Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

MEMAHAMI PERIODE TAQLID


“ Disusun Guna Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Tarik Tasrik ”

Dosen Pengampu: Buk Sari Afriyani,S.Sy.MH

Disusun Oleh kelompok 5:

1.Nurkholis Majid
2.Leonita Agustin

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM SEKOLAH

TINGGI AGAMA ISLAM MA’ARIF SAROLANGUN

2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Agama islam adalah agama yang sempurna berbagai mengenai hukum dalam
kehidupan dijelaskan dan memiliki sejarah panjang mengenai pembuatan hukum
islam. Masa yang paling lama yaitu cara pengambilan hukum melalui ijtihad, saat itu
terjadi penurunan kegiatan ijtihad dan adanya beberapa faktor yang melatar belakangi
terjadinya penurunan kegiatan tersebut. Tertutupnya ijtihad ini menandai kemunduran
fiqh islam dengan adanya kemunduran ini menyebabkan munculnya taqlid dan umat
Islam hanya bertaklid kepada mazhab yang telah ada.

Meskipun sebagian orang menyebutkan bahwa fase ini adalah periode jumud tetapi
kenyataannya pada fase ini para fuqaha mendalami, mengkaji, menganalisa,
mengolah dan mengkritik pendapat-pendapat fuqaha sebelumnya, walaupun
pendapatnya itu dicetuskan oleh imam mazhabnya sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian taqlid?
2. Apa faktor terhentinya kegiatan ijtihad?
3. Apa usaha-usaha ulama dalam mengatasi taqlid dan jumud?
4. Apa pengaruh taqlid dalam perkembangan legislasi hukum islam?

C. TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Menuntaskan tugas mata kuliah Sejarah Hukum Islam
2. Dapat mengetahui tentang masa taqlid
3. Dapat mengetahui pengaruh taqlid dalam legislasi islam
4. Lebih berkompetensi di pelajaran mata kuliah Sejarah Hukum Islam
D. MANFAAT

Manfaat dibuatnya makalah ini untuk menambah refrensi sebagai bahan ajar bagi
dosen dan referensi bahan belajar bagi mahasiswa dalam kegiatan belajar mengajar
serta menjadi tambahan wawasan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. FAKTOR PENYEBAB TERHENTINYA IJTIHAD


Sebelum membahas mengenai taqlid dan jumud maka perlu mengetahui terlebih
dahulu tentang ijtihad karena taqlid tidak akan ada jika tidak ada ijtihad dan segala
persoalan mengenai taqlid akan lebih mudah dipahami apabila telah memahami
persoalan ijtihad.
Ijtihad adalah mencurahkan tenaga (memeras fikiran) untuk menentukan hukum
agama (syara’) melalui salah satu dalil Syara’.1 Ini menjelaskan bahwa ijtihad
merupakan pemikiran untuk melakukan sesuatu sesuai dengan Alquran dan sunah
Rasulullah.
Tetapi pada akhir pemerintahan Khilafah Abbasiyyah ijtihad mulai memudar,
kemudian muncul taqlid yang secara berangsur-angsur menyerap atau diterima umat
islam.2 Maksudnya bahwa memudarnya ijtihad ini menjadi awal mula munculnya
taqlid, adanya kemunduran ini dilatar belakangi oleh lemahnya ulama dalam
berijtihad. Terdapat 4 faktor penting yang menyebabkan terhentinya kegiatan
ijtihad, dan menetapi bertaqlid kepada para ulama terdahulu3, diantaranya yaitu :
1. Terbaginya daulah Islamiah ke dalam kerajaan-kerajaan yang saling
bermusuhan.
Adanya permusuhan ini menimbulkan adanya peperangan dan perebutan
kekuasaan dan kemenangan sehingga perpecahan atau permusuhan ini dapat
menjadikan pudarnya kegiatan ijtihad saat itu.

2. Terpecahnya para imam mujtahid menjadi beberapa golongan.


Disini maksudnya bahwa setiap golongan memiliki atau membentuk aliran
hukum lalu setiap aliran hukum ini terdapat kader atau pemimpin yang mana
kader tersebut membela mazhab nya masing-masing. Dengan adanya perbedaan
1
Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, hlm 162
2
Abdul Majid Khon, ikhtisar tarikh tasyri’, hlm 143
3
Abdul Wahhab Khallaf, Khulashah Tarikh Tasyri Al-Islami, (Solo:Ramadhani, 1974), hlm 96-99
argumen inilah yang dapat membuat para ulama menimbulkan pemikiran yang
menyimpang dari acuan Al-Qur’an dan Sunnah.

3. Umat islam mengabaikan sistem kekuasaan perundang-undangan.


Dalam perumusan perundang-undangn perlunya seseorang yang ahli di
bidangnya tetapi disini terjadi krisis yang mana hukum dibuat oleh seseorang
yang bukan ahlinya.

4. Ulama dilanda penyakit iri, egois dan sombong sehingga mereka tidak dapat
sampai pada tingkat mujtahid.
Para ulama terjadi saling menghasut satu sama lain dan mementingkan diri
sendiri yang mana dari mereka selalu menganggap bahwa mereka benar dan
membanggakan ijtihadnya dengan adanya sifat ini mereka beranggapan bahwa
potensi atau kemampuan kawan-kawannya direndahkan. Sifat seperti ini yang
ada dikalangan ulama menyebabkan kemampuan dan kecerdasan ulama
menurun. Sehingga, mereka hanya bertaqlid pendpat dari ulama terdahulu.

B. MASA TAQLID DAN JUMUD


Tidak semua para ulama meninggalkan ijtihad tetapi memudarnya ijtihad dengan
cara berangsur-angsur dan pada abad 7 Hijriah ketika runtuhnya Abbasiyyah di
Baghdad. Lemahnya Abbasiyyah diawali putusnya ikatan politik, masing-masing
kelompok penguasa memusuhi kelompok lain4. Di masa itulah para ulama
menumbuhkan jiwa taqlid. Sudah dijelaskan bahawa taqlid merupakan pendapat
yang berdasar dari pendapat orang lain yang mana pendapat tersebut dilakukan
tanpa berdasarkan dalil. Orang yang taklid kepada pendapat seseorang disebut
muqallid. Dengan demikian jika kita mengikuti pendapat seseorang, padahal
pendapatnya itu tidak berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah sesuai pemahaman
generasi sahabat, maka kita adalah muqallidnya.5

4
Abdul Majid Khon, ikhtisar tarikh tasyri’, hlm 144
5
http://www.mail-archive.com/media-dakwah@yahoogroups.com/msg06148.html
Sebab tumbuhnya taqlid6, yaitu :
1. Murid-murid yang berkedudukan
Masing-masing murid itu harus mengedepankan paham yang dikeluarkan para
guru. Kemudian sesudah paham-paham itu mendapat kedudukan istimewa
dalam jiwa rakyet, maka akan sulit bagi seorang mudjaddid mendirikan
mazhab di tengah-tengah masyarakat umum sehingga berkurangnya ijtihad
pada masa itu

2. Pengadilan yang berpedoman pada buku mazhab


Masyarakat mulanya memberikan kepercayaan kepada hakim. Akan tetapi,
setelah ada sebagian hakim tidak mengemban kepercayaan, orang-orang ingin
para hakim terikat dengan hukum tertentu.

3. Pembukuan kitab-kitab mazhab


Ditulisnya fiqh islam serta dijadikan rujukan dalam menjawab semua
persoalan yang dihadapi masyarakat sehingga sangat mudah diketahui dengan
cepat.
Kemudian hal tersebut membuat para ulama pada periode ini tidak
mempunyai keinginan untuk berijtihad lagi.

4. Pembelaan pengikut mazhab


Para ulama pada masa ini sibuk dengan menyebarkan ajaran mazhab
dan mengajak orang lain untuk berfanatik kepada pendapat fuqaha
tertentu.

Kondisi taqlid sesudah runtuhnya kerajaan Abbasiyyah, pada masa ini, ijtihad mulai
memudar dan tidak ada keistimewaan. Beberapa orang menggabungkan diri kepada
imam tertentu dan disebut mujtahid muntasib dan dari abad 10 sampai sekarang
tidak boleh seorang faqih memilih dan menarjih cukup kitab-kitab yang ada.7

6
Ibid, hlm 145
7
Muhammad Al-Khudari Bik, Tarikh Al-Tasyri’ Al-Islami, (Semarang: Darul Ihya Indonesia,1980), hlm 365-366
Dijelaskan bahwa fuqaha memiliki pembahasan tetapi terkadang mereka
menyalahi pendapat-pendapat imam.

C. USAHA-USAHA ULAMA DALAM MENGATASI TAQLID DAN JUMUD


Jumud yang dimaksudkan adalah jumhur ulama. Sudah dibahas sebelumnya faktor
berhentinya ijtihad tidak menyebabkan para ulama berhenti untuk berfikir dalam
melakukan legislasi pada mazhab yang mereka anut. Dengan ini, maka ulama
dikalangan setiap madzhab itu dibagi-bagi atas beberapa tingkatan :

1. Tingkatan pertama :
Ulama’ ahli ijyihad di dalam lingkungan hukum suatu mazhab
Dalam golongan ini ulama tidak bisa berijtihad untuk mendapatkan hukum
dengan ijtihad mutlak dan ulama pada tingkatan ini hanya berijtihad dalam
beberapa kasus dari pokok-pokok ijtihad yang telah ditetapkan oleh imam-
imam ahli ijtihad sebelumnya.8

2. Tingkat kedua :
Ulama ahli ijtihad dalam masalah-masalah hukum yang tidak ada riwayatnya
dari imam-imam suatu mazhab.
Ulama yang tergolong tingkatan ini, tidak menyalahi imam-imam mujtahid
dalam masalah hukum furu’iyah dan pokok-pokok ijtihad. Maksudnya bahwa
para ulama mengambil kesimpulan hukum tidak ada riwayatnya disesuaikan
dengan pokok-pokok dari Imam mereka.Golongan ini seperti Al Khashaf, Ath
Thahawi dan Al Karakhi dari golongan Hanafiyah, Ibnul Arabi dan Ibnu
Rusydi dari golongan Malikiyah, Al Ghazali dan Al Isfarayini dari golongan
Syafi’iyah dan Al Baghdadi dan Al Hurawi dari golongan Hanbaliyah.

3. Tingkat ketiga : Ahlu tarjih

8
Abdul Wahhab Khallaf, Sejarah Legislasi Islam, hlm 135
Ulama yang tergolong tingkatan ini, mereka berijtihad untuk mengambil suatu
kesimpulan hukum dari masalah-masalah melainkan karena ulama menguasai
kepada pokok-pokok mazhabnya dan sumber pengambilannya.9
Di antara golongan ini yaitu Al Qaduri dari golongan Hanafiyah.

4. Tingkat keempat : ahlu takhrij


Ulama yang tergolong ke dalam tingkatan ini, mereka hanya
mempertimbangkan ungkapan-ungkapan hukum atau fatwa-fatwa imam-imam
mereka yang berlainan kemudian mereka klasifikasikan antara ungkapan yang
kuat menurut pengertian hukumnya.10 Ini maksudnya bahwa golongan ini
tidak berijtihad dalam mengistimbathkan hukum. Mereka hanya membatasi
diri dalam menafsirkan pendapat yang kurang jelas yang dan mereka tentukan
mana yang dikehendaki dari hukum yang memiliki dua pengertian.
Golongan ini seperti Al Qaduri, Shahibul Hidayah dan ulama ulama yang
serupa dengan mereka di kalangan Mazhab Abu Hanifah ra.

5. Tingkat kelima: ahlu taqlid


Golongan ini ulama hanya dapat melainkan antara riwayat-riwayat yang jarang
dengan riwayat-riwayat yang nyata dan jelas dan hanya dapat melainkan
antara dalil-dalil yang kuat dengan dalil dalil yang lemah.
Maksudnya bahwa ulama dalam golongan tingkat kelima ini mempunyai
kesanggupan yang membedakan riwayat yang kuat dan yang lemah.
Ulama ulama yang tergolong dalam tingkatan ini antara lain adalah ulama-
ulama yang memiliki kitab-kitab matan yang lumrah dikalangan mazhab Imam
Abu Hanifah, seperti pengarang kitab al Kanz dan al-Wiqyah.11

D. PENGARUH TAQLID DALAM PERKEMBANGAN LEGISLASI


ISLAM Taqlid membawa pengaruh bagi perkembangan legislasi islam
yaitu:
9
Ibid, hlm 135
10
Abdul Wahhab Khallaf, Sejarah Legislasi Islam, hlm 136
11
Ibid, hlm 137
1. Pada masa taqlid (imitasi). Di masa inilah merupakan kebalikan masa
sebelumnya, karena kalau masa sebelumnya, ahli hukum mampu
mengerahkan tenaga dan fikirannya untuk mendapatkan hukum dari hasil
kesimpulan teks- teks
2. (nash dan dalil) Kitabullah dan Sunnaturrasul. Tapi dimasa ini, umat
Islam hanya mengekori hasil periode sebelumnya.
3. Adanya fanatisme mazhab
4. Munculnya pemikiran untuk memanfaatkan berbagai pendapat yang ada di
seluruh mazhab sesuai dengan kebutuhan zaman.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Taqlid adalah taqlid merupakan pendapat yang berdasar dari pendapat orang lain yang

mana pendapat tersebut dilakukan tanpa berdasarkan dalil. Orang yang taklid kepada

pendapat seseorang disebut muqallid. Taqlid muncul ketika kekuasaan Islam sudah

pudar, yaitu pada masa kemunduran. Kemunduran ini dipengaruhi oleh beberapa hal

salah satunya tertutupnya ijtihad.

Sesungguhnya ulama sangat tidak setuju dengan taqlid karena taqlid menyebabkan

tidak mau berfikir. Sehingga umat Islam hanya mencukupkan tentang perkara

agamanya itu dengan kitab-kitab karangan para imam ijtihad. Tapi dalam kalangam

umat Islam sendiri tidak ada keharmonisan, hal ini disebabkan karena masing-masing

pengikut mahzab mengklaim bahwa mahzabnya yang paling benar. Orang yang

berpendidikan tinggi dan dianggap mampu untuk berijtihad sendiri dilarang untuk

bertaqlid. Taqlid boleh dilakukan oleh orang awam tapi dengan syarat bahwa ia harus

selalu berusaha mencari dasar-dasar dalilnya. Dan jika ia telah menemukan dasarnya

ia harus kembali pada dalil tersebut, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad

SAW.
DAFTAR PUSTAKA

Jaih Mubarak, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, Bandung: Rosda Karya, 2000.
Muhammad Zuhri, Terjemahan Tarikh Tasyrik Al-Islam, Semarang: Darul Ikhya, 1980.
Ra

syad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, Jakarta: Amzah, 2011.


Supiana dan Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001.
www.TARIKH TASYRI’ MASA KHULAFAUR RASYIDIN _ lailynurarifa site's.htm.

[1] Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, (Jakarta: Amzah, 2011), hal 57-63.


[2] Muhammad Zuhri, Terjemahan Tarikh Tasyrik Al-Islam, (Semarang: Darul Ikhya, 1980), hal
256.
[3] www.TARIKH TASYRI’ MASA KHULAFAUR RASYIDIN _ lailynurarifa site's.htm.
[4] Jaih Mubarak, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam (Bandung: Rosda Karya, 2000), hal
45.

[6]  Supiana dan Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2001), hal 289.

11

Anda mungkin juga menyukai