Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam ilmu fiqih, biasanya kita menganut mazhab tertentu yang


sebelumnya telah dikenal luas oleh masyarakat tempat kita tinggal. Dalam
prakteknya, sering kali kita menemukan perbedaan-perbedaan dalam hal fiqih ini.
Kesemuanya itu karena masing-masing orang bebas untuk melakukan ijtihad
sendiri bila dia mampu, atau kalau tidak mampu, maka dia bebas untuk mengikuti
pendapat mujtahid manapun yang menurutnya paling layak diikuti. Namun bukan
berarti bebas sepenuhnya. Melainkan harus tetap sesuai dengan hukum-hukum
bermazhab dan batasan-batasannya.

Melalui makalah ini penulis mencoba menguraikan hukum-hukum


bermazhab dan batasan-batasannya. Baik itu Firman Allah, Sunnah Rasul,
maupun pendapat para Imam Empat dan para Ulama.

B. BATASAN MASALAH

Agar dalam pembahasan makalah ini tidak menyimpang. Maka penulis


memberikan batasan-batasan dalam pembahasan, yaitu:

1. Pengertian Mazhab dan Pentingnya bermazhab dalam fikih


2. Etika dalam bermazhab dan hukum-hukum bermazhab

3. Batasan-batasan dalam bermazhab

C. RUMUSAN MASALAH

Dalam pembahasan makalah ini yang menjadi rumusan-rumusan


masalah Diantaranya yaitu:

1. Apa itu Mazhab dan seberapa penting bermazhab dalam Fiqih?


2. Bagaimana etika kita dalam bermazhab?

3. Apa saja hukum-hukum bermazhab dan batasan-batasannya?


~1~
D. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui pengertian


mazhab, pentingnya bermazhab bagi seorang muslim, etika seorang muslim
dalam bermazhab, mengetahui hukum-hukum bermazhab dan juga batasan-
batasan dalam bermazhab.

E. MANFAAT PENULISAN

Saya sebagai penulis berharap agar makalah ini bisa bermanfaat dan
juga bisa memberikan wawasan ataupun ilmu kepada semua pihak. Baik itu saya
sendiri sebagai penulis maupun yang membacanya. Dan manfaat penulisan
lainnya yaitu dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan bisa menjadi
acuan dan rujukan bagi kita semua agar tidak terjerumus dan salah kaprah
dalam mengikuti suatu mazhab tertentu.

F. METODE PENULISAN

Metode penulisan makalah ini yaitu dengan cara membaca dan


mengumpulan data-data yang penulis peroleh dengan cara Browsing di internet.
Dan dari semua data-data yang penulis ambil lalu dibaca, ditelaah, dipahami dan
di simpulkan sehingga terciptalah makalah ini.

~2~
BAB II
HUKUM BERMAZHAB DAN BATASAN-BATASANNYA

A. PENGERTIAN MAZHAB
Mazhab secara bahasa artinya adalah tempat untuk pergi. Berasal dari
kata zahaba - yazhabu - zihaaban. Mahzab adalah isim makan dan isim zaman
dari akar kata tersebut. Sedangkan secara istilah, mazhab adalah sebuah
metodologi ilmiah dalam mengambil kesimpulan hukum dari Kitabullah dan
Sunnah Nabawiyah. Mazhab yang di maksud maksudn adalah mazhab fiqih.
1. Pengertian Mazhab Menurut Ulama Fikih
Mazhab menurut ulama fiqih, adalah sebuah metodologi fiqih khusus
yang dijalani oleh seorang ahli fiqih mujtahid, yang berbeda dengan ahli fiqih
lain, yang menghantarkannya memilih sejumlah hukum dalam kawasan ilmu
furu'.
2. Pengertian Mazhab Menurut Para Ulama
Menurut para ulama dan ahli agama Islam, yang dinamakan mazhab
adalah metode (manhaj) yang dibentuk melalui pemikiran dan penelitian,
kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang
jelas batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dan dibangun di atas prinsip-
prinsip dan kaidah-kaidah.
3. Pengertian Mazhab Secara Umum
Pengertian Mazhab dalam Islam tidak serupa dengan denominasi
dalam Kristen, melainkan satu tingkat di bawahnya. Denominasi Katolik-
Protestan-Ortodoks lebih setara dengan denominasi (firqah) Sunni-Syi'ah
dalam Islam.
Istilah Mazhab secara umum dalam bahasa Indonesia juga digunakan untuk
merujuk kepada suatu aliran tertentu dalam suatu ilmu atau filsafat.
4. Menurut Sjechul Hadi Permono
Anggapan mazhab sebagai rujukan yang kaku, dan dijadikannya
sebagai upaya pengidentitasan kelompok atau golongan adalah amat keliru.
Hal ini membawa kepada ta’assub mazhab (fanatik faham dan fanatik

~3~
golongan), serta membangkitkan asumsi ketidak mungkinan untuk melakukan
tajdid dan ijtihad dalam bidang fiqih. 1

Kata mazhab mempunyai dua arti:


Qaul (pendapat), yakni produk hukum seorang ahli.
Manhaj (metode), yakni turuq al-istinbat, prosedur penetapan hukum dari
seorang mujtahid.
B. PENTINGNYA BERMAZHAB DALAM FIQIH
Pentingan bermazhab bagi kita adalah agar kita bisa mengamalkan
agama dengan faham yang sebenarnya. Kita tidak mampu dan kebanyakan kita
tidak (belum) layak kerana tidak mempunyai ilmu yang cukup untuk berijtihad.
Peran Para ulama yang mu’tabar (mujtahid Muthlaq, Mujtahid Mufti, Mujtahid
Tarjih dll) telah memudahkan kita memahami Islam dengan lebih mudah.
Islam memang mudah, tapi tidak sampai dimudah-mudahkan. Saat
seorang arab badui bertanya kepada Rasulullah, Rasul memang menjawab
dengan yang sangat mudah yakni lima buah rukun islam saja, namun
pelaksanaan dan penjabarannya dibutuhkan kepada dalil dan pemahaman dalil
yang begitu komplek. Memahami dalil dari yang tertulis saja belum cukup apalagi
mengandalkan terjemahan.
C. ETIKA DALAM BERMAZHAB
Dalam mengikuti mazhab atau bermazhab harus memiliki etika atau
syarat-syarat untuk berAl-DimyatTaklid dengan benar. Yaitu sebagai berikut: 2
1. Mazhab yang ditaklid haruslah terkodifikasi.
2. Yang bertaklid haruslah mengetahui syarat-syarat yang diajukan imam yang
ditaklid dalam masalah yang diikuti.

3. Taklid tidak boleh menyebabkan gugurnya keputusan hakim.

4. Tidak mengikuti pendapat yang termudah saja dari tiap-tiap mazhab. Bila
demikian halnya maka termasuk fasik menurut Ibn Hajar, tetapi menurut al-
Ramli tidak fasiq hanya saja berdosa.

1
. Sjechul Hadi Permono, Dinamisasi Hukum Islam Dalam Menjawab Tantangan Era Globalisasi, (Surabaya:
Demak Press, 2002), 32.

2
http://www.pkesinteraktif.com/edukasi/opini/853-etika-dalam-bermazhab-.html
~4~
5. Tidak beramal mengikuti suatu pendapat, tetapi sebenarnya mengerjakan
sesuatu yang bertentangan dengan pendapat itu sendiri, semisal: seseorang
membeli sebuah rumah dengan shuf’ah jiwar dengan bertaklid pada Abu
Hanifah kemudian dia menjualnya dan membelinya kembali sehingga dia
berhak pada rumah yang lain lagi dengan cara yang sama. Sewaku
melakukannya dia mengikuti pendapat Al-Shāfi’i agar dapat menyerahkannya.

6. Tidak mencampur adukkan (talfiq) pendapat dua imam sehingga menjadi satu
pendapat utuh yang tidak dikatakan oleh masing-masing dua imam tersebut.
Sebagian ulama menambah syarat lain yaitu:

7. Meyakini keunggulan pendapat yang diikuti atau paling tidak menyamai


pendapat lain.

Syarat-syarat di atas sepertinya representative untuk mewakili


pendapat kebanyakan ulama tentang etika bermazhab dan mencampur adukkan
berbagai pendapat beberapa mazhab.

D. HUKUM-HUKUM BERMAZHAB
Banyak pendapat dari para ulama yang menjelaskan tentang hukum-
hukum mengikuti suatu Mazhab. Diantaranya adalah;
1. Syaikh Muhammad Sulthan Al-Ma’sumim Al-Khajandi
Syaikh Muhammad Sulthan Alma’sumi Al Khajandi adalah seorang
pengajar di masjidil Haram Makkah. Beliau menyerukan kaum muslimin untuk
kembali kepada yang pernah dilakukan oleh umat yang terbaik yaitu para
sahabat Rasulullah.
Beliau menyeru untuk tidak bertaqlid buta (fanatik) pada salah satu
mazhab tertentu. Akan tetapi dipersilahka mengambil dari tiap mujtahid atau
ahli ijtihad dengan berdasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai rujukan.
Sebab sebenarnya mazhab-mazhab adalah pendapat dan pemahaman
orang-orang berilmu dalam beberapa masalah.
Pendapat, ijtihad dan pemahaman ini tidak diwajibkan oleh Allah dan
rasul-Nya untuk mengikutinya. Karena di dalamnya terdapat kemungkinan
betul dan salah. Karena sesungguhnya tidak ada pendapat yang seratus
persen benar kecuali yang berasal dari Rasulullah SAW.
~5~
Menurut Syeikh Sulthan Mengikuti salah satu mazhab yang empat atau
lainnya bukanlah persoalan wajib atau sunnah. Seorang muslim tidak
diharuskan mengikuti salah satunya. Dan bahkan orang yang mengharuskan
untuk mengikuti salah satunya sebenarnya ia seorang fanatik.
2. Syeikh Ramadlan Al Buthi
Syeikh Ramadlan AL-Buthi dalam bukunya “Alla Mazhabiyyah
Akhtharu bida’in fil Islam” (Tidak bermazhab adalah bid’ah paling
berbahaya dalam Islam). Beliau berpendapat wajib bagi seorang muslim
untuk mengikuti salah satu mazhab yang masyhur (mazhab empat). Sebab
mazhab-mazhab itu sudah teruji kesahihannya. Namun begitu tidak boleh
bagi yang telah mengikuti salah satu mazhab tertentu menyalahkan orang di
luar mazhabnya.
Dalam buku tersebut beliau membagi kaum muslimin sekarang
menjadi dua golongan. Yaitu;
a. Golongan Muttabi’.
Golongan Muttabi’ yaitu Golongan orang-orang yang telah faham
(mengerti) Al-Qur’an dan Sunnah. Dan wajib mengikuti mazhab tertentu
sebagai kerangka berfikir, supaya ia tidak jatuh pada kesalahan.
b. golongan Muqallid
golongan Muqallid yaitu golongan orang-orang yang belum faham
terhadap Al-Qur’an dan Sunnah. Dan diharuskan mengikuti ulama yang
dianggap mengerti dalam masalah agama.
Secara implisit beliau meniadakan kelompok yang ketiga, yaitu
kelompok Mujtahidin. Dengan kata lain beliau menutup pintu ijtihad untuk
masa sekarang.
3. Muhammad Abu Abbas
Muhammad Abu Abbas adalah orang yang menentang pendapat
Syeikh Ramadlan Al Buthi tentang peniadaan kelompok Mujtahidin.
Sebagaimana diterangkan dalam bukunya “Al mazahibul muta’ashshabah
hiyal bid’ah aw bid’atut ta’ashshubi al Mazhabi” Beliau berpendapat justru
pintu ijtihad masih terbuka sampai sekarang dengan alasan Nabi telah
membuka pintu ijtihad ini dan beliau tidak pernah menutupnya. Karena itu
tidak ada seorang pun yang berhak untuk menutup pintu ijtihad tersebut.

~6~
Oleh kerana itu Muhammad Abu Abbas membahagi kaum muslimin
pada tiga golongan, yaitu:
a. Mujtahid
Golongan mujtahid. Yaitu Bagi mereka yang telah mampu untuk
mengetahui dan mengkaji hukum-hukum langsung dari Al-Qur’an dan
Sunnah walaupun hanya dalam masalah tertentu maka haram baginya
bertaklid dalam masalah tersebut.
b. Muttabi
Muttabi yaitu golongan orang-orang yang hanya mampu untuk mengkaji
pendapat-pendapat para ulama serta mengetahui metode istimbath
(pengambilan hukum) mereka dari Al-Qur’an dan Sunnah maka kewajiban
mereka adalah ‘ittiba’. Jelasnya ittiba’ [mengutip perkataan Abu Syamah]
adalah mengikuti pendapat seorang ulama lantaran nyata dalilnya dan
shah mazhabnya.”
c. Muqallid
Muqallid. Yaitu golongan orang- orang yang betul-betul awam (tidak
mengerti dalam masalah agama) BOLEH bagi mereka bertaklid dengan
syarat.
Sebagaimana dikatakan Imam Asysyatibi dalam Ali’tishom;
 Tidak boleh bertaklid kecuali pada orang yang benar-benar ahli di
bidang agama.
 Tidak boleh mengikat dirinya serta menutup dirinya dari mengikut
selain mazhabnya, jika telah jelas padanya bahwa pendapat
mazhabnya itu salah, maka wajib baginya mengikuti yang telah jelas
kebenarannya.
Pendapat yang terahir inilah yang wasatah (pertengahan).
Sebab mengharamkan taklid secara mutlak adalah menafikan mereka yang
benar-benar awam terhadap agama.
Sedangkan mewajibkan taklid dan menutup pintu ijtihad berarti menghilangkan
universalitas Islam yang senantiasa relevan dan responsive terhadap
perkembangan zaman. Padahal banyak hal-hal baru yang tidak bisa dijawab dan
disikapi kecuali dengan ijtihad. Jelasnya setiap orang perlu ditempatkan sesuai
dengan kemampuan dan kondisinya.

~7~
Bererti fenomena bermazhab adalah sesuatu yang perlu dilihat
berdasarkan kondisi orang atau per-orangan, yang tentunya tidak boleh jadi
umum semata. Tidak boleh diharuskan secara mutlak dan tidak boleh dilarang
secara mutlak pula.3
Berkaitan dengan masalah bermazhab ini ada dua hal yang perlu dijauhi oleh
setiap muslim:
a. Fanatisme (Ta’ahshub) terhadap suatu madzhab tertentu seraya memonopoli
kebenaran apalagi jika sampai menimbulkan perpecahan. Sebab setiap orang
kecuali Nabi memiliki potensi untuk salah, walaupun ia seorang Mujtahid.
Rasul bersabda: “Barang siapa berijtihad dan ia benar maka baginya dua
pahala, dan barang siapa berijtihad dan ternyata salah, maka baginya satu
pahala.”4
b. Tatabbu’ rukhas atau mencari-cari pendapat para ulama yang paling mudah
dan sesuai dengan seleranya. Perilaku seperti ini berarti mempermainkan
agama. Sebab ia menggunakan dalih agama untuk memperturutkan hawa
nafsunya.5

Didalam Kitab Al Mizan Asya'rani Fatawil Kubro dan Nihadul


Mustagfirin diterangkan;
Tuanku yang mulia Ali Al-Khowas r.h di tanya oleh seseorang tentang mengikuti
mazhab tertentu sekarang ini, apakah wajib atau tidak? Beliau menjawab "Anda
harus mengikuti suatu mazhab selama anda belum sampai mengetahui inti
agama, karena hawatir terjatuh pada kesesatan". Dan ia harus melaksanakan
apa yang di laksanakan oleh orang lain sekarang ini. (Al Mizan Asya'rani)
sesungguhnya bertaklid (mengikuti suatu mazhab) itu tertentu pada
imam yang empat (Maliki, Syafi'i, Hanafi, Hambali) karna mazhab-mazhab
mereka telah tersebar luas sehingga nampak jelas pembatasan hukum yang
bersifat mutlak dan pengecualian hukum yang bersifat umum, berbeda dengan
mazhab mazhab lain.

3
http://blog.re.or.id/sejarah-mazhab-dan-hukum-bermazhab.htm

4
http://blog.re.or.id/sejarah-mazhab-dan-hukum-bermazhab.htm

5
Ibid.
~8~
Sesungguhnya kalau di perhatikan dalil-dalil baik dari Al-Qur`an atau
pun As-Sunnah, maka tidak ada satu pun dalil yang mewajibkan mengikuti
madzhab-madzhab tertentu termasuk empat madzhab yang terkenal yaitu: Al-
Ahnaaf(madzhab Hanafi), Maliki, Syafi’I dan Hanaabilah(madzhab Hambali). Kita
hanya diwajibkan untuk mengikuti dalil baik dari Al-Qur`an ataupun As-Sunnah
dengan pemahaman generasi terbaik umat ini yaitu para shahabat, tabi’in, tabi’ut
tabi’in serta para ulama yang mengikuti jejak mereka.6

Ayat-ayat Al-Qur’an maupun Hadits yang menjelaskan tentang hukum-


hukum mengikuti suatu Mazhab. Diantaranya adalah;
Allah Berfirman dalam surat Al-A’raaf ayat :3

           
   

"Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian dan janganlah
kalian mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kalian
mengambil pelajaran (dari padanya)." (Al-A’raaf:3)

Dan pada ayat yang lain dijelaskan pula yaitu surat Yusuf ayat :108
            
;       
"Katakanlah: "Inilah jalan (Agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengajak(kalian) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan
aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (Yusuf : 108)

Dan ada juga pada ayat-ayat yang lainnya yang memerintahkan untuk
mengikuti dalil dan melarang untuk fanatik kepada kelompok tertentu ataupun
individu tertentu. Bahkan para Imam yang empat tersebut, baik Abu Hanifah, Al-
Imam Malik, Al-Imam Asy-Syafii, danAl-Imam Ahmad bin Hanbal, semuanya
sepakat melarang taqlid kepada mereka. 7

6
http://www.almuhibbin.com/2011/10/hukum-bermazhab-habibana-munzir-al.html

7
http://www.almuhibbin.com/2011/10/hukum-bermazhab-habibana-munzir-al.html
~9~
Al-Imam AbuHanifah mengatakan: "Apabila hadits itu shahih maka itulah
madzhabku”.
Beliau juga mengatakan: "Tidak halal bagi siapa pun mengikuti perkataan kami
bila ia tidak mengetahui dari mana kami mengambil sumbernya”.

Al-Imam Malik mengatakan :"Saya hanyalah seorang manusia biasa, terkadang


berbuat salah dan terkadang benar. Oleh Karen itu, telitilah pendapatku. Apabila
sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, ambillah; dan sebaliknya apabila tidak
sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, makatinggalkanlah".

Beliau juga berkata: "Siapapun orangnya, perkataannya bisa ditolak dan bisa
diterima, kecuali hanyaNabi (yang wajib diterima)”.

Al-Imam Asy-Syafi’I berkata: "Seluruh kaum muslimin telah sepakat bahwa siapa
saja yang secara jelas mengetahui suatu hadits dari Rasulullah, tidak halal
baginya meninggalkannya guna mengikuti pendapat seseorang".

E. BATASAN-BATASAN DALAM BERMAZHAB

Banyaknya mazhab dan pendapat dalam islam itu menunjukkan sangat


dinamisnya syariat Islam. Serta sangat luasnya wilayah ijithad. Semakin banyak
mazhab justru kita semakin bangga, bukan semakin sedih. Sebab mazhab itu
tidak seperti sekte atau pecahan-pecahan yang saling bermusuhan.

Adanya mazhab-mazhab itu menunjukkan kecanggihan dan


keistimewaan syariah Islam. Bisa diibaratkan sebuah organisasi atau negara,
semakin banyak departemen dan bidang-bidangnya atau menteri-menterinya,
menunjukkan semakin banyak besar dan semakin luas jangkauan atau cakupan
organisasi atau negara itu sendiri. Asalkan masih dalam batas-batas kewajaran
dan tidak menyalahi aturan atau pun hukum-hukum dalam Agama atau pun
syariat Islam.

Yang dimaksud dengan batasan-batasan dalam bermazhab disini yaitu


bagaimana kita sebagai orang muslim memiliki batasan-batasan tertentu. Sesuai

~ 10 ~
dengan syariat Islam yang merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Serta Ijma
dan Qiyas. Sebagai contoh yaitu apa bila kita melampaui batas-batas yang telah
ditentukan dalam mengikuti suatu mazhab tentunya kita akan menyalahi aturan
ataupun batasan-batasan yang telah ditetapkan. Selama seorang muslim tidak
melampaui batasan-batasan dalam bermazhab tentunya dia tidak akan
terperosok dalam kesesatan.

Dalam pembahasan ini yang menjadi batasan-batasan dalam bermazhab yaitu:

a. Tidak fanatik terhadap suatu mazhab tertentu.


b. Tidak menyalahi aturan yang sudah ditetapkan dalam mengikuti suatu
mazhab.

c. Dalam bermazhab tidak boleh menjelek-jelekkan mazhab lain.

d. Mazhab yang di ikuti harus terjamin keshahihannya dan ketaqwaannya..

e. Dalam mengikuti suatu mazhab tidak boleh mencampur adukkan hukum-


hukum yang ditetapkan yang bertujuan untuk mencari mudahnya saja.

f. Mazhab yang diikuti dalam menentukan hukum-hukum syara’nya Harus


bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dll.

Demikianlah batasan-batasan dalam bermazhab yang saya ketahui. Apa


bila ada kekurangan dalam pemahaman ini atau pun kesalahan dalam penafsiran
tersebut kiranya dapat dimaklumi.

~ 11 ~
BAB III
PENUTUP

B. KESIMPULAN

1. Mazhab menurut ulama fiqih, adalah sebuah metodologi fiqih khusus yang
dijalani oleh seorang ahli fiqih mujtahid, yang berbeda dengan ahli fiqih lain,
yang menghantarkannya memilih sejumlah hukum dalam kawasan ilmu furu'.
Kata mazhab mempunyai dua arti:
Qaul (pendapat), yakni produk hukum seorang ahli.

Manhaj (metode), yakni turuq al-istinbat, prosedur penetapan hukum dari


seorang mujtahid.

2. Pentingan bermazhab bagi kita adalah agar kita bisa mengamalkan agama
dengan faham yang sebenarnya. Kita tidak mampu dan kebanyakan kita tidak
(belum) layak kerana tidak mempunyai ilmu yang cukup untuk berijtihad.
Peran Para ulama yang mu’tabar (mujtahid Muthlaq, Mujtahid Mufti, Mujtahid
Tarjih dll) telah memudahkan kita memahami Islam dengan lebih mudah.

3. Dalam mengikuti mazhab atau bermazhab harus memiliki etika atau syarat-
syarat untuk berAl-DimyatTaklid dengan benar. Yaitu sebagai berikut:

a. Mazhab yang ditaklid haruslah terkodifikasi.

b. Yang bertaklid haruslah mengetahui syarat-syarat yang diajukan imam


yang ditaklid dalam masalah yang diikuti.

c. Taklid tidak boleh menyebabkan gugurnya keputusan hakim.

4. Banyak pendapat dari para ulama yang menjelaskan tentang hukum-hukum


mengikuti suatu Mazhab. Diantaranya adalah;
a. Syaikh Muhammad Sulthan Al-Ma’sumim Al-Khajandi
b. Syeikh Ramadlan Al Buthi
c. Muhammad Abu Abbas

~ 12 ~
Ayat-ayat Al-Qur’an maupun Hadits yang menjelaskan tentang hukum-hukum
mengikuti suatu Mazhab. Diantaranya adalahSurat AL-A’raaf ayat:03 dan
Surat Yusuf ayat:108.
5. Yang dimaksud dengan batasan-batasan dalam bermazhab disini yaitu
bagaimana kita sebagai orang muslim memiliki batasan-batasan tertentu.
Sesuai dengan syariat Islam yang merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Serta Ijma dan Qiyas.

Dalam pembahasan ini yang menjadi batasan-batasan dalam bermazhab


yaitu:

a. Tidak fanatik terhadap suatu mazhab tertentu.


b. Tidak menyalahi aturan yang sudah ditetapkan dalam mengikuti suatu
mazhab.

c. Dalam bermazhab tidak boleh menjelek-jelekkan mazhab lain.

d. Mazhab yang di ikuti harus terjamin keshahihannya dan ketaqwaannya.

e. Mazhab yang diikuti dalam menentukan hukum-hukum syara’nya Harus


bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dll.

C. SARAN

Semoga kita semua bisa memahami dan mengambil kesimpulan dari


pembahasan yang penulis buat. Dan makalah ini bisa digunakan sebagaimana
mestinya. Dan pesan saya jangan pernah menyerah dalam melakukan nsesuatu
yang baik. Bila kita mau berusaha pasti aka nada hasilnya. Tidak ada yang tidak
mungkin bila kita mau berusaha.

~ 13 ~
DAFTAR PUSTAKA

 http://id.wikipedia.org/wiki/Mazhab oleh Nawawi Hakimis pada 14 September


2011 jam 12:15 
 http://www.almuhibbin.com/2011/10/hukum-bermazhab-habibana-munzir-
al.html
 http://blog.re.or.id/sejarah-mazhab-dan-hukum-bermazhab.htm
 http://www.pkesinteraktif.com/edukasi/opini/853-etika-dalam-bermazhab-.html
 https://www.facebook.com/notes/nawawi-hakimis/kajian-pentingnya-
bermazhab/10150316777538464
 https://www.facebook.com/nawawihakimis?sk=notes#!/notes/nawawi-
hakimis/diskusi-pentingnya-bermazhab/10150370809153464

 HUKUM BERMAZHAB 11:13 | Diposkan oleh syair syair dunia islam


http://lanmamat.wordpress.com/2008/02/21/mazhab-sejarah-dan-hukum-
bermazhab/
 http://id.wikipedia.org/wiki/Mazhab
 Rahmat Blog blog.re.or.id > figh > Sejarah Mazhab dan Hukum Bermazhab
Minggu, 28 Februari 2010

 Sayyid al-Bakrī al-Dimyāt ālibīnI’ānah al-T, (Beirut: Dār al-Fikr, tth), IV, 249.
 Sjechul Hadi Permono, Dinamisasi Hukum Islam Dalam Menjawab
Tantangan Era Globalisasi, (Surabaya: Demak Press, 2002), 32.

~ 14 ~

Anda mungkin juga menyukai