi, Ibnu Budron memberikan syarat tidak boleh
dengan mencari-cari kemudahan (Tatabbu' Ar-Rukhosh). Kalangan Muta`akhirin

13
Keterangan hokum brepindah madzhab dapat dilihat dalam pembahasan berpindah madzhab
14
Musthofa As-Suyuthi Al-Hambali,Matholib Ulin Nuha, (Al-Maktab Al-Islamy.1961),hal 390;
Muhammad bin Abdul 'Adzim Al-Makki Al-Hanafi, Al-Qoulu As-Sadid Fi Ba'di Masailil Ijtihad Wat
Taqlid,(Kuwait: Dar Ad-Da'wah.1988) ,hal 79
15
Abdul Ghoni An-Nabilisi, Khulashotut Tahqiq Fi Bayani Hukmi Taqlid Wat Talfiq, (Beirut: Darul
beiruti).hal 55
16
Muhammad bin Ahmad As-Saffarini,At-Tahqiq Fi Butlanut Talfiq,(Darus Shomi'i.1998),hal 171
17
Abdullah Al-Alawi As-Sinqithi, Nasyrul Bunud Ala Maroqis Su'ud,(Darul Kutub Al-Ilmiyyah.1988) juz
2hal 343
18
Muhammad Bakhit Al-Muthi' ,Sullamul Wushul,('Alimul Kutub) juz 2 hal 343
19
Muhammad Al-Amin As-Singkithi,(Dar Alimul Fawaid.2007)Syarhu Maroqis Su'ud, juz 2 hal 681
20
Durrul muhtar juz 1 hal 75
21
Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-fatawa al-fiqhiyyah al-kubro,(Bairut:Darul Kutub Al-Ilmiyah), juz 4 hal
325; Abu Bakar Bin Muhammad Syatho Ad-Dimyathi, I'anatuth tholibin,(Beirut:Darul Fikr). Juz 1 hal
17
22
Muhammad bin Arofah Ad-Dasuqi, Hasyiyah Ad-Dasuqi Ala Syarhil Kabir,(Dar Ihya' Kutubil
Arobiyah), juz 1 hal 20
Madzhab Syafi'iyah memberikan tambahan kriteria. Selain tidak mencari-cari
kemudahan, amalan yang dilakukan dengan menggabungkan dua madzhab atau lebih

b. Tidak sampai menimbulkan amalan yang tidak dikatakan mujtahid manapun.23


Diantaranya Ibnu Hajar Al-Haitami, Abdullah Abu Makhromah, Ibnu Daqiq Al-'Id,
As-Subuki, Isnawi yang melansir pendapat dari Al-Iroqi, dan Imam Rofi'i yang
melansir pendapat dari Al-Qodli Husain.24 Pendapat ini adalah sebagai akibat
pendapat mereka yang menyatakan bahwa seorang yang telah mengikuti madzhab
dalam satu amalan, dia tidak boleh berpindah ke lain madzhab. Dia harus
menjalankan amalan tadi sesuai dengan prosedur/qodliyah dan konsekuensinya. Lain
lagi dengan Ibnu Ziyad dan Al-Bulqini. Mereka membolehkan seseorang berpindah
madzhab jika sudah dua qodliyah25. Jika masih dalam satu qodliyah, talfiq itu tidak
diperbolehkan. Contoh talfiq yang diperbolehkan adalah, ada orang yang berwudlu
mengikuti procedural syafi'i. kemudian dalam sholat, dia hanya menutupi dua
kemaluannya (sauatani). Pada waktu wudlu ia tidak kumur-kumur, dan membaca
bismillah. Padahal imam Hanbali mengharuskannya. Talfiq dalam masalah ini
diperbolehkan, karena talfiq terjadi dalam dua qodliyah.
c. Al-Qorofi dan As-Syatibi26 menyaratkan talfiq boleh dilakukan asal tidak
mengagalkan ijma' sebelumnya.
d. As-Syafsyawi menyaratkan talfiq boleh dilakukan jika terpaksa dan mendesak.27
e. Muhammad Said Al-Bani. Beliau membagi menjadi dua bagian:

23
Contoh sebelumnya, seorang yang berwudlu mengikuti Imam Syafi'i kemudian batalnya ikut dengan
Abu Hanifah, menurut pendapat ini dikatakan melakukan amalan yang tidak ada satupun dari
mujtahid yang mengatakannya. Apakah ada ulama' yang mengatakan sah praktek wudlu seseorang
yang hanya menyapu rambut tiga helai kemudian menyentuh kulit wanita yang bukan mahromnya?
menurut pendapat ini, dia harus menyapu rambut seluas dahinya walaupun ikut mazdhab syafi'i.
apabila ia menyentuh kulit wanita lain, wudlunya tidak batal.
24
Zainuddin Al-Malaibari, Fathul Mu'in, (Surabaya: Al-Hidayah), hal 138
25
Yang dimaksud dengan qodliyah adalah amalan yang mempunyai syarat dan rukun tersendiri.
Wudlu dianggap satu qodliyah. Sholat dianggap satu qodliyah. Jika melakukan talfiq dalam wudlu
saja, menurut mereka tidak diperbolehkan. Jika berwudlu menggunakan madzhab Syafi'i dan
sholatnya mengikuti Hanafiyah, hal itu tidak dianggap talfiq yang batal. Namun jika berwudlu
mengikuti madzhab syafi'I sedangkan batal wudlunya mengikuti madzhab hanafi, talfiq ini tidak
diperbolehkan. Karena terjadi dalam satu qodliyah, yaitu wudlu saja.
26
Abil Abbas Al-Qorofi, Nafaisul Ushul Fi Syarhil Mahshul,(Beirut: Darul Kutub Ilmiyah.2000), juz 4
hal 662
27
Muhammad Sa'id Al-Bani,Umdatut Tahqiq Fit Taqlid Wat Talfiq,(Al-Maktab Al-Islami.1981),hal 112
1. Talfiq yang batal dari esensinya. Ia mencontohkan syair Ibnu Nawas, seorang syair
yang fasiq, mengatakan khomr itu halal. Dia beralasan bahwa Abu Hanifah
menghalalkan nabidz. Sementara Imam syafi'I menyamakan nabidz dan khomr. Ia
menyimpulkan bahwa khomr itu halal. Talfiq yang tujuannya menghalalkan hal
yang haram sangat dilarang oleh agama.
2. Talfiq tidak boleh karena faktor luar :
a. sengaja ingin mengambil pendapat yang ringan dan termudah dari tiap madzhab,
padahal ia tidak punya udzur atau halangan apapun untuk melaksanakanya.
Dalam hal ini imam al-ghozali berpendapat bahwa talfiq tidak boleh didasarkan
pada keinginan mengambil yang termudah dengan dorongan hawa nafsu, dan
hanya boleh apabila disebabkan oleh adanya udzur atau situasi yang
menghendaki.
b. Talfiq tidak boleh membatalkan keputusan hakim. Karena apabila hakim telah
menentukan suatu pilihan hukum dari beberapa pendapat tentang suatu masalah,
maka hukum itu wajib ditaati. Hal ini sejalan dengan kaidah fiqh "keputusan hakim
itu menghapuskan segala perbedaan."
Ulama' dalam memutuskan hukum talfiq mempunyai argument bervariatif. Argument ulama
yang melarang talfiq sama sekali;
1. jika talfiq dibolehkan, akan rusaklah syariah. Hal yang diharamkan dihalalkan dan yang
halal diharamakan. Misalkan anda ingin berzina dengan wanita, maka anda bisa
melakukannya sendiri tanpa wali mengikuti madzhab hanafiyah dan tanpa dua saksi
mengikuti malikiyah.
2. bermadzhab pada suatu madzhab tertentu berarti meyakini bahwa madzhab itu yang
paling benar. Ketika berpindah kemadzhab lain berarti ada pertentangan.
3. Klaim ada ijma' dari madzhab hanafiyah yang memutuskan bahwa talfiq itu dilarang.28
4. pada masa salaf tidak ada yang menyinggung taklid bahkan membolehkannya. Pada
zaman dahulu, sering sekali orang awam bertanya kepada sahabat atau tabi'in tentang
suatu kasus. Mereka tidak hanya bertanya pada satu sahabat saja, mereka bertanya kepada
sahabat manapun. Walaupun sebenarnya hal ini akan mencampuradukkan beberapa

28
Rosmul Mufti Fi Hasyiyah Ibnu Abidin juz 1 hal 69, Al-Qorofi,Al-Ihkam Fi Tamyizil Fatawa 'Anil
Ahkam Lil Qorofi, hal 250
pendapat sahabat, namun hal ini tidak disebut sebagai talfiq, menurut kubu ini. Tapi
dianggap seakan-akan bahasa asing ke dalam bahasa local.
5. akan menimbulkan kemunculan pendapat baru yang tidak pernah disebut oleh mujtahid
sebelumnya. Ini disebut qoulun tsalits (Qoulun tsalits). Qoulun tsalit akan menggagalkan
ijma' ulama'.

Argument yang mengatakan boleh sama sekali dan dengan adanya persyaratan:
1. Dengan dilarangnya talfiq akan memperberat orang awam untuk melaksanakan amaliyah.
Padahal mereka tidak harus terikat pada satu madzhab. Karena orang awam tidak punya
madzhab. Kebanyakan amalan mereka bias dikatakan sah jika digabungkan dengan
beberapa madzhab.
2. tidak ada dalil dari quran dan sunnah. Sahabat dan tabiin pun tidak meninggung
masalah ini.
3. talfiq merupakan bagian dari taklid. Yang mengharuskan taklid berarti membolehkakn
talfiq.
4. terdapat ulama' yang mempunyai maksud sendiri tentang qodliyah. Misalkan orang
berwudlu menyapu sebagian rambutnya mengikuti imam syafii. wudlu yang ia lakukan
dianggap sah. Apabila ia menyentuh kemaluannya mengikuti madzhab hanafi, boleh bagi
dia mendirikan sholat. karena Wudlu orang tersebut sepakat sah. Begitu juga saat ia
menyentuh kemaluan, wudlunya tidak batal menurut hanafiyah. Pernyataan ulama' yang
menyatakan wudlunya batal dipandang dari dua madzhab, dianggap keliru. Karena dua
kejadian tadi terdapat dalam dua qodliyah. Qodliyah pertama adalah mulai ritual wudlu
itu dilakukan sampai ia menyentuh kemaluannya. Qodliyah pertama sudah dinyatakan
sah oleh syafi'iyah. Pada qodliyah kedua, ia ikut madzhab hanafiyah pada saat ia
menyentuh kemaluan. Pada waktu qodliyah pertama ia ikut praktek wudlunya syafi'I dan
pada qodliyah kedua ia ikut tetapnya keabsahan wudlu mengikuti madzhab hanafi. Ia
tidak mengikuti praktek wudlu hanafiyah pada permualaan wudlu. Jika ia ikut madzhab
hanafi pada permualaanya tentu praktek wudlunya tidak sah.
5. jika konsep talfiq ini dilarang, tentu para mujtahid banyak salahnya. Padahal syari' telah
menyatakan, perbedaan adalah rahmat.
4. Perdebatan Argument dan Sanggahan
Perdebatan masalah talfiq ini memang menjadi perdebatan sengit. Pihak mana yang benar
dan mempunyai argument kuat belum dapat ditentukan. Untuk menentukan seberapa kuat
dalil dan argument mereka, perlu kiranya ditampilkan sanggahan dan jawaban dua kubu tadi.
Dari kubu yang melarang talfiq, mereka menyatakan, dengan talfiq orang akan seenaknya
kawin tanpa wali dan saksi. Hal ini dijawab As-Saffarini yang mengukuhkan bahwa
pernikahan tanpa wali dan saksi tidak sah secara hukum. Pelakunya harus dipidanakan,
bukan alasan talfiq tapi karena ia mencari yang mudah dan ringan (tatabbu' ar-rukhsoh).
Menjawab klaim bahwa talfiq adalah haram berdasarkan consensus ulama, pendapat ini
sebetulnya tidak berdasar sama sekali. Banyak sekali ulama' yang mengatakan talfiq itu
boleh. Ijma' ulama' yang di kalim mereka hanya terjadi dalam kalangan intern madzhab saja.
29
menurut kubu penentang talfiq, talfiq hanya akan melahirkan Qoulun tsalits, yang
mayoritas ulama' melarangnya. Perlu diketahui, qoulun tsalits berbeda dengan masalah talfiq.
Talfiq tidak sampai menggagalkan ijma', namun qoulun tsalit akan menggagalkan ijma'.
Sementara ada juga ulama yang membolehkan talfiq pada saat terpaksa. Hal ini sangatlah
sulit, baik dalam amaliyah ibadah atau muamalah. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip
syari'ah yang mengajarkan kemudahan dan selaras dengan kemaslahatan manusia.
Sementara sanggahan dan jawaban dari pihak kontra talfiq juga tidak kalah serunya.
Pihak pro talfiq menyatakan bahwa talfiq adalah bagian dari taqlid. Jika talfiq itu dibolehkan
mengapa talfiq tidak? Kemudian ditanggapi pihak kontra. memang benar talfiq adalah bagian
dari taklid. Namun perlu diketahui, bahwa syarat untuk bertaklid tidak dipenuhi. Syaratnya ia
harus mengikuti dan selaras dengan madzhab yang ia anut. Baik dari syarat dan rukunnya.
Sementara dalam masalah talfiq, rukunnya memakai madzhab satunya, dan batalnya
mengikuti madzhab yang lain.30
Kubu yang pro talfiq menyatakan talfiq akan mempermudah urusan manusia, sementara
jika dilarang akan membenani mereka. Kubu yang kontra talfiq setuju bahwa talfiq memang
akan mempermudah urusan manusia. Tapi kemudahan hukum yang sebenarnya hanya
diperoleh dari teks agama. Tidak bias dibuat-buat oleh manusia.31 Memang benar bahwa

29
Ibnu 'Abidin, Hasyiyah Roddul Mukhtar (Darul Fikr.1979), juz 1 hal 75 (pdf)
30
Muhammad Bin Ahmad As-Safarini, At-Tahqiq Fi Budlanit Talfiq, (Darus Shomi'i.1998), , Hal 175
31
Abu Ishaq Ibrahim As-Syatibi, Al-I'tishom,(Beirut: Dar Kutub Al-Ilmiyah.1991), juz 2 hal 395
perbedaan ulama' membawa rahmat yang besar. Tapi makna ini diartikan allah memberikan
kebebasab mujtahid untuk berijtihad dan merenung. Usaha ini jika tidak dilakukan tentu
manusia akan berada dalam kefakuman hukum dan kesulitan. Bukan malah dimaknai dengan
kebolehan memilih pendapat manapun yang ia suka.32 Kubu yang kontra juga menolak
bahwa talfiq dalam wudlu diputuskan sah. Memang benar dalam wudlu ada syarat dan rukun
yang berbeda antara dua madzhab. Tapi ritual menyapu sebagian rambut dan menyentuh
kemaluan ada dalam satu ranah ibadah wudlu. Semua itu saling berkaitan satu sama lain dan
tidak bisa lepas.33

5. Tanggapan dua kubu


Diakui atau tidak, dari semua pendapat ulama', hukum talfiq tidak bisa diputuskan mutlak
boleh atau dilarang semuanya. Argument yang dilontarkan kubu pro talfiq juga bisa ditolak
oleh kubu anti talfiq. Tapi dari perdebatan di muka, sanggahan atau kritikan seakan-akan
Cuma permainan bahasa. Mereka bahkan mempunyai prinsip yang berbeda sehingga pasti
menghasilkan jawaban yang berbeba pula. Untuk menengahi dua kubu yang berseberangan
perlu kiranya disuguhkan prinsip-prinsip umum dalam hukum islam. Sehingga perbedatan
tidak sampai larut.
Menurut Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaily, yang menjadi perdebatan dikalangan ulama'
adalah hukum-hukum yang furu' (cabang) yang ditetapkan berdasarkan dalil dzonni. Adapun
masalah akidah dan akhlak tidak dibenarkan talfiq. Prinsip hukum-hukum furu' dibangun atas
dasar kemudahan dan kelapangan, sikap kewaspadaan dan penuh perhitungan, dan terakhir
hukum yang intinya mengandung kemaslahatan dan kebahagiaan bagi manusia.
Hukum yang dibangun atas dasar kemudahan dan kelapangan dapat berbeda dengan
perbedaan kondisi setiap pribadi. Hukum yang seperti ini adalah hukum yang termasuk al-
ibadah al-mahdloh (ibadah khusus). Karena dalam masalah ibadah khusus tujuan yang ingin
dicapai adalah kepatuhan dan loyalitas seseorang pada Allah SWT dengan menjalankan
perintahNya. Dalam ibadah ini, factor kemudahan dan menghindari diri dari kesulitan amat
diperhatikan. Karena itulah alasan talfiq diberbolehkan dalam ranah ini amat masuk akal.
Sedangkan ibadah yang sifatnya materi atau maliyah, dasar kemudahan dan kelapangan tidak
masuk dalam ranah ibadah maliyah ini. Ibadah maliyah dibangun atas dasar kehati-hatian dan
32
At-Talfiq Bainal Madzahib hal 32
33
ibid
ketat. Dikhawatirkan hak untuk orang fakir tidak akan tersampaikan. Contoh ibadah ini
adalah zakat. Sebaiknya bagi orang yang berkewajiban zakat tidak mengambil pendapat yang
lemah atau menggabungkan pendapat madzhab-madzhab agar dia terlepas dari
kewajibannnya. Begitu juga pihak yang memberikan fatwa. Dia dituntut untuk berpendapat
hati-hati dalam masalah ini.
Hukum yang dibangun dengan sikap kewaspadaan dan kehati-hatian berkaitan dengan
sesuatu yang diharamkan syari'. Allah SWT tidak melarang sesuatu kecuali terdapat unsur
mudarat. Dalam hukum seperti ini tidak dibenarkan adanya talfiq dan kemudahan. Kecuali
dalam keadaan darurat. Karen aterdapat kaidah: "keadaan terpaksa bias membolehkan hal
yang dilarang." Dalam kaitan ini Rosulullah berdabda:"segala yang saya larang hindarilah
dan yang segala saya perintahkan ikutilah sesuai dengan kemampuannmu."(H.R. al-bukhori
dan muslim dari abu hurairah). Dari sabda rosulullah ini, ulama' ushul fikh menyatakan
bahwa hukum hukum yang bersifat perintah dikaitkan dengan kemampuan. Hal ini
menunjukkan adanya kelapangan dan kemudahan dalam menjalankan suatu perintah. Namun
untuk yang bersifat larangan tidak ada toleransi dan tidak ada peluang memilih berbuat atau
tidak berbuat. Kerenanya, seluruh yang dilarang wajib dihindari.
Hukum yang intinya mengandung kemashlahatan dan kebahagiaan bagi manusia
misalnya pernikahan, muamalah, dan pidana. Dalam pernikahan tujuan yang hendak dicapai
adalah kebahagian suami dan istri beserta keturunan mereka. Oleh sebab itu, segala cara yang
dapat mencapi tujuan perkawinan tersebut boleh dilakukan, sekalipun harus dengan talfiq.
Namun talfiq yang diambil tersebut tidak bertujuan untuk menghilangkan esensi pernikahan
itu sendiri. Oleh sebab itu, ulama' fiqh mengatakan bahwa nikah dan talak tidak dapat
dipermainkan. Adapun dalam bidang mu'amalah dan pidana disyari'atkan untuk memelihara
jiwa dan lainnya. Patokannya adalah kemashlahatan pribadi dan masyarakat. untuk mencapai
tujuan tersebut cara-cara talfiq diperbolehkan. Dan terkadang harus dilakukan. Hal ini
dibolehkan karena persoalan muamalah berkembang masa dan tempat. Oleh sebab itu, segala
cara yang dapat menjamin dan mencapai kemashlahatan manusia sekaligus menghindarkan
mereka dari kemudaratan boleh dilakukan. berdasarkan kenyataan di atas, ulama' fiqh
kontemporer menyetekan bahwa talfiq dibolehkan asal tidak menimbulkan sikap main-main
dalam beragama atau mengambil pendapat tanpa alasan tertentu.34

34
Wahbah Zuhaily, Ushulul Fiqh Al-Islamy, (Beirut: Darul Fikr.1986), juz 2 hal 1151
Sikap ilmiah dalam menyelesaikan problematika talfiq ternyata dicemari oleh sebagian
tokoh yang mengklaim bahwa kubu menentang talfiq bukanlah ahli berijtihad juga bukan ahli
ijma'. Inilah yang dilontarkan oleh Yahya Zanati al-maliki yang hidup pada abad ke-7. Beliau
menukil pendapat dari imam Qorofi. Qodli Najmuddin bin ibrahim at-thorthusi (w.758H)
dalam kitabnya anfa'ul wasail juga menyatakan hal yang sama.
Perdebatan demi perdebatan tentang talfiq masih mengisi lembaran kitab hokum islam.
Entah pendapat mana yang benar. Sementara yang penulis anggap kuat adalah praktek talfiq
dibolehkan dengan mengindahkan prisnsip-prinsip di atas. Untuk menutup pembahasan talfiq
ini, perlu kiranya kami lampirkan pendapat Dr. Sayid Muhammad Musa. Beliau menyatakan
"kalau kita sungguh-sunguh meneliti, kita akan menjumpai bahwa imam syafi'I tidak pernah
mengatakan batal pada orang yang salat dan bertaklid kepada imam malik yang tidak
membatalkan wudlu orang yang menyentuh orang yang bukan mahromnya. Begitu juga
imam malik. Tidak dijumpai dari pendapat beliau yang menyatakan orang yang bertaklid
pada imam syafi'I yang tidak mengosok anggota wudlunya itu batal."

6. Tatabbu' ar-rukhosh
Terkait dengan persoalan talfiq ini, ulama' ushul fiqh juga membahas persoalan
mengambil amalan atau pendapat dari berbagai madzhab yang paling mudah dan paling
ringan. Dalam istilah ushul fikh sikap seperti ini disebut tatabbu' ar-rukhosh. Termasuk talfiq
yang terlarang adalah talfiq yang sengaja mencari pendapat mudah dari madzhab-madzhab
lain. Ulama' pun ada yang mengecapnya fasik. Tentang hal ini ulam' ushul berbeda pendapat.
Ulama' madzhab maliki, madzhab hanbali dan imam ghozali mengatakan seorang
dilarang melakukan tatabbu' ar-rukhosh. Karena hal ini cenderung mengikuti hawa nafsu
dalam pengamalan ajaran agama. Syara' diturunkan agar manusia mengekang hawa nafsunya.
Ibnu abdi a-barr dan ibnu hazm dari ulam' dzohiriyah juga melarang tatabbu' ar-rukhosh bagi
orang awam Karen ahal tersebut akan menyebabkan orang mengabaikan ajaran agama.
Sebaliknya sebagian ulama' malikiyah seperti al-qorofi, dan madzhab syafi'iiyah tidak
melarang tatabbu' ar-rukhosh. Karena tidak ada nash yang melarangnya. Rosulullah sendiri
ketika dihadapkan dua pilihan selalu mengambil yang termudah (HR. Al-Bukhori, At-
Tirmidzi, dan Malik. Hadits ini diriwayatkan dari abu hurairah)Rosulullah SAW juga
mnegininkan amalan yang ringan bagi umatnya (HR. al-Bukhori dari 'Aisyah). Salah satu
ulama', As-Sya'bi, mengatakan seorang lelaki yang dihadapkan dua pilihan, kemudian ia
memilih yang mudah. Allah akan mencintai hamba tadi.
Ibn abdi al-barr mengklaim bahwa ada ijma' yang menyetujui tatabbu' ar-rukhosh
dilarang. Klaim ini tidak bias diterima. Karena dari madzhab Ahmad sendiri ada dua hikayat,
antara boleh dan tidak. Imam nawawi mendapat hikayat dari abu hurairah, bahwa pelaku
tatabbu' ar-rukhosh tidak fasiq.35
Memang dalam kenyataannya, islam diturunkan ke dunia bukan sebagai beban tambahan
bagi manusia. Tapi agar manusia lebih maju dan menjalankan agamanya dengan nikmat dan
kyusuk. Untuk merealisasikan hal tersebut, agama yang mudah akan menjadi pilihan yang
tepat oleh manusia. Tentunya islam lah toleran dan moderatlah yang akan dipilih manusia
yang punya akal waras. Untuk menutup pembahasan ini perlu kiranya kami tampilkan
pernyataan izzu bin abdis salam: "sebaiknya bagi orang awam, menjalankan agamanya dari
pendapat madzhab yang mudah-mudah. Bagi mereka yang inkar dengan hal ini, tentu mereka
bukan orang yang tahu tentang agama secara mendalam. Agama lebih suka hambanya
memilih pendapat yang ringan. Ingat, agama allah itu mudah. Allah SWT tidak sekali-kali
menyulitkan seseorang dalam beragama.''36

7. Macam-macam talfiq
Talfiq tidak hanya terjadi pada kalangan awam saja / muqollid. Tapi ada dua tipe talfiq
lagi yang juga menjadi pembahasan klasik.
Pertama : Talfiq dalam ijtihad. Pada suatu masa para mujtahid menelorkan pendapat-
pendapat mereka. Hasil yang mereka dapatkan ternyata berbeda. Sehingga setelah masa
mereka muncullah mujtahid baru yang berusaha menggabungkan dua pendapat atau lebih
dari tiap-tiap madzhab.37 Salah satu macam ijtihad murokkab adalah Qoulun Tsalits
(pendapat ketiga). Qoulun Tsalits adalah permasalah ijma'. Tentang kemunculan pendapat
ketiga tatkala dua kelompok sepakat terdapat dua. Contoh lain dari Qoulun Tsalits dapat
digambarkan dengan perselisihan ulama' dalam menyikapi harta warisan antara kakek
dan saudara perempuan. Hanafiyah dan Hanabilah sepakat bahwa kakek dapat
menghalangi bagian saudara perempuan (mahjub). Sedangkan jumhur berpendapat

35
ibid
36
Muhammad Ahmad Falisy, Fatawa As-Syekh 'Alisy,(Kairo:Mushtofa Al-Babi Alhalabi.1958) juz 1 hal
78
37
Menurut Syekh As-Sanhuri, ijtihad seperti ini namanya ijtihad murokkab.
bahwa warisan dibagi rata antara kedua orang tadi. Dari kesepakatan terjadinya
perbedaan ulama' ini, tidak boleh seorangpun mengajukan pendapat bahwa saudara
perempuan dapat menghalangi bagian kakek.38

Permasalahan boleh tidaknya memunculkan Qoulun Tsalits masih diperselisihkan


ulama'. Ulama' yang tidak membolehkan banyak sekali. Pendapat ini dikatakan oleh
39
Imam Juwaini. penyebabnya adalah karena dua pendapat inilah yang disepakati. Umat
terserah memilih yang mana. Pendapat yang benar hanya berkisar dari dua pendapat ini.
Dengan memunculkan pendapat yang ketiga, akan mengakibatkan kesepakatan umat
terdahulu salah dan sesat. Kalangan madzhab adz-dzohiriyah dan hanafiyah
membolehkan adanya Qoulun Tsalits. Karena, masalah yang diperselisihkan oleh dua
ulama', tentu ada peluang besar perbedaan muncul kemudian.40
Talfiq dalam madzhab dan Qoulun Tsalits punya sisi kesamaan. Keduanya saling
memunculkan pendapat baru. Sedangkan perbedaan keduanya ialah:
1. talfiq itu menggabungkan dua pendapat dari dua mazdhab.
Sedangkan Qoulun Tsalits tidak memakai kedua pendapat yang
ada, namun memunculkan pendapat yang baru dan berbeda.
2. talfiq bias saja menggabungkan dua pendapat bahkan lebih.
Sedangkan Qoulun Tsalits hanya didahului dua pendapat.
Kedua: talfiq dalam perundang-undangan. Negara mengambil sikap untuk membuat
undang-undang islami. Materi Undang-undang diambil dari beberapa madzhab.
Tujuannya agar hokum islam, dapat menyesuaikan situasi dan kondisi riil di negara
tersebut. Kompilasi hokum ini tentu akan menimbulkan percampuran pendapat madzhab.
Unifikasi hokum ini dianggap sebagai langkah terpuji agar hokum islam dalam
dipraktekkan masalah luas. Begitu, agar tidak terjadi sengketa gara-gara pengadilan
menggunakan misalnya madzhab syafi'I, pengadilan yang lain menggunakan Hanafiyah.
Prinsip kompilasi hokum islam sesuai dengan kaidah "keputusan pemerintah adalah
putusan tetap dari berbagai pendapat." Indonesia sebagai pancasila juga membuat huku

38
Ibnu Hazm, Al-Muhalla Bil Atsar,(Beirut: Darul Kutub Ilmiyah) Juz 8 hal 308
39
Abdul Malik Al-Juwaini,Al-Burhan Fi Ushulul Fiqh,(darul wafa'. 1992) juz 1 hal 452
40
Hazm, Al-Muhalla Bil Atsar,(Beirut: Darul Kutub Ilmiyah), juz 1 hal 560; Abu Mudzoffar As-Sam'ani,
Qowathi'ul Adillah Fi Ushulil Fqih,(1998) juz 3 hal 265.
positif islam yang materinya dari berbagai madzhab. Berbagai pendapat dipilih sesuai
konteks keindonesiaan.41

41
Dr. Sayid Muhammad Musa, Al-Ijtihad Wa Mada Hajatina Ilahi Fi Hadzal 'Ashri, (Mesir: Dar Kutub
Al-Haditsah), hal 556

Anda mungkin juga menyukai