Anda di halaman 1dari 5

TUGAS QUIZ 4 : BERMAZHAB DAN BID’AH

NAMA : LISA MURY


NIM : 2111203025

1. Jelaskan pengertian dan hukum dari bermazhab?

Secara etimologi kata mazhab berarti jalan (thoriqoh), pendapat atau paham.
Adapun secara terminologi mazhab ialah metode dan hukum tentang berbagai
masalah yang telah dilakukan, diyakini, dan juga dirumuskan oleh para mujtahid.
Jadi, maksud bermazhab ialah mengikuti jalan berpikir salah seorang mujtahid
(orang yang telah melakukan ijtihad) dalam mengeluarkan hukum (istinbat) dari
sumber nash berupa Alquran dan hadis.
Bermadzhab adalah bertaqlidnya orang awam atau orang yang belum
mencapai tingakatan mujtahid, kepada madzhab imam mujtahid, baik konsisten
mengikuti satu madzhab saja atau berpindah dari satu madzhab ke yang lain.

Setiap orang islam diwajibkan mempelajari ajaran agamanya dan


memahami hukum yang terkandung dalam Alquran dan hadis. Namun, tidak setiap
orang mampu memahami dan mengamalkan isi kandungan tersebut. Hanya
sebagian saja yang mampu melakukannya. Terdapat beberapa persyaratan khusus
yang harus diperhatikan oleh para mujtahid agar hasil ijtihadnya benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan. Sementara kita tidak mampu menggali hukum dan
memahami dengan benar isi Alquran dan hadis, sedangkan mereka mempunyai
persyaratan sebagai mujtahid yang sempurna. Hal itu tidak mungkin dan tidak etis
dilakukan, oleh karena itu seseorang yang belum mampu mencapai tingkat
mujtahid, maka secara tidak orang awam yang belum cukup ilmu wajib bermazhab.
Maka dari itu seorang muslim harus memperhatikan dengan saksama
bahwasanya segala amalnya dalam beribadah itu punya sandaran argumen yang
kuat dan bukan mengada-ngada (harus ada dalil dari Al-Qur’an dan hadits).
Karenanya, tidak dibenarkan seorang muslim beribadah dan mengamalkan ajaran
agama tanpa mendapat bimbingan seorang ahli agama yang bisa menjadi akses
baginya menuju para mujtahid-mujtahid yang ada. Dan Mujtahid itu terkenal dan
kredibel berpegang teguh dengan dalil-dalil yang valid dan bisa
dipertanggungjawabkan.
2. Sebutkan syarat seorang Mujtahid?

1. Mempunyai pengetahuan komprehensif terhadap Al-Qur`an


Menguasai pengetahuan tentang al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai sumber utama
dalam mashadirus syariah tentu saja memegang peranan penting sebagai
sumber hukum Islam. Maka, seorang Mujtahid, ketika hendak menggali
hukum dari ayat-ayat al-Qur’an harus menguasai ilmu-ilmu terkait dengan al-
Qur’an itu sendiri. Yakni ilmu seputar makna teks al-Qur’an, illat dan tujuan
yang terdapat di dalamya, asbabun nuzul, nasikh-mansukh dan mampu
mengidentifikasi ayat-ayat hukum.
2. Memiliki pengetahuan komprehensif terhadap hadits
Menguasai pengetahuan tentang Sunnah Kenabian. Hadis dan sunnah
kenabian merupakan sumber kedua setelah al-Qur’an. Maka, ketika hendak
menggali hukum Islam dari teks-teks hadis, seorang Mujtahid harus
menguasai seluruh ilmu terkait dengan hadis. Mulai dari menguasai
mustalahul hadis, kritik sanad dan matan hadis, ilmu jarh wat ta’dil, dan
berbagai macam ilmu dalam diskursus pemahaman hadis. Di samping itu, ia
juga dituntut mengetahui derajat dan nilai hadis.
3. Mengetahui masalah-masalah yang ijma‟ dan ikhtilaf
Mengetahui hal-hal terkait Ijma’. Setelah al-Qur’an dan Hadis, Ijma’ adalah
sumber syariat ketiga dalam Islam. Ijma’ berkaitan dengan kesepakatan yang
telah dilakukan oleh para ulama terkait suatu hukum tertentu. Ijma’ ulama
termasuk dalil qath’I (yang pasti), yang harus dirujuk oleh Mujtahid ketika
hendak menentukan sebuah hukum.
Dan Ikhtilaf yaitu Mengetahui letak perbedaan pendapat. Selain itu, seorang
Mujtahid harus paham mengenai mawadli’ul ikhtilaf (letak-letak perbedaan)
yang terjadi di kalangan para ulama. Dengan mengetahui hal itu, diharapkan
seorang Mujtahid mampu menganalisis argumentasi di antara kedua belah
pihak dan mampu menemukan solusi atau jalan keluar bagi perbedaan yang
ada.
4. Memahami qiyas dan mampu menerapkannya
Mengetahui al-Bara’ah Al-Ashliyyah (hukum asal). Yaitu seputar hal-hal
yang belum diatur dan dijelaskan hukumnya oleh syariat. Entah karena ia
belum disebutkan secara jelas, atau ia belum memenuhi syarat-syarat untuk
dihukumi sesuatu. Jadi tidak boleh asal menghukumi ini wajib, ini haram
dan seterusnya! Serta pandai meng qiyas suatu hukum kepada suatu hukum
yang diperlukan.
5. Menguasai gramatika arab dan kaidahnya
Menguasai Ilmu Bahasa Arab. Al-Qur’an dan Hadis sampai kepada kita
dengan media Bahasa Arab. Seorang Mujtahid tidak akan mampu memahami
teks tersebut ketika dia tidak menguasai Bahasa Arab. Nahwu, Shorrof,
Balaghah, Manthiq dan ilmu kebahasaan lainnya mutlak harus dikuasai.
Harus mampu menguasai bahasa arab sedalam-dalamnya seperti ilmu nahwu,
syaraf, bayan, balaghah,’urudh, dan qawafi. Karena setiap mujtahid itu dasar
hukumnya mengambil langsung dari Al-qur’an yang berbahasa arab untuk
biasa mengetahui apa yang terkandung di dalam kalamullah tersebut.
6. Menguasai maqashid Syariah
Mengetahui Maqashid al-Syariah (tujuan/maksud syariah). Apa rahasia di
balik regulasi waris? Apa hikmah yang ada di balik aturan rukhsoh
(keringanan hukum) berupa bolehnya menqashar sholat dan tidak berpuasa
ketika kita sedang ada di perjalanan sejauh 80 km? Nah seorang mujtahid
harus paham soal ini.
7. Menguasai metode dan cara istinbath hukum dalam ushul fikih
Mengetahui kebiasaan (‘urf) yang tengah berlangsung.Agar mampu
menguasai metode hukum dalam ushul fikih. Selain harus jeli dalam
membaca teks-teks keagamaan, seorang Mujtahid haruslah peka terhadap
kondisi masyarakat atau mukallaf yang merupakan obyek hukum. Kepekaan
dan pemahaman terhadap tradisi dan kebiasaan masyarakat dapat membantu
seorang Mujtahid untuk bijak dalam merumuskan hukum dan
menerapkannya.
8. Niat yang baik dan akidah yang lurus

3. Sebutkan pengertian dan pembagian dari Bid'ah?

Secara bahasa, bid’ah adalah membuat sesuatu yang baru yang belum ada
contohnya. Sedang menurut istilah yang disampaikan oleh mayoritas ulama,
bid’ah adalah segala hal baru yang dinilai ibadah yang tidak memiliki dalil sama
sekali, baik Al Qur`an, hadits maupun ijma’, serta tidak bisa diqiyaskan dan tidak
tercakup dalam makna umum suatu dalil.
Kiai Hasyim Asyari seperti yang ditulis di dalam kitab beliau, Kitab Risalah
Ahlussunnah Wal Jamaah, menurut beliau bid’ah secara syara’ adalah hal baru
kaitannya dengan agama yang mirip dengan isi ajaran agama tersebut, meski
sebenarnya bukan sama sekali. Kemiripan itu bisa terletak pada bentuk luarnya,
atau terletak pada inti perkara baru tersebut. Menurut al-Imam Abu Muhammad
Izzudin bin Abdissalam, “Bid’ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah
di kenal(terjadi) pada masa Rasulullah SAW”. (qawa’id al- Ahkam fi mashalih
al-Anam, juz 11, hal 172)
Bid’ah terbagi dua yaitu:

1. Bidah hasanah adalah bidah yang tidak menyimpan dari nash, artinya masih
sejalan dengan Al Quran, hadits, ijma’, dan qiyas. Di dalamnya ada nilai
ketaatan terhadap Allah SWT yang dapat memperbaiki amal ibadah umat
Muslim.Contoh bidah hasanah adalah menambah jumlah rakaat sholat
tarawih. Seperti yang diketahui, sholat tarawih dilaksanakan dengan jumlah
rakaat yang berbeda-beda. Ada yang mengerjakannya sebanyak 8 rakaat
maupun 20 rakaat bid’ah hasanah.
2. Bid’ah sayyiah merupakan bidah yang menyimpang dari nash atau dalil-
dalil syariat Islam. Misalnya mengikuti aliran-aliran sesat yang
menyimpang dari syariat agama, terutama terkait aqidah, seperti
membolehkan sholat dengan bahasa Indonesia, menyatakan Allah punya
tangan, kaki, dan dapat berjalan atau duduk.

Sebagian besar ulama membagi Bid’ah menjadi lima macam:

1. Bid’ah Wajibah, yakni bid’ah yang dilakukan untuk mewujudkan hal-hal


yang diwajibkan oleh syara’. Seperti mempelajari ilmu Nahwu, Sharaf,
Balaghah dan lain-lain.Sebab, hanya dengan ilmu-ilmu inilah seseorang
dapat memahami al-Qur’an dan hadist Nabi Muhammad SAW secara
sempurna.
2. Bid’ahn Muharramah, Yakni bid’ah yang bertentangan dengan syara’.
Seperti madzhab Jabariyyaah dan Murji’ah.
3. Bid’ah Mandubah, yakni segala sesuatu yang baik, tapi tak pernah
dilakukan pada masa Rasulullah SAW. Misalnya, shalat tarawih secara
berjamaah, mendirikan madrasah dan pesantren.
4. Bid’ah Makruhah, seperti menghiasi masjid dengan hiasan yang berlebihan.
5. Bid’ah Mubahah, seperti berjabatan tangan setelah shalat dan makan
makanan yang lezat.

4. Bagaimana mendeteksi sesuatu amalan itu termasuk Bid'ah Sayyiah ataupun


Dhalalah?

Bid’ah Dholalah(sesat) ialah perkara yang dibuat-buat, bertentangan dengan


Alquran, sunnah, Atsar, atau Ijma. Dan amaliyah bid’ah dholalah ini sesuatu hal
yang termasuk pada perbuatan yang dilarang dalam ajaran agama islam, tentu
hal tersebut menjadikannya sesat.
Sedang Bid’ah sayyiah ini tidak sampai mengharamkannya. Bid’ah sayyiah ialah
perkara yang tidak ada di zaman nabi namun hanya bersifat buruk, tidak sampai
pada tahapan sesat dalam islam.
5. Jelaskan pengertian dari klasifikasi Hadits di bawah ini:

Hadits dari aspek periwayatannya dan sumbernya ada empat:

a) Hadits Qudsi adalah wahyu yang di turunkan kepada Nabi Muhammad


dengan tanpa perantara malaikat melainkan dengan ilham atau mimpi
b) Hadist Marfu' adalah adalah hadits yang khusus disandarkan kepada Nabi
saw berupa perkataan, perbuatan atau taqrir beliau; baik yang
menyandarkannya sahabat, tabi’in atau yang lain; baik sanad hadits itu
bersambung atau terputus.
c) Hadits Mauquf adalah hadis yang disandarkan kepada sahabat dari segi
perkataan, perbuatan, atau taqrir.
d) Hadits Maqthu' adalah hadits yang disandarkan kepada Tabi’in dan yang
lebih rendah dari Tabi’in. Baik berupa perkataan maupun perbuatan

Hadits dari aspek kuantitasnya:

a) Hadits Mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang pada
setiap tingkat sanadnya, yang menurut tradisi mustahil mereka bersepakat
untuk berdusta dan karena itu diyakini kebenarannya
b) Hadits Ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi saja.

Hadits dari aspek kualitasnya:

a) Hadits Shahih didefinisikan oleh Ibnu Ash Shalah sebagai berikut: "Hadist
yang disandarkan kepada Nabi saw yang sanadnya bersambung,
diriwayatkan oleh (perawi) yang adil dan dhabit hingga sampai akhir
sanad, tidak ada kejanggalan dan tidak ber'illat
b) Hadits Hasan menurut Imam Tirmidzi dalam kitab Dar Al-Fikr, penjelasan
soal Hadist Hasan adalah“Hadits Hasan merupakan tiap-tiap hadits yang
pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta (pada matan-
nya), tidak ada kejanggalan (syadz), dan (hadist tersebut) diriwayatkan pula
melalui jalan lain.
c) Hadits Dhaif hadits yang tidak memenuhi persyaratan hadits shahih dan
hasan.
d) Hadits Maudhu' adalah segala sesuatu (riwayat) yang disandarkan pada Nabi
Muhammad saw, baik perbuatan, perkataan, maupun taqrir secara di buat-
buat atau disengaja dan sifatnya mengada-ada atau berbohong

Anda mungkin juga menyukai