Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“HADIS TENTANG WALI NIKAH”

(Ditulis untuk Memenuhi Tugas Hadis Ahkam)

Dosen Pengampu: Bapak Sunaryo Gandi , M.Ud

Disusun Oleh :

Nurkholis Majid
Mila Sintya

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)

MA’ARIF SAROLANGON

2023 M / 1444 H
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang sempurna dibandingkan makhluk yang lain.
Untuk itu semua yang dilakukan ada aturan agama yang mengatur. Salah satu aturan
yang sangat menonjol perbedaannya adalah aturan pernikahan. Jika aturan ini
diterapkan maka akan tercipta keturunan yang baik dan benar.
Pernikahan banyak dimuat dalam al-Qur’an dan hadis, namun aturan teknis
bagaimana suatu perkawinan yang sah hanya dijelaskan oleh hadis. Pernikahan
dianggap sah bila memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditentukan. Beberapa
syarat yang harus terpenuhi dalam nikah diantaranya ialah adanya pria dan wanita
sebagai mempelai, wali, mahar, saksi dan akad (ijab qabul)yang didalamnya harus ada
wali bagi pengantin perempuan. Namun, masih banyak yang melakukan pernikahan
tidak sesuai dengan aturan. Kususnya dalam hal perwalian. Padahal telah dijelaskan
wali adalah termasuk rukun pernikahan.
Wali adalah suatu ketentuan hukumyang dapat dipaksakan kepada orang lain
sesuai dengan bidang hukumnya. Terdapat dua macam wali yaitu wali yang umum
dan wali yang khusus, yang disebut wali khusus adalah wali yang berkenaan dengan
manusia dan harta benda. Jadi dalam makalah ini akan membahas tentang wali
terhadap manusia, yaitu masalah perwalihan dalam perkawinan yang ditinjau dari
hadis.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hadis tentang wali nikah?
2. Bagaimana kwalitas hadis tentang wali nikah?
3. Bagaimana syarah hadis tentang wali nikah?
4. Bagaimana kandungan hukum hadis tentang wali nikah?
5. Bagaimana ketentuan perundangan tentang wali nikah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadis Tentang Wali Nikah
1. Hadis
‫ِئ‬
‫َح َّد َثَنا َحُمَّم ُد ْبُن ُقَد اَم َة ْبِن َأْعَنَي َح َّد َثَنا َأُبو ُعَبْيَد َة اَحْلَّداُد َعْن ُيوُنَس َو ِإْس َر ا يَل َعْن َأيِب ِإْسَحَق‬
‫َعْن َأيِب ُبْر َدَة َعْن َأيِب ُموَس ى َأَّن الَّنَّيِب َص َّلى الَّلُه َعَلْيِه َو َس َّلَم َقاَل اَل ِنَك اَح ِإاَّل ِبَو ٍّيِل‬
‫َقاَل َأُبو َداُو د َو ُه َو ُيوُنُس َعْن َأيِب ُبْر َدَة َو ِإْس َر اِئيُل َعْن َأيِب ِإْسَحَق َعْن َأيِب ُبْر َدَة‬
“Muhammad bin Qudamah bin A’yan telah menceritakan kepada kami, Abu
‘Ubaidah Al Haddad telah menceritakan kepada kami dari Yunus, dan Israil dari
Abu Ishaq dari Abu Burdah dari Abu Musa bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda “Tidak ada (tidak sah)pernikahan kecuali dengan wali”. Abu
Dawud berkata : Yunus meriwayatkan dari Abu Burdah, sedangkan Israil
meriwayatkan dari Abu Ishaq dari Abu Burdah.”1

2. Makna Mufrodat
‫النكاح‬ : tidak ada pernikahan (perkawinan). Ada yang mengatakan tidak ada
perkawinan yang sah.
‫ِل‬
‫ِإاَل ِبَو ٍّي‬ : kecuali dengan wali yaitu orang yang berhak mewakili pasangan yang
akan menikah.2
3. Biografi Perawi

‫نبي صلى هللا عليه وسلم‬

‫عبد اهلل بن قيس بن سليم بن حضر‬


‫الصحابة‬
)‫(أبي موسى‬

‫عامر بن عبد اهلل بن قيس‬


‫الوسطي من التا بعين‬
(‫()أبي بردة‬W.103 H)

‫الصغرى من‬ ‫يونس بن أبي إسحق‬ ‫عمرو بن عبد اهلل بن عبيد‬


‫التابعين‬ (W.152H) (‫()أبي إسحق‬W.128H)

‫الوسطي من التابعين‬

1
Sulaiman bin Ats’ats al-Sijistani Abû Dâud, Sunan Abû Dâud, (Libanon: Dar al-Fikr 1424 H), 361
2
Arif Jamaluddin, Hadis Hukum Keluarga, (Surabaya:Cahaya Intan,2014),hlm.49
‫عبد الواحد بن واصل‬
(‫()أبو عبيدة الحدا‬W.190 H)

‫اسرائيل بن يونس بن ابي‬


‫محمد بن قدامة‬ ‫اسحق‬
(W.250)

‫كبا ر اال تباع‬

‫عبد الواحد بن واصل‬


‫الصغرى من االتباع‬
(‫()أبو عبيدة الحداد‬W.190H)

‫كبار تبع االتباع‬ ‫محمد بن قدامة‬


(W.250)

‫َأُبو داؤدَح َّد َثَنا‬

a. Abu Musa al-Asy’ari


Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Qais bin Sulaim bin
Hadlar bin Harb bin ‘Amir bin ‘Atr bin Bakr bin ‘Amir bin ‘Adzr bin
Wail bin Najiyah bin Jumahir bin al-Asy’ar. Ibu dari Abi Musa bernama
Dhaibah binti Wahb dan telah memeluk Islam sebelum akhirnya ia meninggal
di Madinah.
Abu Musa adalah seorang sahabat yang pernah menjadi Khadam nabi
Muhammad Saw dan dikenal sebagai sahabat yang paling merdu suaranya
sehingga nabi memberikan pujian bahwa Abu Musa adalah salah satu dari
sekian banyak seruling keluarga nabi Daud.3
Dalam mempelajari hadis nabi, Abu Musa berguru kepada sembilan
orang guru yang diantaranya adalah Rasulullah Saw, Ubay bin Ka’ab dan
Abdullah bin Mas’ud serta meriwayatkannya kepada 56 orang murid antara
lain adalah Abu Burdah, Abu kinayah al-Kursy, Anas bin malik al-anshary,
dan lain-lain.4
Sementara mengenai tahun wafatnya terdapat banyak versi, misalnya
menurut Ali bin ‘Amr al-Anshari yang berasal dari Haitsam bin ‘Adiy dan
3
Yusuf al-Mazzi, Tahdzîb al-Kamâl fîAsma’ al-Rijâl, juz 15 (Libanon: Muassasah ar-Risalah, 2002), hlm.
447-449 (buku ini selanjutnya disebut “Tahdzîb al-Kamâl”).
4
Ibid., 448-449.
Abu Ubaid serta Abu Umar ad-Dharir bahwa Abu Musa meninggal pada
Tahun 42 H sedangkan versi lain seperti dikatakan Abu Nu’aim bahwa ia
meninggal pada tahun 44 H dan diperkuat oleh Ibnu Barrad tepatnya pada
bulan Dzulhijjah pada umur sekitar enam puluh tahun lebih. Sedangkan
menurut Abu Bakar ia meninggal pada usianya yang ke-63 tahun tepatnya di
kota Makkah.5
b. Abu Burdah bin Abi Musa al-Ays’ari
Nama asli Abu Burdah adalah al-Harits dan menurut pendapat yang lain
adalahAmir bin Abdullah bin Qais. Abu Burdah dikenal sebagai seorang
tabi’in yang faqih yang berasal dari Kufah.
Abu Burdah menerima hadis dari 23 orang guru yang termasuk salah
satunya adalah ayahnya sendiri yaitu Abu Musa al-Asy’ari, Muhammad bin
maslamah al-anshary Mughirah bin Su’bah dan yang lainnya serta
meriwayatkannya kepada 82 orang murid yang salah satunya adalah Abu
ishaq al-Sabi’iy.Sementara mengenai tahun wafatnya, menurut al-Waqidiy,
Abu Burdah meninggal di Kufah pada tahun 103 H sedangkan menurut yang
lainnya seperti Khalifah bin Khayyad, Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam, Abu
Hatim ibnu Hibban dan yang selainnya mengatakan bahwa ia meninggal pada
tahun 104 H.6
Beberapa penilaian yang diberikan oleh para kritikus hadis mengenai
aspek intelektualitas dan kualitas pribadi Abu Burdah adalah penilaian yang
diberikan oleh Muhammad bin Sa’ad dalam kitab Thabaqatnya bahwa Abu
Burdah adalah orang yang tsiqah dan banyak mengahafal hadis. Begitu pula
menurut Ahmad bin Abdullah al-‘Ijliy, bahwa Abu Burdah adalah seorang
tabi’in yang berasal dari kufah yang dikenal sebagai tabi’in yang faqih dan
tsiqah.
Berbeda dengan penilaian Abdurrahman bin Yusuf bin Khirasy, dalam
satu kesempatan ia menilai Abu Burdah dengan predikat shaduq dan pada
kesempatan yang lain ia menilainya sebagai orang yang tsiqah. Namun Ibnu
Hibban memasukkan Abu Burdah ke dalam kitab kompilasinya, Al-Tsiqât.7
c. Abu Ishaq al-Sabi’iy al-Kufiy
Nama asli beliau adalah ‘Amr bin Abdullah bin Ubaid dan menurut versi
lain adalah ‘Amr bin Abdullah bin Ali dan ada juga yang berpendapat bahwa
nama aslinya adalah ‘Amr bin Abdullah bin Abi Sya’irah.Ia mempelajari
hadis dari 151 guru yang diantaranya adalah Abu Burdah bin Abu Musa
al-Asy’ari, Bara’ bin ‘Azib serta Anas bin Malik dan meriwayatkannya kepada
86 orang murid yakni Yunus bin Abi Ishaq, Israil bin Yunus bin Abi Ishaq,
Ismail bin Abi khalid dan yang lainnya.8
Penilaian para kritikus hadis terhadap kualitas pribadi dan intelektualitas
Abu Ishaq dapat disimak dari pernyataan Abdullah bin Ahmad bin Hanbal

5
Ibid., hlm. 452-453.
6
Ibid., juz 3, hlm. 70-71.
7
Ibid,. Hlm. 69.
8
Ibid., juz 22, hlm. 103-110.
bahwa pada suatu ketika ia bertanya kepada ayahnya manakah yang lebih
disenangi antara Abu Ishaq dan as-Sudday? Maka ayahnya menjawab bahwa
Abu Ishaq adalah orang yang tsiqah akan tetapi kebanyakan mereka
menerima hadis dari yang selainnya.
Penilaian lain berasal dari Yahya bin Ma’in yang dinukil oleh Ishaq bin
Mansyur bahwa Abu Ishaq adalah orang yang tsiqahbegitu pula dengan
penilaian an-Nasa’i. Sejalan dengan penilaian di atas, menurut al-‘Ijliy, Abu
Ishaq adalah orang tsiqah dan telah menerima hadis dari 38 sahabat nabi
bahkan menurut Ali bin al-Madiniy ia mempunyai guru antara tiga ratus
sampai empat ratus guru.
Adapun mengenai tanggal wafatnya terdapat banyak versi yang
dimajukan oleh para ulama, al-Khumaidy misalnya, berpendapat bahwa Abu
Ishaq meninggal pada tahun 126H, berbeda denganpenjelasan Ahmad bin
Hanbalyang diperkuat oleh al-Waqidiy, Haitsam bin ‘Adiy, Yahya bin Bukair,
Muhammad bin Abdullah bin Numair menurutnya Abu Ishaq meninggal
dunia bertepatan dengan masuknya Dhahhak binQais ke Kufah tepatnya pada
tahun 127 H. Menurut Abu Bakar bin Abi Syaibah beliau meninggal dunia
pada usia 96 tahun.9
d. Yunus bin Abi Ishaq
Nama asli beliau adalah ‘Amr bin Abdullah al-Hamdani al-Sabi’iy.
Nama julukannya adalah Abu israil al-Kufy. Ia adalah ayah dari Israil bin
Yunus dan ‘Isa bin Yunus. Yunus meninggal pada tahun 159 H. Demikian
menurut keterangan Muhammad bin Sa’ad, Khalifah ibnu Khayyad,
Muhammad bin Abdullah al-Hadramiy dan masih banyak yang lainnya.
Pendapat inilah yang dianggap sebagai pendapat yang paling kuat. Sedangkan
versi lain menyebutkan ia meninggal pada tahun 157 H atau 158 H dan
menurut Abu Hasan al-Madainiy, ia meninggal pada tahun 152.
Dalam mempelajari hadis ia memiliki 24 guru yang diantaranya adalah
ayahnya sendiri yaitu Abu Ishaq al-Sabi,iy, Abu Burdah bin Abu Musa
alAsy’ari, Hilal bin Khabbab dan yang lainnya serta meriwayatkan hadis
kepada 44 orang murid yang salah satunya adalah Abu Ubaidah Abdul Wahid
bin Washil al-Haddad, Abdullah bin al-Mubarak dan Simail bin ‘Ayyas.
Beberapa penilaian yang dikemukakan oleh para krtikus hadis mengenai
kualitas pribadi dan intelektualitas Yunus dapat disimak dari pernyataan
Amar binAli, menurutnya Abdurrahman bin Mahdi berkata bahwa Yunus
berhak untuk diberikan predikat lam yakun bihî ba’sun. penilaian yang sama
dikemukakan oleh Ishak bin Mansur, Ahmad bin Sa’ad bin Abi Maryam,
Usman bin Sa’id al-Dârimî yang berasal dari Yahya bin Ma’in bahwa Yunus
adalah orang yang tsiqah.
Sedangkan menurut an-Nasa’i ia dapat diberikan predikat laisa bihî
ba’sun.Berbeda dengan penilaian di atas adalah penilaian yang dimajukan oleh

9
Ibid., hlm. 110-112.
Abu Hatim bahwa Yunus adalah orangyang jujur namun hadisnya tidak dapat
dijadikan sebagai hujjjah.10
e. Israil bin Yunus
Beliau mempunyai nama lengkap Israil bin Yunus bin Abi Ishak al
Hamdani al-Sabi’iy yang lebih dikenal dengan panggilan Abu Yusuf al-Kufy.
Ia merupakan saudara tertua Isa bin Yunus. Mengenai tanggal lahir dan
wafatnya terdapat beberapa versi yang dikemukakan oleh para ulama.
Menurut Harun bin Hatim yang dinukil dari Dubais bin Humaid, Israil
dilahirkan pada tahun 100 H dan meninggal pada tahun 161 H, begitu pula
menurut Muhammad bin Abdullah al-Hadramiy.
Versi lain dikemukakan oleh Abu Nua’im dan Qa’nab bin al-Muharrar
yang menurutnya beliau meninggal pada tahun 160 H sementara menurut
Khalifah bin Khayyad dan Muhammad bin Sa’ad ia meninggal pada tahun 162
H.
Penilaian yang diberikan oleh para kritikus hadis terhadap kualitas
pribadi dan intelektualitas Israil bin Yunus pun beragam,misalnya Ahmad bin
Saad bin Abi Maryam dan Abu Bakar bin Abi Khaitsamah yang berasal dari
Yahya mengatakan bahwa Yunus adalah orang yang tsiqah. Sementara
menurut al-‘Ijli dan Abu Hatim, Yunus adalah orang yang lebih dipercaya
dibandingkan keturunan Abu Ishaq lainnya.
Penilaian lain juga dikemukakan oleh an-Nasa’i yangmemberikan
predikat laisa bihî ba’sun. Sedangkan menurut Ya’kub bin Syaibah, yunus
berhak diberikan predikat shâlih al-hadîs mengingat dalam hadis yang
dibawanya terdapat kelemahan namun pada kesempatan yang lain dia
memberikan penilaian bahwa Yunus tergolong orang yang tsiqah dan
terpercaya namun hadis yang diriwayatkannya tidak cukup kuat untuk
dijadikan hujjah tetapi juga tidak dapat dianggap sebagai orang yang gugur
(saqitun).11
f. Abu Ubaidah
Nama asli beliau adalah Abdul Wahid bin Washil as-Sadusi namun
popular dengan sebutan Abu Ubaidah al-Haddad al-Bashri. Ia berdomisili
di Baghdaddan meninggal pada tahun 190 H sesuai dengan penjelasan Abu
Qilabah ar-Raqasyi menurutnya ia dilahirkan pada tahun 190 H bertepatan
dengan meninggalnya Abu Ubaidah al-Haddad.
Abu Ubaidah menerima hadis dari empat puluh orang guru termasuk di
dalamnya adalah Yunus bin Abi Ishaq, Hisyam bin Hassan dan Israil bin
Yunus bin Abi Ishaq dan meriwayatkannya kepada tujuh belas orang
murid antara lain adalah Muhammad bin Qudamah bin A’yan al-Mishshishi
dan yang lainnya.
Penilaian lain diberikan oleh Abdul Khaliq bin Mansur yang dinukilnya
dari Yahya bin Ma’in bahwa Abu Ubaidah adalah orang yang tsiqah. Ahmad
bin Abdillah al-‘ijli, Ya’kub bin Sufyan serta Abû Dâud memberikan
10
Ibid,. Hlm. 489-493.
11
Ibid., juz 2, hlm. 521-524.
predikat tsiqahbegitu juga penilaian Ya’kub bin Syaibah bahkan
menurutnyatidak hanya tsiqah tetapi juga dikenal sebagai shâlih al-hadîts.
Sementara Ibnu Hibban memasukkannya ke dalam kitab “Al-Tsiqât”nya.12
g. Muhammad bin Qudamah
Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Qudamah bin A’yan bin
Miswar al-Qursy Abu Abdillah al-Mishshishi. Menerima hadis dari enam
belas orang guru yang termasuk di dalamnya adalah Abu Ubaidah al-Haddad,
Sufyan bin Uyaynah, Waki’ bin Jarrah dan lain-lain serta meriwayatkannya
kepada 25 orang murid yang diantaranya adalah Abû Dâud as-sijistani, an-
Nasa’i, Muhammad bin Musayyib bin Ishaq al-Argiyani dan lain-lain.
Penilaian terhadap Muhammad bin Qudamah dapat disimak dari
pernyataan Abu Bakar al-Barqaniy ketika bertanya kepada Abul Hasan
adDaruqutni mengenai ketsiqahan Muhammad bin Qudamah lalu Abul Hasan
menjawab bahwa ia adalah orang yang tsiqah. Sementara an-Nasa’i pada satu
kesempatan menyatakannya dengan la ba’sa bihî dan pada kesempatan lain
menyatakan dengan shalihserta ibnu Hibban memasukkannya ke dalam kitab
“Al-Tsiqât”nya.Beliau meninggal pada tahun sekitar 250 H.13
h. Abû Dâud
Nama lengkap beliau menurut Abdurrahman bin Abi Hatim adalah
Sulaiman bin Asy’ats bin Syaddad bin ‘Amr bin ‘Amir. Sedangkan menurut
Muhammad bin Abdul Aziz al-Hasyimi adalah Sulaiman bin Asy’ats bin Bisyr
bin Syaddad.14Mengenai persambungan antara Abu Daud dan Muhamad bin
Qudamah sebagai guru dari Abû Dâud penulis tidak menemukannya dalam
biografi Abû Dâud sekalipun nama Abû Dâud diakui sebagai murid dari
Muhammad bin Qudamah.
Kuat dugaan hal tersebut disebabkan terlalu banyaknya guru Abu Daud
seperti dikatakan oleh Ibnu Hajar bahwa guru Abû Dâud mencapai tiga ratus
orang guru sehingga para pengarang tidak memaparkannya secara
keseluruhan.Ini terbukti misalnya dalam kitab Badzl al-majhûd fî Halli
Sunan Abî Dâud yang merupakan salah satu syarah dari kitab Sunan Abû
Dâud hanya disebutkan sebanyak 20 orang guru yang dianggap sebagai guru
yang paling populer.
Sementara dalam kitab Tahdzîb al-Kamâl fî Asma’ al-Rijâl disebutkan
sebanyak 173. Komentar para kritikus hadis mengenai Abû Dâud dapat
disimak dari perkataan Musa bin Harun bahwa ia tidak pernah tahu tentang
orang yang lebih utama dari Abû Dâud sehingga ia menyuruh kepada Ahmad
Muhammad bin Yahya bin Abi Saminah untuk menulis hadis yang diperoleh
dari Abu Daud. Berbeda dengan penilaian Maslamah bin Qasim, menurutnya
Abû Dâud adalah orang yang tsiqah, zuhud, paham tentang hadis serta untuk
mendapatkan penjelasan secara lebih detail periksa dalam, Khalil Ahmad
as-Saharanfuri,menjadi imam pada masanya.
12
Ibid., juz 18, hlm. 473- 476.
13
ibid., juz 26, hlm. 308-310.
14
Ibid., juz 11, hlm. 355-356.
Beliau meninggal dunia pada tahun 275 H tepatnya pada tanggal 16
Syawal 275 H dalam usia 73 tahun.Dengan memperhatikan kebersambungan
sanad antara seorang guru dan murid dalam transmisi periwayatan hadis di
atas, maka sanad hadis ini telah memenuhi standar kesahihan yang telah
ditetapkan oleh para ulama hadis, sekalipun dari sisi kualitas pribadi dan
intelektualitas perawi yang bersangkutan tidak mencapai derajat
15
ta‘dîltertinggi.
4. Kedudukan Hadis
Berdasarkan urutan sanadnya yang bersambung dengan periwayatan perawi
yang adil, dhabit, dari perawi pertama hingga perawi terakhirnya tidak
mengandung syazz dan illat hadis ini termasuk hadis Shahih. Karena setelah
mencermati pertautan umur antara satu generasi dengan generasi dibawahnya,
berdasarkan tahun wafatnya, dengan tenggang waktu kesempatan hidup 60 tahun
untuk setiap generasinya, maka diguga kuat terdapat kesezamanan antara satu
generasi dengan generasi yang dibawahnya. Selain itu para perawinya dinilai
tsiqoh, sehingga derajat hadisnya sahih. Jadi dapat disimpulkan bahwa hadis ini
adalah hadis Shahih Li Dzatihi karena telah memenuhi persyaratan hadis shahih
semuanya.
5. Hadis Pendukung
a. Sunan al-Dârimî
‫َأْخ َبَر َنا َم اِلُك ْبُن ِإَمْسِعيَل َح َّد َثَنا ِإْس َر اِئيُل َعْن َأيِب ِإْسَحَق َعْن َأيِب ُبْر َدَة َعْن َأِبيِه َقاَل َقاَل َرُس وُل‬

‫الَّلِه َص َّلى الَّلُه َعَلْيِه َو َس َّلَم اَل ِنَك اَح ِإاَّل ِبَو ٍّيِل‬
Telah mengabarkan kepadaku Malik bin Isma'il telah menceritakan kepada
kami Isra`il dari Abu Ishaq dari Abu Burdah dari Ayahnya, ia berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak sah pernikahan
tanpa seorang wali."16

b. Sunan Tirmidzi

‫َح َّد َثَنا َعِلُّي ْبُن ُح ْج ٍر َأْخ َبَر َنا َش ِر يُك ْبُن َعْبِد الَّلِه َعْن َأيِب ِإْسَحَق و َح َّد َثَنا ُقَتْيَبُة َح َّد َثَنا َأُبو‬
‫ِإ ِئ‬ ‫ِد‬ ‫ٍر‬ ‫ِإ‬
‫َعَو اَنَة َعْن َأيِب ْسَحَق ح و َح َّد َثَنا َحُمَّم ُد ْبُن َبَّشا َح َّد َثَنا َعْبُد الَّر َمْحِن ْبُن َم ْه ٍّي َعْن ْس َر ا يَل‬
‫َعْن َأيِب ِإْسَحَق ح و َح َّد َثَنا َعْبُد الَّلِه ْبُن َأيِب ِز َياٍد َح َّد َثَنا َز ْيُد ْبُن ُحَباٍب َعْن ُيوُن ْبِن َأيِب‬
‫َس‬
‫َّلِه َّل َّل ِه َّل‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫ْسَحَق َعْن َأيِب ْسَحَق َعْن َأيِب ُبْر َدَة َعْن َأيِب ُموَس ى َقاَل َقاَل َرُس وُل ال َص ى ال ُه َعَلْي َو َس َم‬
‫اَل ِنَك اَح ِإاَّل ِبَو ٍّيِل‬
“Ali bin Hujr menceritakan kepada kami, Syarik bin Abdullah
memberitahukan kepada kami dari Abu Ishak, Qutaibah menceritakan kepada
kami, Abu Awanah memberitahukan kepada kami dari Abu Ishak, Muhammad
15
Raja’ Musthafa Hazin, I’lâm al-Muhadditsîn wa Manâhijuhum (Kairo: Universitas al-Azhar, t.th), hlm. 136.
16
Abu Ahmad as-Sidokare , Hadis Sunan al-Dârimî, (No hadis 2087, 2009), 12.
bin Basyar menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Mahdi menceritakan
kepada kami dari Israil, dari Abu Ishak, Abdullah bin Abu Ziyad menceritakan
kepada kami, Zaid bin Hubab memberitahukan kepada kami dari Yunus bin
Abu Ishak, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, ia berkata, "Rasulullah SAW
bersabda, 'Tidak sah suatu pernikahan kecuali dengan wali'.”17
c. Sunan Ibnu Majah

‫حدثنا حممد بن عبد امللك بن أيب الشوارب ثنا أبو عوانة ثنا أبو إسحاق اهلمداين عن أيب‬

‫بردة عن أيب موسى قال قال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم ال نكاح إال بويل‬
Bercerita kepada kami Muhammad bin `Abdul Mâlik bin Abi Abi
Syawârib, bercerita kepada kami Abu `Awanah bercerita kepada kami Abu
Ishaq al-Mahdâni dari Abi Burdah dari Abi Musa berkata: bersabda Rasulullah
saw “Tidak ada pernikahan kecuali ada wali”.18
6. Penjelasan Hadis
Sebelum memperluas bahasan yang terkandung dalam hadis ini, kita akan
mendefinisikan pengertian dari wali. Dalam kitab Subulus Salam diterangkan
bahwa wali adalah orang terdekat dengan si wanita dari golongan kerabat
ashabahnya, bukan kerabat dari dzawil arham.19 Dalam buku lain dijelaskan wali
menurut jumhur ulama’ adalah orang yang terdekat dari jalur nasab, jalur sebab
(seperti wali hakim), dan jalur ashobah. Sedangkan selain ashobah yaitu orang
yang mendapat bagian pasti dalam warisan (dzawil furudl atau dzawis saham) dan
dzawil arham tidak mempunyai wilayah dalam hal menjadi wali. Sedangkan
menurut Abu Hanifah dzawil arham bisa dimasukkan dalam kategori wali.20
Berbicara tentang wali nikah, maka yang perlu diketahui tentang wali selain
pengertian wali adalah kedudukan wali bagi mempelai dan seberapa penting wali
dalam pelaksanaan pernikahan. Dan manusia yang paling berhak untuk
menikahkan wanita merdeka ialah ayahnya, kemudian kakeknya, kemudian
seterusnya ke atas. Kemudian anaknya dan cucunya serta seterusnya ke bawah.
Kemudian saudara seayah dan seibu, kemudian saudaranya seayah.21
Wali adalah orang yang akan mengawinkan perempuan. 22 Seorang
mempelai perempuan yang hendak melangsungkan pernikahan harus ada orang

17
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani,Shahih Sunan Tirmdizi (pustakasunnah, 2009), hlm.14.
18
Abu Abdillah Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Mâjah, (Libanon: Dar al-Fikr, 2004), 590
19
Muhammad bin Ismail Al Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam-Syarah Bulughul Maram,jilid 2, (Jakarta:Darus
Sunah, 2009), hlm. 627.
20
Arif Jamaluddin, Hadis Hukum Keluarga, (Surabaya:Cahaya Intan,2014),hlm.53
21
al-Mughni, Ibnu Qudamah (VI/456-467).
22
Ibnu Mas’ud dan Zaninal Abidin S, Edisi Lengkap Fiqih (Madzhab Syafii), (Bandung: Pustaka Setia, 2007),
hlm. 268.
yang akan menikahkannya. Kedudukan wali bagi mempelai adalah suatu yang
mesti dan tidak sah akad perkawinannya apabila tidak dilakukan oleh wali.23
Urgensi atau pentingnya wali nikah dilihat dari hadits diatas dan dikuatkan
lagi dengan hadits Rasulullah yang lain yang berbunyi:

‫قال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم َأَمُّيا اْم َر َأٍة َنَك َح ْت ِبَغِرْي ِإْذِن َو ِلِّيَه ا‬: ‫وعن عائشة قالت‬
‫ِم‬ ‫ِط ِإ‬ ‫ِط ِن‬ ‫ِط ِن‬ ‫ِن‬
‫ َف ْن َدَخ َل َهِبا َفَلَه ا اْلَم ْه ُر َمِبا اْس َتَح َّل ْن‬،‫ َف َك اُحَه ا َبا ٌل‬،‫ َف َك اُحَه ا َبا ٌل‬،‫َف َك اُحَه ا َبا ٌل‬
ُ ‫ َفِإِن اْش َتَج ُر ْو ا َفالُّس ْلَطاُن َو ُّيِل َمْن َال َو َّيِل َله‬،‫َفْر ِج َه ا‬.
24

“Dan dari Aisyah R.A berkata: Rasulullah bersabda : Siapa saja wanita yang
menikah tanpa seizin walinya, maka nikahnya bathil (tidak sah), pernikahannya
bathil, pernikahannya bathil. Jika seseorang menggaulinya, maka wanita itu
berhak mendapatkan mahar dengan sebab menghalalkan kemaluannya. Jika
mereka berselisih, maka sulthan (penguasa) adalah wali bagi wanita yang tidak
mempunyai wali.”25
Kemudian dikuatkan juga dengan hadis Rosulullah di bawah ini :

‫ قال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم (النكاح إال‬: ‫ عن أبيه قال‬,‫وعن أىب بردة بن أىب موسى‬
‫ وأعل بإلرسال‬,‫ و صححه ابن املديىن والرتمذى وابن حبان‬,‫رواه أمحد واألربعة‬.)‫بو ىل‬26
Maka dapat disimpulkan bahwa wali berkedudukan sangat penting dari
pada serangkaian ketentuan-ketentuan pernikahan.
Terlepas dari hadits tersebut, adanya peran wali (orang tua) dalam suatu
penikahan menjadi sangat dibutuhkan. Mengingat seorang gadis yang akan
menikah berarti belum terlepas penuh dari tanggung jawab orang tuanya, maka
seharusnya mempelai laki-laki meminta meng-akadkan pernikahannya barulah
setelah itu tanggung jawab orangtua menjadi tanggung jawab suami.
Jadi dalam hadis ini menjelaskan bahwa tidak ada pernikahan kecuali
dengan wali. Yang dimaksud “tidak ada pernikahan” adalah tidak sah atau tidak
sempurna pernikahan seseorang jika tanpa wali.
B. Kandungan Hukum Hadis

23
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2006),
hlm. 69.
24
Shibhi ibnu Muhammad Romadhon, Dzil Jalali Wal Ikram, Syarah Bulughul Maram,Al Azhar)hlm.47,no.938
25
Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2083).
26
Muhammad Ismail Yamani as-Son’anii, Subulus as-Salaam, Syarah Bulughul Maraam, juz 1,
(1182H),hlm.956
Wali adalah seorang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dalam suatu
akad nikah yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pihak laki-laki yang dilakukan oleh
mepelai laki-laki itu sendiri dan pihak perempuan yang dilakukan oleh walinya.27
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas tentang pentingnya wali, dalam
pernikahan kedudukan wali adalah rukun suatu perkawinan. Orang yang berhak
menempati kedudukan wali ada tiga kelompok, yakni:
1. Wali nasab, yaitu wali yang mempunyai hubungan tali kekeluargaan dengan
wanita yang akan kawin.
2. Wali mu’thiq, yaitu wali untuk seorang hamba sahaya yang pernah
dimerdekakannya.
3. Wali hakim, yaitu orang yang menjadi wali dalam kedudukannya menjadi pejabat
hukum (hakim) atau penguasa. Dalam hala ini yang berwewenang wali berpindah
ke tangan hakim, apabil.
a. Ada pertentangan diantara wali-wali
b. Bilamana walinya tidak ada dalam pengertian tidak ada yang absolute (mati,
hilang) atau karena ghaib. Maka wali hakim berhakmeng’aqadkan, kecuali
jika perempuan dan laki-laki yang mau kawin tersebut bersedia menanti
kedatangan walinya yang ghaib itu. Dalam sebuah hadis disebutkan:

‫ َو اجَل َناَز ُة ِاَذا َح َض َر ْت َو ااَل ُمَّي ِاَذ َو َج َدْت ُكْف ًؤ ا‬, ‫ َو ُه َّن الَّص َالُة ِإَذاَاَتْت‬, ‫َثَالُث اَل ُيَؤ َّخ ْر َن‬.
“Tiga perkara tidak boleh ditunda-tunda yaitu: shalat bila telah tiba
waktunya, jenazah bila telah siap, dan perempuan bila ia telah ditemukan
pasangannya yang sepadan.” (H.R. Baihaqi dan lain-lain dari Ali)28
Sedangkan orang yang berhak menjadi wali, adalah orang yang memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:
1. Telah dewasa dan berakal sehat;
2. Laki-laki, ulama hanafiyah dan ulama syi’ah berbeda pendapat dalam persyaratan
ini. Menurut mereka perempuan yang telah dewasa dan berakal sehat dapat
menjadi wali bagi dirinya sendiri dan dapat pula menjadi wali untuk perempuan
lain yang mengharuskan adanya wali.
3. Muslim, tidak sah orang yang tidak beragama islam menjadi wali untuk muslim,
hal ini berdalil dari firman Allah dalam surat ali imran ayat 28:

27
Arif Jamaluddin, Hadis Hukum Keluarga, (Sidoarjo: CV. Cahaya IntanXII, 2014), hlm. 56.
28
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah,Jilid 7,(Bandung: PT.Al Ma’arif,1997)hlm,30
“ janganlah orang-orang mukmin mengambil orang kafir menjadi wali dengan
meninggalkan orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia
dari pertolongan Allah”.
Dan dalam hadis Nabi :
“Tidak sah nikah kecuali dengan (oleh)wali yang mursyid”29
4. Orang merdeka;
5. Tidak bearada dalam pengampuan atau Mahjur ‘Alaih;
6. Berpikiran baik;
7. Tidak sedang melakukan ihram untuk haji atau umroh.30
8. Adil dalam arti tidak pernah terlibat dalam dosa besar dan tidak sering terlibat
dosa kecil serta tetap memelihara muru’ah atau sopan santun. Namun dalam fiqih
Islam dijelaskan bahwa seorang wali tidak disyaratkan adil. Jadi seorang yang
durhaka tidak kehilangan hak menjadi wali dalam perkawinan, kecuali kalau
kedurhakaannya itu melampaui batas-batas kesopanan yang berat.31
Kemudian juga dijelaskan dalam kitab Fiqih Islam bahwa wali mempunyai
urut-urutan wali sebagai berikut :
1. Ayah
2. Kakek (ayah dari ayah)
3. Saudara laki-laki sekandung
4. Saudara laki-laki seayah
5. Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
6. Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki seayah
7. Anak laki-laki paman
Demikian adalah urut-urutan wali dalam sahnya nikah. Seseorang tidak boleh
dinikahkan oleh wali yang jauh, selagi masih ada yang dekat. Wali yang dekat lebih
berhak sebagaimana dalam warisan. Maka kalau menikah dengan meninggalkan urut-
urutan wali tersebut maka tidak sah.32
Dan bagi wanita yang tidak mempunyai wai nikah dalam Fikih Sunnah
dijelaskan bahwa Qurthubi berkata: jika perempuan yang tinggal disuatu tempat yang
tidak ada sultan (pejabat hukum) dan tidak juga mempunyaiwali, maka
penyelesaiannya dapat ia serahkan kepada tetangga yang dipercayai untuk
29
Abdul Fatah Idris, Abu Ahmadi, Kifayatul Akhyar,Terjemahan Fiqih Islam, (Semarang:1990),hlm 207
30
Amir Syarifuddin, Op, Cit., hlm. 75-78.
31
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah,Jilid 7,(Bandung: PT.AlMa’arif,1997), hlm. 11.
32
Abdul Fatah Idris, Abu Ahmadi, Op.Cit. hlm 208.
meng’aqadkannya. Dalam keadaan demikian tetangga tersebuttelah menjadi wali.
Karena setiap orang tentu perlu kawin tetapi dalam melaksanakannya hendaklah
sebaik baiknya yang dapat dikerjakan.
Syafi’i juga berpendapat bahwa apabila dalam masyarakat terdapat perempuan
yang tidak mempunyai wali, lalu ia mewalikannya kepada seorang laki-laki untuk
menikahkannya, maka hukumnya boleh. Karena hal itu merupakan tindakan yang
mengangkat hakim. Dan orang yang diangkat hakim sama kedudukannya dengan
hakim itu sendiri.33
C. Ketentuan Perundang-Undangan Perwalian
a. Kitab undang-undang hukum perdata
Dalam kitab undang-undang hukum perdata, ada beberapa pasal yang menjelaskan
tentang perwalian, antara lain:
Pasal 35
Untuk melaksanakan perkawinan, anak sah di bawah umur memerlukan izin
kedua orang tuanya. Akan tetapi bila hanya salah seorang dan mereka memberi
izin dan yang lainnya telah dipecat dan kekuasaan orang tua atau perwalian atas
anak itu, maka Pengadilan Negeri di daerah tempat tinggal anak itu, atas
permohonannya, berwenang memberi izin melakukan perkawinan itu, setelah
mendengar atau memanggil dengan sah mereka yang izinnya menjadi syarat
beserta keluarga keluarga sedarah atau keluarga-keluarga semenda. Bila salah satu
orang tua telah meninggal atau berada dalam keadaan tak mampu menyatakan
kehendaknya, maka izin cukup diperoleh dan orangtua yang lain.

Pasal 36
Selain izin yang diharuskan dalam pasal yang lalu, anak-anak sah yang belum
dewasa memerlukan juga izin dan wali mereka, bila yang melakukan perwalian
adalah orang lain daripada bapak atau ibu mereka; bila izin itu diperbolehkan
untuk kawin dengan wali itu atau dengan salah satu dan keluarga sedarahnya
dalam garis lurus, diperlukan izin dan wali pengawas.
Bila wali atau wali pengawas atau bapak atau ibu yang telah dipecat dan
kekuasaan orang tua atau perwaliannya, menolak memberi izin atau tidak dapat
menyatakan kehendaknya, maka berlakulah alinea kedua pasal yang lalu, asalkan
orangtua yang tidak dipecat dan kekuasaan orang tua atau perwaliannya atas
anaknya telah memberikan izin itu.
Pasal 37
Bila bapak atau ibu telah meninggal atau berada dalam keadaan tidak mampu
menyatakan kehendak mereka, maka mereka masing-masing harus digantikan
oleh orang tua mereka, sejauh mereka masih hidup dan tidak dalam keadaan yang
sama.Bila orang lain daripada orang-orang yang disebut di atas melakukan
33
Sayyid Sabiq,Op.Cit, hlm.27.
perwalian atas anak-anak di bawah umur itu, maka dalam hal seperti yang
dimaksud dalam alinea yang lalu, si anak memerlukan lagi izin dari wali atau
alinea dua pasal ini ada perbedaan pendapat atau wali pengawas, sesuai dengan
perbedaan kedudukan yang dibuat dalam pasal yang lalu. Alinea kedua Pasal 35
berlaku, bila antara mereka yang izinnya diperlukan menurut alinea satu atau
alinea dua pasal ini ada perbedaan pendapat atau bila salah satu atau lebih tidak
menyatakan pendiriannya.
Pasal 38
Bila bapak dan ibu serta kakek dan nenek si anak tidak ada, atau bila mereka
semua berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendak mereka, anak sah
yang masih di bawah umur tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin wali
dan wali pengawasnya.Bila baik wali maupun wali pengawas, atau salah seorang
dari mereka, menolak untuk memberi izin atau tidak menyatakan pendirian, maka
Pengadilan Negeri di daerah tempat tinggal anak yang masih di bawah umur, atas
permohonannya berwenang memberi izin untuk melakukan perkawinan, setelah
mendengar atau memanggil dengan sah wali, wali pengawas dan keluarga
sedarah atau keluarga semenda.34

b. Kompilasi Hukum Islam


Dalam kompilasi hukum islam, ada beberapa pasal yang mengatur tentang wali,
yakni:
Pasal 20
1) Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi
syarat hukum Islam, yakni muslim, aqil dan baligh.
2) Wali nikah terdiri dari :
a. Wali nasab;
b. Wali hakim.
Pasal 21
1) Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok
yang satudidahulukan dan kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan
kekerabatan dengan calonmempelai wanita.Pertama, kelompok kerabat laki-
laki garis lurus keatas yakni ayah, kakek dari pihak ayahdan seterusnya.
Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki
seayah, danketurunan laki-laki mereka.
Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah,
saudara seayahdan keturunan laki-laki mereka.
Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki
seayah dan keturunanlaki-laki mereka.
2) Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang sama-
sama berhakmenjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali ialah yang
lebih dekat derajatkekerabatannya dengan calon mempelai wanita.

34
3 Kitab Undang-Undang KUHPer,KUHP,KUHAP,(Grahamedia Press), hlm.15-17.
3) Apabila dalamsatu kelompok sama derajat kekerabatan aka yang paling
berhak menjadi walinikah ialah karabat kandung dari kerabat yang seayah.
4) Apabila dalam satu kelompok, derajat kekerabatannya sama yakni sama-sama
derajat kandungatau sama-sama dengan kerabat seayah, mereka sama-sama
berhak menjadi wali nikah, denganmengutamakan yang lebih tua dan
memenuhi syarat-syarat wali.
Pasal 22
Apabila wali nikah yang paling berhak, urutannya tidak memenuhi syarat sebagai
wali nikah atauoleh karena wali nikah itu menderita tuna wicara, tuna rungu atau
sudah udzur, maka hak menjadi wali bergeser kepada wali nikah yang lain
menurut derajat berikutnya.
Pasal 23
1) Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak
ada atau tidakmungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat
tinggalnya atau gaib atau adlal atauenggan.
2) Dalam hal wali adlal atau enggan maka wali hakim baru dapat bertindak
sebagai wali nikah setelah ada putusan pengadilan Agama tentang wali
tersebut.35

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadis tentang wali nikah, yakni:

35
Undang-undang RI no.1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dan KHI(Gramedia Press, 2014), hlm. 339-341.
‫َح َّد َثَنا َحُمَّم ُد ْبُن ُقَد اَم َة ْبِن َأْعَنَي َح َّد َثَنا َأُبو ُعَبْيَد َة اَحْلَّداُد َعْن ُيوُن َو ِإْس َر اِئيَل َعْن َأيِب ِإْسَحَق َعْن َأيِب‬
‫َس‬
‫ُبْر َدَة َعْن َأيِب ُموَس ى َأَّن الَّنَّيِب َص َّلى الَّلُه َعَلْيِه َو َس َّلَم َقاَل اَل ِنَك اَح ِإاَّل ِبَو ٍّيِل‬
‫َقاَل َأُبو َداُو د َو ُه َو ُيوُنُس َعْن َأيِب ُبْر َدَة َو ِإْس َر اِئيُل َعْن َأيِب ِإْسَحَق َعْن َأيِب ُبْر َدَة‬

Secara singkat hadis tersebut menjelaskan bahwa tak ada pernikahan tanpa
adanya seorang wali.
Kwalitas hadis diatas adalah hadis shahih, dikatakan hadis shasih ketika
dikutip oleh orang yang adil, cermat dan sanad perawinya sambung atau tidak
terputus sampai Rasulullah atau kepada sahabat atau tabi’in.
Syarah hadis tentang wali nikah ini menurut Kitab Subulus Salam-Syarah
Kitab Bulughul Marom definisi dari wali adalah orang terdekat dengan mempelai
perempuan dari jalur Ashobah. Didalam buku lain di jelaskan bahwa wali adalah
orang yang karena sebab nasab, hakim dan Ashobah.
Orang yang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka ialah ayahnya,
kemudian kakeknya, kemudian seterusnya ke atas. Kemudian anaknya dan cucunya
serta seterusnya ke bawah. Kemudian saudara seayah dan seibu, kemudian saudaranya
seayah. Adanya wali penting ketika seseorang akan melaksanakan suatu pernikahan
karena menurut hadis diatas bahwa pernikahan tanpa adanya wali yakni tidak sah,
masalah pentingnya wali dikuatkan lagi dengan hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah
ra. Bahwa Rasulullah mengatakan pernikahan tanpa wali adalah bathil (tidak sah) dan
pernyataan ini diulang sampai tiga kali.
Kandungan hukum hadis tentang wali nikah ialah, wali adalah orang yang
bertindak atas nama mempelai, dalam hal ini ada dua pihak yang terkait yakni
mempelai laki-laki yang dilaksanakan sendiri dan dari pihak perempuan yang di
lakukan oleh walinya. Dan bagi wanita yang tidak mempunyai wai nikah dalam Fikih
Sunnah dijelaskan bahwa Qurthubi berkata: jika perempuan yang tinggal disuatu
tempat yang tidak ada sultan (pejabat hukum) dan tidak juga mempunyaiwali, maka
penyelesaiannya dapat ia serahkan kepada tetangga yang dipercayai untuk
meng’aqadkannya. Dalam keadaan demikian tetangga tersebuttelah menjadi wali.
Karena setiap orang tentu perlu kawin tetapi dalam melaksanakannya hendaklah
sebaik baiknya yang dapat dikerjakan.
Ketentuan perundangan terkait dengan wali nikah terdapat pada Pasal 35-38
KUHPer, dan Pasal 20-23 KHI.
DAFTAR PUSTAKA

Abû Dâud , Sulaiman bin Ats’ats al-Sijistani. 1424H. Sunan Abû Dâud. Libanon: Dar al-
Fikr
Jamaluddin, Arif. 2014. Hadis Hukum Keluarg. Surabaya:Cahaya Intan.
Al-Albani , Syaikh Muhammad Nashiruddin. 2009. Shahih Sunan Tirmdizi.
Pustakasunnah.
al-Mazzi, Yusuf. 2002.Tahdzîb al-Kamâl fîAsma’ al-Rijâl, juz 2,3,15,16,18. Libanon:
Muassasah ar-Risalah (buku ini selanjutnya disebut “Tahdzîb al-Kamâl”).
Hazin,Raja’ Musthafa.I’lâm al-Muhadditsîn wa Manâhijuhum.Kairo: Universitas al-
Azhar.
Al Amir Ash-Shan’ani, Muhammad bin Ismail. 2009. Terjemahan Subulus Salam-Syarah
Bulughul Maram,jilid 2. Jakarta:Darus Sunah.
Al-Mughni, Ibnu Qudamah (VI/456-467)
Mas’ud ,Ibnu. Abidin S, Zaninal. 2007. Edisi Lengkap Fiqih (Madzhab Syafii). Bandung:
Pustaka Setia.
Syarifuddin, Amir. 2006. Hukum Perkawinan Islam di Indonesi. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group.
Romadhon, Shibhi ibnu Muhammad. Dzil Jalali Wal Ikram, Syarah Bulughul Maram. Al
Azhar. no.938.
Sabiq, Sayyid. 1997. Fikih Sunnah,Jilid 7 . Bandung: PT.Al Ma’arif.
Idris, Abdul Fatah. Ahmadi, Abu. 1990. Kifayatul Akhyar,Terjemahan Fiqih
Islam.Semarang.
Kitab Undang-Undang KUHPer,KUHP,KUHAP,(Grahamedia Press).
Undang-undang RI no.1 tahun 1974 tentang perkawinan dan KHI. 2004. Gramedia Press.
Al-Albani,Syaikh Muhammad Nashiruddin.2009. Shahih Sunan Tirmdizi.
Pustakasunnah.
Yazid,Abu Abdillah Muhammad bin.2004. Sunan Ibnu Mâjah. (Libanon: Dar al-Fikr).
as-Son’anii, Muhammad Ismail Yamani.1182H. Subulus as-Salaam, Syarah Bulughul
Maraam, juz 1.

Anda mungkin juga menyukai